PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu. Jagung ini berasal dari Amerika. Dalam penemuan tertanyata Peru dan Meksiko telah membudidayakan jagung sejak ribuan tahun yang lalu. Berkembang terutama di daerah Meksiko, Amerika tengah dan Amerika Selatan. Akhirnya jagung berkembang di Spanyol, Portugis dan Perancis, Italia dan bagian utara Afrika. Pada awal abad ke-16 menyebar ke India dan China (Suprapto, 1999). Jagung (Zea mays L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk indonesia (Dinas pertanian dan kehutanan, 2009). Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubtansi) beras sebab: 1. Jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi. Universitas Sumatera Utara 2. Kandungan protein dalam biji jagung sama dengan biji padi, sehingga jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang dibutuhkan nasi. 3. Jagung dapat tumbuh pada berbagai tanah, bahkan pada kondisi tanah yang agak kering pun jagung masih bisa ditanam (AAK,1993). Di Indonesi sudah dikenal kira-kira 400 tahun yang lalu, yang pertama kali oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Dan lambat laun menyebar keseluruh provinsi yang ada di Indonesia (Rukmana, 1997). Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan dan bahan baku industri. Pada saat produksi tidak memadai, impor terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahun 2005 Indonesia mengimpor jagung 1,80 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,20 juta ton, kalau produksi nasional tidak segera dipacu (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung antara lain yaitu perbaikan teknologi budidaya sesuai dengan ciri agroekosistem yang mampu meningkatkan produksi tanaman jagung. Selain dipengaruhi faktor tumbuh, faktor penting yang mendukung keberhasilan penanaman jagung adalah faktor pengolahan lahan oleh manusia. Kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dapat diberikan melalui pemupukan, takaran , cara dan waktu pemupukan yang tepat disertai dengan pengololahan tanah yang baik. Hal ini membantu meningkatkan ketersedian hara yang diperlukan dan akan Universitas Sumatera Utara menghasilkan produksi jagung yang tinggi. Pemupukan tepat yang berbeda, tergantung dari kesuburan dan jenis tanah. Pada lahan yang bersifat masam, ketersedian P dapat ditingkatkan melaui pengapuran produksi jagung adalah (http://www.tanindo.com/abdi3/hal1901.htm, 2009). Salah satu faktor penentu peningkatan keberhasilan mengendalikan hama dan penyakit. Dengan mengetahui jenis dan gejala serangan hama dan penyakit setidaknya membantu keberhasilan dalam pengendaliannya. Salah satu penyakitnya adalah karat daun (Puccinia polysora U) yang biasanya menyerang tanaman dewasa yang dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan buah (Adisarwanto dan Widyastuti, 2000). Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Ditandai dengan adanya jamur karat pada jagung dan telah diidentifikasi yaitu Puccinia polysora U. Jamur ini untuk pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891. Pada tahun 1940 ditemukan di Karabia dan akhirnya menyebar keseluruh dunia (Semangun, 1993). Dikatakan bahwa Puccinia polysora dan Puccinia sorghi terdapat disemua negara penanam jagung diseluruh dunia, dimana P.Polysora lebih banyak terdapat didataran rendah tropik sehingga sering disebut tropical rust sedangkan P.sorghi lebih banyak terdapat dipegunungan tropik dan didaerah beriklim sedang. Pada waktu P.polysora baru masuk di Afrika diberitakan bahwa kerugian yang ditimbulkan mencapai 70 % akibat serangan penyakit ini (Semangun, 1993). Gejala ditandai dengan baercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan Universitas Sumatera Utara penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan penyebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau (http://balitseral.litbang.deptan.go.id/leaflet/pot, 2009). Pengendalian serangan penyakit karat daun dapat dilakukan dengan menggunakan varietas unggul atau varietas tahan penyakit seperti Metro, Harapan Baru, Kalingga, Arjuna, Wiyasa, dan Pioner 2. Selain itu sanitasi areal tanam dan juga agar tidak lembab serta penyemprotan fungisida Ridomil 35SD, Daconil 75WP, atau Difolatan 4F dengan dosis sesuai anjuran (Adisarwanto dan Widyastuti, 2000). Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektifitas pengendalian secara nabati terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora U.) pada tanaman jagung di dataran rendah. Hipotesa Penelitian Ada perbedaan efktifitas diantara fungisida nabati yang diujikan untuk mengendalikan Puccinia polysora U. pada tanaman jagung. Kegunaan Penelitian • Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. • Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara