PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA Asih Yuli Astuti 1 Syahyunan 2 1 Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 2 Staf Pengajar FE USU Departemen Manajemen ABSTRACT This research is aimed to determine and to analyze the effect of financial variables that consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size), earnings per share (EPS), the size of stocks offering (proceeds) and non financial variables that consist of firm age, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012). The analysis method that is used multiple linear regression analysis. The sample of this research is 67 companies. The results of this research is ROA, DER, the amount of the company (size), earnings per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, auditor reputation, inflation, and interest rates with significancy (α = 5%), simultaneously effect on underpricing. Partially, only underwriter reputation that significantly and negatively related to underpricing, while ROA, DER, the amount of the company (size), EPS, the size of the stock offering (proceeds), age of firm, auditor reputation, inflation, and interest rates didn’t significantly effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012). Key Word : return on asset, debt to equity ratio, the amount of the company (size), earning per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, the reputation of auditors, inflation, interest rates, and underpricing. Latar Belakang Mengingat tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan dewasa ini yang didukung oleh kemajuan teknologi dan komunikasi, go public merupakan jalan terbaik untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan bahkan meningkatkan skala perusahaan untuk dapat menang dalam persaingan. Go public mempunyai arti perusahaan yang menjual saham biasa atau saham preferen atau obligasi yang merupakan modal perusahaan (ekuitas dan utang jangka panjang) untuk pertama kalinya kepada masyarakat luas. Bagi investor, membeli saham perusahaan yang melakukan penawaran umum akan memberikan alternatif lain dalam memperoleh penghasilan. Dengan membeli saham atau obligasi, pemodal akan mendapat penghasilan dari sumber lain yaitu dividen, capital gain dan bunga obligasi (Widoatmodjo, 2009). Penentuan harga saham pada saat IPO merupakan faktor penting, baik bagi emiten maupun underwriter karena berkaitan dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan risiko yang akan ditanggung oleh underwriter (Ang, 1997 dalam Handayani 2008). Harga saham yang akan dijual perusahaan pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu 1 permintaan dan penawaran (Kristiantari, 2012). Meskipun dalam berbagai literatur disebutkan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham, tetapi yang terjadi adalah manajer perusahaan sering mempunyai tujuan yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama tersebut. Hal tersebut menyebabkan timbul konflik kepentingan antara para manajer dan para pemegang saham perusahaan (agency problem) karena manajemen mempunyai informasi mengenai perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemegang saham (asimetri informasi) dan mempergunakannya untuk meningkatkan utilitasnya, padahal setiap pemakai bukan hanya manajemen membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi (Darmadji, 2001). Apabila tidak terjadi asimetri informasi antara emiten dan investor, maka harga penawaran saham akan sama dengan harga pasar sehingga tidak terjadi underpricing. Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh para pihak inilah yang dapat mengakibatkan perbedaan harga sehingga memungkinkan terjadinya underpricing. Asimetri informasi selalu terjadi, baik pada pasar perdana maupun pasar sekunder. Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya perusahaan go public yang mengalami underpricing sampai saat ini. Berikut ini adalah ilustrasi fenomena underpricing pada perusahaan non keuangan yang IPO di Bursa Efek Indonesia Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012: Tabel 1.1 Fenomena Underpricing 2007-2012 Kode Emiten BISI TRIL MFMI PDES GREN BEST SRAJ HOME ADRO BCIP Nama Perusahaan Bisi International Tbk Triwira Insanlestari Tbk. Multifiling Mitra Indonesia Tbk. Destinasi Tirta Nusantara Tbk Evergreen Invesco Tbk Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Sejahteraraya Anugerahjaya Tbk Hotel Mandarine Regency Tbk Adaro Energy Tbk Bumi Citra Permai Tbk Harga Perdana (Rp.) 200 400 Harga Sekunder (Rp.) 340 680 Initial Return (%) 70,00 70,00 200 340 70,00 200 340 70,00 105 178 69,52 170 285 67,65 120 200 66,67 110 183 66,36 1.100 110 1.730 173 57,27 57,27 Sumber: www. e-bursa.com Dari Tabel 1.1 dapat dilihat besarnya nilai underpricing yang terjadi pada beberapa perusahaan non keuangan yang terpilih dalam sampel yang memiliki underpricing lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lain. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga saham yang cukup jauh ini menarik untuk diteliti. Dimana nilai underpricing yang secara teori dapat diminimalisir, akan tetapi kenyataannya masih banyak perusahaan non-keuangan yang mengalami underpricing. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dilakukan penelitian ini dengan mengambil judul “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek 2 Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012)”. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel keuangan yang terdiri dari return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size), earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan suku bunga terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Tinjauan Pustaka Initial Public Offering Menurut Black’s Law Dictionary dalam buku “Go Public dan Go Private di Indonesia” (Widjaja & Risnamanitis, 2009), definisi IPO adalah: “A company’s first public sale of stock; the first offering of an issuer’s equity securities to the public through a registration statement.” Dengan demikian, penawaran umum tidak lain adalah kegiatan emiten untuk menjual efek yang dikeluarkan kepada masyarakat, yang diharapkan akan membeli dan dengan demikian memberikan pemasukan dana kepada emiten, baik untuk mengembangkan usahanya, membayar utang ataupun kegiatan lainnya (Widjaja & Risnamanitis, 2009). Underpricing Underpricing merupakan kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder (Beatty, 1989 dalam Hapsari, 2012). Selisih harga inilah yang dikenal sebagai Initial Return (IR) (Fitriani, 2012). Apabila harga saham pada pasar perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka fenomena ini disebut overpricing (Darmadji, 2001). Besarnya underpricing dapat dihitung dengan rumus: Initial Return (%) = Harga 𝑐𝑙𝑜𝑠𝑖𝑛𝑔 pasar sekunder – Harga IPO Harga IPO x 100% Teori Underpricing Menurut Ritter, 1999 dalam Hapsari (2012), yaitu: 1. Theory Investment Banker Monopsony Power Hypotesis Teori ini berpendapat bahwa underwriter yang lebih mengetahui kondisi pasar modal cenderung menetapkan harga yang lebih rendah untuk menghindari risiko yang ditanggungnya. 2. The Lawsuit Avoidance Hypotesis Teori ini berpendapat bahwa fenomena underpricing tersebut merupakan upaya underwriter dan issuer untuk menjaga dan menghindarkan akibat hukum di masa yang akan datang dan risiko penurunan reputasinya karena tidak menyajikan nilai perusahaan yang sesungguhnya. 3. The Ownership Dispersion Hypotesis Teori ini menyatakan emiten memiliki tujuan ketika merendahkan harga saham perdananya yaitu untuk memperluas permintaan pasar sehingga dapat memperoleh para pemegang saham minoritas dalam jumlah besar (tidak ada pemegang saham mayoritas). Teori Asimetri Informasi dan Signaling Model Baron (1982) menawarkan hipotesis asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak – pihak yang terlibat dalam penawaran perdana yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat pemodal. Penjamin emisi (underwriter) memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap daripada emiten, sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh investor, dan semakin tinggi initial return yang diharapkan dari harga saham. Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana. Sementara kelompok uninformed karena 3 kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Signal yang baik menurut Kim (1999) dalam Yoga (2010) harus dapat memenuhi dua syarat, yakni: 1) signal tersebut harus dapat ditangkap oleh investor sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sia – sia, 2) signal tersebut sulit atau terlalu mahal untuk dapat ditiru oleh perusahaan yang berkualitas rendah. Penggunaan signal positif secara efektif oleh emiten dan underwriter dapat mengurangi tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh investor, sehingga investor dapat membedakan kualitas dari perusahaan yang baik dan buruk. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing 1. Faktor-faktor Keuangan a. Return on Asset (ROA) Return on asset digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin tinggi ROA perusahaan maka akan semakin rendah underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi. Calon investor akan mempertimbangkan prosentase profitabilitas perusahaan sebelum menentukan keputusan investasinya sehingga nilai ketidakpastiannya semakin rendah yang juga akan menurunkan nilai underpricing perusahaan tersebut (Yasa, 2008). ROA dapat diukur dengan rumus: ROA= Laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT ) Total Aktiva b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya. DER yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Para investor dalam melakukan keputusan investasi akan mempertimbangkan nilai DER perusahaan. Apabila DER tinggi, maka risiko perusahaan akan tinggi pula, sehingga investor dalam melakukan keputusan investasi cenderung menghindari DER yang tinggi karena semakin tinggi DER semakin tinggi pula underpricing-nya (Daljono, 2000 dalam Suyatmin dan Sujadi, 2006). Debt to Equity Ratio dapat diukur dengan rumus: Total Utang DER = Total Ekuitas c. Besaran Perusahaan (Size) Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil sehingga informasi yang investor dapatkan pada perusahaan yang berskala besar semakin tinggi pula dan tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang semakin rendah (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Dengan demikian, perusahaan yang berskala besar mempunyai underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil. Ukuran perusahaan dapat diukur menggunakan logaritma natural total assets perusahaan tersebut. d. Earning per Share (EPS) Laba per saham (earning per share) merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap lembar saham. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) membuktikan bahwa EPS berpengaruh negatif terhadap besarnya underpricing pada perusahaan keuangan yang melakukan initial public offering. EPS dihitung dengan rumus: EPS = Laba bersih setelah bunga dan pajak EAT Jumlah saham ya ng beredar e. Ukuran Penawaran Saham (Proceeds) Ukuran penawaran (proceeds) menunjukkan besarnya ukuran penawaran saat IPO. Melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO. Oleh karena itu, diduga bahwa proceeds berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian, semakin tinggi proceeds, maka initial returns semakin kecil (Ardiansyah, 2004). Variabel ini diukur dengan menghitung logaritma natural (Ln) jumlah penawaran 4 saham perusahaan pada saat melakukan IPO, dengan rumus: Ln_K = harga penawaran (offer price) x jumlah lembar saham yang diterbitkan (shares) 2. Faktor-faktor Non Keuangan a. Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Menurut Suyatmin dan Sujadi (2006), Yasa (2008), dan Handayani (2008) menyatakan bahwa variabel umur perusahaan (age) berpengaruh negatif terhadap underpricing. Semakin lama umur perusahaan, maka informasi mengenai perusahaan tersebut semakin besar dan memperkecil ketidakpastian pasar yang pada akhirnya akan menurunkan underpricing saham.Umur perusahaan dihitung mulai perusahaan didirikan sampai perusahaan melakukan IPO. b. Reputasi Underwriter Underwriter merupakan perusahaan swasta atau BUMN (pihak luar) yang menjembatani kepentingan emiten dan investor yakni menjadi penanggung jawab atas terjualnya efek emiten kepada investor. Peranan underwriter diduga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya underpricing karena tinggi rendahnya harga perdana saham yang akan dibeli investor tergantung kesepakatan antara penjamin emisi dengan emiten. Variabel ini diukur dengan memeringkat reputasi underwriter berdasarkan nilai penawaran saham pada saat melakukan IPO. Besarnya nilai penawaran saham menunjukkan kemampuan penjaminan yang dilakukan oleh underwriter jika saham tidak laku terjual pada pasar perdana. Kemudian dilakukan peringkat sesuai dengan ukuran underwriter Carter Manaster (1990). Sesuai dengan prosedur ukuran CM membagi data peringkatan tersebut menjadi 10 kategori (9-0). Untuk underwriter yang mempunyai reputasi paling tinggi diberi skala 9 dan untuk underwriter yang mempunyai reputasi rendah diberi skala 0 (Nasirwan, 2002). Kategori menurut pemeringkatan CM untuk urutan underwriter yang berperingkat 1 sampai 3 diberi skala 9. Lalu peringkat 4 sampai 6 diberi nilai 8, peringkat 7 sampai 9 diberi nilai 7 dan seterusnya hingga tiga underwriter terbawah diberi nilai 0. c. Reputasi Auditor Auditor berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan melakukan go public. Hasil pengujian auditor ini sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan. Auditor yang mempunyai banyak klien berarti auditor tersebut mendapat kepercayaan yang lebih dari klien untuk membawa nilai perusahaan klien ke pasar modal (Kartini dan Payamta, 2002). Dengan memakai auditor yang profesional akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Semakin banyak kemampuan auditor untuk melakukan pengauditan terhadap klien, maka underpricing semakin rendah (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Reputasi auditor diukur berdasarkan asumsi bila emiten menggunakan auditor yang termasuk dalam kategori “big four” diberi skala 1 dan bila emiten tidak menggunakan auditor yang termasuk dalam kategori tersebut diberi skala 0 (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998 dalam Suyatmin dan Sujadi, 2006). d. Inflasi Menurut Rose dan Marquis (2009), inflasi adalah: “A rise in the average level of all prices of goods and services traded in the economy over any given period of time.” Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi merupakan salah satu indikasi tentang adanya ketidakstabilan perekonomian di Indonesia. Ketidakstabilan perekonomian sangat mempengaruhi perusahaan dalam menjalankan operasional usahanya dan dapat mempengaruhi investor dalam melakukan investasi yang menyebabkan perbedaan penafsiran prospek perusahaan dan harga saham. (Aprilianti, 2008).Tingkat inflasi ini diukur dengan melihat besarnya inflasi yang terjadi di Indonesia sebulan sebelum sebuah perusahaan melakukan IPO. Data inflasi diperoleh melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id). e. Suku Bunga Tingkat suku bunga adalah prosentase suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia. Suku bunga dapat mempengaruhi pemilik perusahaan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan pendanaan, melakukan penerbitan saham dan juga mempengaruhi investor dalam menetapkan keputusan dalam melakukan investasi. Menurut Tandelilin (2001), tingkat 5 suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatankesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat suku bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu, tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Suku bunga bank diukur dengan besarnya suku bunga tahunan yang ditetapkan Bank Indonesia pada saat sebuah perusahaan melakukan IPO. Teknik Analisis Data Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang objek penelitian yang dijadikan sampel yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2009:19). Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan. Dalam uji Kolmogorov - Smirnov, suatu data dikatakan normal jika asymptotic significance lebih dari 0,05 (Ghozali 2006). b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen dengan menghitung nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factors).. Batas toleransi value adalah 0,10 dan VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), yaitu dengan deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 atau sebelumnya (Ghozali, 2006). Uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah Durbin Watson (DW) atau dapat juga digunakan uji Runs Test. Penelitian ini menggunakan uji Runs Test, dimana apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka hipotesis nol diterima. Artinya residual tidak terkena autokorelasi. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis ini secara matematis ditulis dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + ɛ Keterangan: Y = Underpricing a = Konstanta X1 = Return on asset (ROA) X2 = Debt to equity ratio (DER) X3 = Besaran perusahaan (size) X4 = Earning Per Share (EPS) X5 = Ukuran Penawaran Saham X6 = Umur Perusahaan (age) X7 = Reputasi Underwriter X8 = Reputasi Auditor X9 = Inflasi X10 = Suku Bunga Β1-β10 = Koefisien regresi ɛ = Standar error Pengujian Hipotesis a. Pengujian Hipotesis Secara Serempak (Uji F) Pengujian hipotesis secara serempak adalah sebagai berikut: 1. H0:β1=β2=β3=β4=β5=β6=β7=β8=β9=β10=0, artinya variabel keuangan dan variabel non keuangan secara serempak berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. 2. H1: Tidak semua βi adalah 0, artinya variabel keuangan dan variabel non keuangan secara serempak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Adapun kriteria pengambilan keputusan pada pengujian hipotesis secara serempak adalah sebagai berikut: 6 1. Jika F-hitung ≥ F-tabel atau tingkat signifikansi < α = 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. 2. Jika F-hitung < F-tabel atau tingkat signifikansi > α = 0,05, maka H0 diterima, H1 ditolak. b. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Pengujian hipotesis secara parsial adalah sebagai berikut: 1. H0 : βi = 0, artinya variabel keuangan dan variabel non keuangan secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. 2. H1 : βi ≠ 0, artinya variabel keuangan dan variabel non keuangan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Adapun kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis secara parsial adalah sebagai berikut: 1. Jika t-hitung ≥ t-tabel atau tingkat signifikansi < α = 0,05/2, maka H0 ditolak, H1 diterima. 2. Jika t-hitung < t-tabel atau tingkat signifikansi > α = 0,05/2, maka H0 diterima, H1 ditolak. Hasil Penelitian Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Return on Asset (X1) 67 .03 53.00 9.2470 8.68136 Debt to Equity Ratio (X2) 67 3.35 2880.52 247.1073 366.35076 Besaran Perusahaan (X3) 67 22185375560 2.E13 2.48E12 4.034E12 Earning per Share (X4) 67 .03 5252.43 311.3121 783.00165 Ukuran Penawaran Saham (X5) 67 22500000000 1.E13 9.67E11 1.820E12 Umur Perusahaan (X6) 67 0 57 14.84 10.720 Reputasi Underwriter (X7) 67 0 9 4.63 3.528 Reputasi Auditor (X8) 67 0 1 .33 .473 Inflasi (X9) 67 2.41 12.14 6.2197 2.24851 Suku Bunga (X10) 67 5.75 9.50 7.3246 1.00944 Underpricing (Y) 67 1.39 70.00 30.9237 24.88296 Valid N (listwise) 67 Hasil Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Hasil uji Kolmogorov Smirnov pada tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal, karena residualnya (Asymp. Sig. (2-tailed)) > 0,05 yaitu sebesar 0,461. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model ini memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. b. Uji Multikolinieritas Hasil Uji Multikolinieritas menunjukkan bahwa nilai VIF untuk semua variabel independen lebih kecil dari 10 dan memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan gambar scatter plot yang tampak dapat disimpulkan bahwa data yang dianalisis tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil tersebut memperlihatkan tidak membentuk suatu pola tertentu atau mengumpul pada pojok atau bagian. d. Uji Autokorelasi Hasil Uji Autokorelasi menunjukkan bahwa nilai test adalah -4,15556 dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,457 > α (0,05), maka hipotesis nol diterima. Artinya residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar residual. Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda Dari hasil uji regresi yang dilakukan diperoleh model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 96,666 0,312X1 + 0,013X2– 5,004X3 + 0,003X4 + 2,915X5 + 0,252X6 – 2,516X7 – 6,702X8 + 1,071X9 – 1,600X10 + ɛ Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa DER, EPS, ukuran penawaran saham, umur perusahaan, dan inflasi merupakan 7 variabel yang berpengaruh positif terhadap underpricing, sedangkan ROA, besaran perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor dan tingkat suku bunga merupakan variabel yang berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil Pengujian Hipotesis 1. Pengujian Secara Serempak (Uji F) Hasil Uji F menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,011 < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya secara serempak variabel keuangan dan non keuangan berpengaruh signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indoensia (BEI) Periode Januari 2007 hingga Juni 2012. 2. Pengujian Secara Parsial (Uji t) Secara parsial hanya reputasi underwriter yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing dapat dilihat dari nilai nilai t hitung -2,554 > t tabel -2,003 dengan tingkat signifikansi 0,013 < α = 0,05, sedangkan return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan (size), earning per share, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi auditor, inflasi dan suku bunga berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing dapat dilihat dari nilai t hitung < t tabel atau tingkat signifikansi > α = 5%, pada saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indoensia (BEI) Periode Januari 2007 hingga Juni 2012. 3. Koefisien Determinasi Nilai koefisiensi determinasi (Adjusted R Square) adalah sebesar 0,207. Hal tersebut berarti 20,7% variabel underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independennya yaitu: return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan, earning per share, ukuran penawaran saham, umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi dan tingkat suku bunga. Sedangkan sisanya (100% - 20,7% = 79,3% ) dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain variabel yang diteliti pada penelitian ini. Pembahasan Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel Return on Asset (ROA) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel ROA berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani (2008) dan Kristiantari (2012) yang menunjukkan bahwa ROA berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Semakin tinggi ROA perusahaan akan semakin rendah underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi. Calon investor akan mempertimbangkan prosentase profitabilitas perusahaan sebelum menentukan keputusan investasinya sehingga nilai ketidakpastiaannya semakin rendah yang juga akan menurunkan nilai underpricing perusahaan tersebut (Yasa, 2008). Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel Debt to Equity Ratio (DER) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel DER berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani (2008) dan Suyatmin & Sujadi (2006) yang menunjukkan bahwa secara parsial DER berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. DER berpengaruh positif terhadap underpricing karena secara teoritis DER menunjukkan risiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Hal ini dapat mengurangi minat investor untuk membeli saham tersebut. DER yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Para investor dalam melakukan keputusan investasi akan mempertimbangkan nilai DER perusahaan, Oleh sebab itu tingkat ketidakpastiannya akan semakin tinggi dan menyebabkan nilai underpricing akan semakin tinggi pula. Pengaruh Besaran Perusahaan (Size) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel besaran perusahaan (size) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel besaran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak 8 signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani (2008), Aprilianti (2008) dan Yasa (2008) yang menunjukkan bahwa besaran perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal dan informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh investor, maka akan meminimkan tingkat ketidakpastian. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak (Ardiansyah, 2004). Pengaruh Earning per Share (EPS) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel earning per share (EPS) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel EPS berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Putra (2010) dan Hapsari (2012) yang menunjukkan bahwa earning per share berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Apabila EPS perusahaan tinggi akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Besarnya EPS juga dapat mengurangi ketidakpastian sehingga dapat menurunkan nilai underpricing. Pengaruh Ukuran Penawaran Saham (Proceeds) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel ukuran penawaran saham (proceeds) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel ukuran penawaran saham berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmin & Sujadi (2006) yang menunjukkan bahwa secara parsial ukuran penawaran saham berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO. Oleh karena itu, proceeds berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian, semakin tinggi proceeds maka initial returns semakin kecil. Pengaruh Umur Perusahaan (Age) Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel umur perusahaan (age) terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel umur perusahaan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Nasirwan (2000), Handayani (2008), Yasa (2008) dan Kristiantari (2012) yang menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing, karena umur perusahaan pada dasarnya menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Hal ini menambah kepercayaan investor terhadap perusahaan karena umur perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya. Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel reputasi underwriter terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Yasa (2008), Aprilianti (2008), Hapsari (2012) dan Kristiantari (2012) yang menunjukkan reputasi underwriter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing. Menurut Anoraga dan Pakarti (2001), dalam menjalankan fungsinya, underwriter senantiasa menjaga citra baiknya sebagai 9 profesional dan dituntut untuk memiliki integritas tinggi di mata masyarakat. Reputasi underwriter menjadi pertimbangan bagi investor untuk melakukan investasi. Semakin baik kemampuan underwriter untuk melakukan penjaminan emisi, maka underpricing akan semakin rendah. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel reputasi auditor terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel reputasi auditor berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Kristiantari (2012) yang menunjukkan bahwa reputasi auditor berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. Dengan memakai auditor yang profesional akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Semakin baik kemampuan auditor untuk melakukan pengauditan terhadap klien, maka underpricing semakin rendah (Suyatmin & Sujadi, 2006). Pengaruh Inflasi Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel inflasi terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Aprilianti (2008) yang menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil dengan nilai inflasi yang mudah berubahubah setiap saat menyebabkan investor salah memprediksi prospek sebuah perusahaan. Semakin besar inflasi yang terjadi di Indonesia, maka underpricing yang terjadi pada perusahaan yang melakukan IPO kecil. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Underpricing Hasil pengujian variabel suku bunga terhadap underpricing menunjukkan bahwa variabel suku bunga berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Namun, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilianti (2008) yang menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing. Besarnya tingkat suku bunga bank akan mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham di sebuah perusahaan atau untuk melakukan investasi dalam bentuk lain. Pada saat suku bunga tinggi, investor lebih senang berinvestasi melalui bank karena keuntungannya lebih besar. Pada saat itu pula, perusahaan memilih untuk menerbitkan saham dalam pendanaannya karena dianggap lebih menguntungkan. Dalam kondisi ini, perusahaan yang melakukan IPO pada saat itu akan cenderung memurahkan harga penawaran dengan harapan investor akan tertarik. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya underpricing (Aprilianti, 2008). Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan (size), earning per share, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi dan suku bunga secara serempak berpengaruh terhadap underpricng pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012”. 2. Secara parsial hanya reputasi underwriter yang berpengaruh negatif dan signifikan 10 terhadap underpricing sedangkan return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan (size), earning per share, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi auditor, inflasi dan suku bunga berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012. Daftar Pustaka Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, 2008. Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Aprilianti, Dian, 2008. “Pengaruh Current Ratio, Suku Bunga Bank dan Inflasi Terhadap Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2006”, Skripsi, Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ardiansyah, Misnen, 2004. ”Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan Return 15 hari setelah IPO serta Moderasi Besaran Perusahaan terhadap Hubungan antara Variabel Keuangan dengan Return Awal dan Return 15 hari setelah IPO di BEJ”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.7 No.2, Hal.125-153. Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya, 2006. Metodologi Penelitian Keuangan: Prosedur, Ide dan Kontrol, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Azzahra, Resta, 2010. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Saham Perdana Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia”. Baron, D.P, 1982. “A Model of The Demand for Investment Bank Advising and Distribution Services for New Issues”, Journal of Finance 45, PP. 955-976. Beatty, The Underpricing of Initial Public Offerings”, Journal of Financial Economics 15 (1), PP. 213-232. Black, Henry Campbell. 1990. Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., Minnesota. Bodie, Kane, Marcus, 2006. Investasi, Buku 1, Edisi Keenam, Salemba Empat, Jakarta. Brigham, F. Eugene dan Joel F. Houston, 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku 1 & 2, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta. Carter, Richard dan Manaster Steven, 1990. “Initial Public Offering and Underwriter Reputation”, The Journal of Finance, Volume XLV, Nomor 4, Hal. 1045-1067. Daljono , 2000. “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham”, Simposium Nasional Akuntansi III , Hal. 556-572 , Jakarta. Darmadji, Tjipto dan Hendy M. Fakhruddin, 2001. Pasar Modal Indonesia Pendekatan Tanya Jawab, Salemba Empat, Jakarta. Emilia, Lucky Sulaiman dan Roy Sembel, 2008. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return 1 hari, return 1 bulan dan Pengaruh Terhadap Return 1 tahun Setelah IPO”, Journal of Applied Finance and Accounting, Volume 1, Nomor 1, Hal. 116-140. Ernyan dan Suad Husnan, 2002. “Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan di Pasar Modal Indonesia : Pengujian Hipotesis Asimetri Informasi”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17 , No. 4, Hal. 372 – 383. Fakhruddin, M. Hendy, 2008. Go Public, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. R.P., dan Ritter, J.R., 1986. “Investment Banking, Reputation, and 11 Fitriani, Dini, 2012. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Setelah IPO (Studi Kasus IPO Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010)”, Skripsi, Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang. Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang. Jogiyanto, 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta. Handayani, Sri Retno, 2008. “Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta”, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Hapsari, Venantia Anitya, 2012. “Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2008 – 2010 (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar Di BEI Tahun 2008 2010)”, Skripsi, Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Husnan, Suad, 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Keempat, AMP YKPN, Yogyakarta. Kartini dan Payamta, 2002. ”Analisis Perilaku Harga Saham dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Penawaran Perdana di BEJ”, Perpektif, Vol.7, No.2, Desember: Hal. 93-103. Kristiantari, I Dewa Ayu. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia”, Tesis, Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana , Denpasar. Kuncoro, Mudrajad, 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. Nasirwan, 2000. “Reputasi Penjamin Emisi , Return 15 Hari setelah IPO dan Kinerja Perusahaan 1 Tahun Sesudah IPO di BEI”, Simposium Nasional Akuntansi III , Hal. 573-591 , Jakarta. Priyatno, Duwi, 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17, Edisi Pertama, ANDI , Yogyakarta. Putra, Wahyu, 2010. “Pengaruh Umur Perusahaan, ROA, EPS dan Persentase Saham Terhadap Underpricing Saham di Bursa Efek Indonesia Tahun 20062010”. Rock, K., 1986. “Why New Issues are Underpriced”, Journal of Financial Economics 15, PP. 187-212. Rose, Peter S. dan Milton H. Marquis. 2009. Money and Capital Market, International Edition, McGraw Hill, United States of America. Suyatmin dan Sujadi, 2006. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta”, BENEFIT, Volume 10, Nomor 1, Hal. 11-32. Syahputra, Hadi, 2008. “Analisis Faktor– faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan yang IPO di BEJ”, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta. Trisnaningsih, Sri, 2005. “Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Tingkat 12 Underpricing pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 4, Nomor 2, Hal. 195-210. Widoatmodjo, Sawidji, 2004. Jurus Jitu Go Public, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. __________________, 2009. Pasar Modal Indonesia, Pengantar dan Studi Kasus, Ghalia Indonesia, Ciawi. Widjaja, Gunawan dan Wulandari Risnamanitis. 2009. Go Public dan Go Private di Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Kencana Prenada media Group, Jakarta. Yasa, Gerianta Wirawan, 2008. “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham perdana di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi, Universitas Udayana, Denpasar. Yoga, 2009. “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Underpricing pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 9, Nomor 1, Hal. 45-56. Yoga, 2010. “Hubungan Teori Signalling dengan Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia”, Eksplanasi, Volume 5, Nomor 1, Edisi Maret 2010. Yolana, Chastina dan Dwi Martani, 2005. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta Tahun 1994-2001”, SNA VIII Solo. http: www.bi.go.id diakses pada tanggal 17 Nopember 2012-Januari 2013 http: www.e-bursa.com diakses pada tanggal 15 Nopember 2012 http: www.idx.co.id http: www.yahoo.finance.com 13