BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak – balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan arus stator. Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai. II.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara Rotor Stator Gambar 2.1. Penampang rotor dan stator motor induksi Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa. (a) (b) Universitas Sumatera Utara (c) Gambar 2.2. Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa, (a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya. (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator. Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan shorting rings. (a) (b) Gambar 2.3. Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar (b) Bagian – bagian rotor sangkar Universitas Sumatera Utara Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga phasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap - tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor. (a) (b) Gambar 2.4. (a) Rotor belitan (b) Motor induksi rotor belitan II.3 Medan Putar Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar ( fluks yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta. Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 ( gambar 2.5a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2, Universitas Sumatera Utara t3, dan t4, fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti gambar 2.6c, d, e, dan f. Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor. Gambar 2.5. (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa setimbang (b) Arus tiga phasa setimbang Gambar 2.6. Medan putar pada motor induksi tiga phasa Universitas Sumatera Utara Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut : ns = 120. f p ns = kecepatan sinkron ( rpm ) f = frekuensi ( Hz ) p = jumlah kutub II.3.1 Analisis Secara Vektor Analisis secara vektor didapatkan atas dasar: 1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup ( gambar 2.7 ). Gambar 2.7. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar 2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir. Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ), sedangkan Universitas Sumatera Utara negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (gambar 2.8 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8. Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar). II.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga phasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah e1 = − N 1 dΦ ( Volt )...................................(2.1) dt Universitas Sumatera Utara e1 = 4,44 fN 1Φ ( Volt )..................................(2.2) atau Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan ns = 120 × f p ( rpm ).....................................(2.3) Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya E 2 = 4,44 fN 2 Φ m ( Volt )...............................(2.4) dimana : E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor Фm = Fluksi maksimum(Wb) Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan s= ns − n r × 100% ........................................(2.5) ns Universitas Sumatera Utara Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya E 2s = 4,44 sfN 2 Φ m ( Volt )..........................(2.6) dimana : E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt) f2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar) Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns II.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi II.5.1 Rangkaian Ekivalen Stator Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut : R1 I2 X1 I0 I1 V1 Rc Ic X m I m E1 Gambar 2.9. Rangkaian ekivalen stator motor induksi Universitas Sumatera Utara dimana : V1 = tegangan terminal stator ( Volt ) E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt ) I1 = arus stator ( Ampere ) R1 = tahanan efektif stator ( Ohm ) X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm ) Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.9. Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1. Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1. Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya ( Erotor ) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah : E2S N = 1 =a N2 E rotor atau E2S = a Erotor ……………………………... ( 2.7 ) dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor ekivalen adalah : Universitas Sumatera Utara I2S = I rotor ………………………………. ( 2.8 ) a sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah : Z2S = E2S a 2 E rotor = = a 2 Z rotor …………( 2.9 ) I 2S I rotor Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator. Selanjutnya persamaan ( 2.9 ) dapat dituliskan : E2S = Z 2 S = R2 + jsX 2 ………………...( 2.10 ) I 2S dimana : Z2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator ( Ohm ). R2 = sX2 = tahanan efektif referensi ( Ohm ) reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator ( Ohm ). II.5.2 Rangkaian Ekivalen Rotor Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.10) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Universitas Sumatera Utara Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E 2 s dan ggl lawan stator E1 . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah: E 2 s = sE1 …………………………...…….(2.11) Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I 2 s = I 2 .......................................................(2.12) Dengan membagi persamaan (2.11) dengan persamaan (2.12) didapatkan: E2S sE = 1 ………………………………..(2.13) I 2S I2 Didapat hubungan antara persamaan (2.12) dengan persamaan (2.13), yaitu E2S sE = 1 = R2 + jsX 2 ……..........……....(2.14) I 2S I2 Dengan membagi persamaan (2.14) dengan s, maka didapat E1 R2 = + jX 2 …………….………...……(2.15) I2 s Dari persamaan (2.15) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor. Universitas Sumatera Utara Dari persamaan (2.10) , (2.11) dan (2.15) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut : R2 E2 s I2 R2 X2 I2 sX 2 R2 s E1 X2 I2 1 R2 ( − 1) s E1 Gambar 2.10. Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi. R R2 = 2 + R2 - R2 s s 1 R2 = R2 + R2 ( − 1) ………………...........(2.16) s s Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini. R1 I2 X1 IΦ I1 V1 sX 2 Rc Ic X m Im I2 E1 sE 2 R2 Gambar 2.11. Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa Universitas Sumatera Utara Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.11 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut. R1 I '2 X1 ' I0 I1 V1 X2 E1 Rc Xm Im R2 s ' Ic Gambar 2.12. Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Atau seperti gambar berikut : R1 I '2 X1 ' R'2 I0 I1 V1 X2 Xm Rc Im E1 ' 1 R2 ( − 1) s Ic Gambar 2.13. Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Dimana: X '2 = a 2 X 2 R ' 2 = a 2 R2 Universitas Sumatera Utara Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut. R1 I '2 X1 ' R'2 I0 I1 V1 X2 Xm E1 ' 1 R2 ( − 1) s Gambar 2.14. Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi II.6 Aliran Daya Motor Induksi Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan Pin = 3V1 I 1 cos θ ( Watt )........................( 2.17 ) Universitas Sumatera Utara dimana : V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan(Ampere) θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber. Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain : 1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari : rugi – rugi inti stator ( Pi ) 2 Pi = 3 . E1 ( Watt ) ……………………..( 2.18 ) RC rugi – rugi gesek dan angin 2. rugi – rugi variabel, terdiri dari : rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I12. R1 ( Watt ) ………………….( 2.19 ) rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr ) Ptr = 3. I22. R2 ( Watt ) …………………..( 2.20 ) Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan : Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt ) ………………( 2.21 ) Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan : Universitas Sumatera Utara Pcu = 3. I22. R2 ( Watt ) ………………..( 2.22 ) S Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik. Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah : Pmek = Pcu – Ptr ( Watt ) …………………( 2.23 ) Pmek = 3. I22. R2 - 3. I22. R2 S Pmek = 3. I22. R2. ( Pmek = Ptr x ( 1− s ) s 1− s ) ( Watt ) ……………( 2.24 ) s Dari persamaan ( 2.20 ) dan ( 2.22 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara : Ptr = s. Pcu ( Watt ) ………………………( 2.25 ) Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan : Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt ) ……………( 2.26 ) Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya : Pout = Pmek – Pa&g – Pb ( Watt ) …………( 2.27 ) Universitas Sumatera Utara Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu : Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s. Gambar 2.15 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa : Energi listrik konversi Energi mekanik Gambar 2.15. Diagram aliran daya motor induksi II.7 Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan : η (%) = Pout P − Ploss Pout x100% = in x100% = × 100% . …………….( 2.28 ) Pin Pin Pout + PLoss Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ……………………………………….( 2.29 ) Pin = 3 . V1. I1. Cos φ1 ……………………………………………………( 2.30 ) Universitas Sumatera Utara Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan. Gambar 2.16. Efisiensi pada motor induksi dimana : Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt ) Ptr = rugi – rugi tembaga rotor ( Watt ) Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt ) Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban. II.8 Disain Motor Induksi Tiga Phasa Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni disain A,B,C, dan D. 1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan Universitas Sumatera Utara yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5% 2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin. 3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 % 4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi ( 5 -13 % ), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor. Universitas Sumatera Utara Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.17. Gambar 2.17. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain II.9 Penentuan Parameter Motor Induksi Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc lilitan stator. II.9.1 Pengujian Tanpa Beban Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan tanpa beban ( beban nol ), beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara P1 A IR V IS A A P2 Motor IT Gambar 2.18. Rangkaian pengujian tanpa beban motor induksi Dari data instrumen ukur dapat ditentukan parameter – parameter ( per fasa ) : Zbn = Vbn I bn ≈ X1 + Xm ……………………………..( 2.31 ) Reaktansi magnetisasi ( Xm ) dapat dicari jika reaktansi primer X1 diketahui. Ibn ( jala – jala ) = I R + I S + IT ………...( 2.32 ) 3 Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ( ≤ 0,001 ), sehingga : R2 (1 − s) (1 − s) > > R2 dan juga R2 > > X2' s s maka I2 pada percobaan ini diabaikan. R2 (1 − s) (1 − s) + jX2 ≈ R2 s s Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi tembaga stator dapat dicari sebagai : Pts = I12 . R1……………………………...( 2.33 ) di mana I1 di sini sama dengan Ibn ( fasa ) dan R1 dicari lewat pengujian tahanan stator arus searah. Universitas Sumatera Utara Dan persamaan daya : Pin( bn ) = Pts + Prot ………………………..( 2.34 ) Prot = Pi + Pa & g + rugi lain – lain ………..( 2.35 ) di mana : Prot = daya yang hilang akibat adanya putaran ( Watt ). Pi = rugi inti ( Watt ). Pa & g = rugi angin dan gesekan ( Watt ) II.9.2 Pengujian Tahanan Stator Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator ( primer ) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi operasi normal ( resistansi kumparan merupakan fungsi suhu ). Gambar 2.19. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 2.19.a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R1, sehingga : V AS = 2R1 I AS Universitas Sumatera Utara atau R1 = V AS ………………………………( 2.36 ) 2 I AS Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.19.b), maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total : R1 R1 R1 Sehingga : V AS 2 = . Rt 3 I AS atau R1 = 3V AS ………………………………( 2.37 ) 2 I AS Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak – balik yang dapat menimbulkan efek kulit ( skin effect ) yang mempengaruhi besarnya nilai R1. Universitas Sumatera Utara II.9.3 Pengujian Rotor Tertahan Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta instrumen – instrumen ukur pada gambar berikut : IR P1 A V IS fr = fj = f uji IT Motor A A Rotor Ditahan P2 Gambar 2.20. Rangkaian rotor ditahan motor induksi di mana : fr = frekuensi rotor; fj = frekuensi jaringan listrik; fuji = frekunsi uji Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai–nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan frekuensinya dapat disetel atau diatur ( adjustable ). IRT ( jala – jala ) = I R + I S + IT 3 ≈ Inominal ………………( 2.38 ) Universitas Sumatera Utara di mana : IRT = arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan. Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar : ZRT = V ph R RT ……………………………………………..( 2.39 ) di mana : ZRT = RRT + jXRT' ………………………………………( 2.40 ) RRT = R1 + R2 …………………………………………...( 2.41 ) XRT' = X1' + X2'………………………………………….( 2.42 ) di mana : R1 dan R2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor. X'1 dan X'2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji. Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi normal adalah : XRT = f no min al . XRT' = X1 + X2 …………………………( 2.43 ) f uji Adapun untuk menentukan besarnya nilai X1 dan X2 dapat dilihat pada tabel berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor. Disain Rotor X1 X2 Rotor belitan 0,5 XRT 0,5 XRT Kelas A 0,5 XRT 0,5 XRT Kelas B 0,4 XRT 0,6 XRT Kelas C 0,3 XRT 0,7 XRT Kelas D 0,5 XRT 0,5 XRT Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA ( National Electrical Manufacturers Association ). Universitas Sumatera Utara