Document 3322662

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa
2.1.1
Definisi Komunikasi Massa
Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau
informasi kepada orang lain dengan menggunkakan sarana tertentu guna
mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi massa
adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa (communicating with
media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan
sarana media.1
Media massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi massa.
Massa sendiri artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang – kelompok,
kerumunan, publik”. Komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan
media massa untuk membuat produksi massa dan untuk menjangkau khalayak
dalam jumlah besar. Disamping itu, ada pula makna lain yang dianggap makna
asli dari kata massa, yaitu makna yang mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk,
dan komponen-komponennya sulit dibedakan satu sama lain. Kamus Bahasa
Inggris memberikan definisi massa sebagai suatu kumpulan orang banyak yang
tidak mengenal keberadaan individualitas. Definisi ini hampir menyerupai
1
Warsito.Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 2005
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
pengertian massa yang digunakan oleh para ahli sosiologi, khususnya bila dipakai
dalam kaitannya dengan audien media.
Menurut Joseph Straubhaar & Robert Larose, komunikasi adalah proses
pertukaran informasi. Informasi adalah isi dari komunikasi (The Process of
exchanging information. Information is put simply, the content of communication)
Terlebih di zaman modern seperti ini, pasti manusia sangat membutuhkan
informasi. Tanpa adanya informasi manusia sukar untuk bererkembangan untuk
mencapai hidup yang efektif. Selain komunikasi yang diperlukan, pada saat ini
peranan komunikasi massa juga menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan
bermasyarakat diseluruh penjuru dunia.
Meletzke (1936) menghimpun beberapa pengertian dari komunikasi
massa, beberapa diantaranya yaitu :2
1. Komunikasi
massa
diartikan
setiap
bentuk
komunikasi
yang
menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyiaran teknis
secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar
2. Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu
kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah
populasi dari berbagai kelompok, dan bukan satu atau hanya beberapa
individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga
mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk
2
Jalaludin Rahmat.Psikologi Komunikasi.PT Remaja Rosda Karya: Bandung. 2001. Hal 188-189
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat
yang sama semua orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat.
3. Bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama
karena memiliki kartakeristik utama sebagai berikut: diarahkan pada
kahalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim, pesan disampaikan
secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara
serentak, bersifat sekilas, komunikator cenderung berada atau bergerak
dalam organisasi yang kompleks.
Jadi menurut beberapa definisi diatas komunikasi massa merupakan salah
satu jenis komunikasi. komunikasi ini dilakukan melalui media elektronik baik itu
media televisi ataupun media cetak yang ditujukan kepada khalayak yang tersebar
luas, heterogen dan anonim sehingga dapat diterima secara serentak, dan dapat
mempengaruhi khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikan.
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa
Karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto Alvinaro, dkk.
Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Sebagai berikut:
1. Komunikasi Terlembagakan, Ciri komunikasi massa yang pertama
adalah komunikatornya. Komunikasi massa itu melibatkan lembaga
dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2. Pesan bersifat umum, komunikasi ini bersifat terbuka, artinya
komunikasi itu ditujukan untuk semua orang dan kelompok orang
tertentu.
3. Komunikannya Anonim dan Heterogen, dalam komunikasi massa,
komunikator tidak mengenal komunikan (anonim).
4. Komunikasi menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping
anonim komunikan-komunikan massa adalah heterogen karena terdiri
dari lapisan masyarakat yang berbeda.
5. Media massa menimbulkan keserempakan. Keserempakan media
massa itu sebagai keserempakan konteks dengan jumlah besar
penduduk dalam jumlah yang jauh dari komunikator dan penduduk
tersebut satu sama lainnya berbeda pada keadaan terpisah.
6. Komunikasi massa mengutamakan isi dari pada hubungan, salah satu
prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi
dan dimensi hubungan. Dimensi ini menunjukkan urutan atau isi
komunikasi, yaitu apa yang dikatakan sedangkan dimensi hubungan
menunjukkan
bagaimana
cara
mengatakannya,
yang
juga
mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi
tersebut.
7. Komunikasi bersifat satu arah, karena komunikasinya melalui media
massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan
kontak langsung, komunikator aktif dalam menyampaikan pesan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
komunikanpun aktif menerima pesan. Namun diantara keduannya
tidak dapat melakukan dialog secara langsung.
8. Stimulasi alat jika terbatas, dalam komunikasi massa, simulasi alat
indra tergantung pada jenis media massa. Pada radio siaran dan
rekaman auditif, khalayak hanya mendengar lain halnya dengan media
televisi atau film penyebarannya tidak hanya secara audio saja tetapi
juga visual.
9. Umpan balik tertunda (delayed) dan tidak langsung (indirect),
komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan
feedback merupakan faktor yang penting dalam komunikasi massa.
Efektifitas komunikasi seringnya dapat dilihat dari umpan balik yang
disampaikan oleh komunikan.3
2.1.3
Fungsi Komunikasi Massa
Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati
dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan fungsi komunikasi
telah menjadi diskusi yang cukup penting, terutama konsekuensi melalui media
massa. Fungsi komunikasi seperti yang dijelaskan menurut Dominick dalam
Ardianto, Elvinaro dkk Komunikasi Massa Suatu Pengantar sebagai berikut.4
3
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdiyana. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.Simbiosa
Rekatama Media. Bandung. 2007
4
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi. Bandung: CvMandar Maju. 1989
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
1. Surveillance (pengawasan) fungsi pengawasan komunikasi massa
dibagi dalam bentuk utama fungsi utama pengawasan peringatan
terjadi ketika media massa menginformasikan terhadap suatu ancaman,
dan fungsi pengawasan instrumental dimana penyampaian atau
penyebaran informasi memiliki kegunaan atau dapat membantu dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Interpretation (penafsiran), media massa tidak hanya menyediakan
data dan fakta, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian
penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan
peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran
media adalah ingin mengajak para pembaca atau pemirsa atau
pendengar untuk memperluas wawasan.
3. Linkage (pertalian), media massa dapat menyatukan anggota
masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan
kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of Value (penyebaran nilai-nilai) fungsi penyebaran nilai
tidak cukup kentar. Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi
mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku dan nilai
kelompok. Media massa yang mewakili gambaran itu ditonton,
didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan bagaimana mereka
bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media
mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk
menirunya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
5. Entertainment (hiburan) televisi misalnya, banyak memuat acara
hiburan, melalui berbagai macam acara di televisi pun masyarakat
dapat menikmati. Fungsi dari media massa adalah menghibur dengan
kata lain bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak.
Karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan
hiburan di televisi atau bioskop dapat membuat pikiran khalayak segar
kembali.5
2.1.4
Isi Pesan Komunikasi Massa
Isi pesan komunikasi massa adalah sebagai berikut:
1. Novelty (sesuatu yang baru)
Sesuatu yang “baru” merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan
media massa. Khalayak akan tertarik untuk menonton suatu program
televisi, mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar apabila isi
pesannya dipandang mengungkapkan sesuatu hal yang baru atau belum
pernah diketahui.
2. Jarak (proximity)
Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasikannya
peristiwa itu, mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk
5
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi. Bandung: CvMandar Maju. 1989. Hal 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupannya dan
lingkungannya.
3. Popularitas
Peliputan tentang tokoh, organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang
penting dan terkenal, akan lebih menarik perhatian khalayak.
4. Pertentangan/konflik
Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan, baik dalam bentuk kekasaran
maupun menyangkut perbedaan pendapat dan nilai, biasanya lebih disukai
oleh khalayak.
5. Komedi
Manusia pada dasarnya lebih tertarik kepada hal-hal yang lucu dan
menyenangkan.Oleh karena itu, bentuk-bentuk penyampaian pesan yang
bersifat humor/komedi lazimnya disenangi khalayak.
6. Seks dan Keindahan
Salah satu sifat manusia adalah menyenangi unsur seks dalam
keindahan/kecantikan, sehingga kedua unsur ini bersifat universal. Kedua
unsur itu selalu menarik perhatian orang, itulah sebabnya media massa
sering kali menonjolkan kedua unsur tersebut.
7. Emosi
Hal-hal yang berkaitan dengan menyentuh kebutuhan dasar/basic needs
manusia seringkali bisa menimbulkan emosi dan simpatik khalayak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
8. Nostalgia
Pengertian nostalgia disini merujuk pada hal-hal yang mengungkapkan
pengalaman di masa lalu.
9. Human Interest
Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa atau hal-hal
yang menyangkut kehidupan orang lain. 6
2.1.5
Media Komunikasi Massa
Media menurut Cangara, adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak sedangkan pengertian
media massa sendiri adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi.7
Dari penjelasan yang telah disebutkan diatas, bila media massa merupakan
media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada
khalayak yang bersifat satu arah, dalam penelitian ini media massa yang
digunakan dalam penyampaian pesannya adalah melalui program komedi.
Komedi sendiri masuk dalam bagian komunikasi dua arah karena ada dialog
secara langsung antara komunikator dengan komunikan.
6
Deddy Mulyana.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2002. Hal
76
7
Cangara Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. 2004. Hal 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatar belakangi pemunculan
suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya dapat
dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa
sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila pada abad
ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa. 8 Bahkan dalam pembabakan
sejarah umat manusia, Mcluhan (1964) menyatakan sebagai babak neo-tribal
(sesudah babak tribal dan babak Gutenberg). Yakni massa dimana alat-alat
elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indra
dalam komunikasi.
Media komunikasi massa ini adalah alat yang dapat menghubungkan
antara sumber dengan penerima yang sifatnya terbuka.9
2.2
Media Massa
2.2.1
Pengertian Media Massa
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Media massa (saluran) yang dihasilkan oleh
teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media
massa yakni, media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lainlain. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern
sebagai saluran dalam komunikasi massa.10
8
Djalaludin Rakhmat. Teori Komunikasi Massa.Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002. Hal 174
Ibid. Hal43
10
Nurudin. 2013. Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali Pers. Jakarta.Hal 3-4
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Dari sekian banyak definisi bisa dikatakan media massa bentuknya antara
lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid),
buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa yang sudah sangat
modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media massa, yakni
ditemukannya internet.11 Media massa itu tidak berdiri sendiri. Di dalamnya ada
beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan informasi sebelum
informasi itu sampai kepada audience-nya. Mereka yang bertugas itu sering
disebut sebagai gatekeeper.12 Pidato politisi bisa menjadi proses komunikasi
massa jika disiarkan oleh media massa dan dinikmati oleh ribuan atau jutaan
audience.
Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang
bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah
ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.13
2.2.2
Bentuk-bentuk Media Massa
Media Massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni
media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi
kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media
11
Ibid.Hal 4-5
Ibid.Hal 7
13
Ibid.Hal 9
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film,
media online (internet).14
A.
Surat Kabar
Berbicara tentang surat kabar, ungkap Agee dan kawan-kawannya
yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, orang akan tertuju
kepada Sundy Time yang terbit di New York, dengan oplah nasional setiap
minggunya. Koran-koran dengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan
surat kabar metropolitan, yang selain terbit di New York, terdapat pula di
Washington, Chicago, Los Angeles.
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan
dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan
surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann
Guternberg di Jerman. Prototipe pertama surat kabar di terbitkan di
Bremen Jerman pada tahun 1609. Di Inggris, surat kabar pertama yang
masih sederhana terbit pada tahun 1621. Surat kabar harian yang pertama
di Amerika Serikat adalah Pennsylvania EveningPost dan Daily Advertiser
yang terbit pada tahun 1783.
Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan
panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan
Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, serta zaman orde
lama dan serta orde baru. Surat kabar sebagai media massa dalam masa
14
Elvinaro Ardianto.,dkk.Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama.
Bandung. 2007. Hal 103-150
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
orde baru mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan
dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia.
Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan
persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi.
Hal ini sesui dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu
keingintahuan akan setiap peristiwa
yang terjadi di sekitarnya.
Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup : publisitas,
periodesitas, universalitas, aktualitas, dan terdokumentasikan. Surat kabar
dapat dikelompokan pada berbagai katagori. Dilihat dari ruang
lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar lokal, regional, dan
nasional.
B.
Majalah
Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada
pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah
membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam
dunia media massa cetak di Amerika. Menurut Dominick yang dikutip
oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, klasifikasi majalah dibagi ke
dalam lima katagori utama, yakni : (1) general consumer magazine
(majalah konsumen umum); (2) business publication (majalah bisnis); (3)
literacy reviewsand academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah);
(4) newsletter (majalah khusus terbitan berkala); (5) public relations
magazines (majalah humas).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama
setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali dari
negara-negara Eropa dan Amerika. Sejarah keberadaan majalah sebagai
media massa di Indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan
Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan
namaPantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan
perkata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI.
Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi
utama media berbeda satu dengan yang lainnya.Majalah berita seperti
Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai
peristiwa dalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan.
Majalah wanita dewasa Femina, meskipun isinya relatif menyangkut
berbagai informasi dan tips masalah kewaanitaan, lebih bersifat
menghibur. Fungsi informasi dan mendidik mungkin menjadi prioritas
berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberi
pendidikan mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya
mungkin informasi.
Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat
dibedakan dengan surat kabar karena majalah memiliki karakteristik
tersendiri, yaitu : Penyajian lebih dalam, Nilai aktualitas lebih lama,
Gambar/ foto lebih banyak, Kover sebagai daya tarik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
C.
Radio
Sebelum tahun 1950-an, ketika televisi menyedot banyak perhatian
khalayak radio siaran, banyak orang memperkirakan bahwa radio siaran
berada diambang kematian. Radio adalah media massa elektronik tertua
yang luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaanya, radio siaran
telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset,
televisi, televisi kabel, electronic games dan personal cassete players.
Keunggulan radio siaran adalah berada dimana saja : di tempat
tidur (ketika orang akan tidur dan bangun tidur), di dapur, di dalam mobil,
di kantor, dijalanan, di pantai, dan berbagai tempat lainnya. Radio
memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang
khusus untuk khalayak tertentu.
Radio Siaran (broadcasting) yang digunakan sebagai alat atau
media komunikasi massa, mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff
pada tahun 1915. Radio siaran juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial
seperti surat kabar, di samping empat fungsi lainnya yakni memberi
informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Faktor-faktor
yang memengaruhi kekuatan radio siaran tersebut adalah daya langsung,
daya tembus, dan daya tarik.
Mark W. Hall dalam buku Broadcast Journalism yang dikutip oleh
Elvinaro Erdianto dan kawan-kawan bahwa perbedaan mendasar antara
media cetak dengan radio siaran ialah media cetak dibuat untuk konsumsi
mata, sedangkan radio siaran untuk konsumsi telinga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
D.
Televisi
Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling
berpengaruh pada kehidupan mansia.99% orang Amerika memiliki televisi
di rumahnya.Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, dan
iklan.Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui
pertumbuhan televisi kabel.
Tahun 1948 merupakan tahun penting dalam dunia pertelevisian,
dengan adanya perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di
Amerika.Karena perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke
waktu media ini memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat seharihari.Secara bertahap, layar televisi berkembang dari diagonal 7 inci
kemudian 12, 17, 21, 24, sampai 39 inci.Penonton televisi kini lebih
selektif. Jam tayang televisi bertambah. Penerimaan programnya
mengalami peningkatandari waktu ke waktu.Sistem penyampaian program
lebih berkembang lagi.
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai
pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya
pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan.
Selama tahun 1962-1963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari
dengan segala kesederhanaannya.
Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran lainnya,
yakni Rajawali Citra Televisi (RCTI), yang bersifat komersial. Secara
berturut-turut berdiri stasiun televisi, Surya Citra Televisi(SCTV), Televisi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7,
Lativi, Metro Tv, Trans Tv, Global Tv, dan televisi-televisi daerah seperti
BandungTV, JakTV, Bali TV, dan lain-lain. Karakteristik televisi adalah
Audiovisual, Berpikir dalam Gambar, dan Pengoprasian Lebih Kompleks.
E.
Film
Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran
dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi
orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Industri film adalah
industri bisnis. Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama
yang diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada
tahun 1926 oleh David.Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik
film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan
identifikasi psikologis. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita,
film berita, film dokumenter, dan film kartun.
F.
Komputer dan Internet
Lebih dari limaorang Amerika dewasa menggunakan internet di
rumah, kantor, atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya setiap hari.
Dari karakteristik jenis kelamin hampir sama banyaknya lelaki dan
perempuan
yang
menggunakan
web
(situs).
menggantungkan pada situs untuk memperoleh berita.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pengguna
internet
28
Industri media komputer memiliki beberapa bidang utama, antara
lain : pabrik perangkat keras komputer, pembuat perangkat lunak
komputer (pembuatan program-program
yang menjalankan mesin
komputer).
2.3
Film Sebagai Media Massa
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di
bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film Amerika
diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat disini membanjiri pasar global dan
memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Industri
film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang
masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan
memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan)
yang sempurna. Menurut Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto
meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis
yang memberikan keuntungan, kadang-kadang
menjadi mesin uang yang
seringkali, demi uang keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.15
15
Ibid, hal 143
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.3.1
Jenis Film
Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis
film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film
dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film
kartun.16
a.
Film Cerita
Film Cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung suatu
cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang
film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.
Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif
atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur
menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya. Cerita
sejarah yang pernah diangkat menjadi film adalah G.30 S PKI, Janur
Kuning, Serangan Umum 1 Maret, dan yang baru-baru ini dibuat adalah
Fatahilah. Sekalipun film cerita itu fiktif, dapat saja bersifat mendidik
karena mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi.
b.
Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa
yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berit, maka film yang disajikan
kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita
itu adalah penting dan menarik. Jadi berita juga harus penting atau
16
Ibid, hal 148-149
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
menarik atau penting sekaligus menarik. Film berita dapat langsung
terekam dengan suaranya, atau film beritanya bisu, pembaca berita yang
membacakan narasinya. Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya
terekam secara utuh.
c.
Film Dokumenter
Film Dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert
Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment
of actuality). Film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi
(pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.
Banyak kebiasaan masyarakat Indonesia yang dapat diangkat
menjadi film dokumenter, diantaranya upacara kematian orang Toraja,
upacara ngaben di Bali.
d.
Film Kartun
Film Kartun (Cartoon film) dimuat untuk dikonsumsi anak-anak.
Dapat dipastikan, kita semua mengenai tokoh Donald Bebek (Donald
Duck), Putri Salju (Snow White), Miki Tikus (Mickey Mouse) yang
diciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt Disney.
Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun bisa juga
mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam bahwa kalau ada
tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah yang selalu
menang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2.3.2
Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar,
pengmbilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. 17
a.
Layar yang Luas / Lebar
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan
media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini ada layar televisi
yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat khusus dan
biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan
sejenisnya.
Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya
untuk melihat adegan-adegan yang disajikan di film. Apalagi dengan
adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya
sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata
dan tidak berjarak.
b.
Pengambilan Gambar
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau
shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauhatau extrame long
shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh.
Shot, tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang
sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan
17
Ibid, hal 145-147
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
tergugah melihat seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir
pada tengah hari yang amat panas.
Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang
bergerak di tengah luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui panoramicshot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran,
bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang
dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat
tersebut.Sebaliknya, pengambilan gambar pada televisi lebih sering dari
jarak dekat.
c.
Konsentrasi Penuh
Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di
bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba,
pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, tampak di depan kita layar luas
dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar
karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata tertuju pada layar,
sementara pikiran perasaan kita tertuju pada lajur cerita. Dalam keadaan
demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahakbahak manakala adegan film lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila
ada adegan yang menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan
bila adegan menyeramkan (biasanya anak-anak) dan bahkan menangis
melihat adegan menyedihkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
d.
Identifikasi Psikologis
Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop
telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan.
Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak
sadar kita menyamakan (mengidentifikasikan) pribadi kita dengan salah
seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang
berperan.Menurut Effendy yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto gejala ini
menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis.
Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya
sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu
yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model
rambut. Hal ini disebut imitasi. Kategori penonton yang mudah
terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski
kadang-kadang orang dewasa pun ada.
2.4
Teks
Teks merupakan elemen multimedia
yang menjadi dasar untuk
menyampaikan informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan
membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil. Teks merupakan cara yang
paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna, sehingga
penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. 18
18
Fred T. Hofstetter. Multimedia Literacy. 2001. Hal 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
2.5
Elemen - Elemen dalam Gambar
Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan
cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila tepat memilihnya, bisa memiliki nilai
yang sama dengan ribuan kata, secara individual juga mampu untuk memikat
perhatian. Gambar berdiri sendiri dan selalu memiliki subjek yang mudah
dipahami sebagai simbol yang jelas dan mudah dikenal.
Misalnya sebuah foto mobil sport yang melaju dengan cepat di jalan bebas
hambatan, foto tersebut memberikan konotasi pengertian yang pasti atau gambar
seekor harimau dipadu dengan mobil sport, maka akan tercipta informasi
mengenai kecepatan dan keindahan. Pembuatan suatu gambar dimaksudkan untuk
mendukung suatu pengertian riil dan diungkapkan melalui berbagai bentuk
gambar yang disebut logo, ilustrasi, karikatur dan sebagainya.
Gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk suatu
tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam membuat gambar yang baik,
teknik pengambilan suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar
yang baik. Teknik pengambilan suatu gambar dapat memiliki kode-kode yang
mempunyai makna tersendiri. Kode-kode tersebut menginformasikan hampir
seluruh aspek tenatang keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat
bagi analisis seni popular dan media. Berbagai elemen terdapat dalam kode,
terutama yang berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih
detail. Jelasnya dapat diperlihatkan melalui tabel berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Tabel 2.1 : Elements of Language Picture19
Signified
Signifier
High (looking up)
Power, authority
Low (looking down)
Disempowerment
Eye Level
Equality
Big Close Up
Emotion,
Camera
Angle
internal
Camera
focalization
Distance
Close-Up
Intimacy,
internal
focalization
Medium Shot
Involvement, internal
focalization
Long Shot
Distance,
context,
external focalization
Wide Angle
Dramatic emphasis
Normal
Diegetic reality
Telephoto
Voyeurism
Pan (camera rotates on
Context,
Lens
Camera
fixed point)
19
Keith Selby and Ron Coedery, How to Study Television, London, Mc Millisan, 1995
http://digilib.mercubuana.ac.id/
external
36
Movement
focalization
Tracking
(camera
runson track parallel to
Involvement,
pace,
internal focalization
action)
Tilt
(following
Effect of movement –
movement
up
and
drama or humor
shot
Entrance
down)
Crane
(high
moving quickly to or
withdrawal
from subject)
diegetic
Handheld
Participation
to
or
from
in
diegetic, point of view
Zoom in
Surveillance, external
focalization
Zoom Out
Relation of subject to
context
Sharp Focus
Diegetic
Focus
anticipation
Soft Focus
Interpersonal
function; mood
http://digilib.mercubuana.ac.id/
reality;
37
Selective Focus
Significance;
privileging
High Key
High
modality;
Lighting
positive mood
Low Key
Low
modality;
uncertainty; negative
mood
Back Lighting
Interpersonal
function; high value
Fill (closest to natural
Diegetic reality
light)
2.6
Feminisme
Teori feminis berusaha menganalisis berbagai kondisi yang membentuk
kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam pemahaman cultural
mengenai apa artinya menjadi perempuan. Awalnya teori feminis diarahkan oleh
tujuan politis gerakan perempuan-yakni kebutuhan untuk memahami subordinasi
perempuan dan eksekusi atau marjinalisasi perempuan dalam berbagai wilayah
kultural maupun social. Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan
antara laki-laki, perempuan lebih sering dijadikan objek dibanding pencipta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
pengetahuan. Teori feminis adalah soal berfikir untuk kita sendiri-perempuan
menghasilkan pengetahuan tentang perempuan dan gender bagi perempuan.20
Teori feminis adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan
mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari
perspektif yang terpusat pada perempuan.21 Ada tiga hal yang menjadi pusat teori
ini, yaitu (1) sasaran utama studi ini adalah situasi dan pengalaman perempuan
dalam masyarakat, (2) proses penelitian, menjadikan perempuan sebagai subyek
utama, dan menggunakan sudut pandang perempuan terhadap dunia sosial, (3)
dikembangkan oleh teori kritis dan aktivis demi kepentingan perempuan, untuk
menciptakan kehidupan perempuan yang lebih baik dan untuk kemanusiaan. Teori
ini memang berbeda dengan teori sosiologi karena dalam teori ini mempunyai
fokus utama pada perempuan dan teori ini juga berasal dari pemikiran komunitas
interdisipliner.
Teori feminis sejalan dengan pemikiran teori kritis, dalam teori sosial
kritis mempelajari bidang – bidang pengetahuan yang secara aktif bergulat
dengan persoalan sentral yang dihadapi kelompok orang yang berada ditempat
yang berbeda dalam konteks politik, sosial, dan sejarah yang dicirikan oleh
ketidakadilan. Sama halnya dengan teori feminis yang bertujuan untuk
memberikan pencerahan dan kesetaraan bagi kaum perempuan dalam pencapaian
kehidupan yang lebih baik, dalam konteks politik (posisi/jabatan publik), sosial
(kesetaraan gender, diakui dalam masyarakat) dan dari sejarah ketidakadilan
ataupun penindasan yang dialami perempuan.
20
21
Jackson, stevi, Jackie Jones, 2009, Teori-teori Feminis Kontemporer, hal 1
George Ritzer.Teori Sosiologi Modern.Kencana:Jakarta. 2003.Hal 403
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Teori feminis telah membentuk suatu tipologi tersendiri untuk mengkaji
segala permasalahan tentang perempuan. Sama halnya untuk menjelaskan adanya
perbedaan gender, variasi mendasar teori feminis menjawab pertanyaan deskriptif
“Apa peran perempuan?” terkait posisi perempuan dan pengalamannya di dalam
kebanyakan situasi yang berbeda dengan laki – laki. Adanya teori feminis
eksistensi dan fenomenologi yang kemudian berusaha menjawab “Mengapa
situasi perempuan seperti itu?”.
Untuk menjelaskan adanya perbedaan gender seringkali digunakan teori
yang dapat mendeskripsikan, menjelaskan dan melacak implikasi bagaimana
perempuan dan lelaki menjadi tidak sama dalam hal perilaku dan pengalaman.
Analisis fenomenologis dan eksistensial dapat digunakan untuk mengkaji adanya
perbedaan gender, utamanya yaitu terkait adanya marginalisasi perempuan
sebagai Other dalam kultur yang diciptakan laki – laki. Perbedaan perempuan
dengan laki – laki sebagian besar berasal dari fakta kontruksi sosial yang
meminggirkan perempuan dan sebagian dari internalisasi diri “Otherness”.
Pertanyaan yang krusial terkait hal itu, adalah apakah perempuan dapat
membebaskan dirinya dari status obyek / orang lain dan apakah pembebasan itu
mereka harus menjadi seperti laki- laki atau dapat mencapai subjektivitas yang
berbeda. Ada kultur yang berkembang yang diciptakan laki – laki sehingga
mengasumsikan pria sebagai subyek, dan memposisikan perempuan sebagai
obyek, bahkan mampu mengkontruksi perempuan sebagai “orang lain” (other).
Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa kaum
perempuan pada dasarnya ditindas. Dalam usaha mengakhiri penindasan tersebut,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
mereka masuk berselisih mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan
terjadi. Dengan demikian, feminisme laki-laki, melakukan berbagai perjuangan
diantaranya untuk transformasi sistem dan struktur yang tidak adil menuju system
bagi perempuan maupun laki-laki.
Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan
gender. Feminis membedakan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin
merujuk pada bagaimana laki-laki dan perempuan dipandang secara biologis,
sementara gender merupakan peran ideologis dan material yang dibentuk serta
dilekatkan oleh masyarakat terhadap kedua jenis kelamin tersebut. Gender
kemudian digunakan untuk menjustifikasi perlakuan tidak adil serta menjadi dasar
ideologi suatu bentuk ketidakadilan sosial.
Secara umum, istilah feminisme merujuk pada pengertian sebagai ideologi
pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah
keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. 22
Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminisme
dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan
proses produksi maupun resepsi.
Dalam dunia sastra, dikenal istilah kritik sastra feminisme, yaitu cara
menganalisis
posisi
perempuan
ditengah-tengah
masyarakat.
Bagaimana
perempuan diposisikan di dalam teks sastra dan kaitannya dengan konstruksi
22
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Ombak: Yogyakarta. Hal.
73
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
budaya patriarkal yang telah mendominasi peradaban. Dasar pemikiran
berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan
seperti tercermin dalam karya sastra.23
Laki-laki dan perempuan telah direpresentasikan oleh media sesuai
dengan stereotip-stereotip kultural untuk mereproduksi peranan-peranan jenis
kelamin secara tradisional.
2.7
Feminisme Eksistensialis
Simone de Beaviour adalah tokoh dari feminisme eksistensialis.
Eksistensialisme untuk perempuan dengan mengadopsi bahasa ontologis dan
bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai
“laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan.
Meskipun “fakta” reproduksi ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
seringkali jauh lebih sulit bagi perempuan untuk menjadi diri, terutama jika ia
telah mempunyai anak, menurut Beauvoir, fakta itu dapat membuktikan dengan
cara apapun mitos sosial bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi diri, secara
intristik, memang lebih rendah dari pada laki-laki.
Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan
psikologis tentang perempuan misalnya, peran utamanya dalam reproduksi
23
Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi. Pustaka Widyatama: Yogyakarta. Hal 146
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
psikologis relatif terhadap peran sekunder laki-laki, kelemahan fisik perempuan,
relatif terhadap kekuatan fisik laki-laki, dan peran tidak aktif yang dimainkannya
dalam hubungan seksual adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki dapat saja
benar, namun bagaimana kita menilai fakta ini bergantung pada makhluk sosial.24
Dalam bukunya The second sex, Beauvior menjelaskan telah terjadi
ketidakefektifan historis perempuan, bahwa tidak dimilikinya sumber teoritis yang
sebanding
untuk
dapat
menstimulasi
dalam
menganalisis
dan
terus
mempertanyakan situasi sebagai perempuan pada begitu banyak ranah (sastra,
agama, politik, kerja, pendidikan). The second sex merupakan pemikiran feminis
klasik. Karya Beaviour ini telah memberikan sumbangsih terhadap pemikiran
feminis tentang ke-Liyanan perempuan.
Sejarah pemikiran Beauvior tidak lepas dari sejarah pemikiran Sartre, yang
tidak lain adalah kekasih dan mentor Beauvior. The second sex merupakan teks
eksistensialis, Beaviour banyak menggunakan istilah yang digunakan Sartre,
dengan memodifikasi makna agar dapat sesuai dengan agenda feminisnya. Sartre
sendiri mempopulerkan tubuh ide yang berakar dari filsafat G.W.F Hegel. Poin
yang paling penting dari ide ini adalah penggambaran Hegel mengenai psike
sebagai “jiwa yang teralienasi sendiri”. Hegel melihat bahwa kesadaran berada
dalam alinea yang terbagi. Di satu sisi, ada ego yang mengamati dan ego yang
diamati.25
Sartre membuat perbedaan antara pengamat dan diamati dengan membagi
diri kedalam tiga bagian yaitu, Ada untuk dirinya sendiri (pour–soi) dan Ada
24
25
Rosemarie Putnam Tong, 1998, Feminist Thought, Jalasutra, Yogyakarta, hal 262
G.W.F Hegel, The Phenomenology of Mind, New York, Harper & Row, 1967
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
dalam dirinya sendiri (en-soi), Ada untuk yang lain. Sartre lebih sering
menggambarkan secara negatif yaitu Ada dengan melibatkan “konflik personal
karena setiap Ada untuk dirinya sendiri berusaha menemukan Ada-nya sendiri
dengan secara langsung atau tidak langsung menjadikan yang lain sebagai
objek.26 Karena setiap Ada untuk dirinya sendiri membangun dirinya sebagai
subyek, sebagai Diri, tepat dengan mendefenisi ada Liyan. Dalam eksistensialisme
untuk perempuan, Beauvior mengemukakan bahwa laki – laki “Sang Diri”,
sedangkan perempuan “Sang Liyan”.
Eksistensi menurut Sartre mendahului esensi. Manusia harus memilih,
harus mengambil keputusan dan walaupun tanpa penentuan yang otoritef,
manusia harus memilih. Pengambilan keputusan ini berkaitan erat dengan
penentuan esensi dari manusia itu sendiri. Jadi manusia adalah individu yang lebih
dulu berseksistensi kemudian ia sendiri menentukan esensinya dengan membuat
pilihan – pilihan bebas atas berbagai kemungkinan yang dihadapinya. Sartre
menegaskan bahwa tidak ada yang memaksa kita untuk melakukan tindakan
dengan cara apapun juga secara mutlak manusia bebas.
Dalam proses transformasi dari masa lalu, kini dan masa depan manusia
bebas menentukan pilihannya sendiri untuk menjadi eksis dalam dirinya. Begitu
juga ketika memilih satu pilihan untuk diri kita, secara terus menerus
menghilangkan kemungkinan Liyan. Ada beban psike yang dialami seperti
ketakutan, ketidakberdayaan, dalam melakukan keputusan tentang diri sendiri.
Sartre mengkategorikan hal tersebut sebagai “bad faith” yaitu suatu keadaan yang
26
Jean Paul Sartre.1947.Existensialism. Philosophical Library: New York.Hal 364
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
dekat dengan penipuan diri, kesadaran semu, atau delusi. Sartre menganalisis jenis
“bad faith” yang paling tipikal adalah menyembunyikan diri dalam peran yang
tampaknya tidak memberikan ruang untuk melakukan pilihan. Tujuan “bad
faith” adalah untuk melarikan dari kondisi buruk.
Eksistensialisme merupakan suatu gerakan filosofis yang mempelajari
pencarian makna seseorang dalam keberadaannya (eksistensinya). Manusia yang
eksis adalah manusia yang terus berusaha mencari makna dalam kehidupannya.
Karena berbicara mengenai makna, eksistensialisme tidak memperlakukan
individu sebagai sekedar konsep, melainkan menghargai subyektivitas individu
jauh melampaui obyektivitasnya. Jika kebebasan mempunyai makna, maka
kebebasan haruslah bertanggung jawab terhadap tindakan yang dipilih untuk
dilakukan, dengan menyadari bahwa selalu ada ruang untuk mengambil pilihan,
bagaimanapun terbatasnya situasi yang dihadapinya. Manusia bebas menentukan
apa yang menjadi esensi dirinya. Penentuan ini dilakukan dengan membuat
pilihan – pilihan. Akan tetapi, kebebasan membuat pilihan ini disertai rasa takut
yang mendalam, karena dengan pilihan itu manusia menyatakan tanggung
jawabnya bukan terhadap dirinya sendiri tetapi juga terhadap orang lain. Sartre
menjelaskan, karena manusia mula – mula sadar bahwa ia “ada”, itu berarti
manusia menyadari bahwa ia menghadapi masa depan, dan ia sadar ia berbuat
begitu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Hal ini menekankan suatu tanggung jawab pada manusia.27 Bila manusia
menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari bahwa ia telah memilih
untuk berada, pada waktu itu pula ia bertanggung jawab untuk memutuskan bagi
dirinya dan semua orang, dan pada saat itu pula manusia tidak dapat melepaskan
diri dari tanggung jawab menyeluruh. Dari semua kategori Sartre, Ada yang
paling tepat untuk diterapkan dalam analisis feminis adalah hubungan antar
manusia, variasi dari dua bentuk dasar tema konflik. Konflik antara kesadaran
yang saling bersaing yaitu Diri (sang laki – laki) dan Liyan (sang perempuan).
Manusia adalah bukan apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya sendiri.
Ia memiliki makna terdalam mengenai eksistensi dalam dirinya. Manusia
mempunyai hak yang sama di dalam masyarakat. Hak yang sama adalah
kebebasan. Menurut Simone De Beauvior, kebebasan yang diberikan kepada
perempuan harus sama dengan kebebasan yang diberikan kepada laki-laki.
Kebebasan yang sejati adalah kebebasan yang didasarkan pada kesadaran dalam
diri sendiri.28
Pada hakekatnya manusia adalah bebas, bahkan manusia adalah kebebasan
itu sendiri. Konsekuensi adanya kekebasan adalah tidak berlakunya berbagai
aturan, nilai dan norma bagi dirinya. Dalam ranah feminisme eksistensialis hak
tersebut dapat dimisalkan tidak berlakunya staus dan peran perempuan dalam
masyarakat. Feminis eksistensialis memiliki kuasa penuh untuk menentukan
27
Ahmad Tafsir. 2011. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung.Hal 226-227
28
Armada Riyanto. 2011. Aku dan Liyan: kata filsafat dan sayap. Widya Sasana Publication:
Malang. Hal 115
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
status dan perannya sendiri dan mampu membawa perubahan dengan mendobrak
tatanan nilai dan norma sosial yang telah mapan dimasyarakat.
Layaknya
eksistensialis
Sartre,
feminisme
eksistensialis
Beauvoir
menganjurkan perempuan untuk hidup secara otentik yakni memunculkan
kesadaran bahwa pada hakekatnya mereka bebas, tak terikat dengan segala aturan,
hukum, nilai, norma dan streotipe yang ada. Dalam hal ini, feminis eksistensialis
menilai wanita dengan mauvaise foi (keyakinan buruk) yaitu perempuan terjebak
dalam keyakinan yang buruk dalam bentuk-bentuk streotipe dan cenderung
menjadi inferior laki-laki.
Eksistensialis
menjelaskan tentang eksistensi perempuan, Beaviour
menggunakan bahasa ontologis dan eksistensialisme. Menurut Suriasumantri
(1985), Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”. Sedangkan eksistensialisme, yaitu gerakan filosopis yang mempelajari
pencaian makna
seseorang dalam
keberadaanya
(eksistensi). Jika Sartre
mengatakan bahwa Liyan adalah ancaman bagi diri, maka perempuan adalah
ancaman bagi laki – laki karena dalam konsep eksistensialisme Beauvior Liyan
(sang perempuan) dan Diri (sang laki-laki). Jika laki – laki ingin tetap bebas, ia
harus mengsubordinasi perempuan.
Beauvior menganalisis tentang bagaimana perempuan menjadi liyan.
Beauvior menelaah perempuan tidak hanya berbeda dan terpisah dari laki – laki,
tetapi juga inferior terhadap laki – laki. Perempuan adalah Ada untuk dirinya
sebagaimana ia juga adalah Ada dalam dirinya, harus dicari tahu penyebab dam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
alasan diluar hal –hal yang diarahkan secara biologis dan fisiologis perempuan,
untuk menjelaskan mengapa masyarakat memilih perempuan untuk menjadi
Liyan. Menurut Engels, jenis pekerjaan seharusnya dibagi bukan berdasarkan
gender, tetapi berdasarkan kemampuan, kesiapan, dan kebersediaan seseorang
untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perempuan pekerja secara terus menerus,
dan dimanapun berada diharuskan untuk menjadi dan bersikap sebagai
perempuan. Disamping tugas profesionalnya, seorang perempuan pekerja
diharuskan untuk melakukan pekerjaan yang diimplikasikan oleh “feminitasnya”,
yang mana bagi masyarakat berarti kewajiban untuk berpenampilan yang
menyenangkan.
Setiap perempuan harus dapat menggariskan nasibnya sendiri, hal ini
harus dapat dimengerti dengan hati–hati. Perempuan dapat terikat dan terhambat
oleh situasi–situasi (hukum, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan) yang dapat
menghambat kebebasan dan eksistensi perempuan. Beaviour bersikeras bahwa
tidak ada satupun yang dapat membatasi dan memenjarakan perempuan secara
total. Perempuan menentukan nasibnya sendiri, pada saat yang sama, perempuan
akan lepas dari patriarki, ketika menentukan nasibnya sendiri. Perempuan harus
membuat keputusan untuk melepaskan diri atau bertahan dengan harus
menghadapi tingkat hambatan yang berbeda. Tidak ada seorang pun atau sesuatu
pun yang dapat menghambat perempuan yang berketetapan hati untuk maju.
Diskursus filosofis liyan tak terpisahkan dari eksistensi perempuan. Dalam
sejarah peradaban manusia, perempuan kerap memegang peran keduanya,
dipandang protagonis dan diperlakukan sebagai antagonis, perempuan berada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
dalam pengalaman eksistensial subyek sekaligus obyek dalam societas,
perempuan dalam kesehariannya dipuja dan ditindas. Ratifikasi perundangundangan kerap menceburkan perempuan dalam kubangan ketidakpastian
mengenai hak-hak atas tubuh dan eksistensinya. Budaya patriarki maskulinistik
juga menjado skema penyingkiran kaum perempuan secara mudah dari kancah
partisipasi politik yang lebih pasti.
Liyan adalah the second sex. Simone De Beauvior filosof perempuan
menggagas pernyataan ini. Perempuan adalah Liyan. Perempuan disebut demikian
karena sex. The second sex bukan kategori psikologis, juga bukan kategori
sosiologis, bukan pula antropologis, tetapi masuk kategori ontologis keseharian
dan
transendental. Liyan (other)
adalah
konsep
ontologis
etis.
Dalamliyan dipertaruhkan nilai keluhuran manusia. Dalam bukunya The second
sex Simone De Beauvior menulis “One is not born, but made a woman”. Menurut
Simone De Beauvior perempuan itu tidak (pernah) ada sampai dia “dibuat
demikian”, perempuan telah lama terdiskriminasi. Perempuan tidak terlahir
melainkan “dicetak”, artinya perempuan sebenarnya teraniaya, terpenjara,
terdepak dari segala pengakuan kesederajatan luhur dan indah.
Analisa de Beauvoir menegur kita. Perempuan telah cukup lama berada
dalam keterkungkungan. Pendidikan pun, seolah bukan hak mereka. Kebebasan
dan otonomonitas menjadi barang terlarang. Perempuan sebagai liyan tidak saja
terjadi pada zaman Kartini, tetapi juga saat ini ketika dirinya “digembok” dalam
kungkungan kultur maskulinistik. “Kami perempuan, wajib menurut dan
menyerah.. Kami terantai dalam adat istiadat kami.. Kami tidak boleh punya cita-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
cita mandiri. Kami harus seperti tanah liat yang dapat dibentuk sekehendak hati
orang lain!” (Surat Kartini Kepada Ny. Ovink-Soer, Agustus 1900). Budaya
patriarkhis memberi kebebasan pada laki-laki untuk menjadikan perempuan
sebagai liyan.29
Bagi Simone De Beauvior menjadi manusia bebas adalah menjadi subyek.
Beauvior berpendapat perempuan sangat berbeda dengan laki –laki. Perempuan
dalam kenyataanya tidak memiliki otonomi untuk berpikir melainkan hanya
keraguan akan dirinya. Masyarakat melihat bahwa perempuan itu adalah lemah,
tidak penting, hanya pelengkap, pembantu, perempuan layak dibelakang.
Beauvoir menempatkan perempuan sebagai liyan , menurutnya hal ini banyak
dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan melalui penciptaan mitos tentang
perempuan yang irasionalitas, kompleksitas dan perempuan sulit dimengerti, dan
perempuan tercipta untuk menjadi pelengkap laki-laki.30
Beauvoir menyatakan bahwa peran sosial sejalan dengan mekanisme
utama yang digunakan oleh diri, subyek, untuk menguasai liyan, objek. Menurut
Beauvoir perempuan menerima ke-liyan-an mereka sebagai mistero feminin, yang
diturunkan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi perempuan. Contohnya,
peran sebagaiistri membatasi kebebasan perempuan. Beauvoir ingin membuktikan
bahwa
perempuan
terjebak
pada
peran
feminis
sebagai obyek,
sebagai liyan, bukan subyek yang sesungguhnya.
Pemikiran Simone De Beauvior mengenai eksistensi perempuan memang
berangkat dari situasi keseharian yang konkret, bahwa perempuan ditindas oleh
29
Ibid, Hal 55
Putnam Tong Rosemarie. 2004. Feminis Thought, terjemahan Aquarini, Yogyakarta. Jalasutra,
hal 265-266
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
laki-laki. Berangkat dari situasi itu, laki-laki memandang perempuan hanya
sebagai
yang
“diluar”
dirinya,
tidak
menjadi
satu
bagian
sebagai
manusia. Perempuan didefinisikan dengan referensi kepada laki-laki dan bukan
referensi kepada dirinya sendiri, dengan demikian perempuan adalah insidental
semata, tidak esensial. Laki-laki adalah subyek, sedangkan perempuan adalah
orang lain atau liyan.31 Gagasan liyan Simone De Beauvior ini sebenarnya pararel
dengan gagasan Sartre yang memberikan penjelasan mengenai sikap orang
terhadap liyan, yakni ketidakpedulian, kebencian, bertindak sadis. Beauvior
mendeskripsikan
penindasan,
sikap
pengucilan,
kepada
perempuan
pengasingan,
dan
sebagai liyan dengan
bentuk
tindakan
kepada
kekerasan
perempuan.32
2.8
Analisis Wacana
Mills mengatakan, lalu Foucault mengatakan kembali yang dikutip oleh
Rachmat Kriyantono bahwa wacana sebagai bidang dari semua pernyataan
(statement), kadang sebagai sebuah individualisasikelompok pernyataan, dan
kadang sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Sementara
Eriyanto mendefinisikan analisis wacana sebagai suatu upaya pengungkapan
maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
Wacana merupakan praktik sosial (mengkonstruksi realitas) yang menyebabkan
31
De Simone Beauvior. 2004, The Second sex dalam buku A Passion for wisdom, Upper Saddle
River, New Jersey, Hlm.568
32
Armada Riyanto. 2011, Aku dan Liyan: kata filsafat dan sayap, Widya Sasana Publication,
Malang, Hlm.104
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks
sosial, budaya, ideologi tertentu. Di sini bahasa dipandang sebagai faktor penting
untuk merepresentasikan maksud si pembuat wacana. 33
2.9
Analisis Wacana Kritis
Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis / CDA), wacana
disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana
memang menggunakan bahasa dalam teks untuk di analisis, tetapi bahasa yang
dianalisis di sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik
tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti
bahasa itu dipakai untuk tujuan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik
kekuasaan.
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana –
pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan – sebagai bentuk dari praktik sosial.
Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan
dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, intitusi, dan struktur
sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideolgi :
ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang
antara kelas sosial, laki-laki, dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas
33
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana ,
Jakarta, hal 262
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang
ditampilkan.
Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni
bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam
masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis
menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling brtarung
dan mengajukan versinya masing-masing. Yang dikutip dari tulisan Teun A. Van
Dijk, Fairclough, dan Wodak berikut adalah karakteristik penting dari analisis
wacana kritis.34
1.
Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan
(action).
Dengan
pemahaman
wacana
semacam
ini
mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan
ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang
berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau
berbicara untuk dirinya sendiri, seperti kalau orang sedang
mengigau atau di bawah hipnotis. Seseorang berbicara, menulis,
dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan
dengan orang lain. Dengan pemahaman semacam ini, ada beberapa
konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang.
34
Eriyanto, 2012, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Lkis Group, Yogyakarta, hal
7-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,
apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga,
bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis
mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua,
wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar,
terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan
diluar kesadaran.
2.
Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana,
seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini
dipandang diproduksi, dimengerti, dan diaanalisis pada suatu
konteks tertentu. Wacana kritis mengidentifikasikan teks dan
percakapan pada situasi tententu : wacana berada dalam situasi
sosial tertentu.
Meskipun demikian,
tidak semua
konteks
dimasukan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak
hal bepengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan
dalam analisis. Ada beberapa konteks yang penting karena
berpengaruh terhadap produksi wacana. Jenis kelamin, umur,
pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal relevan
dalam menggambarkan wacana.
Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi
pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks
yang berguna untuk mengerti suatu wacana.Berbicara diruang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
pengadilan berbeda dengan berbicara di pasar, atau berbicara
dirumah berbeda dengan berbicara di kelas, karena situasi sosial
dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan partisipan
komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada.
Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari
kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya.
3.
Historis
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti
wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat di
mengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah
satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan
menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu.
Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau
kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan.
Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena
itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti
mengapa wacana yang berkembang atau di kembangkan seperti itu,
mengapa bahasa yang dipakai seperti itu dan seterusnya.
4.
Kekuasaan
Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan
(power) dalam analisisnya. Disini, setiap wacana yang muncul,
dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang
sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu
kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat.
Analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau
struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan
dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu.
Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk
melihat apa yang disebut dengan kontrol. Satu orang atau
kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana.
Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan
langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis.
Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut bisa bermacammacam.Bisa berupa kontrol atas konteks, yang secara mudah dapat
dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara
siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan.Selain
konteks,
kontrol tersebut
juga
diwujudkan
dalam
bentuk
mengontrol struktur wacana.
5.
Ideologi
Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang
bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah
bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi
tertentu.
Teori-teori
klasik
tentang
ideologi
di
antaranya
mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang
dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimaasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan
membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima
secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini
dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan
mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi
kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak
absah dan benar.
2.10
Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tandatanda
lain,
pengirimannya,
dan
penerimaannya
oleh
mereka
yang
menggunakannya. Menurut Preminger ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika
mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand de
Saussure, seorang ahli linguistik dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang
ahli filsafat dan logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih
mengarah kepada penguraian sistem tanda yang berkaitan dengan linguistik,
sedangkan Pierce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda
yang ada di masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Analisis Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal
yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda
sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi
sosial di mana pengguna tanda tersebut berada. Yang dimaksud dengan “tanda”
ini sangat luas. Pierce membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan
indeks (index). Dapat dijelaskan sebagai berikut :35
a.
Lambang
Suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya
merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional.
Lambang ini adalah tanda yang di bentuk karena adanya consensus
dari para pengguna tanda.Warna merah bagi masyarakat Indonesia
adalah lambang berani, mungkin di Amerika bukan.
b.
Ikon
Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa
hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang
dalam
berbagai
bentuk
menyerupai
objek
dari
tanda
tersebut.Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda.
c.
Indeks
Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya timbul
karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda
35
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana ,
Jakarta, hal 265-266
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
yang
mempunyai
hubungan
langsung
(kausalitas)
dengan
objeknya.Asap merupakan indeks dari adanya api.
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar
untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut
ketika kita membaca teks atau narasi / wacana tertentu. Analisisnya bersifat
paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang
tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah
upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’.
Dengan menggunakan semiotika dalam studi media massakita dapat
mengajukan berbagai pertanyaan : mengapa misalnya sebuah media tertentu selalu
–untuk tidak mengatakan terus menerus –menggunakan frase, istilah, kalimat atau
frame tertentu manakala menggambarkan seseorang atau sekelompok orang ? Apa
yang sebenarnya menjadi sebab, alasan, pertimbangan, latar belakang dan tujuan
media tersebut mengambil langkah tersebut.36
2.11
Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat
bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsidari suatu
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Buku ini ditulis Barthes sebagai upaya
36
Indiawan Seto Wahyu Wibowo, 2013, Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, hal 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis.
Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi,
suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode.
Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode
semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan
kode gnomik atau kode kultural.
Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode
semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses
pembacaan, pembaca menyusun tema atau teks. Ia melihat bahwa konotasi kata
atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau
frase yang mirip. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling
khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.
Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner
atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi
wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.
Kode proaretik atau kode tindakan / lakuan dianggapnya sebagai
perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang
bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini
merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh
budaya. Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechete, bukan hanya utnuk
membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal,
rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan
produk buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengulas
sistem pemaknaan tataran ke-dua, sistem ke-dua ini disebut konotatif dan denotatif
atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Tabel 2.2 : Peta Tanda Roland Barthes
1.
2.
Signifier
Signified
(petanda)
(penanda)
3.
denotative sign (tanda denotatif)
5.
4.
CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
6.
CONNOTATIVE
SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif
tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian
tanda denotatif yang melandasi kebenarannya. Pada dasarnya, ada perbedaan
antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan
konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Pengertian umum, denotasi biasanya di
mengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”. Dalam kerangka
Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai
‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.37
Roland
Barthes
juga
membuat sebuah model sistematis
dalam
menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju
kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti
terlihat pada tabel dibawah ini :38
Tabel 2.3 Signifikasi Dua Tahap Barthes
First Order
Second Order
Reality
Culture
Signs
Connotation
Form
Denotation
Signifier
Signified
Content
Myth
37
Alex Sobur, 2004, Semiotika Komunikasi, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, hal 63-71
Alex Sobur, 2012, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 127
38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
Melalui tabel diatas menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas
eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan
signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari
kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda
terhadap
sebuah
objek;
menggambarkannya.Konotasi
sedangkan
bekerja
konotasi
dalam
tingkat
adalah
subjektif,
bagaimana
sehingga
kehadirannya tidak disadari.
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif,
misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya.
Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu
pengetahuan, dan kesuksesan. 39
Menurut Barthes, segala sesuatu yang tetap, mapan, stabil merupakan
mitos. Mitos merupakan pemaknaan yang dibekukan oleh kekuasaan. Ketika
manusia memaknai sesuatu sesuai dengan ‘makna resmi’ yang seolah-olah
inheren secara alamiah dalam tanda, maka ia telah tenggelam dalam mitos.
39
Ibid, hal 128
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Setiap hari manusia selalu memaknai benda secara subjektif. Bunga
mawar, contohnya, sering digunakan untuk mengungkapkan cara cinta. Bunga
mawar memuat tiga aspek : penanda (signifier = mawar), petanda (signified =
perasaan cinta), dan tanda (sign = bunga mawar sebagai ungkapan rasa cinta).
Disini perlu dibedakan antara mawar sebagai penanda dengan mawar sebagai
tanda. Mawar sebagai penanda merupakan suatu potensi yang selalu siap
dimaknai (misalnya, mawar dimaknai sebagai gadis cantik yang sering melukai
hati lelaki). Sedangkan tanda adalah sesuatu yang bersifat penuh, definit, dan
mapan. Dalam mitos selalu ditemukan konsep triadik : penanda, petanda, dan
tanda. Sifat penanda yang kosong, potensial, dan terbuka membuat bekembangnya
proses pemaknaan. Terdapat satu pergeseran dari makna denotatif menjadi makna
konotatif. Melalui pemaknaan sekunder yang dimapankan, mitos muncul ke
permukaan.
Prinsip utama mitos adalah ‘mengubah sejarah menjadi alamiah’ (turn
history into nature). Dapat dipahami mengapa para ‘konsumen’ mitos tidak
menyadari adanya motivasi dan kepentingan yang termanifestasi secara
tersembunyi (terselubung) dalam suatu mitos. Mereka cenderung memandang
mitos sebagai sesuatu yang alamiah. Proses pembentukan mitos ini kemudian
memunculkan ideologi. Jika dimapankan dan dibekukan terus dan tersebar pada
satu wilayah konvensi, maka mitos berkembang menjadi ideologi. Proses
pembentukan ideologi terjadi sama seperti proses pembentukan mitos, hanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
disertai
dengan
daya
pemaknaan
yang
melampaui
daya
individual
(supraindividual).40
40
Bagus Takwin, 2009, Akar-akar Ideologi; Kajian Konsep Ideologi dari Plato Hingga Bourdleu,
Jalasutra, Yogyakarta, hal 105-106
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download