1 pengaruh variabel keuangan dan non keuangan terhadap

advertisement
PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN
TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN
YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING
DI BURSA EFEK INDONESIA
Asih Yuli Astuti 1
Syahyunan 2
1
Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
2
Staf Pengajar FE USU Departemen Manajemen
ABSTRACT
This research is aimed to determine and to analyze the effect of financial variables that
consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size),
earnings per share (EPS), the size of stocks offering (proceeds) and non financial variables that
consist of firm age, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect on
underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange
(January 2007 to June 2012). The analysis method that is used multiple linear regression analysis.
The sample of this research is 67 companies.
The results of this research is ROA, DER, the amount of the company (size), earnings per
share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation,
auditor reputation, inflation, and interest rates with significancy (α = 5%), simultaneously effect on
underpricing. Partially, only underwriter reputation that significantly and negatively related to
underpricing, while ROA, DER, the amount of the company (size), EPS, the size of the stock offering
(proceeds), age of firm, auditor reputation, inflation, and interest rates didn’t significantly effect on
underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange
(January 2007 to June 2012).
Key Word : return on asset, debt to equity ratio, the amount of the company (size), earning per share,
the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation,
the reputation of auditors, inflation, interest rates, and underpricing.
Latar Belakang
Mengingat tajamnya kompetisi dan
luasnya skala persaingan dewasa ini yang
didukung oleh kemajuan teknologi dan
komunikasi, go public merupakan jalan terbaik
untuk
mempertahankan
kelangsungan
perusahaan bahkan meningkatkan skala
perusahaan untuk dapat menang dalam
persaingan.
Go public mempunyai arti perusahaan
yang menjual saham biasa atau saham preferen
atau obligasi yang merupakan modal
perusahaan (ekuitas dan utang jangka panjang)
untuk pertama kalinya kepada masyarakat
luas. Bagi investor, membeli saham
perusahaan yang melakukan penawaran umum
akan memberikan alternatif lain dalam
memperoleh penghasilan. Dengan membeli
saham atau obligasi, pemodal akan mendapat
penghasilan dari sumber lain yaitu dividen,
capital
gain
dan
bunga
obligasi
(Widoatmodjo, 2009).
Penentuan harga saham pada saat IPO
merupakan faktor penting, baik bagi emiten
maupun underwriter karena berkaitan dengan
jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan
risiko yang akan ditanggung oleh underwriter
(Ang, 1997 dalam Handayani 2008). Harga
saham yang akan dijual perusahaan pada pasar
perdana ditentukan oleh kesepakatan antara
emiten
(perusahaan
penerbit)
dengan
underwriter (penjamin emisi), sedangkan
harga saham yang dijual pada pasar sekunder
ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu
1
permintaan dan penawaran (Kristiantari,
2012).
Meskipun dalam berbagai literatur
disebutkan bahwa tujuan utama perusahaan
adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran pemilik atau para
pemegang saham, tetapi yang terjadi adalah
manajer perusahaan sering mempunyai tujuan
yang berbeda yang mungkin bertentangan
dengan tujuan utama tersebut.
Hal tersebut menyebabkan timbul
konflik kepentingan antara para manajer dan
para pemegang saham perusahaan (agency
problem) karena manajemen mempunyai
informasi mengenai perusahaan yang tidak
dimiliki oleh pemegang saham (asimetri
informasi) dan mempergunakannya untuk
meningkatkan utilitasnya, padahal setiap
pemakai
bukan
hanya
manajemen
membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusan ekonomi (Darmadji, 2001).
Apabila tidak terjadi asimetri informasi
antara emiten dan investor, maka harga
penawaran saham akan sama dengan harga
pasar sehingga tidak terjadi underpricing.
Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh
para pihak inilah yang dapat mengakibatkan
perbedaan harga sehingga memungkinkan
terjadinya underpricing. Asimetri informasi
selalu terjadi, baik pada pasar perdana maupun
pasar sekunder. Hal inilah yang menyebabkan
masih banyaknya perusahaan go public yang
mengalami underpricing sampai saat ini.
Berikut ini adalah ilustrasi fenomena
underpricing pada perusahaan non keuangan
yang IPO di Bursa Efek Indonesia Periode
Januari 2007 sampai dengan Juni 2012:
Tabel 1.1
Fenomena Underpricing 2007-2012
Kode
Emiten
BISI
TRIL
MFMI
PDES
GREN
BEST
SRAJ
HOME
ADRO
BCIP
Nama Perusahaan
Bisi International Tbk
Triwira Insanlestari Tbk.
Multifiling Mitra Indonesia
Tbk.
Destinasi Tirta Nusantara
Tbk
Evergreen Invesco Tbk
Bekasi
Fajar
Industrial
Estate Tbk
Sejahteraraya Anugerahjaya
Tbk
Hotel Mandarine Regency
Tbk
Adaro Energy Tbk
Bumi Citra Permai Tbk
Harga
Perdana
(Rp.)
200
400
Harga
Sekunder
(Rp.)
340
680
Initial
Return
(%)
70,00
70,00
200
340
70,00
200
340
70,00
105
178
69,52
170
285
67,65
120
200
66,67
110
183
66,36
1.100
110
1.730
173
57,27
57,27
Sumber: www. e-bursa.com
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat besarnya nilai
underpricing yang terjadi pada beberapa
perusahaan non keuangan yang terpilih dalam
sampel yang memiliki underpricing lebih
tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan
yang lain. Hal-hal yang menyebabkan
terjadinya perbedaan harga saham yang cukup
jauh ini menarik untuk diteliti. Dimana nilai
underpricing yang secara teori dapat
diminimalisir, akan tetapi kenyataannya masih
banyak perusahaan non-keuangan yang
mengalami underpricing.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka
dilakukan penelitian ini dengan mengambil
judul “Pengaruh Variabel Keuangan dan
Non Keuangan Terhadap Underpricing
pada Saham Perusahaan yang Melakukan
Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek
2
Indonesia (Periode Januari 2007 sampai
dengan Juni 2012)”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
variabel keuangan yang terdiri dari return on
asset (ROA), debt to equity ratio (DER),
besaran perusahaan (size), earning per share
(EPS), ukuran penawaran saham (proceeds)
dan variabel non keuangan yang terdiri dari
umur perusahaan, reputasi underwriter,
reputasi auditor, inflasi, dan suku bunga
terhadap underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering (IPO)
di Bursa Efek Indonesia.
Tinjauan Pustaka
Initial Public Offering
Menurut Black’s Law Dictionary dalam
buku “Go Public dan Go Private di
Indonesia” (Widjaja & Risnamanitis, 2009),
definisi IPO adalah: “A company’s first public
sale of stock; the first offering of an issuer’s
equity securities to the public through a
registration statement.”
Dengan demikian, penawaran umum
tidak lain adalah kegiatan emiten untuk
menjual efek yang dikeluarkan kepada
masyarakat, yang diharapkan akan membeli
dan dengan demikian memberikan pemasukan
dana
kepada
emiten,
baik
untuk
mengembangkan usahanya, membayar utang
ataupun kegiatan lainnya (Widjaja &
Risnamanitis, 2009).
Underpricing
Underpricing
merupakan
kondisi
dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai
lebih rendah secara signifikan dibandingkan
harga saham pada saat penutupan hari pertama
di pasar sekunder (Beatty, 1989 dalam
Hapsari, 2012). Selisih harga inilah yang
dikenal sebagai Initial Return (IR) (Fitriani,
2012). Apabila harga saham pada pasar
perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan
dengan harga saham pada pasar sekunder pada
hari pertama, maka akan terjadi underpricing.
Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi
dibandingkan dengan harga saham pada pasar
sekunder pada hari pertama, maka fenomena
ini disebut overpricing (Darmadji, 2001).
Besarnya underpricing dapat dihitung
dengan rumus:
Initial Return (%) =
Harga 𝑐𝑙𝑜𝑠𝑖𝑛𝑔 pasar sekunder – Harga IPO
Harga IPO
x 100%
Teori Underpricing
Menurut Ritter, 1999 dalam Hapsari
(2012), yaitu:
1. Theory Investment Banker Monopsony
Power Hypotesis
Teori
ini
berpendapat
bahwa
underwriter yang lebih mengetahui kondisi
pasar modal cenderung menetapkan harga
yang lebih rendah untuk menghindari risiko
yang ditanggungnya.
2. The Lawsuit Avoidance Hypotesis
Teori ini berpendapat bahwa fenomena
underpricing tersebut merupakan upaya
underwriter dan issuer untuk menjaga dan
menghindarkan akibat hukum di masa yang
akan datang dan risiko penurunan reputasinya
karena tidak menyajikan nilai perusahaan
yang sesungguhnya.
3. The Ownership Dispersion Hypotesis
Teori ini menyatakan emiten memiliki
tujuan ketika merendahkan harga saham
perdananya
yaitu
untuk
memperluas
permintaan pasar sehingga dapat memperoleh
para pemegang saham minoritas dalam
jumlah besar (tidak ada pemegang saham
mayoritas).
Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Model Baron (1982) menawarkan
hipotesis asimetri informasi yang menjelaskan
perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak
– pihak yang terlibat dalam penawaran
perdana yaitu emiten, penjamin emisi, dan
masyarakat
pemodal.
Penjamin
emisi
(underwriter) memiliki informasi tentang
pasar yang lebih lengkap daripada emiten,
sedangkan terhadap calon investor, penjamin
emisi memiliki informasi yang lebih lengkap
tentang kondisi emiten. Semakin besar
asimetri informasi yang terjadi maka semakin
besar risiko yang dihadapi oleh investor, dan
semakin tinggi initial return yang diharapkan
dari harga saham.
Model Rock (1986) menyatakan bahwa
asimetri informasi terjadi pada kelompok
informed investor dengan uninformed investor.
Informed investor yang memiliki informasi
lebih banyak mengenai perusahaan emiten
akan membeli saham-saham IPO jika harga
pasar yang diharapkan melebihi harga perdana.
Sementara kelompok uninformed karena
3
kurang
memiliki
informasi
mengenai
perusahaan emiten, cenderung melakukan
penawaran secara sembarangan baik pada
saham-saham IPO yang underpriced maupun
overpriced.
Signal yang baik menurut Kim (1999)
dalam Yoga (2010) harus dapat memenuhi dua
syarat, yakni: 1) signal tersebut harus dapat
ditangkap oleh investor sehingga biaya yang
dikeluarkan tidak sia – sia, 2) signal tersebut
sulit atau terlalu mahal untuk dapat ditiru oleh
perusahaan
yang
berkualitas
rendah.
Penggunaan signal positif secara efektif oleh
emiten dan underwriter dapat mengurangi
tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh
investor, sehingga investor dapat membedakan
kualitas dari perusahaan yang baik dan buruk.
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
1. Faktor-faktor Keuangan
a. Return on Asset (ROA)
Return on asset digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan cara
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Semakin tinggi ROA perusahaan maka akan
semakin rendah underpricing karena investor
akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan
bersedia membeli saham perdananya dengan
harga yang lebih tinggi. Calon investor akan
mempertimbangkan prosentase profitabilitas
perusahaan sebelum menentukan keputusan
investasinya sehingga nilai ketidakpastiannya
semakin rendah yang juga akan menurunkan
nilai underpricing perusahaan tersebut (Yasa,
2008). ROA dapat diukur dengan rumus:
ROA=
Laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT )
Total Aktiva
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar hutang dengan modal yang
dimilikinya. DER yang tinggi menunjukkan
risiko finansial atau risiko kegagalan
perusahaan untuk mengembalikan pinjaman
akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Para
investor dalam melakukan keputusan investasi
akan
mempertimbangkan
nilai
DER
perusahaan. Apabila DER tinggi, maka risiko
perusahaan akan tinggi pula, sehingga investor
dalam melakukan
keputusan
investasi
cenderung menghindari DER yang tinggi
karena semakin tinggi DER semakin tinggi
pula underpricing-nya (Daljono, 2000 dalam
Suyatmin dan Sujadi, 2006). Debt to Equity
Ratio dapat diukur dengan rumus:
Total Utang
DER =
Total Ekuitas
c. Besaran Perusahaan (Size)
Perusahaan yang berskala besar
umumnya lebih dikenal oleh masyarakat
daripada perusahaan dengan skala kecil
sehingga informasi yang investor dapatkan
pada perusahaan yang berskala besar semakin
tinggi pula dan tingkat ketidakpastian di masa
yang akan datang semakin rendah (Suyatmin
dan Sujadi, 2006). Dengan demikian,
perusahaan yang berskala besar mempunyai
underpriced yang lebih rendah daripada
perusahaan yang berskala kecil. Ukuran
perusahaan dapat diukur menggunakan
logaritma natural total assets perusahaan
tersebut.
d. Earning per Share (EPS)
Laba per saham (earning per share)
merupakan rasio yang menunjukkan bagian
laba untuk setiap lembar saham. Apabila EPS
perusahaan tinggi, akan semakin banyak
investor yang mau membeli saham tersebut
sehingga menyebabkan harga saham tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Handayani (2008) membuktikan bahwa EPS
berpengaruh negatif terhadap besarnya
underpricing pada perusahaan keuangan yang
melakukan initial public offering. EPS
dihitung dengan rumus:
EPS
=
Laba bersih setelah bunga dan pajak EAT
Jumlah saham ya ng beredar
e. Ukuran Penawaran Saham (Proceeds)
Ukuran
penawaran
(proceeds)
menunjukkan besarnya ukuran penawaran saat
IPO. Melalui IPO diharapkan akan
menyebabkan
membaiknya
prospek
perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau
investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO.
Oleh karena itu, diduga bahwa proceeds
berhubungan positif dengan harga pasar saham
karena semakin tinggi proceeds, semakin
rendah ketidakpastian yang berarti semakin
tinggi harga saham. Dengan demikian,
semakin tinggi proceeds, maka initial returns
semakin kecil (Ardiansyah, 2004).
Variabel ini diukur dengan menghitung
logaritma natural (Ln) jumlah penawaran
4
saham perusahaan pada saat melakukan IPO,
dengan rumus:
Ln_K = harga penawaran (offer price)
x jumlah lembar saham yang diterbitkan
(shares)
2. Faktor-faktor Non Keuangan
a. Umur Perusahaan
Umur
perusahaan
menunjukkan
kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup
dan banyaknya informasi yang bisa diserap
oleh publik. Menurut Suyatmin dan Sujadi
(2006), Yasa (2008), dan Handayani (2008)
menyatakan bahwa variabel umur perusahaan
(age)
berpengaruh
negatif
terhadap
underpricing. Semakin lama umur perusahaan,
maka informasi mengenai perusahaan tersebut
semakin besar dan memperkecil ketidakpastian
pasar yang pada akhirnya akan menurunkan
underpricing
saham.Umur
perusahaan
dihitung mulai perusahaan didirikan sampai
perusahaan melakukan IPO.
b. Reputasi Underwriter
Underwriter merupakan perusahaan
swasta atau BUMN (pihak luar) yang
menjembatani kepentingan emiten dan
investor yakni menjadi penanggung jawab atas
terjualnya efek emiten kepada investor.
Peranan underwriter diduga berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya underpricing karena
tinggi rendahnya harga perdana saham yang
akan dibeli investor tergantung kesepakatan
antara penjamin emisi dengan emiten.
Variabel ini diukur dengan memeringkat
reputasi underwriter berdasarkan nilai
penawaran saham pada saat melakukan IPO.
Besarnya nilai penawaran saham menunjukkan
kemampuan penjaminan yang dilakukan oleh
underwriter jika saham tidak laku terjual pada
pasar perdana. Kemudian dilakukan peringkat
sesuai dengan ukuran underwriter Carter
Manaster (1990). Sesuai dengan prosedur
ukuran CM membagi data peringkatan tersebut
menjadi 10 kategori (9-0). Untuk underwriter
yang mempunyai reputasi paling tinggi diberi
skala 9 dan untuk underwriter yang
mempunyai reputasi rendah diberi skala 0
(Nasirwan,
2002).
Kategori
menurut
pemeringkatan CM untuk urutan underwriter
yang berperingkat 1 sampai 3 diberi skala 9.
Lalu peringkat 4 sampai 6 diberi nilai 8,
peringkat 7 sampai 9 diberi nilai 7 dan
seterusnya hingga tiga underwriter terbawah
diberi nilai 0.
c. Reputasi Auditor
Auditor
berfungsi
melakukan
pemeriksaan terhadap laporan keuangan
perusahaan yang akan melakukan go public.
Hasil pengujian auditor ini sangat dibutuhkan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk
pengambilan keputusan. Auditor yang
mempunyai banyak klien berarti auditor
tersebut mendapat kepercayaan yang lebih dari
klien untuk membawa nilai perusahaan klien
ke pasar modal (Kartini dan Payamta, 2002).
Dengan memakai auditor yang profesional
akan mengurangi kesempatan emiten untuk
berlaku curang dalam menyajikan informasi
yang tidak akurat ke pasar. Semakin banyak
kemampuan
auditor untuk melakukan
pengauditan
terhadap
klien,
maka
underpricing semakin rendah (Suyatmin dan
Sujadi, 2006).
Reputasi auditor diukur berdasarkan
asumsi bila emiten menggunakan auditor yang
termasuk dalam kategori “big four” diberi
skala 1 dan bila emiten tidak menggunakan
auditor yang termasuk dalam kategori tersebut
diberi skala 0 (Nurhidayati dan Indriantoro,
1998 dalam Suyatmin dan Sujadi, 2006).
d. Inflasi
Menurut Rose dan Marquis (2009),
inflasi adalah: “A rise in the average level of
all prices of goods and services traded in the
economy over any given period of time.”
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya
peningkatan harga produk-produk secara
keseluruhan. Inflasi merupakan salah satu
indikasi tentang adanya ketidakstabilan
perekonomian di Indonesia. Ketidakstabilan
perekonomian
sangat
mempengaruhi
perusahaan dalam menjalankan operasional
usahanya dan dapat mempengaruhi investor
dalam melakukan investasi yang menyebabkan
perbedaan penafsiran prospek perusahaan dan
harga saham. (Aprilianti, 2008).Tingkat inflasi
ini diukur dengan melihat besarnya inflasi
yang terjadi di Indonesia sebulan sebelum
sebuah perusahaan melakukan IPO. Data
inflasi diperoleh melalui website Bank
Indonesia (www.bi.go.id).
e. Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah prosentase
suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia.
Suku bunga dapat mempengaruhi pemilik
perusahaan dalam melakukan pemenuhan
kebutuhan pendanaan, melakukan penerbitan
saham dan juga mempengaruhi investor dalam
menetapkan keputusan dalam melakukan
investasi. Menurut Tandelilin (2001), tingkat
5
suku bunga yang terlalu tinggi akan
mempengaruhi nilai sekarang (present value)
aliran kas perusahaan, sehingga kesempatankesempatan investasi yang ada tidak akan
menarik lagi. Tingkat suku bunga yang tinggi
juga akan meningkatkan biaya modal yang
harus ditanggung perusahaan. Di samping itu,
tingkat bunga yang tinggi juga akan
menyebabkan return yang disyaratkan investor
dari suatu investasi akan meningkat.
Suku bunga bank diukur dengan
besarnya suku bunga tahunan yang ditetapkan
Bank Indonesia pada saat sebuah perusahaan
melakukan IPO.
Teknik Analisis Data
Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran umum tentang objek
penelitian yang dijadikan sampel yang dapat
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis, dan skewness (kemencengan
distribusi) (Ghozali, 2009:19).
Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji
normalitas
bertujuan
untuk
menguji apakah variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal atau tidak.
Distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri
atau menceng ke kanan. Dalam uji
Kolmogorov - Smirnov, suatu data dikatakan
normal jika asymptotic significance lebih dari
0,05 (Ghozali 2006).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen
dengan menghitung nilai tolerance dan
VIF (Variance Inflation Factors).. Batas
toleransi value adalah 0,10 dan VIF adalah
10. Apabila nilai tolerance kurang dari 0,10
atau VIF lebih besar dari 10 maka terjadi
multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji
Heteroskedastisitas
bertujuan
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas
yaitu dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat
(ZPRED)
dengan
residualnya
(SRESID), yaitu dengan deteksi ada tidaknya
pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk
menguji apakah suatu model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 atau sebelumnya (Ghozali, 2006).
Uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya
autokorelasi adalah Durbin Watson (DW) atau
dapat juga digunakan uji Runs Test. Penelitian
ini menggunakan uji Runs Test, dimana
apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05
maka hipotesis nol diterima. Artinya residual
tidak terkena autokorelasi.
Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis ini secara matematis ditulis
dengan persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 +
β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + ɛ
Keterangan:
Y
= Underpricing
a
= Konstanta
X1
= Return on asset (ROA)
X2
= Debt to equity ratio (DER)
X3
= Besaran perusahaan (size)
X4
= Earning Per Share (EPS)
X5
= Ukuran Penawaran Saham
X6
= Umur Perusahaan (age)
X7
= Reputasi Underwriter
X8
= Reputasi Auditor
X9
= Inflasi
X10
= Suku Bunga
Β1-β10 = Koefisien regresi
ɛ
= Standar error
Pengujian Hipotesis
a. Pengujian Hipotesis Secara Serempak
(Uji F)
Pengujian hipotesis secara serempak
adalah sebagai berikut:
1. H0:β1=β2=β3=β4=β5=β6=β7=β8=β9=β10=0,
artinya variabel keuangan dan variabel non
keuangan secara serempak berpengaruh
tidak signifikan terhadap underpricing.
2. H1: Tidak semua βi adalah 0, artinya
variabel keuangan dan variabel non
keuangan secara serempak berpengaruh
signifikan terhadap underpricing.
Adapun kriteria pengambilan keputusan
pada pengujian hipotesis secara serempak
adalah sebagai berikut:
6
1. Jika F-hitung ≥ F-tabel atau tingkat
signifikansi < α = 0,05, maka H0 ditolak, H1
diterima.
2. Jika F-hitung < F-tabel atau tingkat
signifikansi > α = 0,05, maka H0 diterima,
H1 ditolak.
b. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji
t)
Pengujian hipotesis secara parsial
adalah sebagai berikut:
1. H0 : βi = 0, artinya variabel keuangan dan
variabel non keuangan secara parsial
berpengaruh tidak signifikan terhadap
underpricing.
2. H1 : βi ≠ 0, artinya variabel keuangan dan
variabel non keuangan secara parsial
berpengaruh
signifikan
terhadap
underpricing.
Adapun kriteria pengambilan keputusan
dalam pengujian hipotesis secara parsial
adalah sebagai berikut:
1. Jika t-hitung ≥ t-tabel atau tingkat
signifikansi < α = 0,05/2, maka H0 ditolak,
H1 diterima.
2. Jika t-hitung < t-tabel atau tingkat
signifikansi
> α = 0,05/2, maka H0
diterima, H1 ditolak.
Hasil Penelitian
Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Return on Asset (X1)
67
.03
53.00
9.2470
8.68136
Debt to Equity Ratio (X2)
67
3.35
2880.52
247.1073
366.35076
Besaran Perusahaan (X3)
67
22185375560
2.E13
2.48E12
4.034E12
Earning per Share (X4)
67
.03
5252.43
311.3121
783.00165
Ukuran Penawaran Saham (X5)
67
22500000000
1.E13
9.67E11
1.820E12
Umur Perusahaan (X6)
67
0
57
14.84
10.720
Reputasi Underwriter (X7)
67
0
9
4.63
3.528
Reputasi Auditor (X8)
67
0
1
.33
.473
Inflasi (X9)
67
2.41
12.14
6.2197
2.24851
Suku Bunga (X10)
67
5.75
9.50
7.3246
1.00944
Underpricing (Y)
67
1.39
70.00
30.9237
24.88296
Valid N (listwise)
67
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Hasil uji Kolmogorov Smirnov pada
tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa
residual
berdistribusi
normal,
karena
residualnya (Asymp. Sig. (2-tailed)) > 0,05
yaitu sebesar 0,461. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa model ini memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Hasil Uji Multikolinieritas menunjukkan
bahwa nilai VIF untuk semua variabel
independen lebih kecil dari 10 dan memiliki
nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Hal ini
menunjukkan bahwa data yang diperoleh dapat
dikatakan terbebas dari multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar scatter plot yang
tampak dapat disimpulkan bahwa data yang
dianalisis tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hasil
tersebut
memperlihatkan
tidak
membentuk suatu pola tertentu atau
mengumpul pada pojok atau bagian.
d. Uji Autokorelasi
Hasil Uji Autokorelasi menunjukkan
bahwa nilai test adalah
-4,15556 dan
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,457 > α
(0,05), maka hipotesis nol diterima. Artinya
residual random atau tidak terjadi autokorelasi
antar residual.
Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda
Dari hasil uji regresi yang dilakukan
diperoleh model persamaan regresi linear
berganda sebagai berikut:
Y = 96,666  0,312X1 + 0,013X2– 5,004X3 +
0,003X4 + 2,915X5 + 0,252X6 – 2,516X7
– 6,702X8 + 1,071X9 – 1,600X10 + ɛ
Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan
bahwa DER, EPS, ukuran penawaran saham,
umur perusahaan, dan inflasi merupakan
7
variabel yang berpengaruh positif terhadap
underpricing, sedangkan ROA, besaran
perusahaan, reputasi underwriter, reputasi
auditor dan tingkat suku bunga merupakan
variabel yang berpengaruh negatif terhadap
underpricing.
Hasil Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Secara Serempak (Uji F)
Hasil Uji F menunjukkan bahwa nilai
signifikansi sebesar 0,011 < α (0,05), maka H0
ditolak dan H1 diterima, artinya secara
serempak variabel keuangan dan non
keuangan berpengaruh signifikan terhadap
underpricing pada saham perusahaan yang
melakukan IPO di Bursa Efek Indoensia (BEI)
Periode Januari 2007 hingga Juni 2012.
2. Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Secara
parsial
hanya
reputasi
underwriter yang berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap underpricing dapat dilihat
dari nilai nilai t hitung -2,554 > t tabel -2,003
dengan tingkat signifikansi 0,013 < α = 0,05,
sedangkan return on asset, debt to equity ratio,
besaran perusahaan (size), earning per share,
ukuran penawaran saham (proceeds), umur
perusahaan, reputasi auditor, inflasi dan suku
bunga berpengaruh tidak signifikan terhadap
underpricing dapat dilihat dari nilai t hitung < t
tabel atau tingkat signifikansi > α = 5%, pada
saham perusahaan yang melakukan IPO di
Bursa Efek Indoensia (BEI) Periode Januari
2007 hingga Juni 2012.
3. Koefisien Determinasi
Nilai koefisiensi determinasi (Adjusted
R Square) adalah sebesar 0,207. Hal tersebut
berarti 20,7% variabel underpricing dapat
dijelaskan oleh variasi dari variabel
independennya yaitu: return on asset, debt to
equity ratio, besaran perusahaan, earning per
share, ukuran penawaran saham, umur
perusahaan, reputasi underwriter, reputasi
auditor, inflasi dan tingkat suku bunga.
Sedangkan sisanya (100% - 20,7% = 79,3% )
dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain
variabel yang diteliti pada penelitian ini.
Pembahasan
Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap
Underpricing
Hasil pengujian variabel Return on
Asset
(ROA)
terhadap
underpricing
menunjukkan
bahwa
variabel
ROA
berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan
oleh Handayani (2008) dan Kristiantari (2012)
yang menunjukkan bahwa ROA berpengaruh
tidak signifikan terhadap underpricing.
Semakin tinggi ROA perusahaan akan
semakin rendah underpricing karena investor
akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan
bersedia membeli saham perdananya dengan
harga yang lebih tinggi. Calon investor akan
mempertimbangkan prosentase profitabilitas
perusahaan sebelum menentukan keputusan
investasinya sehingga nilai ketidakpastiaannya
semakin rendah yang juga akan menurunkan
nilai underpricing perusahaan tersebut (Yasa,
2008).
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER)
Terhadap Underpricing
Hasil pengujian variabel Debt to Equity
Ratio
(DER)
terhadap
underpricing
menunjukkan
bahwa
variabel
DER
berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan
oleh Handayani (2008) dan Suyatmin & Sujadi
(2006) yang menunjukkan bahwa secara
parsial DER berpengaruh tidak signifikan
terhadap underpricing. DER berpengaruh
positif terhadap underpricing karena secara
teoritis DER menunjukkan risiko suatu
perusahaan
sehingga
berdampak pada
ketidakpastian (Suyatmin dan Sujadi, 2006).
Hal ini dapat mengurangi minat investor untuk
membeli saham tersebut. DER yang tinggi
menunjukkan risiko finansial atau risiko
kegagalan perusahaan untuk mengembalikan
pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya.
Para investor dalam melakukan keputusan
investasi akan mempertimbangkan nilai DER
perusahaan,
Oleh
sebab
itu
tingkat
ketidakpastiannya akan semakin tinggi dan
menyebabkan nilai underpricing akan semakin
tinggi pula.
Pengaruh Besaran Perusahaan (Size)
Terhadap Underpricing
Hasil pengujian variabel besaran
perusahaan (size) terhadap underpricing
menunjukkan
bahwa
variabel
besaran
perusahaan berpengaruh negatif dan tidak
8
signifikan terhadap underpricing pada saham
perusahaan yang melakukan Initial Public
Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang telah
dilakukan oleh Handayani (2008), Aprilianti
(2008) dan Yasa (2008) yang menunjukkan
bahwa besaran perusahaan berpengaruh tidak
signifikan terhadap underpricing. Perusahaan
yang berskala besar cenderung lebih dikenal
dan informasi mengenai perusahaan besar
lebih banyak dan lebih mudah diperoleh
investor, maka akan meminimkan tingkat
ketidakpastian. Tingkat ketidakpastian yang
akan dihadapi oleh calon investor mengenai
masa depan perusahaan emiten dapat
diperkecil apabila informasi yang diperolehnya
banyak (Ardiansyah, 2004).
Pengaruh Earning per Share (EPS)
Terhadap Underpricing
Hasil pengujian variabel earning per
share
(EPS)
terhadap
underpricing
menunjukkan
bahwa
variabel
EPS
berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan
oleh Putra (2010) dan Hapsari (2012) yang
menunjukkan bahwa earning per share
berpengaruh tidak signifikan terhadap
underpricing. Apabila EPS perusahaan tinggi
akan semakin banyak investor yang mau
membeli
saham
tersebut
sehingga
menyebabkan harga saham tinggi. Besarnya
EPS juga dapat mengurangi ketidakpastian
sehingga
dapat
menurunkan
nilai
underpricing.
Pengaruh Ukuran Penawaran Saham
(Proceeds) Terhadap Underpricing
Hasil pengujian variabel ukuran
penawaran saham (proceeds) terhadap
underpricing menunjukkan bahwa variabel
ukuran penawaran saham berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap underpricing
pada saham perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmin
& Sujadi (2006) yang menunjukkan bahwa
secara parsial ukuran penawaran saham
berpengaruh tidak signifikan terhadap
underpricing. Melalui IPO diharapkan akan
menyebabkan
membaiknya
prospek
perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau
investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO.
Oleh karena itu, proceeds berhubungan positif
dengan harga pasar saham karena semakin
tinggi
proceeds,
semakin
rendah
ketidakpastian yang berarti semakin tinggi
harga saham. Dengan demikian, semakin
tinggi proceeds maka initial returns semakin
kecil.
Pengaruh
Umur
Perusahaan
(Age)
Terhadap Underpricing
Hasil
pengujian
variabel
umur
perusahaan (age) terhadap underpricing
menunjukkan bahwa variabel umur perusahaan
berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan
oleh Nasirwan (2000), Handayani (2008),
Yasa (2008) dan Kristiantari (2012) yang
menunjukkan bahwa umur perusahaan
berpengaruh tidak signifikan terhadap
underpricing. Umur perusahaan berpengaruh
negatif terhadap underpricing, karena umur
perusahaan pada dasarnya menunjukkan
kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup
dan banyaknya informasi yang bisa diserap
oleh publik. Hal ini menambah kepercayaan
investor terhadap perusahaan karena umur
perusahaan merupakan salah satu hal yang
dipertimbangkan investor dalam menanamkan
modalnya.
Pengaruh
Reputasi
Underwriter
Terhadap Underpricing
Hasil pengujian variabel reputasi
underwriter
terhadap
underpricing
menunjukkan bahwa variabel reputasi
underwriter berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap underpricing pada
saham perusahaan yang melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang telah dilakukan oleh Yasa (2008),
Aprilianti (2008), Hapsari (2012) dan
Kristiantari (2012) yang menunjukkan
reputasi underwriter berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap underpricing.
Menurut Anoraga dan Pakarti (2001),
dalam menjalankan fungsinya, underwriter
senantiasa menjaga citra baiknya sebagai
9
profesional dan dituntut untuk memiliki
integritas tinggi di mata masyarakat.
Reputasi
underwriter
menjadi
pertimbangan
bagi
investor
untuk
melakukan investasi. Semakin baik
kemampuan underwriter untuk melakukan
penjaminan emisi, maka underpricing akan
semakin rendah.
Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap
Underpricing
Hasil pengujian variabel reputasi
auditor
terhadap
underpricing
menunjukkan bahwa variabel reputasi
auditor berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap underpricing pada
saham perusahaan yang melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang telah dilakukan oleh Kristiantari
(2012) yang menunjukkan bahwa reputasi
auditor berpengaruh tidak signifikan
terhadap underpricing. Dengan memakai
auditor yang profesional akan mengurangi
kesempatan emiten untuk berlaku curang
dalam menyajikan informasi yang tidak
akurat ke pasar. Semakin baik kemampuan
auditor untuk melakukan pengauditan
terhadap klien, maka underpricing
semakin rendah (Suyatmin & Sujadi,
2006).
Pengaruh
Inflasi
Terhadap
Underpricing
Hasil pengujian variabel inflasi
terhadap
underpricing
menunjukkan
bahwa variabel inflasi berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap underpricing
pada saham perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang telah
dilakukan oleh
Aprilianti (2008) yang menunjukkan
bahwa inflasi berpengaruh tidak signifikan
terhadap
underpricing.
kondisi
perekonomian Indonesia yang tidak stabil
dengan nilai inflasi yang mudah berubahubah setiap saat menyebabkan investor
salah memprediksi prospek sebuah
perusahaan. Semakin besar inflasi yang
terjadi di Indonesia, maka underpricing
yang terjadi pada perusahaan yang
melakukan IPO kecil.
Pengaruh Suku Bunga Terhadap
Underpricing
Hasil pengujian variabel suku bunga
terhadap
underpricing
menunjukkan
bahwa variabel suku bunga berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap
underpricing pada saham perusahaan yang
melakukan Initial Public Offering di Bursa
Efek Indonesia. Namun, hasil penelitian
ini tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aprilianti (2008) yang
menunjukkan
bahwa
suku
bunga
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap underpricing. Besarnya tingkat
suku bunga bank akan mempengaruhi
investor dalam mengambil keputusan
untuk menanamkan modalnya dalam
bentuk saham di sebuah perusahaan atau
untuk melakukan investasi dalam bentuk
lain. Pada saat suku bunga tinggi, investor
lebih senang berinvestasi melalui bank
karena keuntungannya lebih besar. Pada
saat itu pula, perusahaan memilih untuk
menerbitkan saham dalam pendanaannya
karena dianggap lebih menguntungkan.
Dalam kondisi ini, perusahaan yang
melakukan IPO pada saat itu akan
cenderung memurahkan harga penawaran
dengan harapan investor akan tertarik. Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya
underpricing (Aprilianti, 2008).
Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Return on asset, debt to equity ratio,
besaran perusahaan (size), earning per
share,
ukuran
penawaran
saham
(proceeds), umur perusahaan, reputasi
underwriter, reputasi auditor, inflasi dan
suku bunga secara serempak berpengaruh
terhadap underpricng pada perusahaan
yang melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode Januari 2007
sampai dengan Juni 2012”.
2. Secara parsial hanya reputasi underwriter
yang berpengaruh negatif dan signifikan
10
terhadap underpricing sedangkan return
on asset, debt to equity ratio, besaran
perusahaan (size), earning per share,
ukuran penawaran saham (proceeds),
umur perusahaan, reputasi auditor, inflasi
dan suku bunga berpengaruh tidak
signifikan terhadap underpricing pada
perusahaan yang melakukan IPO di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Periode Januari
2007 sampai dengan Juni 2012.
Daftar Pustaka
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, 2008.
Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi,
PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Aprilianti, Dian, 2008. “Pengaruh Current
Ratio, Suku Bunga Bank dan Inflasi
Terhadap
Underpricing
pada
Penawaran Saham Perdana di Bursa
Efek Jakarta Tahun 2002-2006”,
Skripsi, Program Sarjana (S1) Fakultas
Ekonomi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Ardiansyah, Misnen, 2004. ”Pengaruh
Variabel Keuangan terhadap Return
Awal dan Return 15 hari setelah IPO
serta Moderasi Besaran Perusahaan
terhadap Hubungan antara Variabel
Keuangan dengan Return Awal dan
Return 15 hari setelah IPO di BEJ”,
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Vol.7 No.2, Hal.125-153.
Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya,
2006.
Metodologi
Penelitian
Keuangan: Prosedur, Ide dan Kontrol,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Azzahra, Resta, 2010. “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Underpricing
pada Penawaran Saham Perdana
Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Indonesia”.
Baron, D.P, 1982. “A Model of The Demand
for Investment Bank Advising and
Distribution Services for New Issues”,
Journal of Finance 45, PP. 955-976.
Beatty,
The Underpricing of Initial Public
Offerings”, Journal of Financial
Economics 15 (1), PP. 213-232.
Black, Henry Campbell. 1990. Black’s Law
Dictionary, West Publishing Co.,
Minnesota.
Bodie, Kane, Marcus, 2006. Investasi, Buku 1,
Edisi Keenam, Salemba Empat,
Jakarta.
Brigham, F. Eugene dan Joel F. Houston,
2006.
Dasar-dasar
Manajemen
Keuangan, Buku 1 & 2, Edisi 10,
Salemba Empat, Jakarta.
Carter, Richard dan Manaster Steven, 1990.
“Initial
Public
Offering
and
Underwriter Reputation”, The Journal
of Finance, Volume XLV, Nomor 4,
Hal. 1045-1067.
Daljono , 2000. “Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Initial Return Saham”,
Simposium Nasional Akuntansi III ,
Hal. 556-572 , Jakarta.
Darmadji, Tjipto dan Hendy M. Fakhruddin,
2001. Pasar Modal Indonesia
Pendekatan Tanya Jawab, Salemba
Empat, Jakarta.
Emilia, Lucky Sulaiman dan Roy Sembel,
2008.
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Initial Return 1 hari,
return 1 bulan dan Pengaruh Terhadap
Return 1 tahun Setelah IPO”, Journal
of Applied Finance and Accounting,
Volume 1, Nomor 1, Hal. 116-140.
Ernyan
dan
Suad
Husnan,
2002.
“Perbandingan
Underpricing
Penerbitan Saham Perdana Perusahaan
Keuangan dan Non Keuangan di Pasar
Modal Indonesia : Pengujian Hipotesis
Asimetri Informasi”, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, Vol. 17 , No. 4,
Hal. 372 – 383.
Fakhruddin, M. Hendy, 2008. Go Public, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta.
R.P., dan Ritter, J.R., 1986.
“Investment Banking, Reputation, and
11
Fitriani, Dini, 2012. “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Underpricing
Setelah IPO (Studi Kasus IPO
Perusahaan Listing di Bursa Efek
Indonesia
Periode
2006-2010)”,
Skripsi, Program Sarjana (S1) Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Jogiyanto, 2003. Teori Portofolio dan Analisis
Investasi, Edisi Ketiga, BPFE,
Yogyakarta.
Handayani, Sri Retno, 2008. “Analisis Faktorfaktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing pada Penawaran Umum
Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan
Keuangan yang Go Public di Bursa
Efek Jakarta”, Tesis, Program Pasca
Sarjana
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Hapsari, Venantia Anitya, 2012. “Analisis
Faktor - faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham pada Penawaran
Umum Perdana di BEI Periode 2008 –
2010 (Studi pada Perusahaan yang
Terdaftar Di BEI Tahun 2008 2010)”, Skripsi, Program Sarjana (S1)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro, Semarang.
Husnan, Suad, 2005. Dasar-dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas,
Edisi
Keempat,
AMP
YKPN,
Yogyakarta.
Kartini dan Payamta, 2002. ”Analisis Perilaku
Harga Saham dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya pada Penawaran
Perdana di BEJ”, Perpektif, Vol.7,
No.2, Desember: Hal. 93-103.
Kristiantari, I Dewa Ayu. 2012. “Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham pada Penawaran
Saham Perdana di Bursa Efek
Indonesia”, Tesis, Program Magister,
Program Studi Akuntansi, Program
Pascasarjana Universitas Udayana ,
Denpasar.
Kuncoro, Mudrajad, 2009. Metode Riset untuk
Bisnis dan Ekonomi, Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta.
Nasirwan, 2000. “Reputasi Penjamin Emisi ,
Return 15 Hari setelah IPO dan
Kinerja Perusahaan 1 Tahun Sesudah
IPO di BEI”, Simposium Nasional
Akuntansi III , Hal. 573-591 , Jakarta.
Priyatno, Duwi, 2009. 5 Jam Belajar Olah
Data dengan SPSS 17, Edisi Pertama,
ANDI , Yogyakarta.
Putra,
Wahyu, 2010. “Pengaruh Umur
Perusahaan, ROA, EPS dan Persentase
Saham Terhadap Underpricing Saham
di Bursa Efek Indonesia Tahun 20062010”.
Rock, K., 1986. “Why New Issues are
Underpriced”, Journal of Financial
Economics 15, PP. 187-212.
Rose, Peter S. dan Milton H. Marquis. 2009.
Money
and
Capital
Market,
International Edition, McGraw Hill,
United States of America.
Suyatmin dan Sujadi, 2006. “Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Underpricing
pada Penawaran Umum Perdana di
Bursa Efek Jakarta”, BENEFIT,
Volume 10, Nomor 1, Hal. 11-32.
Syahputra, Hadi, 2008. “Analisis Faktor–
faktor
Yang
Mempengaruhi
Underpricing Saham pada Perusahaan
yang IPO di BEJ”, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis Investasi
dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso, 2008.
Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
Trisnaningsih, Sri, 2005. “Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Tingkat
12
Underpricing pada Perusahaan yang
Go Public di Bursa Efek Jakarta”,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Volume 4, Nomor 2, Hal. 195-210.
Widoatmodjo, Sawidji, 2004. Jurus Jitu Go
Public, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
__________________, 2009. Pasar Modal
Indonesia, Pengantar dan Studi Kasus,
Ghalia Indonesia, Ciawi.
Widjaja,
Gunawan
dan
Wulandari
Risnamanitis. 2009. Go Public dan Go
Private di Indonesia, Edisi Pertama,
Cetakan Pertama, Kencana Prenada
media Group, Jakarta.
Yasa, Gerianta Wirawan, 2008. “Penyebab
Underpricing pada Penawaran Saham
perdana di Bursa Efek Jakarta, Jurnal
Akuntansi,
Universitas
Udayana,
Denpasar.
Yoga, 2009. “Pengaruh Variabel Keuangan
dan
Non
Keuangan
Terhadap
Underpricing pada Perusahaan yang
Melakukan Initial Public Offering
(IPO) di Bursa Efek Indonesia”,
Jurnal Manajemen dan Bisnis,
Volume 9, Nomor 1, Hal. 45-56.
Yoga, 2010. “Hubungan Teori Signalling
dengan Underpricing Saham pada
Penawaran Saham Perdana (IPO) di
Bursa Efek Indonesia”, Eksplanasi,
Volume 5, Nomor 1, Edisi Maret
2010.
Yolana, Chastina dan Dwi Martani, 2005.
“Variabel-variabel
yang
Mempengaruhi
Fenomena
Underpricing pada Penawaran Saham
Perdana di Bursa Efek Jakarta Tahun
1994-2001”, SNA VIII Solo.
http: www.bi.go.id diakses pada tanggal 17
Nopember 2012-Januari 2013
http: www.e-bursa.com diakses pada tanggal
15 Nopember 2012
http: www.idx.co.id
http: www.yahoo.finance.com
13
Download