4 kondisi umum dan analisis wilayah pesisir teluk lampung

advertisement
4 KONDISI UMUM DAN ANALISIS WILAYAH
PESISIR TELUK LAMPUNG
4.1
Fisik Wilayah
4.1.1 Luas wilayah
Wilayah pesisir Teluk Lampung yang termasuk di dalam wilayah
penelitian adalah meliputi daratan dan perairan, dengan posisi geografis terletak
antara 104o56’-105o45’ BT dan 5o25’-5o59’ LS. Secara administratif, wilayah
penelitian terletak pada Kabupaten Pesawaran, Kota Bandar Lampung, dan
Kabupaten Lampung Selatan. Luas total wilayah daratan adalah 127.902 ha, dan
luas perairan adalah 161.178 ha. Gambaran luas wilayah pesisir Teluk Lampung
disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 Luas daratan wilayah penelitian
No.
Kabupaten/Kota
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Pesawaran
Pesawaran
Katibung
Sidomulyo
Kalianda
Rajabasa
Bakauheni
Teluk Betung Barat
Teluk Betung Selatan
Panjang
Padang Cermin
Punduh Pidada
Jumlah
Luas (ha)
18.863
15.900
17.983
10.039
5.713
2.099
1.007
2.116
31.763
22.419
127.902
Persentase
(%)
14,75
12,43
14,06
7,85
4,47
1,64
0,79
1,65
24,83
17,53
100,00
Sumber: BPS Kota Bandar Lampung (2008a), BPS Kabupaten Lampung Selatan
(2008a), BPS Kabupaten Pesawaran (2008a)
Tabel 6 Luas perairan wilayah penelitian
No.
Kedalaman (m)
Luas (ha)
1
0-20
37.797
2
20-25
48.172
3
25-30
32.432
4
30-50
40.290
5
50-80
2.369
6
>80
119
Jumlah
161.178
Sumber: Dishidros TNI-AL (1998), Bakosurtanal (2000)
Persentase (%)
23,45
29,89
20,12
25,00
1,47
0,07
100,00
84
4.1.2 Geologi pantai dan sistem lahan
Secara geomorfologis, daratan wilayah pesisir Teluk Lampung tergolong
sebagai pedataran pantai sempit dan perbukitan, dengan batuan dominan meliputi
endapan aluvium dan rawa, batu gamping terumbu, dan endapan gunung api muda
berumur quarter (Qhv). Topografi wilayah yang berbatasan langsung dengan laut
(Teluk Lampung) memiliki kelerengan datar (0-3%), dengan elevasi 0-10 m dari
permukaan laut (dpl); sedangkan wilayah ke arah daratan memiliki kelerengan
beragam mulai dari landai (3-8%) sampai dengan sangat curam (>40%), dengan
elevasi beragam mulai dari 10 sampai dengan >1.000 m dpl. Kelompok relief
pada wilayah ke arah laut tergolong dataran (flat); dan ke arah daratan beragam
yaitu berombak (undulating), bergelombang (rolling), dan berbukit (hummocky,
hillocky, dan hilly) (Wiryawan et al., 1999). Satuan geologi lingkungan wilayah
ke arah pantai meliputi pedataran (GL-1, GL-2, dan GL-5) dan kaki perbukitan
dan pergunungan (GL-3 dan GL-4), yang secara ringkas disajikan pada Tabel 7.
Topografi pesisir Teluk Lampung sangatlah beragam, mulai dari dataran
pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian
permukaan 0 sampai 1.281 m dpl. Daerah dengan topografi perbukitan hingga
bergunung membentang dari arah utara ke selatan dengan puncak tertinggi pada
gunung Rajabasa di Kabupaten Lampung Selatan, dengan ketinggian 1.280 m dpl;
dan Gunung Ratai di Kabupaten Pesawaran, dengan ketinggian 1.681 m dpl.
Sistem lahan (land system) di wilayah pesisir Teluk Lampung sangat
beragam, mulai dari dataran rawa pantai sampai pada pegunungan terjal.
Berdasarkan Peta Land systems and sand suitability Sumatra, Series RePPProt
1988 (Sheet 1110 Tanjungkarang), dapat diidentifikasi 22 sistem lahan di dalam
wilayah penelitian. Sistem lahan dominan adalah Bukit Balang (BBG) dan
Tanggamus (TGM), yang keduanya merupakan pegunungan dengan kemiringan
lereng yang sangat curam (41-60%). Adapun sistem lahan dataran yang dominan
adalah Sungai Aur (SAR) dan Muara Beliti (MBI), dengan kemiringan lereng 915%. Berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomy, tanah di wilayah pesisir Teluk
Lampung meliputi 5 ordo, yaitu Entisols (Fluvaquents, Hydraquents, Sulfaquents,
Troporthents, dan Tropofluvents), Inceptisols (Dystropepts, Humitropepts,
Tropaquepts, Dystrandepts, Eutropepts, dan Hydrandepts), Alfisols (Tropudalfs),
85
Ultisols (Tropudults, Tropohumults, dan Paleudults), serta Oxisols (Haplorthox).
Jenis tanah dominan adalah Dystropepts dan Tropudults, yang terutama terdapat
pada sistem lahan BBG, TGM, SAR, dan MBI. Ringkasan informasi mengenai
sistem lahan di disajikan pada Tabel 8, dan secara lengkap pada Lampiran 2.
Adapun sebaran spasial sistem lahan disajikan pada Gambar 19.
Tabel 7 Satuan geologi lingkungan pantai Teluk Lampung
No.
1.
2.
3.
Penciri
GL-1
Morfologi
Pedataran
rendah, lereng
0-3%, muara
sungai dan
sekitarnya
Litologi
Aluvium:
lempung, lanau,
dan pasir tufaan
Endapan rawa:
lumpur, lanau
dan pasir, batu
pasir sisipan,
dan batu
lempung
Jenis pantai Relief rendah,
melengkung
halus
Karakteristik Endapan
lumpur, pasir,
lanau setempat,
terdapat koral
GL-2
Pedataran
rendah
Aluvium:
kerikil,
lempung,
dan sisa
organisme
laut.
Satuan Geologi
GL-3
GL-4
Kaki
Kaki
perbukitan, gunung
lereng 3-25%
Batuan
tersier
breksi,
dasitik, lava,
tufa andesitik
Batuan
quarter
breksi, lava,
tufa,
andesitikbasaltik
Relief rendah Relief tinggi Relief
tinggirendah
4.
Pasir pantai, Pasir, kerikil, Pasir,
sisa
kerakal,
kerikil,
organisme
bongkah,
kerakal,
laut,
batuan dasar bongkah,
berlumpur.
batuan
dasar,
pecahan
koral
5. Sifat fisik
Lumpur lembek, Pasir pantai, Breksi
Daya
daya dukung
putih
berbongkah, dukung
rendah
kekuningan, daya dukung sedang
halus-kasar, sedangdaya dukung tinggi
rendah
6. Proses
Sedimentasi
Sedimentasi Runtuhan
Runtuhan
geologi
muara sungai,
sungai, dan bongkah
tanah/batuan
gosong pasir
abrasi
tebing pantai di tebing
pantai
pantai
7. Air tanah
Akuifer
Akuifer
Akuifer
Air tanah
produktif
potensi
produktif
produktif
sedang, intrusi
sedang,
sedang,
dari
air asin
muka air
muka air
pegunungan
tanah 0-1 m, tanah 1-3 m
payau
Sumber: Wiryawan et al. (1999)
GL-5
Pedataran
rendah
Tufa, batu
apung, batu
lempung,
batu pasir,
batu
gamping
koral
Relief
rendah
Pasir pantai
dan lumpur,
bongkah
batuan
Pasir putih
kekuningan,
daya
dukung
rendah
Sedimentasi
sungai
Akuifer
produktif
86
Tabel 8 Ringkasan sistem lahan di wilayah pesisir Teluk Lampung
No.
Simbol
Nama
Kelompok Tanah
1
AHK
Air Hitam Kanan
2
BBG
Bukit Balang
3
BBR
Bukit Barangin
4
BGA
Batang Anai
5
6
BLI
BMS
Beliti
Bukit Masung
7
BTA
Batu Ajan
8
BTK
Barong Tongkok
9
10
11
KHY
KJP
KNJ
Kahayan
Kajapah
Kuranji
12
LBS
Lubuk Sikaping
13
MBI
Muara Beliti
14
PKS
Pakasi
15
16
PLB
SAR
Pidoli-dombang
Sungai Aur
17
18
19
SKA
SMD
TGM
Sukaraja
Sungai Medang
Tanggamus
20
TLU
Talamau
21
TWI
Telawi
22
UBD
Ulubandar
Dystropepts, Haplorthox,
Tropudults
Dystropepts, Humitropepts,
Tropohumults
Dystropepts, Tropudults,
Haplorthox
Dystropepts, Eutropepts,
Tropudults
Tropaquepts, Fluvaquents
Dystropepts, Tropudults,
Troporthents
Tropudults, Humitropepts,
Troporthents
Dystropepts, Eutropepts,
Tropudalfs
Tropaquepts, Fluvaquents
Hydraquents, Sulfaquents
Dystropepts, Dystrandepts,
Tropaquepts
Tropaquepts, Tropofluvents,
Fluvaquents
Tropudults, Dystropepts,
Haplorthox
Dystropepts, Dystrandepts,
Haplorthox
NA
Dystropepts, Haplorthox,
Paleudults
Tropudults, Paleudults
Tropudalfs, Tropudults
Dystrandepts, Humitropepts,
Hydrandepts
Dystrandepts, Tropudults,
Eutropepts
Tropudults, Dystropepts,
Troporthents
Dystropepts, Dystrandepts,
Troporthents
Jumlah
Keterangan: NA = tidak tersedia data
Sumber: Peta land systems and land suitability Sumatra, Sheet 1110
Tanjungkarang Series RePPProt (1988)
Luas
ha
2.209
%
1,73
36.510
28,55
2.029
1,59
2.557
2,00
382
7.245
0,30
5,66
1.661
1,30
987
0,77
746
5.710
4.399
0,58
4,46
3,44
527
0,41
10.892
8,52
299
0,23
755
12.593
0,59
9,85
51
7.709
25.019
0,04
6,03
19,56
2.467
1,93
2.699
2,11
456
0,36
127.902
100,00
Gambar 19
PETA SISTEM
LAHAN
87
88
4.1.3 Fisik kimia perairan
Batimetri
Teluk Lampung merupakan salah satu dari dua teluk di ujung paling
Selatan Pulau Sumatera, Kota Bandar Lampung terletak pada pangkal teluk, dan
bagian mulut teluk (arah Selatan-Tenggara) berhadapan langsung dengan Selat
Sunda yang merupakan perairan penghubung antara Laut Jawa di sebelah utara
dan Samudera Hindia di selatan. Deskripsi batimetri Teluk Lampung didasarkan
pada Peta Sumatera-Pantai Selatan, Teluk Kalumbayan hingga Pulau-pulau Tiga
skala 1:75.000 dengan inset Pelabuhan Panjang skala 1:25.000 dan Pelabuhan
Batubara Tarahan skala 1:20.000 (Dishidros TNI-AL 1998).
Dasar laut di sisi utara teluk (pangkal teluk) relatif landai, dengan
kedalaman -5 sampai dengan -20 m LWS. Semakin ke arah selatan, kedalaman
dasar laut semakin meningkat, dan cenderung semakin curam, di Tanjung Tua dan
arah selatan Pulau Legundi (Kabupaten Pesawaran), dasar laut menjadi sangat
curam dengan kedalaman mencapai -100 m LWS pada jarak sekitar 1 km dari
pantai. Pada sisi timur teluk (Kabupaten Lampung Selatan), dasar laut masih
relatif landai, dengan kedalaman terdalam sekitar -40 m LWS, seperti disajikan
pada Gambar 20.
Pasang surut
Deskripsi mengenai pasang surut (pasut) Teluk Lampung didapatkan dari
informasi Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999), PT. Pelindo II
Cabang Panjang (2001), serta pengolahan data pasut dari Dishidros TNI-AL
(2003). Karakteristik pasut Teluk Lampung adalah sebagai berikut:

Tipe pasut semi diurnal campuran, yaitu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut setiap harinya. Pasang dan surut pertama akan berbeda dengan
yang kedua, yang biasa disebut sebagai ketidaksamaan harian.

Dalam satu bulan terjadi dua kali pasang tinggi dan dua kali pasang
rendah. Pada saat pasang tinggi maka akan terjadi pasang yang sangat
tinggi dan surut yang sangat rendah. Sedangkan pada saat pasang rendah
akan terjadi pasang dan surut yang sangat kecil.

Pasut di kawasan pantai Teluk Betung, Bandar Lampung mempunyai
kisaran tunggang pasut maksimal sebesar 143,8 cm.
89

Satu periode pasut di kawasan pantai Teluk Betung, Bandar Lampung
adalah antara 10 jam hingga 14,5 jam.
Arus dan Sedimen
Arus di Teluk Lampung utamanya dibangkitkan oleh pergerakan massa air
Samudera Hindia dan Laut Jawa. Massa air laut pasang Samudera Hindia dan
Laut Jawa, masuk ke dalam teluk dari arah selatan ke arah utara dengan volume
massa air yang cukup besar. Pulau-pulau yang berada di selatan menyebabkan
terjadinya pembelokan arah massa air, sebagian kecil berbelok ke barat daya (sisi
kiri teluk) dan sebagian besar ke timur laut (sisi kanan teluk) dengan arah akhir
barat daya. Pembelokan gerakan massa air pasang sisi kanan membentur sisi
kanan teluk, dan selanjutnya, terjadi pembelokan dengan arah timur-barat. Pada
waktu air laut surut massa air akan keluar dari teluk (Helfinalis 2000).
Arus di Teluk Lampung terdiri dari arus pasut yang dibangkitkan oleh
pasut, dan arus non pasut yang utamanya dibangkitkan oleh angin. Data mengenai
arus pasut yang diacu dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999),
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Arus pasut di Teluk Lampung
No.
Kedalaman
Kondisi Pasut
1
0,2 D
Surut
Pasang
2
0,5 D
Surut
Pasang
3
0,8 D
Surut
Pasang
V maks (knot)
0,34
0,40
0,26
0,36
0,34
0,34
Arah (o)
258
344
206
294
103
334
Keterangan: D = kedalaman -16 m, lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem,
Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung
Sumber
: Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999)
Berdasarkan hasil kajian pada Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir
Lampung (Wiryawan et al. 1999), iklim di perairan pesisir, terutama Pantai Barat
Lampung dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin
muson dan curah hujan yang tinggi. Angin berhembus dari arah Selatan selama
bulan Mei sampai September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan
November sampai Maret. Berlawanan dengan arah angin, arus musim di Pantai
Barat Lampung sepanjang tahun mengalir ke arah tenggara hingga barat daya.
Gambar 20
90
PETA
PERAIRAN
91
Kondisi angin musim tersebut mempengaruhi gradien tekanan antara
perairan di barat laut dan tenggara dari pantai barat Sumatera. Kekuatan arus
berkisar antara 0,02-0,87 knot. Pada musim barat antara bulan november hingga
maret, arus mengalir dengan kecepatan 0,52-0,87 knot dan mencapai kecepatan
maksimum pada bulan desember. Arus pada musim barat ini mengalir dengan
tetap menuju ke arah tenggara. Sedangkan arus pada musim timur antara bulan
april hingga oktober melemah dengan kisaran kecepatan 0,02-0,70 knot. Pada
bulan juli arus mencapai minimum, berkisar antara 0,02-0,10 knot.
Pada mulut Teluk Lampung, kekuatan arus rata-rata bulanan berkisar
antara 0,02-0,87 knot, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan januari dan
februari, dan kecepatan minimum pada bulan maret dan april. Arus rata-rata
bulanan di Selat Sunda ini umumnya mengalir ke arah Samudera Hindia, kecuali
pada bulan maret, agustus, dan oktober. Pada bulan maret, arus mengalir ke timur
laut (dari Samudera Hindia menuju Laut Jawa) dengan kecepatan rata-rata 0,02
knot. Pada bulan agustus dan oktober, arus mengalir ke timur dengan kecepatan
0,45 knot pada agustus dan 0,10 knot pada oktober.
Sebaran sedimen di Teluk Lampung cukup bervariasi mengikuti pola arus
yang terjadi (Helfinalis 2000; Witasari dan Wenno 2000). Hasil penelitian
Helfinalis (2000) di Teluk Lampung, menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi
dasar perairan yang dipengaruhi oleh arus pasut yang cepat akan didominasi pasir;
dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh pergerakan arus pasut lemah akan
didominasi sedimen lumpur. Sedimen pasir yang berasal dari aliran sungai akan
diendapkan di sekitar muara sungai, sedangkan lanau dan lempung diendapkan di
dasar perairan lepas pantai.
Gelombang
Informasi gelombang di Teluk Lampung didasarkan pada hasil survei
Dishidros TNI-AL (1994) di Teluk Ratai (bagian dari Teluk Lampung), serta data
pengamatan gelombang dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999).
Hasil survei Dishidros TNI-AL (1994) menunjukkan bahwa gelombang di
Teluk Ratai pada musim barat memiliki ketinggian antara 0,5-0,75 m, dan pada
saat cuaca buruk dapat mencapai lebih dari 1,5 m. Pada musim timur, tinggi
gelombang antara 0,3-0,6 m. Menurut pencatatan Dishidros TNI-AL antara
92
tanggal 8 Januari sampai dengan 16 Februari 1994, menunjukkan tinggi
gelombang berkisar antara 0,2-1,0 m.
Berdasarkan data pengamatan tinggi gelombang
maksimum dari
Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999), didapatkan informasi
tambahan informasi gelombang Teluk Lampung. Pergerakan gelombang dominan
yang terjadi adalah dari arah tenggara dan selatan dengan persentase kejadian
berturut-turut sebesar 26,48% dan 31,83%. Tinggi gelombang maksimum yang
paling dominan adalah >50 cm dengan persentase kejadian sebesar 58,59%.
Secara ringkas data gelombang disajikan pada Tabel 10.
Arah tenggara merupakan arah dominan berhembusnya angin. Hal ini
terkait dengan orientasi Teluk Lampung yang menghadap ke arah Tenggara.
Dengan kata lain, jika arah angin terbesar adalah dari barat laut misalnya, maka
untuk pembangkitan gelombang di kawasan pantai Teluk Betung Bandar
Lampung, tidak akan berpengaruh banyak. Oleh karena itu, pada pangkal teluk
(Kota Bandar Lampung), gelombang mejadi relatif rendah, disebabkan semakin
dangkalnya kedalaman air (batimetri). Dalam perambatan ke arah pantai,
gelombang akan mengalami proses refraksi, shoaling (pendangkalan), difraksi,
serta refleksi. Proses refraksi merupakan pembelokan arah gelombang untuk
mendekati ke arah tegak lurus terhadap kontur dasar pantai. Hal ini menyebabkan
gelombang yang datang di pantai akan mempunyai orientasi yang mendekati
tegak lurus terhadap garis pantai. Proses pendangkalan adalah berkurangnya
secara berangsur-angsur tinggi gelombang sebagai akibat pendangkalan kontur
laut ke arah pantai. Dengan demikian proses refraksi dan pendangkalan berkait
erat dengan profil pantai.
Tabel 10 Arah dan tinggi maksimum kejadian gelombang
Tinggi
Gelombang
H maks
(cm)
Utara
Timur
Laut
25-30
30-40
40-50
>50
Jumlah (%)
0,00
0,56
0,26
0,00
0,85
0,00
0,00
1,41
4,51
5,92
Arah Datang Gelombang
TengSelaBarat
Timur
gara
tan
Daya
Persentase Kejadian (%)
0,00
0,28
0,56
0,28
0,85
2,82
4,23
3,66
1,69
9,58
7,89
3,94
7,32
13,80
19,15
9,86
9,86
26,48
31,83
7,75
Barat
Barat
Laut
0,28
0,86
2,25
3,94
7,32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Jumlah
(%)
1,41
12,96
27,04
58,59
100,00
Keterangan : Lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung
Sumber: Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999)
93
Kondisi fisik dan profil pantai terbentuk sebagai akumulasi pengaruh
kondisi-kondisi batas yang ada seperti gelombang, arus dan transportasi sedimen
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pantai. Pengaruh kondisikondisi batas ini akan menentukan bentuk pantai, keberadaan vegetasi penutup
pantai, kemiringan pantai, dan sebagainya. Proses difraksi adalah proses yang
dialami oleh gelombang jika menemui suatu rintangan. Rintangan tersebut bisa
berupa bangunan pemecah gelombang penghalang akan menjadi kecil dibanding
tinggi gelombang datang. Di Teluk Lampung terdapat banyak pulau dengan
beraneka ragam ukuran. Dengan demikian pulau-pulau tersebut juga berfungsi
sebagai rintangan yang akan menyebabkan terdifraksinya gelombang yang datang
dari laut lepas. Tinggi gelombang yang sampai di pangkal teluk (Bandar
Lampung) tidak akan terlalu besar karena telah tereduksi oleh proses difraksi.
Sedangkan proses refleksi atau pemantulan adalah terpantulnya gelombang
oleh karena mengenai suatu lereng tertentu. Jika pengembangan kawasan pesisir
Bandar Lampung dengan menggunakan tanggul yang berdinding tegak maka
gelombang yang dipantulkan akan relatif besar, sedangkan jika menggunakan
dinding dengan sisi miring maka gelombang yang dipantulkan akan relatif sedikit
dan sebagian besar gelombang akan berubah menjadi gelombang rayapan.
Kualitas air
Kualitas air Teluk Lampung ditunjukkan dengan penggambaran beberapa
parameter yang dirujuk dari berbagai sumber, seperti disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kualitas air Teluk Lampung
No. Parameter
1 Suhu
2 Salinitas
2 Padatan tersuspensi (TSS)
3 Oksigen terlarut (DO)
4 Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
5 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD)
Satuan Kisaran Nilai Baku Mutu 3)
o
C
28,0-31,5 1)
alami
1)
‰
32-35
alami
mg/l
35,0-55,4 2)
<20
mg/l
6,4-7,5 2)
>5
2)
mg/l
22,8-29,2
<20
mg/l
45,8-75,7 2)
-
Sumber : 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung (2007); 2) Yusuf
(2005); 3) Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut,
Lampiran III (Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut)
Padatan tersuspensi (TSS) merupakan indikasi beban pencemaran berupa
padatan tersuspensi yang dapat berasal dari berbagai sumber. Pada perairan Teluk
Lampung, padatan tersuspensi dapat berasal dari berbagai sumber seperti limbah
94
permukiman (perkotaan), industri, dan suspensi yang dibawa oleh aliran sungai.
Secara umum, TSS perairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku
mutu kualitas air laut untuk biota laut, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.
Oksigen terlarut (DO) merupakan indikasi ketersediaan oksigen di dalam
air yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. secara umum peraian Teluk Lampung
menunjukkan indikasi DO masih memenuhi prasyarat yang dapat mendukung
kehidupan biota laut.
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimiawi (COD) merupakan
parameter kualitas perairan yang mengindikasikan tingkat pencemaran. BOD dan
COD merupakan jumah oksigen (dalam satuan mg/l) yang diperlukan untuk
mendegradasi (oksidasi) polutan di dalam air secara biologi dan kimiawi. Baku
mutu kualitas air laut untuk biota laut (Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun
2004), hanya mensyaratkan nilai BOD. Perairan yang memiliki BOD <20 mg/l,
dapat dinyatakan sebagai perairan yang mampu mendukung kehidupan biota laut
dengan baik, dan sebaliknya bila nilai BOD sudah melebihi nilai ambang tersebut.
Secara umum terlihat bahwa poerairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang
batas baku mutu BOD, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kualitas air
di perairan Teluk Lampung, maka dilakukan analisis data menggunakan
metode STORET-EPA (United States-Environmental Protection Agency). Pada
metode tersebut kualitas air diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu
(Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun
2003):
(1) Kelas A: baik sekali, skor = 0, yaitu memenuhi baku mutu
(2) Kelas B: baik, -1≥ skor ≥ -10, yaitu tercemar ringan
(3) Kelas C: sedang, -11≥ skor ≥ -30, yaitu tercemar sedang
(4) Kelas D: buruk, skor ≤ -31, yaitu tercemar berat
Dengan mengacu pada baku mutu kualitas air laut untuk biota laut
(Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004), dilakukan penilaian (skoring)
pada beberapa paramater kualitas air. Hasil analisis Storet disajikan pada Tabel
12, yang menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Lampung, baik di pangkal
maupun di mulut teluk tergolong tercemar sedang. Skor nilai pada pangkal dan
95
mulut teluk berturut-turut bernilai -19 dan -20. Parameter kualitas air yang
menunjukkan terjadinya pencemaran adalah meliputi kekeruhan, TSS, dan
BOD.
Hasil analisis dengan metode STORET-EPA, semakin mempertegas
bahwa air Teluk Lampung sudah terindikasi tercemar. Oleh karena itu,
pengelolaan perairan Teluk Lampung harus mendapat perhatian yang lebih
serius, dan dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan wilayah daratan.
Tabel 12 Kualitas air Teluk Lampung berdasarkan Metode STORET
Satu- Baku
No Parameter
an Mutu*)
Pangkal Teluk (5°29’22,8” LS
Mulut Teluk (5°50’02,4” LS
dan 105°15’9,0” BT)
dan 105°37’8,8” BT)
RataRataPasang Surut
Skor Pasang Surut
Skor
rata
rata
Fisika
1 Kekeruhan NTU
<5
10,8
4,6
7,7
-4
6,4
6,7
6,5
-5
2 TSS
mg/l
<20
50,4
55,4
52,9
-5
38,0
35,0
36,5
-5
Kimia
1 pH
7,0-8,5 7,6
7,7
7,6
0
7,7
7,8
7,8
0
2 Salinitas
‰
33-34 32,7
35,6
34,1
0
32,6
32,7
32,6
0
3 DO
mg/l
>5
7,5
7,4
7,4
0
6,8
6,4
6,6
0
4 BOD
mg/l
<20
29,2
28,4
28,8
-10
24,8
22,8
23,8
-10
5 Amonia
mg/l <0,3 <0,05 <0,05 <0,05
0
<0,05 <0,05 <0,05
0
6 Sianida
mg/l <0,5 <0,01 <0,01 <0,01
0
<0,01 <0,01 <0,01
0
7 Hg
mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
0 <0,001 <0,001 <0,001 0
8 As
mg/l <0,012 <0,002 <0,002 <0,002
0 <0,002 <0,002 <0,002 0
9 Ni
mg/l <0,05 <0,02 <0,02 <0,02
0
<0,02 <0,02 <0,02
0
Jumlah Skor
-19
-20
Keterangan: *) Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III (Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut)
Sumber: Yusuf (2005)
4.1.4 Biologi perairan
Ikan
Perairan Teluk Lampung dihuni berbagai jenis ikan, baik demersal
maupun pelagis. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi
(2000 dalam Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007)
menunjukkan bahwa di lima lokasi pengamatan di Teluk Lampung didapatkan
7.072 individu dari 31 suku dan 162 jenis ikan, 40 jenis diantaranya merupakan
ikan target (pangan). Kategori “major fish” yang terdiri dari 22 suku dengan 160
jenis. Untuk ikan target terdiri dari 9 suku dan 10 jenis, sedangkan ikan indikator
terdiri dari 1 suku dengan 16 jenis kelimpahan ikan tertinggi terdapat di Pulau
Puhawang sisi barat dengan nilai 1.556 individu. Berdasarkan kategori ikan,
96
kelimpahan ikan “major” tertinggi didapatkan di Pulau Puhawang sisi barat,
sedangkan kelimpahan ikan target tertinggi dijumpai di Pulau Tegal sisi barat, dan
kelimpahan ikan indikator tertinggi sebanyak 31 individu ditemukan pada Pulau
Puhawang sisi timur. Jumlah jenis ikan “major” tertinggi dijumpai di Pulau
Legundi sisi timur, sedangkan untuk ikan target dan indikator jumlah jenis
tertinggi dijumpai di Pulau Sebuku pada sisi barat.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ikan yang terdapat pada lima
pulau di Teluk Lampung menunjukkan kondisi yang kurang baik. Kondisi ini
disebabkan banyaknya penangkapan ikan menggunakan cara-cara yang merusak
karang sebagai habitat ikan tersebut. Jenis ikan karang dan ekonomis penting
masih dapat ditemukan, tetapi pada keragaman yang mendekati jarang. Kerusakan
karang juga akan mengakibatkan rendahnya ruang hidup bagi ikan karang.
Terumbu karang dan padang lamun
Hasil penelitian Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung (2007)
menunjukkan bahwa Perairan Teluk Lampung mempunyai ekosistem terumbu
karang yang luas, umumnya tipe terumbu karang di Teluk Lampung adalah jenis
fringing reefs (karang tepi). Pertumbuhan karang secara umum didominasi oleh
karang yang bentuk hidupnya merayap (encrusting), bercabang (branching) dan
lembaran (foliose) terutama dari famili Acroporidae, Pocilloporidae, Poritidae
dan Faviidae.
Kondisi penutupan karang hidup pada 44 lokasi di Teluk Lampung,
tergolong dalam kriteria buruk (rusak) sampai baik. Terumbu karang dalam
kondisi baik terdapat di perairan Pulau Kelagian, Pulau Balak, Tanjung Putus, dan
Pantai Ketapang. Laju penurunan tutupan terumbu karang di perairan Teluk
Lampung pada lokasi tertentu di Pulau Tangkil, Pulau Tegal, Pulau Condong
Darat, Pulau Kelagian, dan Pulau Puhawang selama kurun waktu 8 tahun (19982007) adalah 3% pertahun. Kerusakan terumbu karang Teluk Lampung di
sebabkan oleh: Kegiatan Pemboman dan pemutasan karang untuk mencari ikan
karang, Penambangan karang untuk bahan bangunan, jalan dan perhiasan,
Sedimentasi akibat penebangan hutan dan pembukaan pertambakan dan
Kerusakan karang akibat pembuangan jangkar kapal di pulau-pulau kecil karena
kurangnya pelampung tambat (mooring buoy) dan dermaga.
97
Ekosistem padang lamun tersebar di beberapa pantai dan pulau di kawasan
Teluk Lampung. Ekosistem padang lamun menyediakan fungsi ekologis sebagai
pelindung pantai dari gelombang dan berfungsi sebagai filter alami yang menjaga
kualitas perairan supaya tetap jernih, dengan mengendapkan material tersuspensi
dari pelumpuran (siltasi) di daratan. Padang lamun dengan kondisi baik yang
terdapat di kawasan Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanografi (2000 dalam Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007)
adalah pada Pulau tangkil, Pulau Puhawang, Pulau Tegal dan Pulau Legundi
menunjukkan spesies yang beragam dan persentase penutupan lamun yang
bervariasi karena letak, tipe dan substrat perairannya.
Plankton
Hasil
penelitian
Damar
(2003)
menunjukkan
bahwa
komunitas
fitoplankton di perairan Teluk Lampung didominasi oleh diatome (Chaetoceros
danicus, C. cf. debilis dan Pseudonitzschia spp). Sedangkan dinoflagellata dan
cyanophyceae hanya terdapat kurang dari 15%, dengan sebaran tertinggi pada
perairan sekitar muara sungai. Spesies tipikal dari dinoflagellata adalah Ceratium
furca, C. tripos spp., dan Dinophysis spp., serta cyanophyceae terutama adalah
Trichodesmium spp., yang biasa terdapat sekitar lokasi pertambakan di pantai
barat dan timur Teluk Lampung.
Secara umum komunitas zooplankton di Teluk Lampung didominasi oleh
copepoda laut dan protozoa. Jumlah zooplankton terbesar dijumpai pada perairan
sekitar muara-muara sungai, dengan jumlah dapat mencapai lebih dari 50.000
individu/m3, jumlah tersebut semakin menurun pada area tengah dan ke luar teluk.
Pola tersebut bersesuaian sebaran fitoplankton, yang mengindikasikan hubungan
erat antara predator (zooplankton) dan mangsa (fitoplankton) (Damar 2003).
Dari analisis plankton dan pasokan nutrien ke perairan, Damar (2003)
menyimpulkan bahwa peningkatan penduduk di wilayah Teluk Lampung telah
dan akan menimbulkan masalah pencemaran (eutrofikasi) perairan. Peningkatan
dan perluasan sistem pengelolaan air limbah merupakan langkah yang harus
segera dilakukan, di samping meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga
kelestarian lingkungan perairan Teluk Lampung.
98
Produktivitas primer perairan
Produktivitas primer perairan merupakan laju pembentukan senyawa
organik yang kaya energi dari senyawa anorganik, yang seringkali dianggap sama
dengan laju fotosintesis. Produktivitas primer perairan merupakan parameter
penting yang menunjukkan tingkat kesuburan perairan, dan juga dapat menjadi
indikasi bagi terjadinya pasokan nutrien yang berlebihan (eutrofikasi) perairan.
Acuan produktivitas primer perairan yang utama adalah aktivitas fotosintesis
fitoplankton (Nybaken 1982). Penggambaran produktivitas primer perairan Teluk
Lampung, dilakukan dengan merujuk pada penelitian Damar (2003).
Hasil penelitian Damar (2003) menunjukkan bahwa estimasi produksi
primer tahunan lebih tinggi pada perairan di dekat pantai (kawasan perkotaan),
dan cenderung lebih rendah pada bagian tengah, dan bagian ke arah luar perairan
Teluk Lampung. Di sekitar muara sungai Kota Karang (di Bandar Lampung),
produksi primer tahunan sebesar 196,68 g C m-2 tahun-1, sedangkan pada bagian
tengah dan arah luar teluk, berturut-turut hanya 40,12 g C m-2 tahun-1 dan 30,78 g
C m-2 tahun-1. Berdasarkan tingkat trofik-nya, perairan di dekat pantai Teluk
Lampung diklasifikasikan sebagai mesotrophic, dan perairan bagian tengah dan
arah luar teluk sebagai oligotrophic.
Damar (2003) menyimpulkan bahwa produksi primer tahunan fitoplankton
perairan Teluk Lampung dipengaruhi oleh pasokan nutrien dan intensitas
penyinaran matahari.
Mangrove
Penyebaran hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk Lampung terdapat
pada kawasan pulau-pulau kecil dan di sepanjang pantai yang umumnya
digunakan untuk pemukiman dan pertambakan. Hasil penelitian CRMP (1998a)
menunjukkan bahwa mangrove yang terdapat di pesisir Teluk Lampung tersebar
mulai dari wilayah pantai sampai pulau kecil dengan jumlah dan keragaman yang
tinggi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (2000 diacu dalam Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007) menyebutkan bahwa terdapat 27
jenis mangrove dan termasuk dalam 17 marga yang terdapat di pulau kecil dan
sepanjang pantainya. Secara umum mangrove yang dijumpai pada pulau-pulau
kecil adalah jenis Rhizopora spp. dengan ketebalan 100 m. Pada kawasan pantai
99
yang merupakan daerah pemukiman, tempat wisata dan pertambakan, hutan
mangrove yang dijumpai tinggal memiliki ketebalan <50 m, karena sudah
dikonversikan sehingga diperlukan penanaman kembali.
Hasil penelitian CRMP (1998a) juga mengungkapkan bahwa pada
kawasan mangrove yang terdapat di Teluk Lampung memiliki luas sekitar 700 ha.
Hasil penelitian Zieren (1998 diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Lampung 2007) menunjukkan bahwa pada tahun 1970-an luas mangrove kawasan
ini sekitar 1.000 ha. Penurunan kawasan magrove dapat diindikasikan turunnya
luas kawasan mangrove disebabkan konversi kawasan mangrove menjadi
pemukiman, tempat wisata dan pertambakan. Pemanfaatan mangrove pada tahun
1970-an hanya untuk penyangga dan pagar rumah serta kayu bakar. Pada tahun
1990-an mulai terjadi konversi besar-besaran menjadi tambak dan tempat wisata.
4.2
Kependudukan
4.2.1 Jumlah, kepadatan, dan pertumbuhan penduduk
Jumlah penduduk di dalam wilayah penelitian pada tahun 2007 adalah
sebesar 585.557 orang, atau sekitar 7,81% dari jumlah penduduk dan menempati
wilayah seluas 3,62% dari Provinsi Lampung. Jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian Kota Bandar Lampung. Dari
segi kepadatan penduduk, wilayah Bandar Lampung merupakan wilayah terpadat,
yaitu Kecamatan Telukbetung Barat 26 orang/ha, Telukbetung Selatan 108
orang/ha, dan Panjang 29 orang/ha; sedangkan wilayah Kabupaten Pesawaran
(Kecamatan Punduh Pidada) adalah yang terjarang, yaitu hanya 1 orang/ha.
Kondisi tersebut menujukkan distribusi penduduk wilayah pesisir Teluk Lampung
tidak merata, dan hanya terkonsentrasi di Kota Bandar Lampung sebanyak
224.420 orang, Kecamatan Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan sebanyak
82.382 orang, dan Kecamatan Padang Cermin di Kabupaten Pesawaran sebanyak
93.017 orang. Informasi sebaran jumlah dan kepadatan penduduk, disajikan pada
Gambar 21.
Pertumbuhan penduduk wilayah pesisir Teluk Lampung lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah Provinsi Lampung. Rata-rata pertumbuhan
penduduk Provinsi Lampung tahun 1999-2007, adalah sebesar 1,26%. Dalam
100
kurun waktu yang sama, pertumbuhan penduduk pesisir Teluk Lampung yang
direpresentasikan oleh Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan,
berturut-turut adalah 1,35% dan 2,10% (BPS Provinsi Lampung 2008a; BPS
Bandar Lampung 2008a; BPS Lampung Selatan 2008a; BPS Pesawaran 2008a).
Informasi mengenai komponen pertumbuhan penduduk di wilayah penelitian,
50
40
30
20
10
0
Pesawaran
Bandar Lampung
Jumlah Penduduk
Rajabasa
Kalianda
Kepadatan ( orang / ha )
60
Bakauheni
70
Sidomulyo
80
Katibung
90
Panjang
100
Tlb. Selatan
110
Tlb. Barat
120
Pdh. Pidada
130
Pdg. Cermin
Penduduk ( ribu orang )
disajikan pada Tabel 13.
Lampung Selatan
Kepadatan
Gambar 21 Distribusi jumlah dan kepadatan penduduk wilayah pesisir Teluk
Lampung (BPS Bandar Lampung, 2008a; BPS Lampung Selatan,
2008a; BPS Pesawaran, 2008a)
Tabel 13 Komponen pertumbuhan penduduk tahun 2007
No. Komponen Pertumbuhan
1 Kelahiran
2 Kematian
3 Imigrasi
4 Emigrasi
Total pertumbuhan penduduk
Persentase (%)
1,30
0,24
1,72
0,46
2,32
Sumber: BPS Pusat (2008)
Informasi pertumbuhan penduduk menunjukkan indikasi bahwa wilayah
Teluk Lampung memiliki daya tarik yang besar, sehingga sebagian dari
pertambahan penduduk berasal dari imigrasi. Hasil kajian data potensi desa (BPS,
2008) menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di wilayah penelitian sampai
101
tahun 2007 adalah sebesar 2,32%; dan komponen imigrasi yang masuk ke wilayah
penelitian adalah sebesar 1,72%.
4.2.2 Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan bagian dari penduduk yang berusia lebih dari 15
tahun, yang aktif bekerja dalam kegiatan perekonomian, dan atau yang bersedia
bekerja. Di dalam wilayah penelitian, jumlah penduduk yang berusia lebih dari 15
tahun pada tahun 2007 adalah berjumlah 402.719 orang (68,78% dari jumlah
penduduk). Dari jumlah tersebut, sebanyak 302.139 orang merupakan angkatan
kerja. Tingkat pengangguran (angkatan kerja yang mencari kerja) adalah sejumlah
10.435 orang (3,45% dari angkatan kerja). Informasi mengenai tenaga kerja di
wilayah penelitian, disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14
Penduduk usia lebih dari 15 tahun di wilayah pesisir
Teluk Lampung tahun 2007
Terhadap usia
Jumlah
>15 tahun
No
Uraian
(orang)
(%)
1 Angkatan Bekerja
291.704
72,43
kerja
Mencari kerja
10.435
2,59
Jumlah
302.139
75,02
2 Bukan
Sekolah
40.973
10,17
angkatan Lainnya
59.607
14,80
kerja
Jumlah
100.580
24,98
Jumlah
402.719
100,00
Terhadap
penduduk
(%)
49,82
1,78
51,60
7,00
10,18
17,18
68,78
Sumber:BPS Prov. Lampung (2001a, 2001b, 2008a), Dinas Tenaga Kerja Prov.
Lampung (2005), BPS Pusat (2008)
Angkatan kerja yang bekerja di dalam wilayah penelitian, terbanyak pada
lapangan usaha pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan
kehutanan) sebesar 46,60%. Lapangan usaha kedua yang banyak menyerap tenaga
kerja adalah jasa, yaitu 19,12%. Sektor jasa, banyak menyerap tenaga kerja di
wilayah perkotaan, di kecamatan Telukbetung Selatan, Telukbetung Barat,
Panjang, dan Kalianda. Adapun lapangan usaha yang khas wilayah pesisir yaitu
perikanan merupakan penyerap tenaga kerja sebanyak 11.000 orang (4,04%).
Informasi mengenai lapangan usaha penyerap tenaga kerja di wilayah penelitian,
disajikan pada Tabel 15.
102
Tabel 15
Lapangan usaha pekerja di wilayah pesisir
Teluk Lampung tahun 2007
Persentase
No
Jumlah
terhadap
Lapangan Usaha
.
(orang)
pekerja (%)
1 Pertanian
135.945
46,60
2 Perikanan
11.771
4,04
3 Industri Pengolahan
13.897
4,76
4 Perdagangan
28.766
9,86
5 Jasa
55.761
19,12
6 Angkutan
11.263
3,86
7 Lainnya
34.301
11,76
Jumlah
291.704
100,00
Persentase
terhadap
penduduk (%)
23,22
2,01
2,37
4,91
9,52
1,92
5,86
49,82
Sumber:BPS Prov. Lampung (2001a, 2001b, 2008a), Dinas Tenaga Kerja
Prov. Lampung (2005), BPS Pusat (2008)
4.2.3 Keluarga dan keluarga miskin
Jumlah keluarga di wilayah pesisir Teluk Lampung pada tahun 2007
adalah sebanyak 134.337 keluarga. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70.611
keluarga (52,56%) merupakan keluarga miskin, yang didekati sebagai keluarga
pra-sejahtera dan sejahtera-1. Data tersebut mengindikasikan bahwa kemiskinan
masih merupakan permasalahan utama yang mewarnai kondisi sosial wilayah
pesisir Teluk Lampung.
Di sisi lain, kemiskinan yang cukup dominan, berpengaruh terhadap
kemampuan masyarakat menyediakan kebutuhan akan rumah. Dari jumlah
keluarga yang ada, ternyata hanya terdapat 127.192 rumah, yang berarti terdapat
kekurangan rumah untuk sekitar 7.145 keluarga di wilayah pesisir Teluk
Lampung. Jumlah bangunan rumah tersebut, juga didominasi oleh rumah semi
permanen dan tidak permanen (71.749 unit rumah). Informasi mengenai jumlah
keluarga dan bangunan rumah di wilayah penelitian, disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16
Jumlah keluarga dan bangunan rumah di wilayah pesisir
Teluk Lampung tahun 2007
No. Uraian
Satuan
1 Keluarga
keluarga
2 Keluarga miskin (pra-sejahtera dan sejahtera-1)
keluarga
3 Rumah permanen
unit
4 Rumah semi permanen
unit
5 Rumah tidak Permanen
unit
Sumber: BPS Pusat (2008)
Jumlah
134.337
70.611
55.443
37.784
33.965
103
4.2.4 Rumah tangga perikanan
Wilayah pesisir Teluk Lampung merupakan tempat tinggal dan sumber
mata pencaharian bagi nelayan dan pembudidaya ikan. Pada tahun 2007 di
wilayah pesisir Teluk Lampung tercatat sebanyak 2.336 rumah tangga perikanan
(RTP). Jumlah RTP terbanyak adalah di Kota Bandar Lampung (Kecamatan
Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan), yaitu sebanyak 1.760 RTP (55%
dari Teluk Lampung), seperti disajikan pada Gambar 22. Konsentrasi jumlah RTP
di Kota Bandar Lampung, disebabkan oleh lebih tersedianya infrastruktur yang
dibutuhkan nelayan seperti pelabuhan perikanan dan sarana penunjangnya.
1000
14
12
800
10
700
600
8
500
6
400
300
4
200
Produksi ikan segar ( ribu ton )
Rumah tangga perikanan ( RTP )
900
2
100
Lampung Selatan
Bandar Lampung
RTP
Punduh
Pidada
Padang
Cermin
Panjang
Teluk Betung
Selatan
Teluk Betung
Barat
Bakauheni
Rajabasa
Kalianda
Sidomulyo
0
Katibung
0
Pesawaran
Produksi Ikan Segar (ton)
Gambar 22 Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) dan produksi ikan segar di
wilayah pesisir Teluk Lampung tahun 2007 (BPS Bandar Lampung,
2008a; BPS Lampung Selatan, 2008a; BPS Pesawaran, 2008a)
Sebaran RTP berkorelasi dengan produksi perikanan. Pada Kecamatan
Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan, jumlah RTP mencapai 55%,
dengan jumlah produksi sebesar 33%. Yang menarik adalah di Kecamatan Padang
Cermin dan Punduh Pidada, dengan jumlah RTP hanya sekitar 10% RTP, namun
produksi ikan segar mencapai 31%. Hal ini merupakan indikasi bahwa produksi
ikan segar yang tinggi tidak hanya berasal dari tangkapan, melainkan juga hasil
budidaya yang banyak terdapat di kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada.
104
4.3
Ekonomi Wilayah
4.3.1 Produk domestik regional bruto (PDRB)
Penggambaran PDRB wilayah penelitian didapatkan dari pemecahan data
PDRB Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung,
dengan menggunakan alokator relevan. Alokator yang digunakan untuk memecah
data PDRB kabupaten dan kota menjadi masing-masing kecamatan di wilayah
pesisir, adalah meliputi luas wilayah, jumlah penduduk, luas penggunaan lahan
dan produksi pertanian, produksi perikanan, serta jumlah dan sebaran prasarana
dan sarana wilayah. Hasil pemecahan PDRB kabupaten dan kota dengan
menggunakan alokator tersebut, secara lengkap disajikan pada Tabel 17 dan
Tabel 18.
PDRB
wilayah
pesisir
Teluk
Lampung
dari tahun
2003-2007,
menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi, baik berdasarkan harga berlaku
(ADHB) maupun berdasarkan harga konstan (ADHK). Pangsa PDRB wilayah
pesisir Teluk Lampung terhadap provinsi pada tahun 2007 adalah 10,63% ADHB
dan 10,26% ADHK. Pangsa di atas 10% tersebut menunjukkan bahwa peran
wilayah pesisir Teluk Lampung cukup besar bagi perekonomian Provinsi
Lampung, mengingat rasio luas wilayah dan jumlah penduduk terhadap provinsi
berturut-turut hanya 3,62% dan 8,03%.
Pertumbuhan ekonomi wilayah pesisisr Teluk Lampung lebih tinggi
daripada Provinsi Lampung. Dalam kurun waktu 2004-2007, pertumbuhan
wilayah pesisir di atas 5%, dan bahkan mendekati 7,5% pada tahun 2006. Dalam
kurun waktu yang sama pertumbuhan ekonomi tertinggi Provinsi Lampung hanya
mencapai 6% yaitu pada tahun 2007, sedangkan wilayah pesisir pada tahun
tersebut tumbuh mendekati angka 7%. Informasi mengenai pertumbuhan ekonomi
wilayah pesisir dan provinsi, disajikan pada Gambar 23.
4.3.2 Struktur perekonomian
Struktur
perekonomian
wilayah
pesisir
Teluk
Lampung
dapat
digambarkan dari pangsa masing-masing sektor terhadap PDRB, yang disajikan
pada Gambar 24. Terlihat bahwa perekonomian wilayah pesisir masih sangat
tergantung dengan sektor primer, yaitu perikanan dan pertanian, secara berturut-
105
turut pada tahun 2007 pangsa masing-masing sebesar 21,00% dan 10,26% ADHB
serta 16,64% dan 14,40% ADHK. Namun demikian, sektor sekunder yaitu
industri pengolahan juga menunjukkan pangsa yang besar terhadap PDRB, yaitu
mencapai 14,68% ADHB dan 14,67% ADHK.
Dilihat dari pertumbuhan sektor-sektor (seperti disajikan pada Tabel 17),
tampak bahwa sektor pertanian relatif semakin menurun. Sedangkan pertumbuhan
sektor perikanan, industri pengolahan, dan angkutan laut semakin meningkat.
Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwa struktur perekonomian wilayah
pesisir Teluk Lampung sedang mengalami transformasi lebih bertumpu pada
sektor sekunder yaitu industri pengolahan dan angkutan laut, dengan tetap
didukung oleh sektor primer wilayah pesisir yaitu perikanan.
Pertumbuhan ekonomi ( % )
7,5
6,5
5,5
4,5
3,5
2004
2005
Provinsi Lampung
2006
2007
Pesisir Teluk Lampung
Gambar 23 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dan wilayah pesisir Teluk
Lampung (BPS Prov. Lampung 2008a dan 2008b; BPS Bandar
Lampung 2008a dan 2008b; BPS Pesawaran 2008a dan 2008b; BPS
Lampung Selatan 2008a dan 2008b)
Tabel 17
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung per lapangan usaha
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Rp juta
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Rp juta
2003
2004
2005
2006
2007
2003
2004
2005
2006
2007
Perikanan
550.732
589.398
613.594 1.013.883 1.359.718
379.555
388.423
443.595
524.682
558.073
Angkutan laut dan penyeberangan
161.366
170.713
203.960
277.851
331.690
123.704
130.463
134.128
148.659
157.176
Pariwisata
77.742
89.954
97.418
106.187
146.996
63.457
66.739
69.715
71.439
73.614
Pertanian
508.513
552.726
548.895
593.447
664.188
431.943
452.325
455.466
460.447
482.817
Pertambangan dan penggalian
39.510
44.678
47.579
52.572
54.250
37.834
38.945
38.548
37.510
38.069
Industri pengolahan
455.461
487.604
537.801
750.216
950.184
371.899
385.794
407.436
454.720
491.885
Listrik dan air bersih
32.400
38.434
47.103
55.294
59.055
15.864
17.195
14.852
13.497
14.178
Bangunan
190.870
207.748
240.371
321.473
369.632
160.448
164.586
169.951
171.670
177.738
Perdagangan
397.929
431.129
443.338
585.055
681.736
350.859
361.541
369.406
384.321
412.802
Pengangkutan dan komunikasi
295.855
311.710
390.609
493.954
665.864
220.719
240.932
257.939
268.226
288.218
Keu.angan, persewaan, dan jasa prsh.
253.189
327.907
362.088
402.847
476.773
189.457
237.579
263.013
297.440
344.337
Jasa-jasa
441.021
473.751
533.026
576.957
714.452
283.231
290.247
299.981
305.866
314.408
PDRB wilayah pesisir
3.404.587 3.725.752 4.065.781 5.229.737 6.474.538 2.628.969 2.774.769 2.924.030 3.138.478 3.353.313
Lapangan Usaha
Sumber: BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b)
Tabel 18
PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung per kecamatan
No.
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Katibung
Sidomulyo
Kalianda
Rajabasa
Bakauheni
Padang Cermin
Punduh Pidada
Telukbetung Barat
Telukbetung Selatan
Panjang
PDRB wilayah pesisir
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Rp juta
2003
2004
2005
2006
2007
226.206
250.904
275.628
345.150
413.380
223.357
245.997
258.138
304.857
358.226
345.329
378.100
411.029
523.659
633.934
133.160
145.461
148.847
207.756
253.779
260.535
278.009
318.940
431.946
501.541
336.006
367.455
384.432
517.982
630.331
183.570
200.747
203.451
282.016
343.884
346.015
371.175
408.958
523.070
691.073
761.566
844.176
940.186 1.188.482 1.502.761
588.842
643.728
716.171
904.820 1.145.628
3.404.587 3.725.752 4.065.781 5.229.737 6.474.538
06
Sumber: BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b)
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Rp juta
2003
2004
2005
2006
2007
177.374
184.696
195.013
204.505
218.144
182.215
190.041
194.539
200.122
212.916
274.134
285.099
301.130
321.773
346.057
101.735
104.608
114.054
125.945
134.836
191.564
200.525
207.082
223.757
238.201
259.766
268.133
288.328
314.650
337.322
142.337
146.305
158.658
174.172
186.639
253.799
269.878
279.878
299.777
316.052
587.036
635.621
668.233
715.442
769.069
459.008
489.863
517.114
558.334
594.077
2.628.969 2.774.769 2.924.030 3.138.478 3.353.313
107
25
Pangsa terhadap PDRB ( % )
20
15
10
5
PDRB - ADHB
na
n
Pe
rd
ag
an
An
ga
gk
n
t.
Ke
Da
u,
n
Ko
Pe
m
rs
.
w
,J
as
a
Pr
sh
.
Ja
sa
-ja
sa
Ba
ng
u
en
go
la
Li
ha
st
n
r ik
&
Ai
rB
rs
h
In
du
st
ri
P
ba
ng
an
n
Pe
rta
m
Pe
rta
ni
a
Pe
An
rik
gk
an
t.
an
La
ut
&
Pe
ny
b.
Pa
riw
isa
ta
0
PDRB - ADHK
Gambar 24 Pangsa sektor terhadap PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung tahun
2007 (BPS Bandar Lampung 2008a dan 2008b; BPS Pesawaran
2008a dan 2008b; BPS Lampung Selatan 2008a dan 2008b)
4.3.3 Sektor ekonomi basis
Penggambaran sektor ekonomi basis dilakukan melalui penyajian nilai LQ
wilayah pesisir Teluk Lampung terhadap wilayah Provinsi Lampung. Nilai LQ
dapat memberikan indikasi efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi
impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Sektor
ekonomi basis mempunyai peranan penggerak utama, dimana setiap perubahan
kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda terhadap perekonomian
wilayah (Rustiadi et al. 2009). Kriteria sektor ekonomi yang dianggap basis
adalah bila nilai LQ sektor tersebut lebih besar dari 1. Nilai LQ sektor-sektor
ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Tabel 19.
Nilai LQ sektor-sektor ekonomi menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor
yang bukan merupakan basis di wilayah pesisir Teluk Lampung, yaitu pertanian,
pertambangan dan penggalian, dan perdagangan. Berdasarkan nilai LQ, dapat
108
dinyatakan bahwa sektor-sektor ekonomi lainnya yang meliputi perikanan,
angkutan laut dan penyeberangan, pariwisata, industri pengolahan, listrik dan air
bersih, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan, dan jasa-jasa, merupakan sektor basis bagi wilayah pesisir Teluk
Lampung. Namun demikian, dapat dilihat bahwa terdapat dua sektor yang secara
sangat mencolok memiliki nilai LQ sangat tinggi, yaitu perikanan serta angkutan
laut dan penyeberangan, dengan nilai masing-masing 2,30 dan 6,20. Kedua sektor
ini memang sangat ditunjang oleh kondisi wilayah Teluk Lampung, yaitu dengan
terdapatnya pelabuhan laut dan penyeberangan utama, serta pelabuhan perikanan,
di wilayah ini.
Tabel 19 Nilai LQ sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung
No. Sektor
LQ
Keterangan
1
Perikanan
2,30
basis
2
Angkutan Laut dan Penyeberangan
6,20
basis
3
Pariwisata
1,53
basis
4
Pertanian
0,41
bukan basis
5
Pertambangan dan Penggalian
0,45
bukan basis
6
Industri Pengolahan
1,11
basis
7
Listrik dan Air Bersih
1,16
basis
8
Bangunan
1,08
basis
9
Perdagangan
0,87
bukan basis
10 Pengangkutan dan Komunikasi
1,60
basis
11 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
1,42
basis
12 Jasa-jasa
1,25
basis
Sumber:
BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b),
BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b)
4.3.4 Daya saing sektor ekonomi
Penggambaran daya saing ekonomi wilayah pesisir dilakukan melalui
analisis pergeseran-pertumbuhan (shift–share), yang menunjukkan pergeseran dan
peranan perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung terhadap perekonomian
Provinsi Lampung. Komponen di dalam analisis dapat menunjukkan pengaruh
dari kombinasi campuran dan daya saing suatu perekonomian wilayah (Hoover
dan Giarratani 1999; Rustiadi et al. 2009). Komponen analisis dalam konteks
wilayah pesisir Teluk Lampung dan Provinsi Lampung meliputi:
1) Komponen pertumbuhan total wilayah (S), menggambarkan pertumbuhan
atau pergeseran struktur perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung
109
yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi
Lampung.
2) Komponen pergeseran proporsional (P), merupakan pertumbuhan total
sektor
yang
bersangkutan
secara
relatif,
dibandingkan
dengan
pertumbuhan seluruh sektor dalam wilayah provinsi, yang menunjukkan
dinamika sektor tersebut secara total dalam wilayah provinsi. Nilai Pj > 0
dapat diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan tumbuh lebih
cepat dibandingkan pertumbuhan total sektor provinsi; nilai Pj < 0 dapat
diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan relatif tumbuh lebih
lambat.
3) Komponen pergeseran diferensial (D), menjelaskan bagaimana tingkat
kompetisi sektor yang bersangkutan dibandingkan dengan pertumbuhan
total
sektor
tersebut
dalam
wilayah
provinsi.
Komponen
ini
menggambarkan dinamika (keunggulan) sektor tersebut di wilayah pesisir
Teluk Lampung terhadap sektor yang sama di wilayah lain dalam wilayah
provinsi. Nilai Dj > 0 diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan
memiliki keunggulan terhadap sektor yang sama, terkonsentrasi, dan
tumbuh lebih cepat di wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah lain
dalam provinsi; nilai Dj < 0 diinterpretasikan bahwa sektor yang
bersangkutan relatif tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan wilayah
lain dalam provinsi.
Hasil analisis pergeseran-pertumbuhan yang menggunakan data nilai
tambah sektor (dari PDRB tahun 2003 dan 2007) dalam konteks wilayah wilayah
pesisir Teluk Lampung dan Provinsi Lampung, disajikan pada Tabel 20.
Interpretasi hasil analisis dari komponen P menunjukkan bahwa sektor
perikanan, listrik dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan; merupakan sektor-sektor yang tumbuh lebih
cepat daripada total pertumbuhan di tingkat provinsi. Dari komponen D,
menunjukkan bahwa sektor angkutan laut dan penyeberangan, pertambangan dan
penggalian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa; tumbuh lebih cepat di wilayah
110
pesisir dibandingkan dengan wilayah lain di dalam provinsi, karena ditunjang oleh
keuntungan lokasional wilayah pesisir.
Tabel 20
Komponen pergeseran-pertumbuhan wilayah pesisir Teluk Lampung
PertumPergeseran Pergeseran
No
buhan total proporsio- diferensial
Sektor
.
wilayah (S)
nal (P)
(D)
1 Perikanan
0,2155
0,5111
-0,2562
2 Angkutan Laut dan Penyeberangan
0,2155
-0,0251
0,0802
3 Pariwisata
0,2155
-0,0272
-0,0283
4 Pertanian
0,2155
-0,0549
-0,0428
5 Pertambangan dan Penggalian
0,2155
-0,4899
0,2806
6 Industri Pengolahan
0,2155
-0,0041
0,1112
7 Listrik dan Air Bersih
0,2155
0,0646
-0,3864
8 Bangunan
0,2155
-0,0601
-0,0476
9 Perdagangan
0,2155
-0,0188
-0,0202
10 Pengangkutan dan Komunikasi
0,2155
0,0837
0,0066
11 Keu., Persewaan, dan Jasa Prsh.
0,2155
0,5161
0,0859
12 Jasa-jasa
0,2155
-0,1059
0,0004
Sumber:
BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b),
BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b)
Dengan menggabungkan nilai komponen P dan D dengan LQ, dapat
diambil informasi yang lebih banyak mengenai sektor-sektor perekonomian
wilayah pesisir. Melalui penggabungan tersebut dikembangkan tipologi daya
saing sektor sebagai berikut:

Daya saing tinggi: sektor basis (LQ > 1), dengan salah satu atau kedua
nilai Pj dan Dj > 0;

Daya saing rendah: sektor basis (LQ > 1), nilai Pj < 0 dan Dj < 0;

Tidak berdaya saing: bukan sektor basis (LQ < 1).
Hasil penggabungan nilai LQ, Pj, dan Dj, secara lengkap disajikan pada
Tabel 21.
Penggabungan nilai LQ, Pj, dan Dj, menunjukkan bahwa terdapat tujuh
sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung yang berdaya saing tinggi, yang
merupakan sektor ekonomi basis dengan pertumbuhan yang tinggi dan/atau
memiliki keunggulan lokasional dari wilayah pesisir. Konsisten dengan hasil dari
LQ, sektor-sektor ekonomi yang menonjol adalah sektor basis seperti perikanan
serta angkutan laut dan penyeberangan. Pengembangan sektor-sektor yang
111
berdaya saing tinggi dapat menjadi kebijakan pengembangan wilayah pesisir
Teluk Lampung, dan harus diakomodasi dalam perencanaan tata ruang.
Tabel 21
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Daya saing sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung
Daya
Sektor
LQ
Pj
Dj
Saing
Perikanan
>1
>0
<0 Tinggi
Angkutan Laut dan Penyeberangan
>1
<0
>0 Tinggi
Pariwisata
>1
<0
<0 Rendah
Pertanian
<1
<0
<0 TBS
Pertambangan dan Penggalian
<1
<0
>0 TBS
Industri Pengolahan
>1
<0
>0 Tinggi
Listrik dan Air Bersih
>1
>0
<0 Tinggi
Bangunan
>1
<0
<0 Rendah
Perdagangan
<1
<0
<0 TBS
Pengangkutan dan Komunikasi
>1
>0
>0 Tinggi
Keu., Persewaan, dan Jasa Prsh.
>1
>0
>0 Tinggi
Jasa-jasa
>1
<0
>0 Tinggi
Keterangan: TBS = tidak berdaya saing
Sumber: BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b),
BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b)
4.3.5 Investasi
Investasi langsung (direct investment) merupakan pemacu pertumbuhan
ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung yang
lebih tinggi dari Provinsi Lampung, tampaknya dipengaruhi secara nyata oleh laju
investasi di wilayah ini. Demikian juga pola pertumbuhan ekonomi wilayah
pesisir Teluk Lampung yang fluktuatif (Gambar 23), tampaknya juga dipengaruhi
oleh pola investasi yang sangat fluktuatif, seperti disajikan pada Gambar 25.
Dalam kurun waktu 2000-2007, investasi langsung di wilayah pesisir
Teluk Lampung secara kumulatif berjumlah sekitar Rp 1,5 triliun, dengan angka
rata-rata sekitar Rp 188 milyar per tahun. Investasi tersebut dilakukan oleh 50
perusahaan domestik dan asing, dengan sektor utama adalah industri pengolahan
dan penunjang angkutan laut (BPMD Prov. Lampung 2008). Lapangan kerja yang
tercipta dari investasi tersebut adalah sebanyak 11.238 orang. Nilai investasi
terbesar dicapai pada tahun 2006 yaitu sekitar Rp 463 milyar, dan pertumbuhan
tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu lebih dari 700%. Pada ekstrim yang lain,
investasi terkecil terjadi 2002 (hanya Rp 9,8 milyar), dan pertumbuhan terendah
terjadi pada tahun 2002 dan 2007 yaitu sekitar -90%.
500
800
450
700
400
600
350
500
300
400
250
300
200
200
150
100
100
0
50
Pertumbuhan ( % )
Investasi ( Rp milyar )
112
-100
0
-200
2000
2001
2002
2003
Investasi
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan
Gambar 25 Investasi langsung swasta di wilayah Pesisir Teluk Lampung
(BPMD Prov. Lampung, 2008)
Terkait dengan pemodelan sistem dinamik (diuraikan pada Bab 6), peubah
investasi yang sangat fluktuatif tersebut dapat menimbulkan bias yang sangat
besar terhadap pemodelan. Oleh karena itu, nilai awal tahun 2003 pada model,
diambil dari besaran rata-rata investasi dalam kurun waktu 2000-2007, dengan
fraksi pertumbuhan merupakan rata-rata pertumbuhan dalam kurun waktu yang
sama.
4.4
Prasarana dan Sarana Wilayah
4.4.1 Jalan dan rel kereta api
Di wilayah pesisir Teluk Lampung, terdapat jalan nasional, provinsi, serta
kabupaten/kota dan desa, dengan panjang total 1.389 km. Jalan tersebut tersebar
di berbagai kecamatan, terutama di Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar
Lampung. Adapun rel kereta api hanya terdapat di Kota Bandar Lampung, yaitu di
Kecamatan Panjang dengan panjang 19 km, sebagai ujung dari koneksi jaringan
rel kereta api Sumatera Bagian Selatan. Rel kereta api berujung pada Pelabuhan
113
Panjang, serta dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS) batubara milik PT.
Bukit Asam (PTBA), dan DUKS pulp milik PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and
Paper (TELPP). Data mengenai prasarana jalan dan rel kereta api, disajikan pada
Tabel 22.
Tabel 22
No.
1
2
3
4
Jalan dan rel kereta api di wilayah pesisir
Klasifikasi Jalan
Panjang (km)
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten/Kota dan Desa
Rel Kereta Api
Jumlah Panjang Jalan
Panjang Rel Kereta Api
Sumber:
104
245
1.040
19
1.389
19
Kerapatan Jalan
(km/km2)
0,08
0,19
0,81
1,09
-
BPS Bandar Lampung (2008a), BPS Pesawaran (2008a), BPS Lampung
Selatan (2008a), Pemprov Lampung (2010)
Kerapatan jalan di wilayah pesisir masih jarang, dan di samping itu
kondisi jalan masih banyak yang rusak. Berdasarkan hasil studi lapangan, juga
diketahui bahwa sebaran jalan masih tidak merata, terutama pada wilayah pesisir
di Kabupaten Pesawaran, prasarana jalan masih sangat kurang.
Sebagai penunjang pergerakan angkutan jalan, di wilayah pesisir Teluk
Lampung juga sudah terdapat terminal tipe B dan C. Terminal angkutan jalan
tersebut berada di Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Pada wilayah pesisir
Kabupaten Pesawaran, belum terdapat terminal. Data mengenai terminal,
disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23
No.
1
2
3
Lokasi terminal di wilayah pesisir
Terminal
Nama
Tipe B
Panjang
Tipe C
Sukaraja
Tipe C
Kalianda
Sumber:
Pemprov Lampung (2006a), BPS Bandar Lampung (2008a),
BPS Pesawaran (2008a), BPS Lampung Selatan (2008a).
Lokasi
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Lampung Selatan
4.4.2 Pelabuhan dan dermaga
Wilayah pesisir Teluk Lampung merupakan jalur utama pergerakan
angkutan laut dan penyeberangan yang menuju dan keluar wilayah Provinsi
Lampung, bahkan Sumatera Bagian Selatan. Oleh karena itu, berbagai prasarana
pelabuhan terdapat di wilayah ini. Selain sebagai prasarana angkutan laut dan
114
penyeberangan, keberadaan pelabuhan dan dermaga juga merupakan pendukung
sektor perikanan, sebagai pelabuhan perikanan atau pendaratan ikan.
Sebaran
prasarana
pelabuhan
dan
dermaga
angkutan
laut
dan
penyeberangan lebih terkonsentrasi di wilayah Kota Bandar Lampung, termasuk
pelabuhan internasional Panjang. Pada wilayah Kabupaten Pesawaran dan
Lampung Selatan, lebih banyak tersebar pelabuhan dan dermaga untuk kegiatan
perikanan, kecuali Bakauheni yang merupakan pelabuhan penyeberangan utama
yang melayani penyeberangan Merak-Bakauheni.
Selain pelabuhan dan dermaga angkutan laut, penyeberangan, dan
perikanan, juga terdapat beberapa Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS),
yang dioperasikan untuk kepentingan berbagai perusahaan. DUKS terkonsentrasi
di Kota Bandar Lampung, yang digunakan untuk kepentingan angkutan laut
meliputi bahan bakar minyak, industri kayu, pakan ternak, industri alat berat,
batubara, dan pulp. Sebaran pelabuhan dan dermaga di wilayah pesisir Teluk
Lampung, disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Lokasi pelabuhan dan dermaga di wilayah pesisir
No. Pelabuhan / Dermaga
Nama
1
Dermaga Pendaratan Ikan
Suka Bandung
2
Dermaga BBL
Balai Budidaya Laut
3
Pelabuhan Regional
Pulau Legundi
4
Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing
5
Dermaga Pendaratan Ikan
Gudang Lelang
6
Dermaga Pendaratan Ikan
Ujung Boom
7
Pelabuhan Regional
Teluk Betung
8
Pelabuhan Internasional
Panjang
9
Pelabuhan Penyeberangan
Serengsem
10 Dermaga Untuk Kepentingan DUKS Berbagai
Sendiri (DUKS)
Perusahaan, 7 unit
11 Dermaga Pendaratan Ikan
Way Muli
12 Pelabuhan Regional
Pulau Sebesi
13 Pelabuhan Regional
Canti/Kalianda
14 Pelabuhan Penyeberangan
Bakauheni
Sumber:
Lokasi
Pesawaran
Pesawaran
Pesawaran
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Lampung Selatan
Pemprov Lampung (2006a), BPS Bandar Lampung (2008a),
BPS Pesawaran (2008a), BPS Lampung Selatan (2008a).
4.4.3 Prasarana wisata pantai
Sebagai wilayah pesisir, Teluk Lampung merupakan salah satu tujuan
wisata pantai. Terdapat 20 tempat wisata pantai di wilayah ini, yang tersebar di
115
Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan, dan Kota Bandar Lampung. Atraksi
wisata utama yang ditawarkan oleh berbagai tempat wisata tersebut adalah
suasana pantai berpasir, dan pada beberapa tempat wisata ditunjang oleh fasilitas
tempat makan dan permainan.
Berdasarkan sebarannya, tempat wisata pantai lebih banyak terdapat di
wilayah Lampung Selatan. Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh lokasi pantai di
Lampung Selatan dapat dijangkau lebih cepat dan mudah, karena relatif sejajar
dengan ruas jalan nasional Bandar Lampung-Bakauheni. Informasi mengenai
lokasi prasarana wisata pantai di wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada
Tabel 25.
Tabel 25
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Lokasi prasarana wisata pantai di wilayah pesisir Teluk Lampung
Nama Tempat
Lokasi
Bensor Resort
Pesawaran
Pantai Klara
Pesawaran
Pantai Lautzhy Ringgung
Pesawaran
Pantai Pasir Wisata
Pesawaran
Pantai Puri Gading
Bandar Lampung
Pantai Duta Wisata
Bandar Lampung
Banding Resort
Lampung Selatan
Krakatoa Resort
Lampung Selatan
Pantai Bagus
Lampung Selatan
Pantai Guci Batu Kapal
Lampung Selatan
Pantai Ketang
Lampung Selatan
Pantai Laguna
Lampung Selatan
Pantai Merak Belantung
Lampung Selatan
Pantai Riung Gunung
Lampung Selatan
Pantai Wartawan
Lampung Selatan
Pantai Wisata
Lampung Selatan
Tanjung Selaki
Lampung Selatan
Pantai Canti Indah
Lampung Selatan
Pasir Putih
Lampung Selatan
Pulau Pasir
Lampung Selatan
Sumber:
BPS Bandar Lampung (2008a), BPS Pesawaran (2008a),
BPS Lampung Selatan (2008a)
4.4.4 Armada kapal nelayan
Armada nelayan yang beroperasi di Teluk Lampung mendekati jumlah
2.500 unit, dengan berbagai jenis dan ukuran kapal, baik yang bermotor maupun
tidak bermotor. Jenis kapal bermotor ukuran kecil (<5 ton dan 5-10 ton)
merupakan jenis kapal yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan, karena
116
memang nelayan Teluk Lampung didominasi oleh nelayan kecil (artisanal), dan
umumnya melaut hanya dalam satu hari (one day fishing). Kapal-kapal yang
berukuran lebih besar (10-20 ton dan >20 ton), merupakan kelompok nelayan
yang beroperasi di luar Teluk Lampung (Teluk Semangka, Selat Sunda, perairan
Barat dan Timur Lampung, atau ke Laut Jawa), dan wilayah pesisir Teluk
Lampung hanya merupakan tempat mendarat dan bermukim saja (fishing base).
Sebaran armada kapal nelayan terbanyak adalah di wilayah Kota Bandar
Lampung, terutama Kecamatan Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan.
Hal tersebut disebabkan oleh lebih tersedianya prasarana dan sarana yang
dibutuhkan nelayan di Kota Bandar Lampung. Informasi mengenai armada
nelayan di wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26
Armada nelayan di wilayah pesisir Teluk Lampung
Perahu
Perahu
Kapal bermotor (ton)
tidak bermotor
Jumlah
No. Kecamatan
<5 5-10 10-20 >20
bermotor tempel
……………………… unit ………………….
1 Padang Cermin
52
47
37
15
5
156
2 Punduh Pidada
26
23
18
7
3
77
3 Teluk Betung
22
171
182 230
48
8
661
Barat
4 Teluk Betung
23
187
199 251
53
9
722
Selatan
5 Panjang
7
51
55
69
15
3
200
6 Katibung
32
29
23
9
3
96
7 Sidomulyo
5
4
3
1
13
8 Kalianda
64
56
44
18
7
189
9 Rajabasa
57
50
39
16
6
168
10 Bakauheni
64
56
44
18
7
189
Jumlah
352
674
644 634 147
20
2.471
Sumber:
Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Lampung (2007), BPS Bandar Lampung
(2008a), BPS Pesawaran (2008a), BPS Lampung Selatan (2008a)
4.4.5 Koperasi
Koperasi merupakan prasarana ekonomi yang penting dan berkaitan erat
dengan pengembangan ekonomi kerakyatan. Secara umum, terdapat dua jenis
koperasi di di wilayah pesisir Teluk Lampung, yaitu koperasi unit desa (KUD)
dan koperasi non-KUD. KUD berkaitan erat dengan sektor perikanan dan
pertanian, sedangkan koperasi non-KUD lebih berurusan dengan beragam
117
kepentingan seperti koperasi pegawai negeri, organisasi karyawan, simpan
pinjam, angkutan, pasar, dan lain-lain.
Dilihat dari sebarannya, koperasi di wilayah pesisir Teluk Lampung
ternyata telah menyebar cukup merata di seluruh kecamatan. Namun demikian,
dari sisi jenis koperasi, maka terlihat ketimpangan yang mencolok antara jumlah
koperasi KUD dan non-KUD. Secara umum pada semua kecamatan, keberadaan
KUD jauh lebih sedikit daripada koperasi non-KUD, padahal KUD lebih
berurusan dengan pertanian dan perikanan yang merupakan sektor utama ekonomi
kerakyatan. Oleh karena, dorongan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan
pada wilayah pesisir yang bercorak pertanian dan perikanan, dapat dibantu dengan
mengembangkan KUD secara lebih baik.
Informasi mengenai koperasi di wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan
pada Tabel 27.
Tabel 27
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber:
4.5
Jenis dan sebaran koperasi di wilayah pesisir Teluk Lampung
Non-KUD
Kecamatan
KUD (unit)
Jumlah
(unit)
Padang Cermin
2
28
30
Punduh Pidada
2
9
11
Teluk Betung Barat
1
9
10
Teluk Betung Selatan
1
29
30
Panjang
1
22
23
Katibung
2
18
20
Sidomulyo
2
19
21
Kalianda
3
60
63
Rajabasa
1
3
4
Bakauheni
1
11
12
Jumlah
16
208
224
BPS Bandar Lampung (2008a), BPS Pesawaran (2008a),
BPS Lampung Selatan (2008a)
RTRW Terkait Teluk Lampung
Teluk Lampung merupakan bagian dari wilayah perencanaan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung
Selatan, Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung. Dalam RTRW tersebut, Teluk
Lampung secara umum diarahkan sebagai kawasan pengembangan perikanan dan
pariwisata. Pada tingkat nasional, sebagian wilayah Teluk Lampung (Pulau
Sebuku dan Sebesi) secara tidak langsung terkait dengan status Selat Sunda dan
118
Kepulauan Krakatau sebagai kawasan strategis nasional. Penggambaran struktur
dan pola ruang dalam RTRW Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung, yang terkait dengan Teluk
Lampung, disajikan pada Gambar 26.
Struktur hierarki fungsional kota-kota di wilayah pesisir Teluk Lampung
adalah meliputi 4 ordinasi pusat pelayanan, yaitu:

Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yang melayani wilayah Provinsi
Lampung dan/atau wilayah sekitarnya di Sumatera Bagian Selatan, terletak
di Kota Bandar Lampung; merupakan pusat pemerintahan provinsi,
perdagangan dan jasa, distribusi dan koleksi, pendukung jasa pariwisata,
dan pendidikan tinggi.

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yang melayani satu atau lebih
Kabupaten/Kota,
yaitu
Kalianda;
merupakan
pusat
pemerintahan
kabupaten, jasa pendukung pariwisata, perdagangan, dan jasa.

Pusat Kegiatan Wilayah Provinsi (PKWp), yang direkomendasikan oleh
provinsi mengingat secara fungsi dan perannya kota tersebut telah
memiliki karakteristik pusat kegiatan wilayah, yaitu Bakauheni dan
ibukota Kabupaten pesawaran (Gedung Tataan); merupakan pusat koleksi
dan distribusi, dan pariwisata.

Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yang melayani satu atau lebih kecamatan,
yaitu Sidomulyo; merupakan pusat pertanian, perdagangan, dan jasa.
Pola pemanfaatan ruang yang terkait dengan wilayah pesisir Teluk
Lampung dalam RTRW Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,
Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung, secara umum diarahkan sebagai kawasan
pengembangan perikanan dan pariwisata. Pengembangan pola ruang di wilayah
pesisir Teluk Lampung adalah meliputi kawasan sebagai berikut:

Kawasan lindung darat di Kecamatan Punduh Pidada, Padang Cermin,
Teluk Betung Barat, Panjang, Katibung, dan Rajabasa.

Kawasan rawan bencana: rawan banjir dan longsor di Padang Cermin,
serta rawan gempa pada jalur Teluk Betung-Bakauheni.

Kawasan strategis provinsi: Bakauheni sebagai pintu gerbang Sumatera
dari arah Jawa, dan kawasan pangkalan utama TNI Angkatan Laut Teluk
119
Ratai di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran sebagai
kawasan militer.

Kawasan Pulau Sebesi dan Sebuku sebagai bagian dari kawasan strategis
nasional (KSN) Selat Sunda dan Krakatau dan sekitarnya.

Kawasan Pemerintahan: Bandar Lampung dan Kalianda.

Kawasan Perdagangan dan Jasa: Bandar Lampung.

Kawasan Permukiman: Bandar Lampung dan Kalianda, serta kawasan
perdesaan di wilayah pesisir Teluk Lampung.

Kawasan
Pelabuhan:
Panjang
sebagai
pelabuhan
internasional;
Telukbetung, Legundi, Sebesi sebagai pelabuhan pengumpan regional;
Kalianda
sebagai pelabuhan pengumpan lokal; serta dermaga untuk
kepentingan
sendiri
(DUKS);
Bakauheni
sebagai
pelabuhan
penyeberangan lintas Sumatera-Jawa, dan Srengsem sebagai pelabuhan
penyeberangan pendukung.

Kawasan Wisata: wisata bahari di Teluk Lampung; wisata budaya di
Bandar Lampung, dan wisata buatan (man made) Tugu Siger (Bakauheni
dan sekitarnya).

Kawasan Perikanan: perikanan tangkap di Teluk Lampung, areal
pertambakan di kawasan pantai (terutama di Kabupaten Pesawaran),
budidaya laut mutiara dan keramba jaring apung (terutama di Kabupaten
Pesawaran).

Kawasan pertanian dalam arti luas: tersebar di seluruh kecamatan wilayah
pesisir Kabupaten Pesawaran dan Lampung Selatan.

Kawasan reklamasi pantai: di Bandar Lampung, dengan pertimbangan
perlunya pembenahan wilayah pesisir dikembangkan sebagai kota pantai
(waterfront city), maka diperlukan reklamasi (penimbunan perairan)
pantai.
Dari dokumen RTRW kabupaten/kota, tampak bahwa wilayah Teluk
Lampung dipandang sebagai bagian dari wilayah administratif kabupaten atau
kota yang bersangkutan. Demikian juga pada skala provinsi, dalam RTRW
Provinsi Lampung, wilayah Teluk Lampung juga masih dilihat dalam perspektif
batasan administrasi kabupaten/kota. Oleh karena itu wilayah Teluk Lampung
120
tidak dijadikan sebagai kawasan strategis yang merupakan satu kesatuan,
melainkan hanya tersekat sebagai wilayah strategis provinsi di Teluk Ratai
(Kabupaten Pesawaran) dan di Bakauheni (Kabupaten Lampung Selatan).
Wilayah pesisir Teluk Lampung memiliki potensi ekonomi wilayah yang
besar, dengan PDRB sekitar 10% dari wilayah provinsi dan rasio luas wilayah dan
jumlah penduduk terhadap provinsi berturut-turut hanya 3,62% dan 8,03%. Secara
ekologis wilayah ini merupakan kesatuan fungsional yang relatif dapat dibatasi
dari wilayah lainnya di Provinsi Lampung. Wilayah pesisir Teluk Lampung,
dipisahkan oleh daerah aliran sungai (DAS) tersendiri, dan memiliki perairan
teluk yang semi tertutup dengan tubuh air lainnya. Nilai strategis lain dari wilayah
pesisir Teluk Lampung adalah lokasi geografisnya sebagai pintu gerbang antar
Pulau Sumatera dan Jawa, serta dari sisi pertahanan sebagai calon pusat armada
barat TNI-AL.
Berdasarkan kondisi wilayah dan nilai strategis kawasan, maka terdapat
cukup alasan untuk memberikan status sebagai kawasan strategis provinsi pada
wilayah pesisir Teluk Lampung. Dengan status tersebut maka penataan ruang dan
pengelolaan wilayah pesisir Teluk Lampung, dapat lebih diprioritaskan. Dengan
demikian, wilayah ini akan memiliki peluang untuk lebih maju dan berkelanjutan,
serta akan lebih berperan bagi Provinsi Lampung secara keseluruhan.
Gambar 26
PETA RTRW
TERKAIT TELUK
LAMPUNG
121
Download