Majalah Ilmiah Desember 2011 fix

advertisement
Artikel Pendidikan 59
FINANCIAL VALUE ADDED :
PARADIGMA BARU PENGUKURAN KINERJA DAN NILAI TAMBAH PERUSAHAAN
Oleh:
I Made Murjana
Dosen STIE AMM Mataram
Abstrak: Salah satu alasan seorang investor menanamkan dananya di suatu perusahaan adalah karena
perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik. Dengan kineja yang baik akan dapat meningkatkan
kekayaan pemegang sahamnya. Metode konvensional yang telah banyak dipergunakan untuk menilai
kinerrja keuangan melalui penggunaan rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan ini dapat dengn mudah
dilakukan, Namun kelemahan metode ini tidak dapat mengukur kinerja perusahaan secara akurat.Konsep
baru dalam pengukuran kinerja keuangan adalah dengan konsep value based. Salah satu konsep baru yang
sudah mulai banyak ditelaah baik secara konsepsional maupun empiris adalah Ekonomic Value Added
(EVA). Konsep nilai tambah perusahaan yang belum banyak dikaji adalah konsep pengukuran nilai tambah
perusahaan dengan menggunakan Financial Value Added (FVA). Kajian ini akan menjelaskan secara detail
bagaimana mengukur kinerja dan nilai tambah perusahaan berdasarkan FVA yang dikaitkan dengan
keputusan-keputusan dalam manajemen keuangan. Namun sebeumnya akan dijelaskan pengukuran dengan
menggunakan rasio keuangan dan EVA sebagai pembanding.
Kata kunci : Financial Ratio, Economic Value Added, Financial Value Added.
PENDAHULUAN
Tujuan perusahaan yang hanya menghasilkan
laba sebesar-besarnya sudah kurang relevan lagi di
masa sekarang karena tanggung jawab perusahaan
tidaklah hanya kepada pemilik saja, melainkan
tanggung jawab kepada seluruh stakeholder menjadi
sangat penting sehingga hal ini menuntut perusahaan
untuk menimbang semua strategi yang diambil.
Berdasarkah hal tersebut maka tujuan yang sesuai
adalah untuk memaksimalkan nilai suatu perusahaan
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat
penting dilakukan untuk menentukan keberhasilan
dalam pencapaian tujuan tersebut. Pengukuran
keuangan lebih
banyak dilakukan
melalui
pendekatan ratio keuangan seperti ratio likwiditas,
solvabilitas/leverage, aktivitas maupun ratio
profitabilitas. Pengukuran melalui pendekatan
tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannya mudah dalam perhitungannya selama
data historis tersedia, sedangkan kelemahannya
adalah metode tersebut tidak dapat mengukur kinerja
perusahaan secara akurat karena data yang
dIgunakan adalah data akuntansi yang tidak terlepas
dari penafsiran/estimasi yang dapat mengakibatkan
timbulnya berbagai macam distorsi sehingga kinerja
keuangan perusahaan tidak terukur secara tepat dan
akurat.
Untuk mengatasi berbagai permasalahaan yang
timbul dalam pengukuran kinerja keuangan
berdasarkan data akuntansi, maka timbulah
pemikiran menggunakan nilai (value based) dalam
pengukuran pengelolaan modalnya, rencana
pembiayaaan, wahana komunikasi dengan pemegang
saham serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam
menentukan insentif bagi karyawan ( Amin Wijaya
: 2001). Dengan value based sebagai alat ukur, pihak
manajemen dituntut mampu meningkatkan nilai
perusahaan. Pengukuran yang telah banyak
dikemukakan dalam bebagai tulisan adalah Model
EVA (Economic Value Added ). Paradigma yang
belum banyak dibicarakan adalah model (FVA)
Financial Value Added dan ( NVA).Net Value
Added. Dalam kajian ini penulis khusus akan
memaparkan
pengukuran value added dengan
menggunakan Financial Value Added, namun
sebelum itu akan diuraikan pengukuran kinerja
keuangan dengan menggunakan financial ratio dan
pengukuran nilai tambah dengan menggunakan
Economic Value Added sebagai dasar pembanding.
PEMBAHASAN
a. Financial Ratio
Metode yang paling sering digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan adalah dengan
menggunakan pendekatan analisis financial ratio,
Analisis laporan keuangan
dilakukan dengan
menghitung berbagai macam ratio dimana data yang
60 Media Bina Ilmiah
dianalisis diambil dari laporan keuangan perusahaan
bersangkutan.
Bambang
Riyanto
(1986)
mengelompokkan rasio keuangan dalam enam (6)
kelompok, yaitu : likwidity ratio,assets activity,
leverage ratio, coverage ratio, profitability ratio dan
market value ratio. Penggunaan financial ratio
sangat penting dalam membantu perusahaan di
dalam mengidentifikasi berbagai kekuatan dan
kelemahan perusahaan( Keon, 1996 : 94), disamping
itu beliau juga mengatakan bahwa ada dua cara
untuk membandingkan data laporan keuangan
perusahaan yaitu 1). Dengan analisis trend yaitu
membandingkan financial ratio antar waktu, dan 2).
Dengan
analisis
Comparative,
yakni
membandingkan financial ratio suatu perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Kelebihan
dari
penggunaan financial ratio sebagai pengukur kinerja
keuangan
adalah
mudah
dalam
proses
perhitungannya, selama data yang dibutuhkan
tersedia dengan lengkap. Namun disisi lain terdapat
juga kelemahan-kelemahannya.
b. Kelemahan Financial Ratio.
Kelemahan financial ratio karena perhitungannya
berdasarkan data akuntansi yang dihasilkan dari nilai
buku. Dengan demikian nilainya tidaklah
mencerminkan yang ada di pasar. Misalkan : jika
terdapat dua perusahaan yang identik, baik assets
maupun struktur modalnya, namun berbeda waktu
pendiriannya,maka perusahaan yang lebih dahulu
berdiri memiliki laba bersih yang lebih besar
dibandingkan
dengan perusahaan yang berdiri
kemudian. Hal ini dapat dipahami, karena
perusahaan yang lebih dahulu berdiri cendrung
memiliki nilai penyusutan yang lebih kecil.
Distorsi lain dari penggunaan data akuntansi
adalah dalam penggunaan metode penyusutan
maupun metode penilaian persediaan. Metode
penyusutan saldo menurun akan menghasilkan laba
lebih besar pada akhir umur ekonomis aktiva
dibanding metode garis lurus mengakibatkan biaya
penyusutan realtif stabil sepanjang umur aktiva
bersangkutan. Dalam kondisi dimana harga barang
cendrung naik, peng
gunaan LIFO dalam
menghitung persediaan akan menyebabkan beban
pokok penjualan menjadi rendah sehingga beban
pajak dan laba perusahaan juga akan berpengaruh.
Dari pemaparan itu dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode penyusutan yang berbeda dalam
menilai persediaan pada perusahaan yang berbedabeda akan menghasilkan keuntungan yang berbeda
pula. Sehingga itulah sulitnya membandingkan
kinerja perusahaan dengan menggunakan financial
ratio tidak dapat menghasilkan nilai pengukuran
yang akurat .
c. Economic Value Added
Istilah model EVA pertama kali dipopulerkan ole
Stern Steward Management service yang merupakan
perusahaan konsultan dari Amerika Serikat pada
tahun 1980. Model EVA ini telah lama dikenal oleh
para ekonom sebagai economic profit yaitu nilai
profit yang melebihi ( kurang dari) tingkat
pengembalian minimum yang bisa diperoleh
(diderita) oleh pemegang saham dan kreditor dengan
berivestasi di sekuritas lain yang mempunyai resiko
sebanding ( operating cost)
Dalam manajemen Keuangan, model ini juga
telah populer sebagai alat untuk menilai kinerja
(performance) suatu pusat investasi. Model EVA
merupakan alternatif yang lebih baik dalam menilai
kinerja manajer divisi dibandingkan dengan ROI.
Dengan penilaian berdasar ROI, manajer divisi
enggan melakukan investasi karena akan
menurunkan ROI divisi, meskipun dapat menaikkan
laba perusahaan secara keseluruhan ( hansen &
Mowen, 2000).
Secara umum EVA merupakan tujuan corperate
untuk meningkatkannilai atau value added dari
modal yang telah ditanamkan pemegang saham
dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA
merupakan selisih antara laba operasi setelah pajak
( after tax operating income) dengan total biaya (
total cost of capital). Total biaya capital merupakan
tingkat biaya modal dikalikan dengan total modal
yang diinvestasikan ( utama, 1977 ). Perhitungan
EVA dalam berbagai kondisi tidak harus persis sama
dengan rumus tersebut karena terdapat penyesuaianpenyesuaian. Oleh karena itu beberapa perusahaan
mempunyai versi berbeda dalam menghitung EVA
dengan
melakukan
penyesuaian-penyesuaian,
misalnya Lee dalam Utama (1977) menghitung EVA
= ( tingkat pengembalian atas modal – tingkat biaya
modal ) x total modal. Jika EVA positif berarti
terdapat tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih
tinggi daripada tingkat pengembalian modal yang
diminta investor, yang berarti perusahaan telah
memaksimumkan nilai perusahaan. Demikian
sebaliknya jika EVA negatif menandakan bahwa
nilai perusahaan berkurang sehingga tingkat
pengembalian
yang dihasilkan lebih
rendah
daripada tingkat pengembalian yang dituntut
investor, yang berarti perusahaan tidak berhasil
menciptakan ng dapat ilai bagi pemilik modal.
d. Manfaat Model EVA
Menurut Amin Wijaya (2001) mengungkapkan
ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh
perusahaan dalam penggunaan EVA sebagai alat
ukur kinerja perusahaan yaitu : Model EVA sebagai
alat ukur penggunaannya dapat berdiri sendiri tanpa
memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan
dengan perusahaan lain maupun
analisis
kecendrungan ( trend), disamping juga hasil
Artikel Pendidikan 61
perhitungan dengan
EVA akan mendorong
pengalokasian dana perusahaan untuk investasi
biaya rendah.
Selanjutnya menurut Sidharta Utama( 1997) :
10). Mengatakan ada beberapa manfaat dari model
EVA ini anatara lain :
1. EVA digunakan
sebagai penilaian kinerja
keuangan perusahaan karena penilaian kinerja
tersebut difokuskan pada penciptaan nilai ( value
creation)
2. Eva akan menyebabkan
perusahaan lebih
memperhatikan kebijakan struktur modal
3. EVA membuat manajemen berpikir dan
bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu
memilih investasi yang mampu memaksimumkan
tingkat
pengembalian
modal
dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga
nilai perusahaan dapat dimaximalkan.
4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kegiatan atau proyek yang memberikan
pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya
modalnya
Selain ke-2 pendapat diatas EVA juga merupakan
pengukuran yang penting karena dapat digunakan
sebagai signal terjadinya financial distress pada
suatu perusahaan ( salmi dan Virnaten,2001),
dimana jika perusahaan tidak mampu memperoleh
profit diatas required of return berarti EVA menjadi
negative ini merupakan warning dari financial
distress tersebut.
e. Pengukuran EVA
Pendekatan yang dipakai mengukur
EVA,
aadalah didasarkan dari struktur modal perusahaan
(Veles-Pareja : 2000), dimana jika struktur modal
perusahaan hanya menggunakan modal sendiri
maka secara matematis EVA dapat ditentukan
sebabagai berikut :
EVA
Dimana :
NOPAT
Ie
E
= NOPAT – (ie X E )
------------(1)
= Net Operating Profit After Taxes
= Opportunity cost of equity
= Total Equity.
Namun manakala struktur modal perusahaan terdiri
dari hutang dan modal sendiri, secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut :
EVA
Dimana :
NOPAT
WACC
TA
= NOPAT – (WACC X TA )
------(2)
= Net Operating Profit After Taxes
= Weighted average cost of capital
= Total Assets( total Modal).
Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan
interprestasi hasil sebagai berikut :
Jika EVA > 0 ini menunjukkan terjadinya nilai
tambah ekonomis bagi perusahaan
Jika EVA < 0 ini menunjukkan tidak terjadi nilai
tambah ekonomis bagi perusahaan
Jika EVA
= 0 ini menunjukkan terjadinya
posisi impas karena laba telah
digunakan untuk membayar
kewajiban kepada penyandang
dana baik kreditur maupun
pemegang saham.
f. Cost of Capital
Cost of Capital atau biaya modal mempunyai dua
makna, tergantung dari sisi investor atau perusahaan
melihatnya. Jika kita melihat dari sudut pandang
investor cost of capital adalah opportunity cost dari
dana yang ditanamkan investor pada suatu
perusahaan, sedang dipandang dari sudut perusahaan
cost of Capital adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh sumber dana yang dibutuhkan ( Keown
: 1999). Untuk praktisi keuangan, istilah cost of
Capital digunakan untuk:
1) Discounted rate untuk membawa cash flow pada
masa mendatang suatu project.
2) Tarif minimum yang diinginkan untuk menerima
project baru.
3) Biaya modal dalam perhitungan EVAa umumnya
konponen cost of capital terdiri dari cost of debt
4) Benchmark untuk menaksir tariff biaya pada
modal yang dipergunakan pada umumnya
konponen cost of capital terdiri dari cost of debt
dan cost of equity ( Lisa Linawati Utomo : 1999 )
1. Cost of Debt
Hutang dapat diperoleh dari
lembaga
pembiayaan atau dengan menerbitkan surat
pengakuan hutang ( obligasi ). Biaya hutang
yang berasal dari pinjaman adalah bunga yang
harus dibayar perusahaan, sedangkan biaya
hutang dengan menerbitkan obligasi adalah
required of return yang diharapkan investor yang
digunakan untuk sebagai tingkat diskonto dalam
mencari nilai obligasi. Mengingat biaya hutang
(bunga)
dibayar
sebelum perusahaan
memperhitungkan pajak penghasilan (debt
deductible), maka biaya riil yang ditanggung
perusahaan adalah biaya hutang setelah pajak
(cost of debt after tax ).
Biaya hutang
= Kd
Biaya hutang setelah kuda = Kd = kd (1 – t )--(3)
Dimana :
Kd = Biaya hutang setelah pajak
Kd = Biaya hutang sebelum pajak
T = Tarif pajak
2. Cost of Equity.
62 Media Bina Ilmiah
Biaya modal saham merupakan tingkat hasil
pengembalian atas saham biasa yang diinginkan
oleh para investor. Weston & Copeland ( 1992)
mengatakan salah satu metode yang dapat
digunakan dalam menghitung biaya modal yaitu
melalui pendekatan Capital Assets pricing Model
(CAMP), dimana biaya modal laba ditahan
adalah tingkat pengembalian atas modal sendiri
yag diinginkan oleh investor yang terdiri dari
tingkat bunga bebas resiko degan premi resiko
pasar dikalikan dengan
( resiko saham
perusahaan ).
Secara matematis dapat
ditulis Ks dapat dicari dengan rumus :
ks = Rf + ( Rm – Rf) β
……………(4)
dimana
ks = Tk. Pengembalian yang diinginkan
investor (Opportunity of equit )
Rf = Tingkat bunga investasi yang diperoleh
tanpa resiko ( risk fee)
Rm= Tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar
β = Ukuran resiko saham perusahaan
3. Weighteed Average Cost of Capital (WACC).
Dalam praktek pembiayaan/pendanaan yang
digunakan perusahaan diperoleh dari berbagai
sumber. Dengan demikian biaya riil yang
ditanggung oleh perusahaan
merupakan
keseluruhan biaya untuk semua sumber
pembiayaan
yang
digunakan,
dimana
perhitungannya dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
WACC = Wd . Kd ( 1 – t) + Ws.ks --------(5)
Dimana :
WACC = biaya Modal rata-rata tertimbang
Wd
= Proporsi hutang dalam struktur modal
Kd
= Cost of debt
Ws
= Proporsi sahambiasa daalam struktur
modal
Ks
= Tingkat
pengembalian
yang
diinginkan investor
g. Keunggulan Dan Kelemahaan EVA
Menurut Teuku Mirza (1997) keunggulan EVA
sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat
digunakan sebagai penciptaan nilai ( value creation)
disamping itu :
1. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah
dengan
memperhitngkan
beban
sebagai
konsekwensi investasi
2. Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam
mengukur harapan yang dilihat dari segi
ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan
memperhatikan harapan para penyandang dana
secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan
dengan ukuran tertimbang dari struktur modal
yang ada dan berpedoman pada nialai pasar dan
bukan pada nilai buku.
3. Perhutungan EVA dapat digunakan secara
mandiri tanpa memerlukan data pembanding
seperti standar industry atau data perusahaan lain
sebagai konsep penilaian.
4. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar
penilaian pemberian bonus pada karyawan
terutama pada divisi yang memberrikan EVA
lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA
menjalankan Stakeholders Satisfaction Concepts.
5. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan
bahwa konsep tersebut
merupakan ukuran
praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan
sehingga merupakan salah satu bahan
pertimbangan dalam mempercepat pengambilan
keputusan bisnis.
Selain berbagai keunggulan tersebut, konsep
EVA juga memiliki kelemahan antara lain :
1. EVA hanya mengukur hasil akhir ( result) konsep
ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas tertentu.
2. Eva terlalu tertump pada keyakinan vahwa
investor sangat mengandalkan pendekatan
fundamental dalam mengkaji dan mengambil
saham tertentu padahal factor-faktor lain
terkadang justru lebih dominan.
h. Financial Value Added
Financial value added ( FVA) adalah metode
baru dalam mengukur kinerja dan nilai tambah
perusahaan. Metode ini mempertimbangkan
kontribusi dari fixed assets dalam menghasilkan
keuntungan bersih perusahaan. Secara matematis
FVA dinyatakan sebagai berikut :
FVA= Nopat – (ED – D) ……..……… ………(6)
Dimana :
FVA
= Financial Value Added
NOPAT = Net Operating profit After Taxes
ED – D = Equivalent
Depreciation
–
Depreciation
Interpretasi hasil perhitungan dapat dijelaskan
sebagai berikut FVA :
Jika FVA > 0 menunjukkan terjadi nilai tambah
financial perusahaan,
Jika FVA < 0 menunjukkan terjadi nilai tambah
financial perusahaan,
Jika FVA = 0 menunjukkan posisi impas.
Perusahaan tentunya akan berusaha untuk
memiliki nilai tambah financial bagi perusahaan
dimana FVA > 0, ini terjadi manakala keuntungan
bersih perusahaan dan penyusutan dapat mengcover
equivalent depreciation atau ( Nopat +D) lebih
besar dari ED. Jika ini tercapai berarti perusahaan
dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Dengan menggunakan konsep BEP, maka
Artikel Pendidikan 63
pengukuran FVA diatas dapat diketahui pada tingkat
penjualan berapa unit perusahaan mencapai BEP.
Dari interpretasi diatas posisi BEP tercapai pada saat
FVA = 0. Formulasinya adalah sebagai berikut :
FVA = NOPAT – (ED – D) = 0
{ ( pxq – Vcxq – Fc – D) x (1 – t)} - { ED – D } = 0
Q = Fcx(1 – t) + D(1 –t)+ (ED – D)
Mx (1 – t)
Q = Fcx(1 – t) + ED – txD ---------------------7)
Mx (1 – t)
Dimana :
Q = unit yang dijual
Fc = Fixed Cost
T = Tingkat pajak
M = Unit margin
D = Depreciation
ED = Equivalent depreciation.
pemilihan
alternative
investasi
harus
mempertimbangkan sumber-sumber pembiayaan,
karena akan mempengaruhi struktur modal
perusahaan. Hal ini secara intuitif juga
mempengaruhi komposisi working capital dan
fixed capital yang merupakan komponen
pengubah nilai dalam kontek pengukuran FVA
diatas.
Manajemen
harus
mampu
mengoftimalkan pengelolaan working capital dan
fixed capital-nya agar tidak tercipta idle capital
atau capital yang yang kurang efektif dalam
proses peningkatan nilai perusahaan. Otomatis
jumlah working capital dan fixed capital yang
besar akan menciptakan tanggungan cost of
capital yang lebih besar bagi perusahaan, ini juga
akan menurunkan nilai FVA karena TR menjadi
besar
i. Hubungan FVA dengan keputusan dalam
manajemen keuangan
Pengukuran
FVA sangatlah membantu
perusahaan dalam menetapkan keputusan-keputusan
yang harus dilakukan oleh perusahaan yang
berkaitan dengan manajemen keuangan. Ada 3(tiga )
keputusan
manajemen keuangan yang dapat
menjadi value driver terciptanya FVA( Financial
Value Added) yaitu :
1. Operating Decision yaitu suatu keputusan yang
harus diambil perusahaan dalam menghasilkan
volume penjualan dan mengeola biaya-biaya
yang timbul baik variable cost maupun fixed cost
sedemikian
rupa
sehingga
menghasilkan
operating profit margin bagi perusahaan .
Pertumbuhan volume penjualan (sales growth)
merupakan
indicator
dari
petumbuhan
perusahaan atau value driver bagi terciptanya
finvancial value added. Jadi sales growth yng
tingga dengan income tax tertentu akan
meningkatkan operating profit margin.
2. Financial Decision adalah suatu keputusan
pembiayaan
dimana
perusahaan
harus
menentukan sumber dana yang paling effisien,
yang direfleksikan oleh cost of capital (k) yang
dibayarkan selama periode n, Cost of capital
kemudian menjadi factor pembagi terhadap nilai
income yang diterima ( n,k). Dalam kontek value
driver semakin rendah cost of capital yang
ditanggung perusahaan maka semakin besar nilai
per 1 sen uang yang diterima oleh perusahaan.
Konsekuensinya, pada formula measure, semakin
kecil cost of capital semakin besar ( n,k)
sehingga semakin besar FVA.
3. Invesment
decision,
adalah
keputusan
manajemen terhadap pilihan-pilihan investasi
yang
secara
normative
harus
mampu
memaksimalkan nilai perusahaan. Proses
j. Keunggulan konsep Financial Value Added
1. Jika ditilik ulang konsep NOPATD, melalui
definisi
equivalent
Depreciation
mengintegrasikan seluruh kontribusi assets bagi
kinerja perusahaan, demikian juga opportunity
Cost dari pembiayaan perusahaan. Kontribusi ini
konstan sepanjang umur proyek investasi.
2. FVA secara jelas mengakomodasikan kontribusi
konsep value growth duration ( durasi proses
penciptaan nilai). Unsur ini adalah hasil
pengulangan nilai Equivalet Depreciation akibat
bertambah panjangnya umur assets dimana assets
dapat terus berkontribusi bagi kinerja perusahaan.
Dalam konsep EVA proses ini tidak secara jelas
dijabarkan.
3. EVA mengedepankan konsep Equivalent
Depreciation dan Acumulated Equivalent
tampaknya lebih akurat menggambarkan
financing costs. Lebih lanjut , FVA lebih mampu
mengharmonisasikan hasilnya dengan konsep
NPV tahun per tahun, dimana NPV setidaknya
saat ini dianggap sukses mengukur proses
penciptaan nilai.
4. Dengan berbasis pada definisi EVA yang sudah
dikenal luas. FVA memberi solusi terhadap
mekanisme control dalam periode tahunan, yang
selama ini merupakan kendala bagi konsep NPV.
EVA
dan
FVA
sama-sama
mampu
menyelaraskan outputnya dengan hasil NPV,
dalam bentuk periode yang terdiskonto, namun
FVA memberi output yang lebih maju dengn
berhasil melakukan harmonisasi hasil dengan
NPV dalam ukuran tahunan. Oleh karena itu,
FVA menjadi lebih bermanfaat sebagai alat
control.
k. Kelemahan Financial Value Added
Dibanding EVA, FVA kurang praktis dalam
mengantisipasi fenomena bila perusahaan ( proyek)
64 Media Bina Ilmiah
menjalankan investasi baru ditengah-tengah masa
investasi yang diperhitungkan. EVA akan
merefleksikan situasi ini melalui peningkatan assets
dan sumber daya yang terlibat dalam perusahaan
(proyek). Fenomena ini tidak dapat diakomodasikan
dalam penentuan titik impas pada konsep NPV dan
EVA.
SIMPULAN
Kinerja FVA jelas lebih baik dibanding EVA,
terutama dalam hal sinkronisasi hasil pengukurannya
dengan hasil NPV. Kelemahan FVA dalam
mengantisipasi terjadinya rekrutment investasi baru
ditengah horizon
masa investasi yang sudah
ditetapkan. Sebenarnya dapat ditanggulangi dengan
merancang ulang
definisi konsep Equivalent
Depreciation menjadi akumulasi Depreciation dari
berbagai investasi yang dijalankan, kemudian setiap
element
investasi
tersebut
masing-masing
dihubungkan horizon masa investasi secara
individual. Misalnya sebuah perusahaan dengan
berbagai investasi dalam kurun waktu 1 tahun n1
dimana diasumsikan setiap investasi dimulai
sedemikian rupa diawal setiap periode sehingga
investasi-investasi yang berlangsung pada tahun 1
akan berlangsung selama n tahun, sedangkan yang
dimulai pada tahun 2 akan berumur n – 2 tahun dan
seterusnya. Equivalent Deprediation
individual
merupakan jumbah dari masing-masing nilai
investasi awal yang terdiskonto oleh jumlah tahun
dan tingkat diskonto terkait masing-masing
investasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Wijaya Tunggal, 2001, Memahami Konsep
Value
Added
dan
Value
Based
Management, Harvindo.
Emery, Douglas R., and John D Finerty, 1997,
Corporate
finanacial
Management,
International Edition,
Prentice Hall.
New
Jersey
:
Franciska Wiranda B. dan Rr. Iramani, 2004,
Analisis Return On Equity, EVA dan FVA
dalam pengukuran kinerja perusahaan serta
pengaruhnya terhadap return dan Market
Value pada industry makanan dan
minuman, dalam laporan tak diterbitkan,
STIE, Perbanas Surabaya. Keown ,Arthur,
et.al, 1999, Basic Financial Management,
eigh dition, USA : Prentice- Hall Inc.
Lisa Linawati Utomo, 1999, Economic Value Added
Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja
Manajemen Keuangan Perusahaan. Rao
CheL, Bhavesh and Jurnal Akuntansi
Keuangan.
Pate
Bhavesh and Rao Cherukuri, Net Present
Added (NVA) and Share Value
Appreciation Rate (SVAR) : Improved
value addition Measures For Evaluation of
capital projects ( On Line), (http/google.
Com).
Rodrieges S. Alfonso,2002, Financial Value Added,
(Online) , (http/ssrn. Com, diakses 16
Nope mber 2004).
Salmi, Timo and Ilka Virnaten, 2001 Economic
Value Added : A simulation Analysis of
the Trendy, Owner Oriented Management
Tool, Acta Wasaensi No.20
Sidharta Utama. Economic Value Added
:
Pengukuran
dan
Penciptaan
NIlai
Perusahaan, Manajemen dan Usahawan
Indonesia. April, 1997.
Download