BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Country of Origin
Country of Origin dalam mempengaruhi niat beli konsumen telah menjadi
topik penelitian selama beberapa dekade terakhir. Budaya dan sejarah yang
berbeda menyebabkan persepsi yang berbeda di kalangan konsumen, yang dapat
menyebabkan berbagai evaluasi tentang produk ketika konsumen akan
menentukan suatu produk. Ada banyak parameter dalam mengukur masalah ini,
Country of Origin memainkan peran penting dalam pasar yang kompetitif dan
perilaku konsumen. Negara yang stereotip dan preferensi pelanggan akan
mempengaruhi niat beli. Sistem politik, budaya dan perekonomian negara bisa
menjadikan orang lebih sensitive (Teo et al., 2011).
Definisi Country of Origin adalah seluruh bentuk persepsi konsumen atas
produk dari sebuah negara tertentu berdasarkan persepsi konsumen sebelumnya
akan kelebihan dan kekurangan produksi dan pemasaran negara tersebut
(Permana, 2013).
Country of Origin juga diberi label dengan nama lain seperti Country of
Manufacture, Country of Assembly dan Country of Design, dalam semua isu
memiliki kekuatan untuk meninjau data tentang produk dan perilaku pembelian
konsumen, sebagai hasilnya konsumen berpikir tentang negara yang berbeda
sesuai dengan kesadaran dan keyakinan mereka, sehingga mereka menganggap
12
pembelian mereka akan berdampak pada hal ini (Torres dan Gutiérrez, 2007),
sehingga Country of Origin dapat disimpulkan sebagai pandangan dari konsumen
akan produk dari suatu negara dimana persepsi tersebut akan membentuk nilai
baik atau buruknya suatu produk berdasarkan dari latar belakang negara yang
memproduksi produk tersebut.
2.1.2 Brand Image
Setiap produk yang terjual di pasaran memiliki citra tersendiri di mata
konsumennya yang sengaja diciptakan oleh pemasar untuk membedakannya dari
para pesaingnya (Kotler dan Keller, 2006).
Kotler (dalam Lin dan Lin, 2007) menyatakan bahwa merek adalah nama,
simbol, desain atau semua yang sudah disebutkan dan digunakan untuk
membedakan produk atau jasa seseorang dari pesaingnya. Misalnya, merek Nike
mengadopsi tanda centang sebagai brand image, yang menciptakan efek positif
dan menunjukkan persetujuan.
Rizan et al. (2012) mengemukakan bahwa brand image adalah anggapan
tentang merek yang direfleksikan konsumen yang perpegang pada ingatan
konsumen. Kotler (2006) mengatakan bahwa brand image adalah penglihatan dan
kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang
tertahan di ingatan konsumen. Sedangkan Menurut Hogan (dalam Ratri, 2007),
brand image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai
produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaskud. Informasi ini didapatkan
melalui dua cara, yaitu yang pertama melalui pengalaman konsumen secara
13
langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Kedua
persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai
macam bentuk komunikasi seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat, logo,
fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan dan performa pelayanan.
Brand image akan menjadi suatu kekuatan perusahaan untuk menarik minat
konsumen, produk dengan brand image yang positif akan memiliki nilai lebih
dimata konsumen sehingga bisa menarik minat mereka untuk mencoba suatu
produk. Melalui suatu brand image konsumen akan bisa untuk mengenali suatu
produk, mengevaluasi produk tersebut, mengurangi resiko pembelian akan suatu
produk dan mendapatkan pengalaman dan kepuasan dari diferensiasi produk.
Menurut Susanto (dalam Pradipta, 2012), brand image adalah apa yang di
persepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Hal ini menyangkut
bagaimana seorang konsumen menggambarkan perasaannya pada suatu merek
saat mereka memikirkannya. Dari pengertian pengertian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Brand image merupakan kesan yang muncul dalam benak
konsumen saat mereka memikirkan tentang suatu produk.
Menurut Keller (dalam Saputri dan Pranata, 2014) faktor-faktor
pendukung terbentuknya brand image dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association). Hal ini
dapat membuat konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang
diberikan oleh suatu brand dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen sehingga menciptakan sikap yang positif pada brand tersebut.
14
2) Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association). Hal ini
bergantung pada bagaimana informasi masuk dalam ingatan konsumen
dan bagaimana informasi tersebut dikelola oleh sensoris di otak sebagian
dari brand image. Ketika konsumen secara aktif memikirkan dan
menguraikan arti informasi pada suatu produk atau jasa, akan tercipta
asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen.
3) Keunikan asosiasi merek (uniqness of brand association). Sebuah brand
haruslah unik dan menarik sehingga produk tersebut memiliki cirri khas
dan sulit untuk ditiru para pesain. Keunikan suatu produk akan
memberikan kesan yang cukup membekas pada ingatan pelanggan akan
keunikan brand. Sebuah brand yang memiliki ciri khas haruslah dapat
melahirkan keinginan pelanggan untuk mengetahui lebih jauh dimensi
brand yang terkandung didalamnya.
Brand image dibentuk melalui kepuasan konsumen, penjualan dengan
sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas
selain akan kembali membeli, juga akan mengajak calon pembeli lainnya (Aaker
dalam Pradipta, 2012). Brand image yang berbeda dan unik merupakan hal yang
paling penting, karena produk semakin kompleks dan pasar semakin penuh,
sehingga konsumen akan semakin bergantung pada brand image daripada atribut
merek yang sebenarnya
15
2.1.3 Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan istilah perilaku konsumen
diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Menurut Suprapti (2010)
mengemukakan perilaku konsumen dalam membeli produk akan melalui tahapan
proses yaitu pengumpulan informasi, evaluasi, pengaruh eksternal, karakteristik
dan pengalaman masa lalu.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), proses pengambilan keputusan
dapat dipandang sebagai tiga tahap yang berbeda namun memiliki hubungan satu
sama lain diantaranya:
1) Tahap Input
Merupakan tahap yang mempengaruhi pengenalan konsumen
terhadap kebutuhan atas produk dan terdiri dari dua sumber
informasi utama, yaitu:
1. Usaha pemasaran perusahaan (produk itu sendiri,
harganya, promosi, dan dimana produk itu dijual).
2. Pengaruh sosiologis eksternal atas konsumen (keluarga,
teman-teman, tetangga, sumber informal). Hal ini
merupakan input yang mungkin mempengaruhi apa yang
dibeli konsumen dan bagaimana mereka menggunakan
apa yang mereka beli.
16
2) Tahap Proses
Merupakan tahap yang memfokuskan pada cara konsumen
mengambil keputusan. Berbagai faktor psikologis yang melekat
pada setiap individu, mempengaruhi input dari luar pada tahap
input mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan,
pencarian informasi sebelum pembelian, dan evaluasi terhadap
berbagai alternatif.
3) Tahap Output
Merupakan pengambilan konsumen terdiri dari dua macam
kegiatan setelah pengambilan keputusan yang berhubungan erat
dengan perilaku membeli dan evaluasi setelah membeli. Percobaan
merupakan tahap penyelidikan pada perilaku pembelian, yakni
konsumen menilai produk melalui pemakaian langsung, pembelian
ulang biasanya menandakan penerimaan akan produk.
2.1.4 Niat Membeli
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang
yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan suatu motivasi yang
terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat yang
pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan
mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu (Pujadi, 2010).
Niat membeli dapat digunakan untuk memprediksi perilaku yang akan
datang. Artinya bila konsumen menunjukkan niat membeli yang tinggi, dapat
17
diduga bahwa ia akan melakukan pembelian aktual. Karena itu pemasar
berkepentingan untuk mengidentifikasi niat beli konsumen (Suprapti, 2010:148).
Rahma (2007) menyatakan niat yang muncul dalam melakukan pembelian
menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi
suatu kegiatan yang sangat kuat pada akhirnya ketika seorang konsumen harus
memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam
benaknya itu.
Model AIDA menurut Kotler (2008:568) :
1) Attention
Keterkaitan konsumen dan produk, dalam hal ini dimana
perusahaan dapat menaruh perhatian konsumen dengan melakukan
pendekatan agar konsumen dengan melakukan pendekatan konsumen
menyadarinya keberadaan produk dan kualitasnya.
2) Interest
Kepekaan konsumen terhadap produk, dalam tahap ini konsumen
ditumbuhkan dan diciptakan rasa ketertarikan terhadap produk tersebut.
Perusahaan berusaha agar produknya mempunyai daya tarik dalam diri
konsumen, sehingga konsumen memiliki rasa ingin tahu yang dapat
menimbulkan minatnya terhadap suatu produk tersebut.
3) Desire
Keinginan konsumen untuk mencoba dan memiliki produk
tersebut, rasa ingin tahu konsumen terhadap produk tersebut diarahkan
kepada minat untuk membeli.
18
4) Action
Tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk mengambil
keputusan melakukan pembelian setelah memiliki hasrat atau keinginan
untuk memilih objek.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.
Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban
sementara atas masalah yang dirumuskan :
1) Pengaruh Country of Origin Terhadap Brand Image
Merek didefinisikan sebagai suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan
atau
kombinasi
dari
semuanya,
yang
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk
membedakannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan
kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller, 2007). Dalam penelitian terdahulu oleh
Diamantopoulus et al. (2011) berpendapat bahwa country of origin memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap brand image, hal ini juga didukung
oleh penelitian oleh Yamen Koubaa (2008) yang menyatakan bahwa country of
origin berpengaruh positif terhadap brand image. Dengan demikin semakin baik
citra dari suatu negara maka akan memberikan dampak yang positif juga terhadap
citra dari merek tersebut.
19
Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya maka daapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
H1:
Country of Origin berpengaruh positif dan signifikan terhadap
brand image.
2) Pengaruh Country of Origin Terhadap Niat Beli Konsumen
COO dapat memiliki dampak positif atau negatif terhadap niat beli
pelanggan. Dalam pasar yang kompetitif ini, perusahaan memiliki kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pasar global, oleh karena itu aksesibilitas produk asing
akan meningkat. Dalam situasi ini, peran country of origin akan lebih signifikan
dari sebelumnya di mana hanya tersedia barang-barang domestik saja. Pengaruh
country of origin terhadap niat pembelian merupakan kontrol dasar, sebagai
akibatnya ada hubungan antara citra negara asal yang kognitif dan niat beli. Citra
negara asal yang kognitif dapat dilihat dari tingkat teknologi dan ekonomi negara,
yang dapat mempengaruhi citra produk tersebut (Rezvani et al., 2012). Penelitian
Wang dan Yang (2008) menyebutkan bahwa country of origin secara positif akan
mempengaruh niat beli konsumen. Hal serupa juga dikemukakan Yu et al. (2013)
yang menyatakan ada pengaruh positif antara country of origin terhadap niat beli
konsumen.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2: Country of Origin berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat
beli konsumen.
20
3) Pengaruh Brand Image Terhadap Niat Beli Konsumen
Penelitian oleh Bhakar et al. (2013) menyatakan bahwa, brand image
memiliki pengaruh yang signifikan terhadapniat membeli. Hal ini juga didukung
oleh penelitian Semuel dan Lianto (2014) yang mengatakan bahwa, terdapat
hubungan positif antara brand image dan niat membeli. Hasil yang sama juga
disebutkan oleh penelitian Yu et al. (2013) yang juga mengemukakan bahwa brand
image memiliki dampak yang positif terhadap niat membeli konsumen. Penelitian
oleh Maunaza (2012) dan Shah et al. (2012) mengatakan bahwa brand image
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Brand
image mempengaruhi minat beli konsumen sebesar 33,1% dan sisanya 66,9%
dipengaruh oleh faktor lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin
bagus brand image, maka kemungkinan konsumen untuk membeli akan meningkat,
begitu pula sebaliknya apabila brand image semakin buruk, maka akan kecil
muncul niat beli konsumen atas suatu produk tersebut.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan
diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H3: Brand Image berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli
konsumen.
4) Peran Brand Image Dalam Memediasi Country of Origin Terhadap Niat
Beli
Diamantopoulos et al. (2011) menunjukkan bahwa country of origin image
berdampak tidak langsung terhadap niat membeli dan dalam pengaruhnya
sepenuhnya dimediasi oleh brand image. Bhakar et al. (2013) menyatakan peran
21
brand image sebagai variabel mediasi menemukan bahwa country of origin akan
berdampak tidak signifikan terhadap niat pada saat tidak dilakukan bersamaan
dengan brand image. Namun terjadi perbedaan saat country of origin diterapkan
bersamaan dengan brand image terhadap niat beli maka hasil yang sebutkan oleh
Bhakar akan positif dan signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Brand Image mediasi country of origin terhadap niat beli
konsumen.
Gambar 2.1 Model Penelitian Peran Brand Image dalam Memediasi Country
of Origin terhadap Purchase Intention (Studi pada Produk
Mobil Merek Toyota di Kota Denpasar)
Gambar Model Penelitian
Brand Image
(Y1)
H1
Country of Origin
(X)
H4
H2
22
H3
Purchase Intention
(Y2)
Download