BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Definisi Komunikasi Massa Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan menggunkakan sarana tertentu guna mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi massa adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa (communicating with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan sarana media.1 Media massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi massa. Massa sendiri artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang – kelompok, kerumunan, publik”. Komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massa dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar. Disamping itu, ada pula makna lain yang dianggap makna asli dari kata massa, yaitu makna yang mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, dan komponen-komponennya sulit dibedakan satu sama lain. Kamus Bahasa Inggris memberikan definisi massa sebagai suatu kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas. Definisi ini hampir menyerupai 1 Warsito.Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 2005 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 pengertian massa yang digunakan oleh para ahli sosiologi, khususnya bila dipakai dalam kaitannya dengan audien media. Menurut Joseph Straubhaar & Robert Larose, komunikasi adalah proses pertukaran informasi. Informasi adalah isi dari komunikasi (The Process of exchanging information. Information is put simply, the content of communication) Terlebih di zaman modern seperti ini, pasti manusia sangat membutuhkan informasi. Tanpa adanya informasi manusia sukar untuk bererkembangan untuk mencapai hidup yang efektif. Selain komunikasi yang diperlukan, pada saat ini peranan komunikasi massa juga menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat diseluruh penjuru dunia. Meletzke (1936) menghimpun beberapa pengertian dari komunikasi massa, beberapa diantaranya yaitu :2 1. Komunikasi massa diartikan setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyiaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar 2. Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan satu atau hanya beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk 2 Jalaludin Rahmat.Psikologi Komunikasi.PT Remaja Rosda Karya: Bandung. 2001. Hal 188-189 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat. 3. Bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki kartakeristik utama sebagai berikut: diarahkan pada kahalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim, pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas, komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks. Jadi menurut beberapa definisi diatas komunikasi massa merupakan salah satu jenis komunikasi. komunikasi ini dilakukan melalui media elektronik baik itu media televisi ataupun media cetak yang ditujukan kepada khalayak yang tersebar luas, heterogen dan anonim sehingga dapat diterima secara serentak, dan dapat mempengaruhi khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikan. 2.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa Karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto Alvinaro, dkk. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Sebagai berikut: 1. Komunikasi Terlembagakan, Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Komunikasi massa itu melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 2. Pesan bersifat umum, komunikasi ini bersifat terbuka, artinya komunikasi itu ditujukan untuk semua orang dan kelompok orang tertentu. 3. Komunikannya Anonim dan Heterogen, dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim). 4. Komunikasi menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim komunikan-komunikan massa adalah heterogen karena terdiri dari lapisan masyarakat yang berbeda. 5. Media massa menimbulkan keserempakan. Keserempakan media massa itu sebagai keserempakan konteks dengan jumlah besar penduduk dalam jumlah yang jauh dari komunikator dan penduduk tersebut satu sama lainnya berbeda pada keadaan terpisah. 6. Komunikasi massa mengutamakan isi dari pada hubungan, salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi ini menunjukkan urutan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi tersebut. 7. Komunikasi bersifat satu arah, karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung, komunikator aktif dalam menyampaikan pesan, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 komunikanpun aktif menerima pesan. Namun diantara keduannya tidak dapat melakukan dialog secara langsung. 8. Stimulasi alat jika terbatas, dalam komunikasi massa, simulasi alat indra tergantung pada jenis media massa. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar lain halnya dengan media televisi atau film penyebarannya tidak hanya secara audio saja tetapi juga visual. 9. Umpan balik tertunda (delayed) dan tidak langsung (indirect), komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor yang penting dalam komunikasi massa. Efektifitas komunikasi seringnya dapat dilihat dari umpan balik yang disampaikan oleh komunikan.3 2.1.3 Fungsi Komunikasi Massa Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan fungsi komunikasi telah menjadi diskusi yang cukup penting, terutama konsekuensi melalui media massa. Fungsi komunikasi seperti yang dijelaskan menurut Dominick dalam Ardianto, Elvinaro dkk Komunikasi Massa Suatu Pengantar sebagai berikut.4 3 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdiyana. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007 4 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi. Bandung: CvMandar Maju. 1989 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 1. Surveillance (pengawasan) fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama fungsi utama pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan terhadap suatu ancaman, dan fungsi pengawasan instrumental dimana penyampaian atau penyebaran informasi memiliki kegunaan atau dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari. 2. Interpretation (penafsiran), media massa tidak hanya menyediakan data dan fakta, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media adalah ingin mengajak para pembaca atau pemirsa atau pendengar untuk memperluas wawasan. 3. Linkage (pertalian), media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Transmission of Value (penyebaran nilai-nilai) fungsi penyebaran nilai tidak cukup kentar. Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 5. Entertainment (hiburan) televisi misalnya, banyak memuat acara hiburan, melalui berbagai macam acara di televisi pun masyarakat dapat menikmati. Fungsi dari media massa adalah menghibur dengan kata lain bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak. Karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi atau bioskop dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.5 2.1.4 Isi Pesan Komunikasi Massa Isi pesan komunikasi massa adalah sebagai berikut: 1. Novelty (sesuatu yang baru) Sesuatu yang “baru” merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan media massa. Khalayak akan tertarik untuk menonton suatu program televisi, mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar apabila isi pesannya dipandang mengungkapkan sesuatu hal yang baru atau belum pernah diketahui. 2. Jarak (proximity) Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasikannya peristiwa itu, mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk 5 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi. Bandung: CvMandar Maju. 1989. Hal 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupannya dan lingkungannya. 3. Popularitas Peliputan tentang tokoh, organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang penting dan terkenal, akan lebih menarik perhatian khalayak. 4. Pertentangan/konflik Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan, baik dalam bentuk kekasaran maupun menyangkut perbedaan pendapat dan nilai, biasanya lebih disukai oleh khalayak. 5. Komedi Manusia pada dasarnya lebih tertarik kepada hal-hal yang lucu dan menyenangkan.Oleh karena itu, bentuk-bentuk penyampaian pesan yang bersifat humor/komedi lazimnya disenangi khalayak. 6. Seks dan Keindahan Salah satu sifat manusia adalah menyenangi unsur seks dalam keindahan/kecantikan, sehingga kedua unsur ini bersifat universal. Kedua unsur itu selalu menarik perhatian orang, itulah sebabnya media massa sering kali menonjolkan kedua unsur tersebut. 7. Emosi Hal-hal yang berkaitan dengan menyentuh kebutuhan dasar/basic needs manusia seringkali bisa menimbulkan emosi dan simpatik khalayak. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 8. Nostalgia Pengertian nostalgia disini merujuk pada hal-hal yang mengungkapkan pengalaman di masa lalu. 9. Human Interest Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa atau hal-hal yang menyangkut kehidupan orang lain. 6 2.1.5 Media Komunikasi Massa Media menurut Cangara, adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak sedangkan pengertian media massa sendiri adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi.7 Dari penjelasan yang telah disebutkan diatas, bila media massa merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak yang bersifat satu arah, dalam penelitian ini media massa yang digunakan dalam penyampaian pesannya adalah melalui program komedi. Komedi sendiri masuk dalam bagian komunikasi dua arah karena ada dialog secara langsung antara komunikator dengan komunikan. 6 Deddy Mulyana.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2002. Hal 76 7 Cangara Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. 2004. Hal 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatar belakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila pada abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa. 8 Bahkan dalam pembabakan sejarah umat manusia, Mcluhan (1964) menyatakan sebagai babak neo-tribal (sesudah babak tribal dan babak Gutenberg). Yakni massa dimana alat-alat elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indra dalam komunikasi. Media komunikasi massa ini adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dengan penerima yang sifatnya terbuka.9 2.2 Media Massa 2.2.1 Pengertian Media Massa Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa (saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa yakni, media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lainlain. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.10 8 Djalaludin Rakhmat. Teori Komunikasi Massa.Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002. Hal 174 Ibid. Hal43 10 Nurudin. 2013. Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali Pers. Jakarta.Hal 3-4 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Dari sekian banyak definisi bisa dikatakan media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa yang sudah sangat modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media massa, yakni ditemukannya internet.11 Media massa itu tidak berdiri sendiri. Di dalamnya ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan informasi sebelum informasi itu sampai kepada audience-nya. Mereka yang bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper.12 Pidato politisi bisa menjadi proses komunikasi massa jika disiarkan oleh media massa dan dinikmati oleh ribuan atau jutaan audience. Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.13 2.2.2 Bentuk-bentuk Media Massa Media Massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media 11 Ibid.Hal 4-5 Ibid.Hal 7 13 Ibid.Hal 9 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media online (internet).14 A. Surat Kabar Berbicara tentang surat kabar, ungkap Agee dan kawan-kawannya yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, orang akan tertuju kepada Sundy Time yang terbit di New York, dengan oplah nasional setiap minggunya. Koran-koran dengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan, yang selain terbit di New York, terdapat pula di Washington, Chicago, Los Angeles. Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Prototipe pertama surat kabar di terbitkan di Bremen Jerman pada tahun 1609. Di Inggris, surat kabar pertama yang masih sederhana terbit pada tahun 1621. Surat kabar harian yang pertama di Amerika Serikat adalah Pennsylvania EveningPost dan Daily Advertiser yang terbit pada tahun 1783. Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, serta zaman orde lama dan serta orde baru. Surat kabar sebagai media massa dalam masa 14 Elvinaro Ardianto.,dkk.Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama. Bandung. 2007. Hal 103-150 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 orde baru mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia. Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesui dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup : publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas, dan terdokumentasikan. Surat kabar dapat dikelompokan pada berbagai katagori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar lokal, regional, dan nasional. B. Majalah Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak di Amerika. Menurut Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, klasifikasi majalah dibagi ke dalam lima katagori utama, yakni : (1) general consumer magazine (majalah konsumen umum); (2) business publication (majalah bisnis); (3) literacy reviewsand academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah); (4) newsletter (majalah khusus terbitan berkala); (5) public relations magazines (majalah humas). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali dari negara-negara Eropa dan Amerika. Sejarah keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan namaPantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan perkata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI. Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi utama media berbeda satu dengan yang lainnya.Majalah berita seperti Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa dalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Majalah wanita dewasa Femina, meskipun isinya relatif menyangkut berbagai informasi dan tips masalah kewaanitaan, lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik mungkin menjadi prioritas berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberi pendidikan mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya mungkin informasi. Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : Penyajian lebih dalam, Nilai aktualitas lebih lama, Gambar/ foto lebih banyak, Kover sebagai daya tarik. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 C. Radio Sebelum tahun 1950-an, ketika televisi menyedot banyak perhatian khalayak radio siaran, banyak orang memperkirakan bahwa radio siaran berada diambang kematian. Radio adalah media massa elektronik tertua yang luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel, electronic games dan personal cassete players. Keunggulan radio siaran adalah berada dimana saja : di tempat tidur (ketika orang akan tidur dan bangun tidur), di dapur, di dalam mobil, di kantor, dijalanan, di pantai, dan berbagai tempat lainnya. Radio memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu. Radio Siaran (broadcasting) yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa, mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Radio siaran juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial seperti surat kabar, di samping empat fungsi lainnya yakni memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan radio siaran tersebut adalah daya langsung, daya tembus, dan daya tarik. Mark W. Hall dalam buku Broadcast Journalism yang dikutip oleh Elvinaro Erdianto dan kawan-kawan bahwa perbedaan mendasar antara media cetak dengan radio siaran ialah media cetak dibuat untuk konsumsi mata, sedangkan radio siaran untuk konsumsi telinga. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 D. Televisi Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan mansia.99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya.Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, dan iklan.Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui pertumbuhan televisi kabel. Tahun 1948 merupakan tahun penting dalam dunia pertelevisian, dengan adanya perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di Amerika.Karena perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke waktu media ini memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat seharihari.Secara bertahap, layar televisi berkembang dari diagonal 7 inci kemudian 12, 17, 21, 24, sampai 39 inci.Penonton televisi kini lebih selektif. Jam tayang televisi bertambah. Penerimaan programnya mengalami peningkatandari waktu ke waktu.Sistem penyampaian program lebih berkembang lagi. Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi (RCTI), yang bersifat komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiun televisi, Surya Citra Televisi(SCTV), Televisi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro Tv, Trans Tv, Global Tv, dan televisi-televisi daerah seperti BandungTV, JakTV, Bali TV, dan lain-lain. Karakteristik televisi adalah Audiovisual, Berpikir dalam Gambar, dan Pengoprasian Lebih Kompleks. E. Film Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Industri film adalah industri bisnis. Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David.Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun. F. Komputer dan Internet Lebih dari limaorang Amerika dewasa menggunakan internet di rumah, kantor, atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya setiap hari. Dari karakteristik jenis kelamin hampir sama banyaknya lelaki dan perempuan yang menggunakan web (situs). menggantungkan pada situs untuk memperoleh berita. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pengguna internet 28 Industri media komputer memiliki beberapa bidang utama, antara lain : pabrik perangkat keras komputer, pembuat perangkat lunak komputer (pembuatan program-program yang menjalankan mesin komputer). 2.3 Film Sebagai Media Massa Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film Amerika diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat disini membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Menurut Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.15 15 Ibid, hal 143 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 2.3.1 Jenis Film Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.16 a. Film Cerita Film Cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya. Cerita sejarah yang pernah diangkat menjadi film adalah G.30 S PKI, Janur Kuning, Serangan Umum 1 Maret, dan yang baru-baru ini dibuat adalah Fatahilah. Sekalipun film cerita itu fiktif, dapat saja bersifat mendidik karena mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi. b. Film Berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berit, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Jadi berita juga harus penting atau 16 Ibid, hal 148-149 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 menarik atau penting sekaligus menarik. Film berita dapat langsung terekam dengan suaranya, atau film beritanya bisu, pembaca berita yang membacakan narasinya. Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya terekam secara utuh. c. Film Dokumenter Film Dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality). Film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Banyak kebiasaan masyarakat Indonesia yang dapat diangkat menjadi film dokumenter, diantaranya upacara kematian orang Toraja, upacara ngaben di Bali. d. Film Kartun Film Kartun (Cartoon film) dimuat untuk dikonsumsi anak-anak. Dapat dipastikan, kita semua mengenai tokoh Donald Bebek (Donald Duck), Putri Salju (Snow White), Miki Tikus (Mickey Mouse) yang diciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt Disney. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam bahwa kalau ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah yang selalu menang. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2.3.2 Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengmbilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. 17 a. Layar yang Luas / Lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan di film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. b. Pengambilan Gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauhatau extrame long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot, tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan 17 Ibid, hal 145-147 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 tergugah melihat seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari yang amat panas. Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak di tengah luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui panoramicshot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut.Sebaliknya, pengambilan gambar pada televisi lebih sering dari jarak dekat. c. Konsentrasi Penuh Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, tampak di depan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada lajur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahakbahak manakala adegan film lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan (biasanya anak-anak) dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 d. Identifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan (mengidentifikasikan) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan.Menurut Effendy yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis. Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut. Hal ini disebut imitasi. Kategori penonton yang mudah terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski kadang-kadang orang dewasa pun ada. 2.4 Teks Teks merupakan elemen multimedia yang menjadi dasar untuk menyampaikan informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil. Teks merupakan cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna, sehingga penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. 18 18 Fred T. Hofstetter. Multimedia Literacy. 2001. Hal 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 2.5 Elemen - Elemen dalam Gambar Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila tepat memilihnya, bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, secara individual juga mampu untuk memikat perhatian. Gambar berdiri sendiri dan selalu memiliki subjek yang mudah dipahami sebagai simbol yang jelas dan mudah dikenal. Misalnya sebuah foto mobil sport yang melaju dengan cepat di jalan bebas hambatan, foto tersebut memberikan konotasi pengertian yang pasti atau gambar seekor harimau dipadu dengan mobil sport, maka akan tercipta informasi mengenai kecepatan dan keindahan. Pembuatan suatu gambar dimaksudkan untuk mendukung suatu pengertian riil dan diungkapkan melalui berbagai bentuk gambar yang disebut logo, ilustrasi, karikatur dan sebagainya. Gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk suatu tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam membuat gambar yang baik, teknik pengambilan suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar yang baik. Teknik pengambilan suatu gambar dapat memiliki kode-kode yang mempunyai makna tersendiri. Kode-kode tersebut menginformasikan hampir seluruh aspek tenatang keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat bagi analisis seni popular dan media. Berbagai elemen terdapat dalam kode, terutama yang berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih detail. Jelasnya dapat diperlihatkan melalui tabel berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Tabel 2.1 : Elements of Language Picture19 Signified Signifier High (looking up) Power, authority Low (looking down) Disempowerment Eye Level Equality Big Close Up Emotion, Camera Angle internal Camera focalization Distance Close-Up Intimacy, internal focalization Medium Shot Involvement, internal focalization Long Shot Distance, context, external focalization Wide Angle Dramatic emphasis Normal Diegetic reality Telephoto Voyeurism Pan (camera rotates on Context, Lens Camera fixed point) 19 Keith Selby and Ron Coedery, How to Study Television, London, Mc Millisan, 1995 http://digilib.mercubuana.ac.id/ external 36 Movement focalization Tracking (camera runson track parallel to Involvement, pace, internal focalization action) Tilt (following Effect of movement – movement up and drama or humor shot Entrance down) Crane (high moving quickly to or withdrawal from subject) diegetic Handheld Participation to or from in diegetic, point of view Zoom in Surveillance, external focalization Zoom Out Relation of subject to context Sharp Focus Diegetic Focus anticipation Soft Focus Interpersonal function; mood http://digilib.mercubuana.ac.id/ reality; 37 Selective Focus Significance; privileging High Key High modality; Lighting positive mood Low Key Low modality; uncertainty; negative mood Back Lighting Interpersonal function; high value Fill (closest to natural Diegetic reality light) 2.6 Feminisme Teori feminis berusaha menganalisis berbagai kondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam pemahaman cultural mengenai apa artinya menjadi perempuan. Awalnya teori feminis diarahkan oleh tujuan politis gerakan perempuan-yakni kebutuhan untuk memahami subordinasi perempuan dan eksekusi atau marjinalisasi perempuan dalam berbagai wilayah kultural maupun social. Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki, perempuan lebih sering dijadikan objek dibanding pencipta http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 pengetahuan. Teori feminis adalah soal berfikir untuk kita sendiri-perempuan menghasilkan pengetahuan tentang perempuan dan gender bagi perempuan.20 Teori feminis adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada perempuan.21 Ada tiga hal yang menjadi pusat teori ini, yaitu (1) sasaran utama studi ini adalah situasi dan pengalaman perempuan dalam masyarakat, (2) proses penelitian, menjadikan perempuan sebagai subyek utama, dan menggunakan sudut pandang perempuan terhadap dunia sosial, (3) dikembangkan oleh teori kritis dan aktivis demi kepentingan perempuan, untuk menciptakan kehidupan perempuan yang lebih baik dan untuk kemanusiaan. Teori ini memang berbeda dengan teori sosiologi karena dalam teori ini mempunyai fokus utama pada perempuan dan teori ini juga berasal dari pemikiran komunitas interdisipliner. Teori feminis sejalan dengan pemikiran teori kritis, dalam teori sosial kritis mempelajari bidang – bidang pengetahuan yang secara aktif bergulat dengan persoalan sentral yang dihadapi kelompok orang yang berada ditempat yang berbeda dalam konteks politik, sosial, dan sejarah yang dicirikan oleh ketidakadilan. Sama halnya dengan teori feminis yang bertujuan untuk memberikan pencerahan dan kesetaraan bagi kaum perempuan dalam pencapaian kehidupan yang lebih baik, dalam konteks politik (posisi/jabatan publik), sosial (kesetaraan gender, diakui dalam masyarakat) dan dari sejarah ketidakadilan ataupun penindasan yang dialami perempuan. 20 21 Jackson, stevi, Jackie Jones, 2009, Teori-teori Feminis Kontemporer, hal 1 George Ritzer.Teori Sosiologi Modern.Kencana:Jakarta. 2003.Hal 403 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 Teori feminis telah membentuk suatu tipologi tersendiri untuk mengkaji segala permasalahan tentang perempuan. Sama halnya untuk menjelaskan adanya perbedaan gender, variasi mendasar teori feminis menjawab pertanyaan deskriptif “Apa peran perempuan?” terkait posisi perempuan dan pengalamannya di dalam kebanyakan situasi yang berbeda dengan laki – laki. Adanya teori feminis eksistensi dan fenomenologi yang kemudian berusaha menjawab “Mengapa situasi perempuan seperti itu?”. Untuk menjelaskan adanya perbedaan gender seringkali digunakan teori yang dapat mendeskripsikan, menjelaskan dan melacak implikasi bagaimana perempuan dan lelaki menjadi tidak sama dalam hal perilaku dan pengalaman. Analisis fenomenologis dan eksistensial dapat digunakan untuk mengkaji adanya perbedaan gender, utamanya yaitu terkait adanya marginalisasi perempuan sebagai Other dalam kultur yang diciptakan laki – laki. Perbedaan perempuan dengan laki – laki sebagian besar berasal dari fakta kontruksi sosial yang meminggirkan perempuan dan sebagian dari internalisasi diri “Otherness”. Pertanyaan yang krusial terkait hal itu, adalah apakah perempuan dapat membebaskan dirinya dari status obyek / orang lain dan apakah pembebasan itu mereka harus menjadi seperti laki- laki atau dapat mencapai subjektivitas yang berbeda. Ada kultur yang berkembang yang diciptakan laki – laki sehingga mengasumsikan pria sebagai subyek, dan memposisikan perempuan sebagai obyek, bahkan mampu mengkontruksi perempuan sebagai “orang lain” (other). Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas. Dalam usaha mengakhiri penindasan tersebut, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 mereka masuk berselisih mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan terjadi. Dengan demikian, feminisme laki-laki, melakukan berbagai perjuangan diantaranya untuk transformasi sistem dan struktur yang tidak adil menuju system bagi perempuan maupun laki-laki. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan gender. Feminis membedakan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin merujuk pada bagaimana laki-laki dan perempuan dipandang secara biologis, sementara gender merupakan peran ideologis dan material yang dibentuk serta dilekatkan oleh masyarakat terhadap kedua jenis kelamin tersebut. Gender kemudian digunakan untuk menjustifikasi perlakuan tidak adil serta menjadi dasar ideologi suatu bentuk ketidakadilan sosial. Secara umum, istilah feminisme merujuk pada pengertian sebagai ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. 22 Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminisme dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi. Dalam dunia sastra, dikenal istilah kritik sastra feminisme, yaitu cara menganalisis posisi perempuan ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana perempuan diposisikan di dalam teks sastra dan kaitannya dengan konstruksi 22 Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Ombak: Yogyakarta. Hal. 73 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 budaya patriarkal yang telah mendominasi peradaban. Dasar pemikiran berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra.23 Laki-laki dan perempuan telah direpresentasikan oleh media sesuai dengan stereotip-stereotip kultural untuk mereproduksi peranan-peranan jenis kelamin secara tradisional. 2.7 Feminisme Eksistensialis Simone de Beaviour adalah tokoh dari feminisme eksistensialis. Eksistensialisme untuk perempuan dengan mengadopsi bahasa ontologis dan bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai “laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan. Meskipun “fakta” reproduksi ini mungkin dapat menjelaskan mengapa seringkali jauh lebih sulit bagi perempuan untuk menjadi diri, terutama jika ia telah mempunyai anak, menurut Beauvoir, fakta itu dapat membuktikan dengan cara apapun mitos sosial bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi diri, secara intristik, memang lebih rendah dari pada laki-laki. Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan psikologis tentang perempuan misalnya, peran utamanya dalam reproduksi 23 Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Pustaka Widyatama: Yogyakarta. Hal 146 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 psikologis relatif terhadap peran sekunder laki-laki, kelemahan fisik perempuan, relatif terhadap kekuatan fisik laki-laki, dan peran tidak aktif yang dimainkannya dalam hubungan seksual adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki dapat saja benar, namun bagaimana kita menilai fakta ini bergantung pada makhluk sosial.24 Dalam bukunya The second sex, Beauvior menjelaskan telah terjadi ketidakefektifan historis perempuan, bahwa tidak dimilikinya sumber teoritis yang sebanding untuk dapat menstimulasi dalam menganalisis dan terus mempertanyakan situasi sebagai perempuan pada begitu banyak ranah (sastra, agama, politik, kerja, pendidikan). The second sex merupakan pemikiran feminis klasik. Karya Beaviour ini telah memberikan sumbangsih terhadap pemikiran feminis tentang ke-Liyanan perempuan. Sejarah pemikiran Beauvior tidak lepas dari sejarah pemikiran Sartre, yang tidak lain adalah kekasih dan mentor Beauvior. The second sex merupakan teks eksistensialis, Beaviour banyak menggunakan istilah yang digunakan Sartre, dengan memodifikasi makna agar dapat sesuai dengan agenda feminisnya. Sartre sendiri mempopulerkan tubuh ide yang berakar dari filsafat G.W.F Hegel. Poin yang paling penting dari ide ini adalah penggambaran Hegel mengenai psike sebagai “jiwa yang teralienasi sendiri”. Hegel melihat bahwa kesadaran berada dalam alinea yang terbagi. Di satu sisi, ada ego yang mengamati dan ego yang diamati.25 Sartre membuat perbedaan antara pengamat dan diamati dengan membagi diri kedalam tiga bagian yaitu, Ada untuk dirinya sendiri (pour–soi) dan Ada 24 25 Rosemarie Putnam Tong, 1998, Feminist Thought, Jalasutra, Yogyakarta, hal 262 G.W.F Hegel, The Phenomenology of Mind, New York, Harper & Row, 1967 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 dalam dirinya sendiri (en-soi), Ada untuk yang lain. Sartre lebih sering menggambarkan secara negatif yaitu Ada dengan melibatkan “konflik personal karena setiap Ada untuk dirinya sendiri berusaha menemukan Ada-nya sendiri dengan secara langsung atau tidak langsung menjadikan yang lain sebagai objek.26 Karena setiap Ada untuk dirinya sendiri membangun dirinya sebagai subyek, sebagai Diri, tepat dengan mendefenisi ada Liyan. Dalam eksistensialisme untuk perempuan, Beauvior mengemukakan bahwa laki – laki “Sang Diri”, sedangkan perempuan “Sang Liyan”. Eksistensi menurut Sartre mendahului esensi. Manusia harus memilih, harus mengambil keputusan dan walaupun tanpa penentuan yang otoritef, manusia harus memilih. Pengambilan keputusan ini berkaitan erat dengan penentuan esensi dari manusia itu sendiri. Jadi manusia adalah individu yang lebih dulu berseksistensi kemudian ia sendiri menentukan esensinya dengan membuat pilihan – pilihan bebas atas berbagai kemungkinan yang dihadapinya. Sartre menegaskan bahwa tidak ada yang memaksa kita untuk melakukan tindakan dengan cara apapun juga secara mutlak manusia bebas. Dalam proses transformasi dari masa lalu, kini dan masa depan manusia bebas menentukan pilihannya sendiri untuk menjadi eksis dalam dirinya. Begitu juga ketika memilih satu pilihan untuk diri kita, secara terus menerus menghilangkan kemungkinan Liyan. Ada beban psike yang dialami seperti ketakutan, ketidakberdayaan, dalam melakukan keputusan tentang diri sendiri. Sartre mengkategorikan hal tersebut sebagai “bad faith” yaitu suatu keadaan yang 26 Jean Paul Sartre.1947.Existensialism. Philosophical Library: New York.Hal 364 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 dekat dengan penipuan diri, kesadaran semu, atau delusi. Sartre menganalisis jenis “bad faith” yang paling tipikal adalah menyembunyikan diri dalam peran yang tampaknya tidak memberikan ruang untuk melakukan pilihan. Tujuan “bad faith” adalah untuk melarikan dari kondisi buruk. Eksistensialisme merupakan suatu gerakan filosofis yang mempelajari pencarian makna seseorang dalam keberadaannya (eksistensinya). Manusia yang eksis adalah manusia yang terus berusaha mencari makna dalam kehidupannya. Karena berbicara mengenai makna, eksistensialisme tidak memperlakukan individu sebagai sekedar konsep, melainkan menghargai subyektivitas individu jauh melampaui obyektivitasnya. Jika kebebasan mempunyai makna, maka kebebasan haruslah bertanggung jawab terhadap tindakan yang dipilih untuk dilakukan, dengan menyadari bahwa selalu ada ruang untuk mengambil pilihan, bagaimanapun terbatasnya situasi yang dihadapinya. Manusia bebas menentukan apa yang menjadi esensi dirinya. Penentuan ini dilakukan dengan membuat pilihan – pilihan. Akan tetapi, kebebasan membuat pilihan ini disertai rasa takut yang mendalam, karena dengan pilihan itu manusia menyatakan tanggung jawabnya bukan terhadap dirinya sendiri tetapi juga terhadap orang lain. Sartre menjelaskan, karena manusia mula – mula sadar bahwa ia “ada”, itu berarti manusia menyadari bahwa ia menghadapi masa depan, dan ia sadar ia berbuat begitu. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 Hal ini menekankan suatu tanggung jawab pada manusia.27 Bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari bahwa ia telah memilih untuk berada, pada waktu itu pula ia bertanggung jawab untuk memutuskan bagi dirinya dan semua orang, dan pada saat itu pula manusia tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab menyeluruh. Dari semua kategori Sartre, Ada yang paling tepat untuk diterapkan dalam analisis feminis adalah hubungan antar manusia, variasi dari dua bentuk dasar tema konflik. Konflik antara kesadaran yang saling bersaing yaitu Diri (sang laki – laki) dan Liyan (sang perempuan). Manusia adalah bukan apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya sendiri. Ia memiliki makna terdalam mengenai eksistensi dalam dirinya. Manusia mempunyai hak yang sama di dalam masyarakat. Hak yang sama adalah kebebasan. Menurut Simone De Beauvior, kebebasan yang diberikan kepada perempuan harus sama dengan kebebasan yang diberikan kepada laki-laki. Kebebasan yang sejati adalah kebebasan yang didasarkan pada kesadaran dalam diri sendiri.28 Pada hakekatnya manusia adalah bebas, bahkan manusia adalah kebebasan itu sendiri. Konsekuensi adanya kekebasan adalah tidak berlakunya berbagai aturan, nilai dan norma bagi dirinya. Dalam ranah feminisme eksistensialis hak tersebut dapat dimisalkan tidak berlakunya staus dan peran perempuan dalam masyarakat. Feminis eksistensialis memiliki kuasa penuh untuk menentukan 27 Ahmad Tafsir. 2011. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.Hal 226-227 28 Armada Riyanto. 2011. Aku dan Liyan: kata filsafat dan sayap. Widya Sasana Publication: Malang. Hal 115 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 status dan perannya sendiri dan mampu membawa perubahan dengan mendobrak tatanan nilai dan norma sosial yang telah mapan dimasyarakat. Layaknya eksistensialis Sartre, feminisme eksistensialis Beauvoir menganjurkan perempuan untuk hidup secara otentik yakni memunculkan kesadaran bahwa pada hakekatnya mereka bebas, tak terikat dengan segala aturan, hukum, nilai, norma dan streotipe yang ada. Dalam hal ini, feminis eksistensialis menilai wanita dengan mauvaise foi (keyakinan buruk) yaitu perempuan terjebak dalam keyakinan yang buruk dalam bentuk-bentuk streotipe dan cenderung menjadi inferior laki-laki. Eksistensialis menjelaskan tentang eksistensi perempuan, Beaviour menggunakan bahasa ontologis dan eksistensialisme. Menurut Suriasumantri (1985), Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Sedangkan eksistensialisme, yaitu gerakan filosopis yang mempelajari pencaian makna seseorang dalam keberadaanya (eksistensi). Jika Sartre mengatakan bahwa Liyan adalah ancaman bagi diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki – laki karena dalam konsep eksistensialisme Beauvior Liyan (sang perempuan) dan Diri (sang laki-laki). Jika laki – laki ingin tetap bebas, ia harus mengsubordinasi perempuan. Beauvior menganalisis tentang bagaimana perempuan menjadi liyan. Beauvior menelaah perempuan tidak hanya berbeda dan terpisah dari laki – laki, tetapi juga inferior terhadap laki – laki. Perempuan adalah Ada untuk dirinya sebagaimana ia juga adalah Ada dalam dirinya, harus dicari tahu penyebab dam http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 alasan diluar hal –hal yang diarahkan secara biologis dan fisiologis perempuan, untuk menjelaskan mengapa masyarakat memilih perempuan untuk menjadi Liyan. Menurut Engels, jenis pekerjaan seharusnya dibagi bukan berdasarkan gender, tetapi berdasarkan kemampuan, kesiapan, dan kebersediaan seseorang untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perempuan pekerja secara terus menerus, dan dimanapun berada diharuskan untuk menjadi dan bersikap sebagai perempuan. Disamping tugas profesionalnya, seorang perempuan pekerja diharuskan untuk melakukan pekerjaan yang diimplikasikan oleh “feminitasnya”, yang mana bagi masyarakat berarti kewajiban untuk berpenampilan yang menyenangkan. Setiap perempuan harus dapat menggariskan nasibnya sendiri, hal ini harus dapat dimengerti dengan hati–hati. Perempuan dapat terikat dan terhambat oleh situasi–situasi (hukum, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan) yang dapat menghambat kebebasan dan eksistensi perempuan. Beaviour bersikeras bahwa tidak ada satupun yang dapat membatasi dan memenjarakan perempuan secara total. Perempuan menentukan nasibnya sendiri, pada saat yang sama, perempuan akan lepas dari patriarki, ketika menentukan nasibnya sendiri. Perempuan harus membuat keputusan untuk melepaskan diri atau bertahan dengan harus menghadapi tingkat hambatan yang berbeda. Tidak ada seorang pun atau sesuatu pun yang dapat menghambat perempuan yang berketetapan hati untuk maju. Diskursus filosofis liyan tak terpisahkan dari eksistensi perempuan. Dalam sejarah peradaban manusia, perempuan kerap memegang peran keduanya, dipandang protagonis dan diperlakukan sebagai antagonis, perempuan berada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 dalam pengalaman eksistensial subyek sekaligus obyek dalam societas, perempuan dalam kesehariannya dipuja dan ditindas. Ratifikasi perundangundangan kerap menceburkan perempuan dalam kubangan ketidakpastian mengenai hak-hak atas tubuh dan eksistensinya. Budaya patriarki maskulinistik juga menjado skema penyingkiran kaum perempuan secara mudah dari kancah partisipasi politik yang lebih pasti. Liyan adalah the second sex. Simone De Beauvior filosof perempuan menggagas pernyataan ini. Perempuan adalah Liyan. Perempuan disebut demikian karena sex. The second sex bukan kategori psikologis, juga bukan kategori sosiologis, bukan pula antropologis, tetapi masuk kategori ontologis keseharian dan transendental. Liyan (other) adalah konsep ontologis etis. Dalamliyan dipertaruhkan nilai keluhuran manusia. Dalam bukunya The second sex Simone De Beauvior menulis “One is not born, but made a woman”. Menurut Simone De Beauvior perempuan itu tidak (pernah) ada sampai dia “dibuat demikian”, perempuan telah lama terdiskriminasi. Perempuan tidak terlahir melainkan “dicetak”, artinya perempuan sebenarnya teraniaya, terpenjara, terdepak dari segala pengakuan kesederajatan luhur dan indah. Analisa de Beauvoir menegur kita. Perempuan telah cukup lama berada dalam keterkungkungan. Pendidikan pun, seolah bukan hak mereka. Kebebasan dan otonomonitas menjadi barang terlarang. Perempuan sebagai liyan tidak saja terjadi pada zaman Kartini, tetapi juga saat ini ketika dirinya “digembok” dalam kungkungan kultur maskulinistik. “Kami perempuan, wajib menurut dan menyerah.. Kami terantai dalam adat istiadat kami.. Kami tidak boleh punya cita- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 cita mandiri. Kami harus seperti tanah liat yang dapat dibentuk sekehendak hati orang lain!” (Surat Kartini Kepada Ny. Ovink-Soer, Agustus 1900). Budaya patriarkhis memberi kebebasan pada laki-laki untuk menjadikan perempuan sebagai liyan.29 Bagi Simone De Beauvior menjadi manusia bebas adalah menjadi subyek. Beauvior berpendapat perempuan sangat berbeda dengan laki –laki. Perempuan dalam kenyataanya tidak memiliki otonomi untuk berpikir melainkan hanya keraguan akan dirinya. Masyarakat melihat bahwa perempuan itu adalah lemah, tidak penting, hanya pelengkap, pembantu, perempuan layak dibelakang. Beauvoir menempatkan perempuan sebagai liyan , menurutnya hal ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan melalui penciptaan mitos tentang perempuan yang irasionalitas, kompleksitas dan perempuan sulit dimengerti, dan perempuan tercipta untuk menjadi pelengkap laki-laki.30 Beauvoir menyatakan bahwa peran sosial sejalan dengan mekanisme utama yang digunakan oleh diri, subyek, untuk menguasai liyan, objek. Menurut Beauvoir perempuan menerima ke-liyan-an mereka sebagai mistero feminin, yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi perempuan. Contohnya, peran sebagaiistri membatasi kebebasan perempuan. Beauvoir ingin membuktikan bahwa perempuan terjebak pada peran feminis sebagai obyek, sebagai liyan, bukan subyek yang sesungguhnya. Pemikiran Simone De Beauvior mengenai eksistensi perempuan memang berangkat dari situasi keseharian yang konkret, bahwa perempuan ditindas oleh 29 Ibid, Hal 55 Putnam Tong Rosemarie. 2004. Feminis Thought, terjemahan Aquarini, Yogyakarta. Jalasutra, hal 265-266 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 laki-laki. Berangkat dari situasi itu, laki-laki memandang perempuan hanya sebagai yang “diluar” dirinya, tidak menjadi satu bagian sebagai manusia. Perempuan didefinisikan dengan referensi kepada laki-laki dan bukan referensi kepada dirinya sendiri, dengan demikian perempuan adalah insidental semata, tidak esensial. Laki-laki adalah subyek, sedangkan perempuan adalah orang lain atau liyan.31 Gagasan liyan Simone De Beauvior ini sebenarnya pararel dengan gagasan Sartre yang memberikan penjelasan mengenai sikap orang terhadap liyan, yakni ketidakpedulian, kebencian, bertindak sadis. Beauvior mendeskripsikan penindasan, sikap pengucilan, kepada perempuan pengasingan, dan sebagai liyan dengan bentuk tindakan kepada kekerasan perempuan.32 2.8 Analisis Wacana Mills mengatakan, lalu Foucault mengatakan kembali yang dikutip oleh Rachmat Kriyantono bahwa wacana sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang sebagai sebuah individualisasikelompok pernyataan, dan kadang sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Sementara Eriyanto mendefinisikan analisis wacana sebagai suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Wacana merupakan praktik sosial (mengkonstruksi realitas) yang menyebabkan 31 De Simone Beauvior. 2004, The Second sex dalam buku A Passion for wisdom, Upper Saddle River, New Jersey, Hlm.568 32 Armada Riyanto. 2011, Aku dan Liyan: kata filsafat dan sayap, Widya Sasana Publication, Malang, Hlm.104 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial, budaya, ideologi tertentu. Di sini bahasa dipandang sebagai faktor penting untuk merepresentasikan maksud si pembuat wacana. 33 2.9 Analisis Wacana Kritis Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis / CDA), wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk di analisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana – pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan – sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, intitusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideolgi : ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki, dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas 33 Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 262 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling brtarung dan mengajukan versinya masing-masing. Yang dikutip dari tulisan Teun A. Van Dijk, Fairclough, dan Wodak berikut adalah karakteristik penting dari analisis wacana kritis.34 1. Tindakan Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman wacana semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara untuk dirinya sendiri, seperti kalau orang sedang mengigau atau di bawah hipnotis. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemahaman semacam ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. 34 Eriyanto, 2012, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Lkis Group, Yogyakarta, hal 7-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan diluar kesadaran. 2. Konteks Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengerti, dan diaanalisis pada suatu konteks tertentu. Wacana kritis mengidentifikasikan teks dan percakapan pada situasi tententu : wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal bepengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan dalam analisis. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana.Berbicara diruang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 pengadilan berbeda dengan berbicara di pasar, atau berbicara dirumah berbeda dengan berbicara di kelas, karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya. 3. Historis Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat di mengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau di kembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu dan seterusnya. 4. Kekuasaan Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Disini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 55 bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut dengan kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut bisa bermacammacam.Bisa berupa kontrol atas konteks, yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan.Selain konteks, kontrol tersebut juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana. 5. Ideologi Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimaasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 56 dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. 2.10 Semiotika Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tandatanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut Preminger ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistik dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dan logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih mengarah kepada penguraian sistem tanda yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Pierce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 57 Analisis Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada. Yang dimaksud dengan “tanda” ini sangat luas. Pierce membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Dapat dijelaskan sebagai berikut :35 a. Lambang Suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang di bentuk karena adanya consensus dari para pengguna tanda.Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah lambang berani, mungkin di Amerika bukan. b. Ikon Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut.Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda. c. Indeks Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda 35 Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 265-266 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 58 yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya.Asap merupakan indeks dari adanya api. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi / wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’. Dengan menggunakan semiotika dalam studi media massakita dapat mengajukan berbagai pertanyaan : mengapa misalnya sebuah media tertentu selalu –untuk tidak mengatakan terus menerus –menggunakan frase, istilah, kalimat atau frame tertentu manakala menggambarkan seseorang atau sekelompok orang ? Apa yang sebenarnya menjadi sebab, alasan, pertimbangan, latar belakang dan tujuan media tersebut mengambil langkah tersebut.36 2.11 Semiotika Roland Barthes Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsidari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Buku ini ditulis Barthes sebagai upaya 36 Indiawan Seto Wahyu Wibowo, 2013, Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, hal 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 59 untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik atau kode kultural. Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema atau teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Kode proaretik atau kode tindakan / lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechete, bukan hanya utnuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 60 namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengulas sistem pemaknaan tataran ke-dua, sistem ke-dua ini disebut konotatif dan denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Tabel 2.2 : Peta Tanda Roland Barthes 1. 2. Signifier Signified (petanda) (penanda) 3. denotative sign (tanda denotatif) 5. 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif http://digilib.mercubuana.ac.id/ 61 adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi kebenarannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Pengertian umum, denotasi biasanya di mengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.37 Roland Barthes juga membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada tabel dibawah ini :38 Tabel 2.3 Signifikasi Dua Tahap Barthes First Order Second Order Reality Culture Signs Connotation Form Denotation Signifier Signified Content Myth 37 Alex Sobur, 2004, Semiotika Komunikasi, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, hal 63-71 Alex Sobur, 2012, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 127 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 62 Melalui tabel diatas menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek; menggambarkannya.Konotasi sedangkan bekerja konotasi dalam tingkat adalah subjektif, bagaimana sehingga kehadirannya tidak disadari. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan. 39 Menurut Barthes, segala sesuatu yang tetap, mapan, stabil merupakan mitos. Mitos merupakan pemaknaan yang dibekukan oleh kekuasaan. Ketika manusia memaknai sesuatu sesuai dengan ‘makna resmi’ yang seolah-olah inheren secara alamiah dalam tanda, maka ia telah tenggelam dalam mitos. 39 Ibid, hal 128 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 63 Setiap hari manusia selalu memaknai benda secara subjektif. Bunga mawar, contohnya, sering digunakan untuk mengungkapkan cara cinta. Bunga mawar memuat tiga aspek : penanda (signifier = mawar), petanda (signified = perasaan cinta), dan tanda (sign = bunga mawar sebagai ungkapan rasa cinta). Disini perlu dibedakan antara mawar sebagai penanda dengan mawar sebagai tanda. Mawar sebagai penanda merupakan suatu potensi yang selalu siap dimaknai (misalnya, mawar dimaknai sebagai gadis cantik yang sering melukai hati lelaki). Sedangkan tanda adalah sesuatu yang bersifat penuh, definit, dan mapan. Dalam mitos selalu ditemukan konsep triadik : penanda, petanda, dan tanda. Sifat penanda yang kosong, potensial, dan terbuka membuat bekembangnya proses pemaknaan. Terdapat satu pergeseran dari makna denotatif menjadi makna konotatif. Melalui pemaknaan sekunder yang dimapankan, mitos muncul ke permukaan. Prinsip utama mitos adalah ‘mengubah sejarah menjadi alamiah’ (turn history into nature). Dapat dipahami mengapa para ‘konsumen’ mitos tidak menyadari adanya motivasi dan kepentingan yang termanifestasi secara tersembunyi (terselubung) dalam suatu mitos. Mereka cenderung memandang mitos sebagai sesuatu yang alamiah. Proses pembentukan mitos ini kemudian memunculkan ideologi. Jika dimapankan dan dibekukan terus dan tersebar pada satu wilayah konvensi, maka mitos berkembang menjadi ideologi. Proses pembentukan ideologi terjadi sama seperti proses pembentukan mitos, hanya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 64 disertai dengan daya pemaknaan yang melampaui daya individual (supraindividual).40 40 Bagus Takwin, 2009, Akar-akar Ideologi; Kajian Konsep Ideologi dari Plato Hingga Bourdleu, Jalasutra, Yogyakarta, hal 105-106 http://digilib.mercubuana.ac.id/