BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan proses kegiatan yang penting dalam kehidupan
sehari-hari. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication, berasal
dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi akan terjadi atau
berlangsung apabila ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Menurut Harold Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.1
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan
secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan lain
sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan
komunikator kepada komunikan secara langsung. Sedangkan proses komunikasi
secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang pada media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua
1
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosda. 2006. Hal. 10
14
15
dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada
di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat
kabar, majalah, radio, televisi, film, dan masih banyak lagi adalah media kedua
yang sering digunakan dalam komunikasi. Media-media tersebut bersifat massif
atau massal, yakni tertuju kepada sejumlah orang yang relatif banyak sehingga
termasuk ke dalam kategori komunikasi masssa (mass communication)2. Dalam
lingkup komunikasi massa, salah satu media yang mempunyai kekuatan yang
cukup besar adalah televisi. Untuk itu, televisi kerap kali menjadi media favorit
dalam beriklan karena televisi memiliki kemampuan untuk menyiarkan iklan
dengan kekuatan audiovisualnya dan jangkauan penayangannya yang cukup luas.
2.1.2 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah
lisan maupun tertulis. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem
kode verbal3.
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk
dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara
sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara verbal4.
2
Ibid. 18
Hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,Kansius: Yogyakarta, 2003, Hal. 34
4
Ibid, Hal. 34
3
16
Komunikasi verbal ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut 5 :
1. Disampaikan secara lisan/bicara atau tulisan
2. Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua arah
3. Kualitas proses komunikasi seringkali ditentukan oleh komunikasi
nonverbal
Simbol verbal bahasa merupakan pencapaian manusia yang paling
impresif. Saat ini terdapat sekitar 10.000 bahasa dan dialek digunakan umat
manusia di dunia. Setiap bahasa memiliki aturan-aturan6:
1. Fonologi: cara bagaimana suara dikombinasikan untuk membentuk kata
2. Sintaksis : cara bagaimana kata dikombinasikan hingga membentuk
kalimat
3. Semantik : arti kata
4. Pragmatis : cara bagaimana bahasa digunakan
2.1.3 Komunikasi Non-verbal
Komunikasi
nonverbal
adalah
setiap
informasi
atau
emosi
dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik. Komunikasi
nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna
jauh lebih penting daripada apa yang kita katakan. Ucapan atau ungkapan klise
seperti “sebuah gambar sama nilainya dengan seribu kata-kata” menunjukkan
bahwa alat-alat indera yang kita gunakan untuk menangkap isyarat-isyarat
nonverbal sebetulnya berbeda dari hanya kata-kata yang kita gunakan. Dengan
5
Ibid, Hal. 35
Nina Mutmainah dan M. Fauzi. Psikologi Komunikasi, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta:
1997. Hal 56
6
17
sejumlah alat indera yang terangsang tampaknya orang akan merespon isyaratisyarat nonverbal secara emosional, sedangkan reaksi mereka kepada hanya katakata lebih bersifat rasional. Hal yang sama dapat dibuat orientasi bagi otak kanan
dan otak kiri. Nonverbal cenderung lebih kepada otak kanan yang bersifat afektif
atau emosional. Kata-kata cenderung lebih kepada otak kiri yang bersifat kognitif
atau rasional7.
Terdapat sejumlah bentuk komunikasi nonverbal dan bentuk-bentuk
tersebut meliputi wajah terutama yang menyangkut mata, tubuh, sentuhan, suara,
ruang, waktu, daya tarik fisik, pakaian, dan lingkungan8.
Komunikasi nonverbal adalah semua bentuk komunikasi yang tidak
menggunakan pesan berupa kata-kata. Pesan nonverbal dapat terbagi atas9 :
1. Paralanguage
Apa yang kita katakan menggunakan kata, frase, atau kalimat penting
dalam proses komunikasi. Namun, seringkali cara kita menggunakan
bahasa jauh lebih penting sebagai sumber informasi daripada kata-kata
itu sendiri. Inilah yang dikenal sebagai paralanguage (paralinguistik)
cara kita menggunakan bahasa. Paralanguage dapat terbagi dua, yaitu:
a. Bentuk vokalik (ucapan)
b. Bentuk tertulis
Paralanguage dalam bentuk ucapan misalnya:kecepatan bicara, tinggirendahnya suara, dialek, intonasi cara berhenti, ucapan-ucapan tertentu
7
Budyatna, Muhammad.,dan Leila Mona Ganiem. Teori Ilmu Komunikasi Massa. Kencana
Prenada Media Group:Jakarta, 2009, Hal. 110
8
Ibid, Hal. 111
9
Nina Mutmainah dan M. Fauzi. Psikologi Komunikasi, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta:
1997. Hal.58
18
dalam bicara (misalnya, seringkali dalam berbicara orang banyak
berkata: nah, eh, daripada, ehm, oh, dsb), artikulasi, keteraturan
berbicara sesuai tata bahasa.
Paralinguistik dapat menunjukkan hal-hal tertentu tentang sumber,
seperti etnik, tingkat pendidikan, usia, tingkat emosi atau perasaan, dan
sebagainya. Semua itu dapat menjadi dasar persepsi kita tentang orang
lain.
2. Penampilan (Appearance)
Dalam komunikasi manusia, penampilan memegang peranan penting.
Kesan pertama seseorang tentang orang lain umumnya dibentuk dari
penampilan orang tersebut. Kesan awal ini menentukan proses
komunikasi selanjutnya.
Sejumlah faktor yang menyumbang penampilan adalah wajah, mata,
rambut, bentuk fisik tubuh, pakaian, perlengkapan, dan artifak.
3. Gestura (kinesik)
Gestura adalah gerakan anggota tubuh. Gestura dapat disengaja
(purposeful) sengaja dikirimkan dengan tujuan tertentu dan tidak
disengaja (incidental atau unintended). Sejumlah gestura dapat
merupakan pelengkap bagi sinyal-sinyal verbal (misalnya mengatakan
“ya” sambil mengangguk-angguk) atau mengganti sinyal verbal (misal
: mengangkat bahu untuk menunjukkan “tidak tahu”).
19
4. Sentuhan (Haptik)
Alat penerima sentuhan ialah kulit, yang mampu menerima dan
membedakan berbagai emosi yang disampaikan orang melalui
sentuhan. Sentuhan merupakan ungkapan seperti perhatian, rasa
sayang, rasa takut, marah, kebahagian dan keakraban. Sentuhan dapat
menunjukkan tingkat keakraban hubungan seseorang dengan orang
lain, budaya, dan suku bangsa seseorang.
5. Ruang dan Jarak (Proksemik)
Pesan prosemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang.
Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan tingkat
keakraban kita dengan orang lain. Edward T. Hall menyebutkan ada
empat macam jarak interaksi antarmanusia, yaitu jarak akrab/intim,
jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik. Sejumlah faktor
mempengaruhi kita dalam berinteraksi dalam jarak-jarak ini misalnya
tingkat hubungan kita dengan orang lain, topik yang dibicarakan, latar
belakang budaya, sikap dan perasaan kita tentang orang lain, usia
individu yang terlibat dan sebagainya.
Pesan proksemik juga diungkapkan melalui pengaturan ruangan dan
furnitur yang dipakai. Pesan proksemik ini dapat menunjukkan tiga
fungsi, yaitu :
1. Mengarahkan Perilaku
Pesan proksemik mempengaruhi perilaku seseorang. Misalnya
pengaturan kursi dan meja di restoran fast-food dirancang agar
20
orang tidak berlama-lama di sana, jalan-jalan di taman membuat
orang diatur harus berjalan di mana.
2. Mengatur Interaksi
Interaksi juga dapat ditunjang oleh lingkungan. Misalnya ruang
kuliah yang besar dengan mimbar di depan membuat kuliah
berlangsung satu arah (dari dosen ke mahasiswa), sekat-sekat
tinggi
di
perpustakaan dirancang
agar
orang-orang
tidak
mengobrol, dan sekat-sekat yang tidak terlalu tinggi di kantorkantor memungkinkan orang tetap bisa saling berbicara namun di
sisi lain tidak terlalu terbuka hingga pekerjaan masing-masing
tidak terganggu.
3. Memberikan Nilai Simbolik
Lingkungan fisik melalui ukuran, bentuk, warna, dekor, dan
sebagainya juga memberikan nilai simbolik yang penting bagi
individu. Misalnya berada di sebuah ruangan besar, beratap
tinggi,dengan furnitur berwarna gelap, sejumlah lilin menyala, ada
buku-buku tua di sekelilingnya bermakna simbolis tertentu bagi
kita.
Dalam iklan yang akan diteliti ini, ada komponen-komponen nonverbal
yang erat kaitannya dengan iklan Vaseline Men versi Ganteng Maksimal, yaitu :
1. Tatapan Mata
Pada umumnya, tatapan mata juga memperlihatkan ketertarikan, tetapi
ini pun berbeda antar masing-masing budaya serta suku bangsa. Varian
21
yang paling umum adalah memandang ke bawah saat berbicara dengan
orang lain yang dianggap lebih tinggi derajatnya. Menatap mata orang
lain dipandang sebagai sesuatu yang positif oleh banyak bangsa,
terutama saat kita memerhatikan sepenuhnya apa yang diucapkan
lawan bicara kita.
2. Ekspresi Emosional Wajah
Sebagai
umat
manusia,
kita
cenderung
melakukan penilaian
berdasarkan ekspresi wajah seseorang. Charles Darwin mendapati
bahwa hewan juga menampilkan emosinya berdasarkan ekspresi wajah
mereka. Ekspresi-ekspresi wajah tertentu bersifat universal di antara
berbagai bangsa atau kalangan. Sebagai contoh, tertawa di mana saja
dianggap sebagai ekspresi kegembiraan. Tidak ada orang yang tertawa
sedih. Sebaliknya, tangisan adalah ekspresi kesedihan yang dialami
seseorang10.
Ekspresi wajah seseorang dapat mempengaruhi dan mendorong orang
lain untuk ikut melakukan hal serupa. Kita cenderung membalas
senyuman orang lain (dengan senyuman pula tentunya), atau ikut
meneteskan air mata bila seseorang menangis tersedu-sedu di hadapan
kita.
Bahkan
bayi
pun
melakukannya.
Inilah
yang
disebut
“penjangkitan ekspresi di tengah-tengah masyarakat”. Gejala ini
sanggup menjelaskan mengapa seseorang cenderung mengikuti amuk
massa saat terjadi kerusuhan sosial. Ini membuktikan adanya suatu
10
Ibid, Hal. 50
22
ekspresi yang sanggup “menulari” orang-orang di sekitarnya, sehingga
mereka mengikuti tindakan itu11.
3. Pakaian
Pakaian sebagai tanda yang mewakili hal-hal seperti kepribadian,
status sosial, dan karakter keseluruhan si pemakai. Sekali lagi, metode
dasar pakar semiotika yaitu menyatakan apa, bagaimana, dan mengapa
sesuatu memilki makna yang kini dimilikinya, berlaku pula pada
pakaian12.
Pada level biologis, pakaian mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu meningkatkan kemampuan kita dalam bertahan hidup. Pakaian,
dalam level denotatif ini, adalah perluasan buatan manusia dari sumber
perlindungan tubuh; pakaian adalah tambahan bagi rambut dan
tetebalan kulit di tubuh kita yang berfungsi melindungi. Seperti yang
ditunjukkan dengan jitu oleh Werner Enninger (1992: 215), inilah
mengapa gaya pakaian bervariasi menurut geografis dan topografi:
“Distribusi jenis pakaian dalam kaitannya dengan zona iklim yang
berbeda-beda dan variasi pakaian yang dikenakan seiring perubahan
kondisi cuaca, menunjukkan fungsinya yang praktis dan sebagai
perlindungan”. Namun, seperti halnya semua sistem buatan manusia,
pakaian akan selalu memperoleh sekalipun konotasi dalam latar sosial.
Konotasi ini dibangun berdasarkan pelbagai kode pakaian (dress codedari bahasa Prancis lama dresser, “mengatur, mendirikan”) yang
11
12
Ibid, Hal. 50
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta : Jalasutra. 2012. Hal. 205
23
memberitahu orang bagaimana mereka seharusnya berpakaian dalam
pelbagai situasi sosial13.
Memakai pakaian untuk alasan yang bersifat sosial merupakan ciri
universal dalam budaya manusia. Bahkan di daerah beriklim dingin,
sebagian orang tampaknya lebih tertarik menghiasi tubuh mereka
daripada melindunginya14.
Dengan demikian, hampir sejak awal sejarah, manusia mengenakan
pakaian bukan hanya untuk perlindungan, tetapi juga demi identifikasi
dan jatidiri. Kini, supir bus, kurir pos, perawat, polisi, dan pendeta
mengenakan pakaian khusus agar mudah mengenali mereka. Baju juga
mengungkapkan kepercayaan, perasaan, dan cara menyikapi hidup
pada umumnya pada diri seseorang. Orang-orang yang percaya diri
sering menunjukkan sikap yang lebih bebas memilih gaya berpakaian
dibanding mereka yang pemalu atau tidak percaya diri15.
Dalam sebuah masyarakat, bagian-bagian pakaian tertentu dan warna
yang digunakan memilki warna khusus. Misalnya orang yang tengah
berduka cita dapat mengenakan baju hitam. Mempelai wanita di
Amerika Serikat umumnya mengenakan gaun putih; namun orangorang India akan menafsirkan penggunaan warna ini sebagai tanda
berduka16.
13
Ibid, Hal. 208
Ibid, Hal. 211
15
Ibid, Hal. 211
16
Ibid, Hal. 212
14
24
4. Warna
Dari segi semiotik, istilah warna adalah penanda verbal yang
mendorong orang untuk cenderung memperhatikan terutama rona-rona
yang disandikan penanda tersebut. Ini strategi yang praktis; jika tidak,
jutaan istilah harus diciptakan untuk mengklasifikasi spektrum dengan
akurat. Namun, kisah semiotik tentang warna tidak berhenti sampai di
situ. Di seluruh dunia, warna-warna digunakan untuk tujuan konotatif.
Catatan
arkeologis
dengan
kuat
menyiratkan
bahwa
pada
kenyataannya, makna inderawi dan emosional yang dilekatkan pada
warna mungkin bahkan merupakan asal istilah-istilah warna itu sendiri
(Wescott, 1980)17.
Penggunaan istilah warna secara konotatif tersebar lebih luas
dibanding yang mungkin kita kira pada awalnya. Dalam tiap
masyarakat, warna memainkan fungsi yang sangat penting dalam
wilayah simbolisme18.
Setiap orang pasti memiliki warna favorit. Dan biasanya warna
tersebut mempengaruhi suasana hati (mood), berikut adalah uraian
suasana hati yang diapresiasikan dengan warna sebagaimana
diungkapkan oleh Barker (1954) dalam Mulyana 19.
17
Ibid, Hal. 84
Ibid, Hal. 85
19
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta: 2013. Hal. 211
18
25
Tabel 2.1
Suasana hati yang diasosiasikan dengan warna
Suasana Hati
Menggairahkan, merangsang
Aman, nyaman
Tertekan, terganggu, bingung
Lembut, menenangkan
Melindungi, mempertahankan
Sangat sedih, patah hati, tidak bahagia
Kalem, damai, tenteram
Berwibawa, agung
Menyenangkan, riang, gembira
Menantang, melawan memusuhi
Berkuasa, kuat, bagus sekali
Warna
Merah
Biru
Oranye
Biru
Merah, coklat, hitam
Hitam, coklat
Biru, hijau
Ungu
Kuning
Merah, oranye
Hitam
Sumber : Mulyana, 2007. Hal 429-430
2.2
Periklanan
2.2.1 Pengertian Iklan
Menurut Ralph S. Alexander dalam Morissan, iklan atau advertising dapat
didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an
organization, product, service, or idea by an identified sponsor”20 (setiap bentuk
komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang
dibayar oleh satu sponsor yang diketahui).
Menurut Kasiyan dalam glosariumnya, iklan adalah berita pesanan (untuk
mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang
ditawarkan. Atau juga dapat bermakna sebagai pemberitahuan kepada khalayak
ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dipasang di dalam media massa,
20
Morissan. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana. 2010. Hal. 17
26
seperti surat khabar dan majalah. Iklan adalah penyampaian pesan untuk
mempersuasi khalayak sasaran tertentu.21
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling
banyak dibahas orang, hal ini kemungkinan karena daya jangkaunya yang luas.
Iklan juga menjadi instrumen promosi yang sangat penting, khususnya bagi
perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada
masyarakat luas.
2.2.2 Strategi Pesan dalam Periklanan
Ada banyak cara untuk mencapai tujuan komunikasi. Perencana mencari
strategi kreatif terbaik—pendekatan yang paling masuk akal untuk dipakai dengan
mengingat situasi pemasaran terbaik brand dan kebutuhan dan minat audiensi.
Profesor Charles Frazer dari Universitas Washington mengusulkan enam strategi
kreatif untuk menangani berbagai macam situasi advertising. Meskipun tidak
komprehensif, term ini berguna untuk mengidentifikasi beberapa pendekatan
umum untuk strategi advertising. Strategi tersebut dijabarkan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2
Enam Strategi Kreatif Frazer22
Strategi
Deskripsi
Preemptive
Menggunakan
Penggunaan
atribut Digunakan
umum atau keunggulan kategori
untuk
dengan
umum, namun brandnya diferensiasi yang kecil
21
Kasiyan, op.cit., xviii
Moriarty, Mitchell, & Wells. Advertising: Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2011. Hal. 443
22
27
diutamakan—memaksa
persaingan
atau
kategori
produk
untuk baru.
mengikuti posisi kita.
Unique
Preposition
Selling Menggunakan ciri yang Digunakan
khas dalam atribut yang kategori
menciptakan
yang
untuk
dengan
level
manfaat teknologi yang maju dan
bermakna
bagi mengandung inovasi
konsumen.
Brand Image
Menggunakan
klaim Digunakan
superioritas
dengan
atau barang yang homogeni,
keunggulan berdasarkan berteknologi
faktor-faktor
ekstrinsik dengan
seperti
perbedaan diferensiasi.
biasa,
sedikit
psikologis dalam benak
konsumen.
Positioning
Menempatkan
benak konsumen.
diri
di Digunakan
pendatang
oleh
baru
atau
brand kecil yang ingin
menantang
pemimpin
pasar
Resonance
Menggunakan
situasi, Digunakan
dalam
gaya hidup, dan emosi kategori produk yang tak
yang dapat diidentifikasi terdiferensiasikan
dan
28
oleh audiensi sasaran.
Affective/ Anomalous
Menggunakan
emosional,
sangat kompetitif.
pesan Digunakan ketika pesaing
bahkan bermain
langsung
dan
terkadang ambigu, untuk informatif.
mengatasi
ketidakpedulian.
Sumber: Moriarty, Mitchell, & Wells. Advertising: Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2011. Hal. 443
2.2.3 Iklan Televisi
Iklan mengikuti bagaimana tujuan-tujuan promosi dan pemasaran yang telah
dibuat. Suharko menyebutkan bahwa melalui iklan, kelompok-kelompok pemasar
komoditas menginterpretasikan dan menyosialisasikan nilai guna dari suatu
komoditas.
Suharko menjelaskan, iklan berusaha merepresentasikan kenyataan yang
hidup dalam masyarakat melalui simbol-simbol tertentu, sehingga mampu
menimbulkan impresi dalam benak konsumen bahwa citra produk yang
ditampilkan adalah juga bagian dari kesadaran budayanya. 23
Wells, Moriarty, dan Burnett menyebutkan bahwa iklan televisi
merupakan pesan penjualan yang disiarkan pengiklan pada program yang telah
disponsori atau selama jeda program yang sedang berlangsung dengan melihat
pertimbangan tipe khalayak yang menonton serta jangkauannya. Televisi sebagai
23
Suranto, H., & Ibrahim, I. S, Wanita dan Media : Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang
Publik Orde Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998
29
medium iklan memiliki dampak yang kuat karena interaksi dan visual, warna,
suara, gerakan, dan drama yang menghasilkan respons emosional yang kuat.
Iklan televisi memiliki dua elemen yaitu audio dan video. Video atau
visual adalah elemen iklan yang tampil di layar televisi. Komposisi visual
umumnya lebih menarik perhatian khalayak dalam mengomunikasikan suatu ide,
pesan, dan citra. Komposisi visual ini antara lain, warna, teknik kamera,
pencahayaan, dan editing.
Elemen audio terdiri dari musik, narasi, efek suara atau kombinasi dari
keseluruhan elemen. Penggunaan ketiganya harus dihubungkan dengan bagian
visual. Suara yang digunakan dalam iklan televisi bisa berbentuk direct
presentation, percakapan ataupun voice-over.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat banyak elemen penyusun dalam
iklan televisi. Elemen-elemen inilah yang merupakan tanda-tanda yang dapat
dilihat dalam iklan. Iklan televisi juga dibentuk oleh banyak simbol. Ketajaman
dan kontras antara gelap dan terang dapat merepresentasikan huruf yang berbeda
maknanya, memperdengarkan suara, kombinasi kata yang menyimbolkan sebuah
objek, tindakan, dan porperti. Begitu pula dalam ilustrasi sebuah produk, pemain
dan latar belakang dapat menimbulkan berbagai asosiasi dalam pikiran penerima
pesan. dalam identifikasi tanda, pengamatan tanda dilakukan pada setiap image,
sound, warna, hingga teknik pencahayaan, pemilihan teknik kamera yang
digunakan, dimana setiap tanda memiliki makna masing-masing. Berikut ini
merupakan paparan mengenai tanda tersebut :
30
a. Warna, adalah sesuatu yang berkaitan dengan cahaya, tekstur, ukuran,
proporsi, material, dan temperatur. Dameria (2007) menyebutkan bahwa warna
adalah fenomena yang terjadi karena adanya tiga unsur, yaitu cahaya, objek, dan
observer dan warna terkait dengan persepsi dan interpretasi subyektif sekarang.
Berikut ini merupakan beberapa arti/ kesan/ suasana yang diasosiasikan oleh suatu
warna :
Tabel 2.3
Asosiasi Suasana Oleh Warna
Warna
Biru
Asosiasi
Kebenaran, kontemplatif, intelegensi tinggi, mediatif,
ketenangan,
keteraturan,
keamanan,
reliabilitas,
emosional, egosentris, racun.
Hitam
Kuat, kreativitas, idealis, fokus, elegan, superior,
merusak, kekuatan, kecanggihan.
Cokelat
Stabilitas, kesederhanaan, hangat.
Putih
Bersih, murni, kesederhanaan, jujur, monotn, kaku.
Oranye
Muda, kreatif, dinamis, riang, persahabatan, dominan,
arogan.
Sumber : Anne Dameria. Colour Basic : Panduan Dasar Warna untuk Desainer & Industri
Grafika. Jakarta : Link & Match Graph. 2007
1. Warna
Warna merupakan salah satu daya tarik perhatian pembaca untuk membaca
iklan secara keseluruhan. Definisi warna adalah suatu
mutu cahaya yang
31
dipantulkan dari suatu objek ke mata manusia yang menyebabkan kerucut-kerucut
warna pada retina bereaksi yang memungkinkan timbulnya gejala warna pada
objek yang dilihat sehingga mengubah persepsi manusia. 24
Karena warna termasuk dalam elemen visual dimana visual itu sendiri
adalah unsur yang sangat penting dalam sebuah iklan televisi. Dalam sebuah iklan
perpaduan warna digunakan selain agar terlihat menarik warna juga diharapkan
dapat memberikan sebuah kesan tersendiri dalam benak audience tergantung dari
energi yang terkadung dalam warna itu sendiri.
1. Fungsi warna:
a. Fungsi identitas
Warna memiliki kegunaan mempermudah orang mengenal identitas suatu
kelompok masyarakat, organisasi atau Negara seperti seragam, bendera, logo
perusahaan, dan lain-lain.
b. Fungsi isyarat atau media komunikasi
Warna memberi tanda-tanda atas sifat dan/atau kondisi, seperti merah bisa
mengisyaratkan marah, atau bendera putih mengisyaratkan “menyerah”. Warna
juga merupakan lambang atau sebagai perlambang sebuah tradisi atau pola
tertentu. Lampu lalu lintas yang memberi isyarat berhenti diinstruksikan dengan
warna merah, hati-hati dengan warna kuning, dan jalan dengan warna hijau.
c. Fungsi psikologis
Dari sudut pandang ilmu kejiwaan, warna dikaitkan dengan karakter-karakter
manusia. Contohnya orang yang berkarakter extrovert lebih senang dengan warna-
24
Iwan Wirya, Kemasan Yang menjual , Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hal. 28-29
32
warna panas dan cerah. Karena tipe orang seperti ini biasanya terbuka, lebih
memandang ke luar daripada ke dalam dirinya sendiri. Sedangkan orang yang
berkarakter introvert lebih senang pada warna-warna dingin dan gelap. Orang
bertipe ini biasanya tertutup, lebih memandang ke dalam diri sendiri, sulit
menerima masalah-masalah baru, lebih suka menyelesaikan pada hal-hal yang
khusus daripada yang umum.
d. Fungsi alamiah
Warna adalah properti benda tertentu, dan merupakan penggambaran sifat
objek secara nyata, atau secara umum warna mampu menggambarkan sifat objek
secara nyata. Contoh warna hijau menggambarkan daun, rumput, dan biru untuk
laut, langit dan sebagainya.
e. Fungsi pembentuk keindahan
Keberadaan warna memudahkan kita dalam melihat dan mengenali suatu
benda. Sebagai contoh apabila kita meletakkan benda ditempat yang sangat gelap,
mata kita tidak mampu mendeteksi objek tersebut dengan jelas. 25
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan warna memiliki fungsi sebagai
penggambaran sifat objek secara nyata yang terjadi secara alamiah seperti warna
hijau pada rumput dan sekaligus berfungsi untuk mengidentifikasi suatu objek atau
simbol suatu organisasi. Selain itu warna juga berfungsi sebagai isyarat yang
tergantung pada budaya atau tradisi dalam lingkungan tersebut.
25
Ibnu Teguh Wibowo, Belajar Desain Grafis, Buku Pintar, Yogyakarta, 2013, h.149-151
33
2. Psikologi Warna
Warna adalah hal terpenting dalam desain, karena warna menentukan
respon pembaca. Warna adalah hal yang paling utama dilihat oleh pembaca,
terutama background. Untuk mencapai desain warna yang efektif, dapat dimulai
dengan memilih warna yang bisa memprentasikan tujuan sebuah publikasi. Palet
warna yang dibuat sebaiknya cocok dengan pribadi dan tujuan publikasi.
Menurut Idarmadi (1999), terdapat kolerasi umum secara psikologis antara
warna dan orang, seperti tabel berikut:
Tabel 2.4
Psikologi warna
Warna
Merah
Biru
Hijau
Kuning
Ungu/
Respon Psikologi
Keterangan
Power,
energi,
Warna merah kadang berubah arti
kehangatan,
cinta, jika dikombinasikan dengan warna
nafsu, agresi, bahaya. lain. Merah dikombinasikan dengan
hijau, akan menjadi pohon natal.
Merah dikombinasikan dengan putih,
akan mempunyai arti “bahagia”
dibudaya oriental.
Kepercayaan,
Banyak digunakan sebagai warna
konsevatif,
pada logo Bank di Amerika Serikat
keamanan, teknologi, untuk
memberikan
kesan
kebersihan,
„kepercayaan‟.
keteratura.
Alami,
sehat,
Warna hijau tidak selalu „sukses‟
keberuntungan,
untuk ukuran Global. Di Cina dan
pembaruan.
Perancis, kemasan dengan warna hijau
tidak begitu mendapat sambutan.
Tetapi di Timur Tengah, warna hijau
sangat disukai.
Optimis, harapan,
Kuning adalah warna keramat
filosofi,
dalam agama Hindu.
ketidakjujuran
,
pengecut
(untuk
budaya
barat),
pengkhianat.
Spiritual, misteri,
Warna ungu sangat jarang ditemui
34
Jingga
Oranye
Coklat
Abu-abu
Putih
Hitam
kebangsawanan,
transformasi,
kekasaran,
keangkuhan.
Energi,
keseimbangan,
kehangatan.
Tanah/bumi,
reliability, comfort,
daya tahan.
di alam.
Menekankan sebuah produk yang
tidak mahal.
Kemasan makanan di Amerika
sering memakai warna coklat dan
sangat sukses, tetapi di Kolumbia,
warna coklat untuk kemasan kurang
begitu membawa hasil.
Intelek,
masa
Warna abu-abu adalah warna yang
depan (seperti warna paling mudah/gampang dilihat oleh
Milenium),
mata.
kesederhanaan,
kesedihan.
Kesucian,
Di Amerika, putih melambangkan
kebersihan, ketepatan, perkawinan (gaun pengantin berwarna
ketidakbersalahan,
putih), tapi di banyak budaya Timur
steril, kematian.
(terutama India dan Cina), warna
putih melambangkan kematian.
Power,
Melambangkan kematian dan
seksualitas,
kesedihan di budaya barat. Sebagai
kecanggihan,
warna kemasan, hitam melambangkan
kematian,
misteri, keanggunan (Elegance), kemakmuran
ketakutan, kesedihan, (Wealth),
dan
kecanggihan
keanggunan.
(Sopiscared).
Sumber : Ibnu Teguh Wibowo, Belajar Desain Grafis, Buku Pintar Yogyakarta,
2013.
Memang tidak ada seseorang pun yang menjamin bahawa seseorang akan
membeli sebuah produk hanya karena melihat warna kemasan produk tersebut.
Tapi setidaknya, warna mampu menampilkan kesan dari suatu emosi tertentu yang
akan mempengaruhi calon konsumen untuk mengambil keputusan. Begitu pula
ketika akan mendesain, pemilihan warna yang tepat akan menentukan bagus
tidaknya suatu desain di mata khalayak atau publik.26
26
Ibid 163-166
35
b. Teknik kamera ialah suatu usaha, teknik, pengambilan, pergerakan
gambar, dari satu frame ke frame lain dengan kamera. Berikut ini beberapa
contoh teknik dasar kamera :
Tabel 2.5
Teknik Pergerakan Kamera
Nama Teknik
Zoom in zoom out
Penjelasan
Zoom adalah pergerakan mendekati atau
menjauhi subjek. Sesungguhnya kamera tetap
dalam satu posisi, namun pergerakan tersebut
diambil menggunakan lensa zoom.
Dolly in dolly out
Sama seperti zoom, namun teknik dolly tidak
menggunakan lensa zoom melainkan
memindahkan kamera mendekati ataupun
menjauhi subjek. Umumnya pergerakannya lebih
lambat dan digunakan pada area yang luas dan
waktu pergerakan yang lebih lama. Penggunaan
teknik ini memberi impresi subjek bergerak
menjauhi atau mendekati kamera.
Pan right pan left
Kamera memutar dari satu sisi ke sisi lain
namun kamera berada di posisinya. Dengan teknik
ini, kamera terlihat menyaksikan sebuah tindakan
saat subjek melintas.
36
Truck right truck left
Kamera bergerak, beriringan dengan subjek
(tindakan yang ditekan) sehingga perspektif yang
terekam adalah perspektif dari subyek, berbeda
dengan teknik pan.
Tilt up, tilt down
Kamera memutar ke atas dan ke bawah, atau
bisa disebut juga versi vertikal dari teknik pan.
Boom or crane shot
Teknik pergerakan ini menggunakan sebuah
crane bermotor atau boom yang membawa
kamera, kamera operator dan seringkali direktor
saat mereka „menggerakkan‟ platform dari sebuah
adegan utama untuk memberikan efek
spektakuler.
Sumber : Jewler A. Jerome. Creative Strategy in Advertising, 4th ed. California : Wadsworth,
Inc. 2011
Tabel 2.6
Teknik Framing Kamera
Nama Teknik
EWS (Extreme Wide Shot)
Penjelasan
Tampilan sangat jauh dari subjek,
sehingga subjek tak terlihat. Poin pada
shot ini adalah untuk menunjukkan kondisi
sekitar subjek. EWS sering digunakan
untuk establishing shot pertama dari scene
37
baru, yang dirancang untuk menunjukkan
kepada penonton dimana tempat dari suatu
kejadian.
VWS (very wide shot)
Framing ini lebih mendekat pada
subjek. Subjek terlihat namun scene lebih
menekankan kepada lingkungan di sekitar
subjek. Juga digunakan untuk establishing
shot.
WS (wide shot)
Subjek tampil penuh dalam frame.
Tipe framing ini mengambil gambar
keseluruhan tubuh subyek namun tetap
memberikan latar belakang yang jelas
dengan kepala dan kaki subjek dan
menegaskan jarak publik dalam gambar
tersebut.
MS (medium shot)
Menunjukkan beberapa bagian subjek
lebih detail, sehingga seolah-olah khalayak
sedang melihat keseluruhan subjek.
Gambar yang didapatkan seperti
bagaimana kita melihat seseorang dalam
sebuah percakapan tatap muka. Kita tidak
akan memperhatikan bagian tubuh bawah
lawan bicara, sehingga gambar yang
38
diambil ialah dari tengah tubuh ke atas.
MCU (medium close up)
Berfokus pada wajah namun tidak
menimbulkan kesan tidak nyaman karena
terlalu dekat dengan subjek. Umumnya
subjek ditampilkan dari bagian dada
hingga atas kepala.
Close up
Fitur tertentu atau bagian dari subjek
mengambil keseluruhan frame. Close up
dari seseorang umumnya berarti sebuah
close up dari wajah mereka, sehingga
memberikan kesan intim dengan subjek.
ECU (extreme close up)
Menunjukkan detail ekstrim. Pada
gambar orang, ECU digunakan untuk
menyampaikan emosi.
CA (cutaway)
Umumnya untuk menampilkan sesuatu
lain dari tindakan/ kejadian utama. Dapat
berupa subjek yang berbeda, sebuah CU
dari bagian yang berbeda subjek, atau apa
saja yang lain. CA digunakan sebagai
sebuah „buffer’ antara gambar (untuk
membantu proses pengeditan) atau untuk
menambah sebuah perhatian/ informasi.
Over-the-shoulder shot
MS umumnya digunakan pada sebuah
39
scene dialog antara aktor, dimana seorang
aktor diambil gambarnya dari posisi atas
pundak lawan bicaranya.
Point-of-view shot
Shot apapun yang diambil dari sebuah
posisi strategis dari karakter dalam film/
gambar.
Sumber : http://www.mediacollage.com/video/camera/tutorial/01-framing.html
2.3
Representasi
Menurut Danesi dalam Indiwan Seto, representasi merupakan kegunaan
dari tanda, yaitu “proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa
cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai
kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu
yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk
fisik”. 27
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang „sesuatu‟ yang ada di kepala kita masing-masing
(peta konseptual), representasi mental masih berbentuk sesuatu yang abstrak.
Kedua „bahasa‟, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep
abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang
27
Indiwan Seto, op.cit., 148
40
lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu
dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. 28
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep
representasi sendiri bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru. Menurut
Nuraini Juliastuti, representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubahubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam pemaknaan. Jadi, representasi
bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang
etrus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para
pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah.
Representasi merupakan suatu bentuk usaha konstruksi. Karena pandanganpandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia. Juliastuti mengatakan bahwa melalui
representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini terjadi melalui proses
penandaan, praktik yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.29
Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana proses representasi ini bekerja
dalam iklan, yaitu bagaimana suatu iklan mencoba merepresentasikan konsep
maskulinitas.
2.4
Maskulinitas
Problematika konsep ideologi gender yang telah terintegrasi dalam
akumulasi ruang dan waktu yang amat panjang di masyarakat, kemudian telah
28
Nuraini Juliastuti. Newsletter KUNCI #4 – Budaya Materi: Representasi. 2009. Diakses pada
tanggal 19 Oktober 2013 dari
http://archive.org/stream/NewsletterKunci4BudayaMateri/Newsletter_KUNCI_4_Budaya_Materi
#page/n5/mode/1up
29
Ibid, 150
41
menghasilkan semacam wacana standarisasi pelabelan antara laki-laki dan
perempuan dalm konteks sosial. Atau dalam istilah lain, adanya sebuah konsep
stereotip gender laki-laki dan perempuan, secara sosial. Dalam hal ini, segala
yang dianggap „pantas‟ dan „biasanya‟ diekspresikan oleh perempuan atau lakilaki, kemudian dikenal dengan sifat stereotip perempuan (feminity stereotype) dan
laki-laki (masculinity stereotype). Oleh karena stereotip gender maskulinitas dan
feminitas ini dikonstruksikan secara kultural dalam periode waktu yang panjang,
bahkan diwariskan dari generasi ke generasi, kemudian menjelma menjadi seolaholah merupakan kodrat Tuhan. 30
Stereotip maskulinitas senantiasa dilekatkan pada kaum laki-laki, dalam
bentuk konsepsi sifat-sifat yang selalu bermakna positif, di antaranya yakni:
rasional, tegar, kuat, mandiri, tegas, dan dominan. Di samping stereotip potensi
unsur-unsur psikologis, juga yang tak kalah besar dan dominannya, adalah
stereotip yang berangkat dari persoalan kultur sosial yang ada, berlaku, dan
berkembang di masyarakat. Misalnya, di berbagai budaya, merokok dipandang
tidak pantas dilakukan perempuan, bahkan dalam kadar tertentu dijadikan simbol
„kebinalan yang destruktif‟, sedangkan sebaliknya bagi laki-laki, justru dianggap
sebagai „lambang kejantanan‟ sejati, yang layak dibanggakan.
31
Secara linguistik`, dalam kamus Oxford, masculine adalah like men, atau
dalam bahasa Indonesia bersifat laki-laki. Sejalan dengan kamus Oxford, menurut
Nuraini Juliastuti, maskulin menunjuk pada sifat atau nilai yang lazim dimiliki
30
31
Kasiyan, op.cit., 52
Ibid. 53
42
laki-laki. Menurut Archer dan Lloyd dalam Indiwan Seto, ada beberapa stereotip
yang berkenaan dengan gender, melalui tabel berikut:
Tabel 2.7
Pertentangan Gender: stereotip-stereotip kontemporer pria dan wanita
Pria
Wanita
Bertindak sebagai pemimpin
Penuh kasih sayang
Agresif
Emosional
Ambisius
Feminin
Tegas
Lembut
Kompetitif
Menyukai anak-anak
Dominan
Halus
Kuat
Paham
Pandai berolahraga
Hangat
Independen
Ramai
Mudah membuat keputusan
Maskulin
Tidak mudah tergugah
Percaya diri
Sumber: Archerdan Lloyd dalam Anthony Synnot. Tubuh sosial, simbolisme, diri,
dan masyarakat. Jalasutra: Yogyakarta. 2003. Hal. 129
Dalam buku Sex & Gender, ada kata stereotip kata sifat yang
mencerminkan seorang laki-laki32:
Tabel 2.8
Adjectives stereotypically associated with men
Men
Adventurous (Petualang)
Enterprising (Giat)
32
Aggressive (Agresif)
Forceful (Kuat)
Ambitious (Ambisius)
Handsome (Tampan)
Hilary Lips. Sex & Gender: An Introduction 6 ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.
2008. Hal. 7
43
Assertive (Asertif)
Independent (Mandiri)
Autocratic (Otokratis)
Jolly (Riang gembira)
Boastful (Sombong)
Logical (Logis)
Coarse (Kasar)
Loud (Lantang)
Confident (Percaya Diri)
Masculine (Maskulin)
Courageous (Penuh rasa ingin tahu)
Rational (Rasional)
Cruel (Garang)
Realistic (Realistis)
Daring (Berani)
Robust (Tegap)
Disorderly (Suka melanggar peraturan)
Self-confident (Percaya diri)
Dominant (Dominan)
Severe (Hebat)
Stable (Stabil)
Stern (Tegang)
Strong (Kuat)
Tough (Tangguh)
Unemotional (Tidak Menunjukkan
Unexcitable (Tidak antusias)
Emosi)
2.4.1 Maskulinitas Dalam Iklan
Orientasi iklan produk kecantikan tidak akan pernah lepas dengan kaum
hawa. Namun, fenomena yang kini berkembang adalah produk kecantikan yang
berorientasi pada kaum adam. Dulu, laki-laki terlihat lebih tidak peduli dengan
penampilannya,
namun
kini
mereka
„digiring‟
untuk
memerhatikan
penampilannya, yang pada akhirnya hal-hal seperti perawatan tubuh pun yang
dulu dilakukan oleh perempuan kini menjadi salah satu hal yang „wajib‟ dilakukan
oleh laki-laki. Nur Ratih Devi Affandi mengutip Juliastuti, menurutnya selain
44
berotot, stereotip tentang laki-laki macho kini bertambah menjadi berbadan tegap,
berotot, tinggi, wajah menarik, rapi, dan harum. Munculnya iklan menampilkan
wacana baru bagi kaum adam bahwa kulit putih merupakan salah satu kategori
maskulinitas.33
Julia T. Wood dalam bukunya Communication Gender and Culture
mengatakan34:
“Media most represent boys and men as active, adventurous, powerful,
sexually aggressive, and largely uninvolved in human relationships, and represent
girls and women as young, thin, beautiful, passive, dependent, and often
incompetent. Although these remain the dominant gender images, media have
begun to offer some alternative, less traditional images of men and women,
masculinity and feminity.
Portrayals of men. The majority of men on prime-time television are
independent, aggressive, and in charge. Television programming for all ages
disproportionately depicts men, particularly white, heterosexual men, as serious,
confident, competent, and powerful.”
(Media merepresentasikan laki-laki dan pria sebagai aktif, berjiwa petualang,
kuat, agresif secara seksual, dan sebagian besar tidak terlibat dalam hubungan manusia,
dan merepresentasikan perempuan dan wanita terlihat muda, langsing, cantik, pasif,
bergantung pada orang lain, dan sering tidak kompeten. Meskipun semua ini merupakan
penggambaran jender yang dominan, media telah mulai menawarkan beberapa alternatif,
berkurangnya penggambaran secara tradisional dari laki-laki dan perempuan,
maskulinitas dan feminitas.
Penggambaran laki-laki. Mayoritas laki-laki saat tayangan prime-time di televisi
terlihat independen, agresif, dan bertanggung jawab. Televisi diprogram untuk segala usia
seringkali menggambarkan laki-laki yang, terutama putih, laki-laki heteroseksual, serius,
percaya diri, kompeten, dan kuat.)
Maka itu, tidak heran bila media selalu menampilkan sosok ideal di
kalangan menengah ke atas, termasuk sosok laki-laki ideal. Sosok laki-laki ideal
dalam media tidak jauh dari kesan neat and fresh pada penampilan mereka.
35
Produk-produk perawatan wajah pria seakan mengukuhkan pria untuk memiliki
gaya hidup yang peduli akan perawatan tubuh. Pandangan ini jelas adalah
33
Nur Ratih Devi Affandi. Observasi Kajian Komunikasi dan Informatika: Menyoroti Iklan di
Televisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007. Hal. 33
34
Julia T.Wood. Gendered Lives: Communication Gender and Culture, Seventh Edition. Belmont:
Thomson Higher Education. 2007. Hal. 258
35
Ibid. 39
45
rekonstruksi stereotip yang berkembang mengenai tampilan pria ideal yang dulu
berotot dan berkesan macho, kini wangi, rapi, berkulit cerah.
2.5
36
Semiotika
2.5.1 Pengertian Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonsitusi sistem terstruktur dari tanda. 37
Pokok perhatian pada semiotika adalah tanda dimana ia mempunyai tiga
bidang studi utama38:
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,
dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.
Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian
manusia yang menggunakannya.
36
Ibid. 41
Sobur, op.cit., 15
38
John Fiske. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.
Yogyakarta: Jalasutra. 2010. Hal. 60
37
46
2. Kode atau sistem yang mengorganisasi tanda. Studi ini mencakup cara
berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat
atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia
untuk mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri.
Memahami semiotika, tentu tak bisa terlepas dari pengaruh dua tokoh,
yakni Charles Sander Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).
Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar
belakang keilmuan Saussure adalah linguistik. Peirce menyebut ilmu yang
dibangunnya semiotika (semiotics), sedangkan Saussure menyebut ilmu yang
dikembangkannya semiologi (semiology)39.
Menurut metode semiotika yang dikembangkan oleh Peirce, sebuah tanda
atau representamen ialah sesuatu yang bagi seseorang mewakili interpretant
(sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas) yang mengacu kepada
obyek. Dengan kata lain representamen memiliki relasi „triadik‟ langsung dengan
interpretan dan obyeknya. Apa yang dimaksud dengan proses „semiosis‟
39
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. 2012. Hal. 11
47
merupakan suatu proses yang memadukan entitas (berupa representamen) dengan
entitas lain yang disebut sebagai obyek. Proses ini disebut signifikasi. 40
Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi Ikon (icon), Indeks (index)
dan Simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan
obyeknya. Pada dasarnya, tanda dalam iklan terdiri dari tanda-tanda verbal dan
non verbal. Tanda verbal mencakup bahasa yang kita kenal sedangkan tanda-tanda
non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan.
Tanda-tanda dalam iklan mengacu pada suatu rencana konstruksi berisi
positioning pada karakteristik konsumen tujuan. Untuk itu diperlukan suatu
tampilan- tampilan yang sesuai dengan kartakteristik pasar ataupun produk. Ada
dua jenis tampilan iklan: pertama, tampilan rasional (rational appeals), ditujukan
pada kebutuhan fungsional dan praktis konsumen yang bisa didapat dari produk
barang
ataupun
jasa.
Kedua,
tampilan
emosional (emotional
appeals)
menggambarkan kebutuhan psikologis, dan simbolis yang dibutuhkan konsumen
dari produk. Menurut Peirce, jenis tanda dalam iklan bisa juga dikenali melalui
klasifikasi tanda berdasarkan hubungan antara objek yang dituju dan tanda, yaitu:
a. Indeks (adanya kedekatan eksistensi antara tanda dengan objek atau
adanya hubungan sebab akibat contohnya sebuah tiang penunjuk jalan, ada
asap maka ada api)
b. Ikon (tanda berhubungan dengan objek karena adanya keserupaan, contoh
peta, potret)
40
Wahyu Wibowo, op.cit., 18
48
c. Simbol (hubungan ini bersifat konvensional dalam artian adanya
persetujuan tertentu antara para pemakai tanda, contohnya adalah bahasa,
bendera).41
Selain Charles Sander Perice, pendekatan semiotika yang terus
berkembang hingga saat ini adalah semiotika Ferdinand de Saussure yang lebih
terfokus pada semiotika linguistik. Pandangannya tentang Tanda sangat berbeda
dengan pandangan para ahli linguistik di jamannya. Saussure justru „menyerang
pemahaman historis‟ terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19. Saat
itu, studi bahasa hanya berfokus kepada perilaku linguistik yang nyata (parole).
Studi tersebut menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi sepanjang sejarah,
mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan penduduk
dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku linguistik manusia.
Saussure justru menggunakan pendekatan anti historis yang melihat
bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis secara internal atau dalam
istilah Saussure disebut langue. Saussure mengusulkan teori bahasa yang disebut
sebagai struktualisme untuk menggantikan pendekatan historis dari para
pendahulunya. Sedikitnya, ada lima pandangan Saussure yang terkenal, yaitu (1)
signifier (penanda) dan signified (petanda), (2) form (bentuk) dan content (isi), (3)
langue (bahasa) dan parole (tuturan/ujaran), (4) synchronic (sinkronik) dan
diachronic, serta (5) syntagtamatic dan associative atau paradigmatik. 42
Dua di antaranya, yaitu Signifier dan Signified dianggap cukup penting
dalam upaya menangkap hal pokok pada teori Saussure. Kedua prinsip ini
41
42
Indiwan Seto, op.cit., 157
Indiwan seto, op.cit., 20.
49
mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun
dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). “Penanda dan
petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Maka, seperti dikutip Pradopo dalam Tinarbuko,43 di mana ada tanda, di sana ada
sistem. Artinya sebuah tanda (berwujud atau gambar) mempunyai dua aspek yang
ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau
bentuk. Aspek lainnya disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna.
Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep
atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan
ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian
fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, objek, dan sebagainya. Sedangkan
petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang
diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur
melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal
(benda) yang lain. Ini disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalanan
berhenti, wajah cerah mengacu pada kebahagiaan, air mata mengacu pada
kesedihan. Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam
benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian.
43
Tinarbuko, op.cit., 12-13
50
2.5.2 Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes (1915-1980) dikenal sebagai salah satu ahli semiotika
yang mengembangkan kajian model linguitik dan semiologi Saussurean. Barthes
melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya.
Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan
sumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.44 Salah satu
area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran
pembaca (the reader). Barthes kerap membahas fenomena keseharian, dimana
aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya pop menyingkapkan konotasi yang
pada dasarnya adalah mitos-mitos (myths) yang dibangkitkan oleh sistem tanda
yang lebih luas membentuk masyarakat.
Barthes mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan
tataran ke-dua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.
Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif. 45
Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:
Gambar 2.1
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(Penanda Konotatif)
(Petanda Konotatif)
6. CONNOTATIVE SIGN (Tanda Konotatif)
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan
44
45
Sobur, op.cit., 63.
Ibid. 69
51
Dari peta Roland Barthes terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda
(1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga
penanda konotatif (4).
Untuk menganalisis iklan dapat menggunakan model Roland Barthes,
yaitu dilakukan dengan mengkaji pesan yang dikandungnya. Metode ini
sebenarnya diterapkan dalam film namun dapat digunakan dalam iklan.
Menganalisis iklan berdasarkan pesan yang dikandungnya yaitu:
1. Pesan linguistik (semua kata dan kalimat dalam iklan)
2. Pesan ikonik yang terkodekan (konotasi yang muncul dalam foto iklanyang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas
dalam masyarakat)
3. Pesan ikonik tak terkodekan (denotasi dalam foto iklan) 46
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu47.
Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan
tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga
suatu sistem pemaknaan tataran kedua48.
Mitos menurut Barthes terletak pada tingkatan kedua penandaan. Setelah
terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda
46
Ibid, Hal. 118
Ibid, Hal. 71
48
Ibid, Hal. 71
47
52
baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos.
Gambar 2.2
Signifikansi dua tahap Roland Barthes
Sumber: John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah pengantar Paling
Komperhensif, Jalasutra: Yogyakarta, 2004, hal. 122
Model Barthes ini adalah model matematis yang sering disebut sebagai
signifikansi dua tahap Barthes. Tahapan pertama adalah pemaknaan tanda yang
berdasarkan atas realita dari tanda dan tahapan kedua adalah tahapan penandaan
yang didasarkan atas kultur atau budaya yang ada di dalam masyarakat. Dari
kedua tahapan penandaan ini kemudian muncullah istilah denotasi, konotasi, dan
mitos. Keterangan lebih detail tentang signifikansi penandaan. Barthes adalah
sebagai berikut :
53
1. Denotasi
Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini
menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan
antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut
tatanan ini sebagai denotasi. 49
2. Konotasi
Dalam
istilah yang digunakan Barthes,
konotasi dipakai untuk
menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan
kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda
bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai
kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda
dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda
konotasi.50
3. Mitos
Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai cara bekerjanya tanda dalam
tatanan kedua adalah melalui mitos. Bagi Barthes, mitos merupakan cara
berpikir
dari
suatu
kebudayaan
tentang
sesuatu,
cara
untuk
mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Bila konotasi merupakan
pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan tatanan kedua
dari petanda.51
49
John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah pengantar Paling Komperhensif,
Jalasutra: Yogyakarta, 2004, Hal. 118
50
Ibid, Hal. 118-119
51
Ibid, Hal. 121
54
Aspek
lain
dari
mitos
yang
ditekankan
Barthes
adalah
dinamismenya. Mitos berubah dan beberapa diantaranya dapat berubah
dengan cepat guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai-nilai kultural
dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut.52
Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan
signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya
sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Dengan kata lain,
denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan
konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitif misalnya,
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos
masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan,
keberhasilan, keluarga, atau tentang ilmu.53
Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.
Petanda lebih miskin dari penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah
52
53
Ibid, Hal. 125
Ibid. Hal.121
55
pemunculan konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan konsep terjadi
dalam wujud pelbagai bentuk tersebut.54
Barthes mengartikan mitos sebagai cara berpikir kebudayaan tentang
sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasi atau memahami sesuatu hal. Barthes
menyebut mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan. Mitos adalah
sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka itu, mitos bukanlah objek.
Mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan, melainkan suatu cara
signifikansi, suatu bentuk. Lebih jauh lagi, mitos tidak ditentukan oleh objek
ataupun materi (bahan) pesan yang disampaikan, melainkan oleh cara mitos
disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam bentuk
verbal (kata-kata lisan ataupun tulisan), namun juga dalam berbagai bentuk lain
atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Misalnya dalam bentuk film,
lukisan, fotografi, iklan, dan komik. Semuanya dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan.55
Jadi disini mitos menurut Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan
konsep mitos dalam artian umum. Yaitu mitos yang dimengerti sebagai percobaan
manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang
alam semesta, termasuk dirinya sendiri seperti termaktub dalam mitologi yunani. 56
54
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009, Hal. 71
Ibid, Hal. 224
56
Ibid, Hal. 222
55
Download