Templat tesis dan disertasi

advertisement
15
3 METODE
Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium yang bersifat deskriptif
komparatif. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai dengan
November 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Bagian
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) FKH IPB dan di Laboratorium
Parasitologi, Balai Uji Standar Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan (BUSKIPM) Jakarta. Penelitian dilakukan melalui
empat tahapan yaitu: 1) Isolasi dan identifikasi morfologi dan molekuler L3 G.
spinigerum, 2) Produksi dan karakterisasi antigen ekskretori-sekretori (ES) L3 G.
spinigerum, 3) Produksi poliklonal antibodi, dan 4) Uji immunoblotting.
Bahan
Ikan belut rawa (Monopterus alba), kelinci ras white New Zealand, obat
cacing, Ivomex®, NaCl fisiologis, phosphate buffer saline (PBS), DNEasy®
blood and tissue kit extraction (Qiagen, Singapura), etanol, primerpada daerah
ribosomal ITS1, yaituLim1657 (f), 5’-CTGCCCTTTGTACACACCG-3’
(Almeyda-Artigas et al. 2000) dan 58S2 (r), 5’-TCTTTATGCTCAATGTCTTCGC-3’ (Ando et al. 2006),GoTaq®Green Master Mix 2X (Promega, USA),
agarose, Sybr safe, TAE buffer, DNA ladder, BigDye®Terminator Cycle
Sequencing (ABI, USA),EDTA, natrium asetat, RPMI 1640 (GIBCO, USA),
penicillin G,streptomycin, leupeptin-antipain,membran nitroselulosa (0.45 µm,
protran Schleicher & Schuell Bioscience GmbH, Jerman),ammonium sulfat,
Montage® Antibody Purification Kit and Spin Column with PROSEP®-A Media
(Merck, Jerman), Amicon® 30.000, steriflip-GP filter, Freud adjuvant complete,
Freud adjuvant incomplete, akrilamid, Tris-HCl, SDS, APS, TEMED, βmercaptoethanol, gliserol, bromphenol blue, glisin, perak nitrat, methanol, asam
asetat, marker protein, larutan Bradford, bovine serum albumin (BSA), membran
nitroselulosa, larutan Ponceau S (Sigma), natrium azide (NaN3), susu skim, PBS
tween, enzim peroksidase (anti rabbit IgG alkaline phosphatase conjugate),
substrat BCIP-NBT dengan hydrogen peroksida.
Alat
Alat-alat bedah, alat-alat gelas, mikroskop cahaya Nikon E50i dengan
digital kamera dan perangkat lunak NIS Element D,pipet mikro berbagai ukuran,
tabung mikro berbagai ukuran, tissue grinder, inkubator, sentrifugasi, vortex,
Thermal cycler, Mesin sequencer Applied Biosystems 3130 DNA Analyser,
inkubator CO2, penangas air dengan pengaduk magnet, waterbath sonicator,
freezer, refrigerator, spektrofotometer, syringe, alat elektroforesis SDS-PAGE
vertikal, platform goyang.
16
Prosedur Penelitian
Tahap 1
Isolasi dan Identifikasi Morfologi dan Molekuler Larva Tiga
(L3) Gnathostoma spinigerum
Gnathostoma spinigerum dikoleksi dari sampel ikan belut (Monopterus
alba) BUSKIPM yang dikirim oleh eksportir ikan belut. Ikan dinekropsi, kista
yang terdapat pada hati, ginjal dan daging diambil secara aseptis dan diamati
dengan mikroskop stereo. Kista yang berisi L3 Gnathostoma dipecahkan dan L3
yang masih hidup dan utuh dikumpulkan dalam wadah berisi NaCl fisiologis,
kemudian L3 tersebut dipindahkan ke dalam tabung 50 ml berisi larutan
phosphate buffer saline (PBS) dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 15 – 20
menit. Pengamatan morfologi dan morfometri L3 dilakukan menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 4 – 40X (objektif).
Sepuluh ekor L3 Gnathostoma yang telah diisolasi dan diidentifikasi secara
morfologi kemudian difiksasi menggunakan alkohol 70% untuk identifkasi
sampai tingkat spesies secara molekuler dengan metode polymerase chain
reaction (PCR) dan sequencing. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan
kit komersial DNEasy® blood and tissue kit extraction (Qiagen, Singapura) sesuai
dengan protokol pemakaian. Uji polymerase chain reaction (PCR) dan sequencing
menggunakan primerpada daerah ribosomal ITS1, yaituLim1657 (f), 5’CTGCCCTTTGTACACACCG-3’ (Almeyda-Artigas et al. 2000) dan 58S2 (r),
5’-TCTTTATGCTCAATGTCTTCGC-3’ (Ando et al. 2006). Amplifikasi PCR
dilakukan dengan menggunakan 2 µL DNA total Gnathostoma, 12.5 µL
GoTaq®Green Master Mix 2X (Promega, USA), 20 pmol masing-masing primer
dan air bebas nuklease sampai volume akhir reaksi 25 µl. Kondisi PCR untuk
analisis rDNA adalah sebagai berikut: 94 °C selama 1 menit, 52 °C selama 1
menit and 72 °C selama 3 menit untuk 30 siklus (Ando et al. 2006). Cycle
sequencing dilakukan sesuai metode Sanger menggunakan 2 µL DNA hasil
amplifikasi, 2 µl BigDye®Terminator Cycle Sequencing(ABI, USA), 3 µl buffer
sequencing 5x, 20 pmol primer tunggal dan air bebas nuclease sampai volume
akhir reaksi 25 µL. Kondisi cycle sequencing adalah sebagai berikut 96 °C selama
10 detik, 50 °C selama 5 detik and 60 °C selama 4 menit untuk 25 siklus.
Purifikasi produk cycle sequencing menggunakan presipitasi etanol/EDTA.
Denaturasi dilakukan pada suhu 95 °C selama 5 menit dengan menambahkan HiDi formamide 1:1 ke dalam produk purifikasi. Capillary electrophoresis
dilakukan dengan mesin sequencer Applied Biosystems 3130 DNA Analyser.
Larva tiga nematoda lain yang membentuk kista dan berada pada organ
yang sama di ikan belut (Monopterus alba) yaitu Spiroksis, diisolasi dan
diidentifikasi dengan cara yang sama dengan L3 Gnathostoma. Spiroksis
merupakan nematoda yang masih satu famili dengan Gnathostoma, dan juga
merupakan parasit dalam bentuk L3 pada ikan belut (BUSKIPM 2011).
Tahap 2
Produksi dan Karakterisasi Protein Antigen ES-L3-Gs
Preparasi Antigen Ekskretori-Sekretori (ES) L3 G. spinigerum
Larva tiga G. spinigerum (L3 Gs) yang telah dicuci menggunakan PBS
dipindahkan ke dalam media RPMI 1640 (GIBCO, USA) yang mengandung
antibiotik 100 unit/mL penicillin G dan 100 µg/mL streptomycin dan kemudian
diinkubasi selama 4 hari pada inkubator CO2 5% dengan suhu 37°C (masing-
17
masing lima ekor cacing dalam satu mL RPMI). Hal ini sesuai hasil riset dari
Saksirisampant et al. (2001), yang menyatakan bahwa metabolisme hasil ES-L3Gs optimum didapatkan setelah masa inkubasi empat hari pada suhu 37°C. Cacing
dipindahkan dan larutan media RPMI yang mengandung antigen ES diambil dan
disentrifugasi pada 10,000 rpm selama 30 menit pada suhu 4°C. Supernatan
diambil dan kemudian dipekatkan dengan menambahkan Ammonium sulfat 20%
(w/v) sambil diaduk dengan batang pengaduk magnet selama 24 jam pada suhu
4 °C. Antigen yang telah dipekatkan didialisis menggunakan membran sellulosa
dalam larutan PBS selama empat jam, volume PBS yang digunakan sebanyak 100
kali volume larutan yang didialisis. Buffer pendialisis diganti setiap satu jam.
Hasil dialisis merupakan antigen ES yang telah dimurnikan, selanjutnya antigen
tersebut disimpan dalam freezer -20°C sampai saat akan digunakan (Samarang
2011).
Produksi antigen ES L3 Spiroksis juga dilakukan sama seperti produksi
antigen ES-L3-Gs, tetapi waktu inkubasi yang dilakukan berbeda dari G.
spinigerum, yaitu satu hari. Hal tersebut dikarenakan masa hidup Spiroksis pada
media buatan tidak sekuat Gnathostoma. Antigen ES L3 Spiroksis ini akan
digunakan untuk melihat adanya reaksi silang pada pengujian immunoblotting.
Produksi antigen somatik juga dilakukan dengan cara larva tahap tiga G.
spinigerum yang telah dicuci menggunakan PBS dihomogenkan dalam 0.1 M PBS
pH 7.4, yang berisi inhibitor protease (0.05 mg/ml leupeptin-antipain, 10 mM
EDTA) dengan tissue grinder dan kemudian disonifikasi menggunakan waterbath
sonicator selama 2 x 10 menit dan kemudian disentrifugasi pada 10,000 rpm
selama 30 menit pada suhu 4 °C. Supernatan diambil dan supernatan ini
merupakan hasil antigen ekstrak somatik kasar, yang selanjutnya antigen tersebut
disimpan dalam freezer -20 °C sampai saat akan digunakan. Antigen somatik ini
diproduksi sebagai pembanding dalam reaksi immunoblotting sehingga
diharapkan pita protein spesifik dari ES-L3-Gs dapat terkarakterisasi.
Pengukuran Konsentrasi dan Karakterisasi Protein Antigen
Konsentrasi protein antigen ES yang diperoleh diukur menggunakan metode
Bradford (1976) menggunakan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar.
Komponen protein antigen ES-L3-Gs dipisahkan berdasarkan berat molekulnya
dengan menjalankan protein tersebut menggunakan metode Sodium Deodecil
Sulphate-Poly Acrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), yang terdiri dari gel
pemisah 7.5%, 12.5% dan 17.5% serta gel pengumpul (stacking gel) 4%
(Laemmli 1970). Standar berat molekul protein hingga 58 kDa digunakan untuk
menentukan berat molekul antigen sampel.40 µL antigen diletakkan dalam setiap
sumur gel-tunggal.Sampel antigen dijalankan menggunakan gel elektroforesis
pada voltase konstan 150 V. Pita antigen yang muncul pada elektroforesis SDSPAGE dideteksi dengan menggunakan pewarnaan perak nitrat (AgNO3).
Tahap 3
Produksi Poliklonal Antibodi
Antigen ES-L3-Gs yang dihasilkan kemudian disuntikan pada dua ekor
kelinci percobaan untuk mendapatkan immunoglobulin G anti ES-L3-Gs. Kelinci
yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci ras white New Zealand betina
umur dua bulan, berat badan masing-masing satu setengah kg. Hewan coba
dipelihara dan diberi obat anti cacing sebelum digunakan agar bebas dari penyakit
18
cacing dan ivomex® agar tidak terkena infeksi penyakit parasit.Dosis imunisasi
protein antigen ES-L3-Gs pada masing-masing kelinci adalah 600
µL/ekor.Imunisasi pertama dilakukan dengan rute intra vena (i.v). Imunisasi
kedua dilakukan seminggu setelah imunisasi pertama dengan rute subcutan (s.c)
menggunakan Freud adjuvant komplit dengan perbandingan antara antigen dan
adjuvant sama banyak. Penyuntikan ketiga sampai kelima dengan interval dua
minggu melalui rute s.c menggunakan Freud adjuvant inkomplit dengan
perbandingan yang sama.
Koleksi antibodi poliklonal dilakukan dengan mengambil serum darah
kelinci dari vena auricularis pada telinga, setiap seminggu setelah penyuntikan
kedua hingga minggu ke 16. Darah kelinci yang telah membentuk antibodi IgG
anti ES-L3-Gs dimasukkan ke dalam incubator suhu 37°C dengan posisi miring
selama 30 menit, kemudian disimpan dalam refrigerator semalam pada suhu 4°C
dan disentrifus dengan kecepatan 2000 x g selama 15 menit. Serum yang terpisah
di bagian atas dikumpulkan menggunakan mikropipet.Keberadaan antibodi anti
ES-L3-Gs dari kelinci diperiksa secara kualitatif menggunakan metode Agar Gel
Precipitation Test (AGPT) menurut Eisen (1973).
Serum yang diperoleh dimurnikan untuk mendapatkan IgG menggunakan
Montage® Antibody Purification Kit and Spin Column with PROSEP®-A
Media(Merck, Jerman). Media PROSEP®-A yang digunakan dipre-ekuilibrasi
menggunakan 10 mL Binding Buffer A dengan mensentrifus spin column
kecepatan 500 x g selama 30 menit pada suhu 4°C. sampel berupa serum kelinci
anti ES-L3-Gs disaring menggunakan 0.2 µm Steriflip-GP filter. Sepuluh ml
serum yang telah difiltrasi ditambahkan dengan 10 mLBinding Buffer A
(perbandingan 1:1 v/v) disentrifus kecepatan 500 x g selama 30 menit pada suhu
4°C. Supernatant di dasar tabung setelah 30 menit dibuang, kemudian spin column
dibilas menggunakan 20 mLBinding Buffer A dan disentrifus kecepatan 500 x g
selama 30 menit pada suhu 4°C untuk menghilangkan kontaminan yang tidak
terikat. Sebanyak 10 mL Elution Buffer B2 ditambahkan langsung ke dalam spin
column dalam tabung steril baru yang telah diisi 1.3 mL Neutralization Buffer C
dan disentrifus kecepatan 4500 x g selama 40 menit pada suhu 4°C.Supernatant di
dasar tabung yang mengandung IgG diambil, kemudian difiltrasi menggunakan
Amicon® 30.000 yang disentrifus dengan kecepatan 4500 x g selama 25 menit
pada suhu 4°C. Supernatant berisi IgG dialiquot dalam tabung-tabung mikro 1.5
mL dan disimpan pada suhu -20°C. Konsentrasi IgG yang telah dipurifikasi
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm dengan
metode Bradford.
Produksi dan deteksi antibodi poliklonal anti antigen somatik Gnathostoma
juga dilakukan sama dengan produksi dan deteksi antibodi poliklonal anti ES-L3Gs. Antibodi poliklonal anti antigen somatik Gnatostoma ini diproduksi untuk
dilakukan reaksi immunoblotting sebagai pembanding reaksi immunoblotting
antara antibodi poliklonal anti ES-L3-Gs dengan antigen ES-L3-Gs, sehingga
diharapkan pita protein spesifik dapat terdeteksi.
Tahap 4
Immunoblotting
Hasil elektroforesis SDS-PAGE pita polipeptida dari antigen ES-L3-Gs,
dipindahkan secara elektroforesis ke membran nitroselulosa (0.45 µm, protran
Schleicher & Schuell Bioscience GmbH, Jerman) dengan arus konstan pada 400
19
mA selama satu jam. Standar protein berat molekul yang terpisah pada membran
nitroselulosa diwarnai dengan larutan Ponceau S (Sigma) dan dicuci dengan air
suling untuk menghilangkan kelebihan warna (overstaining). Membran
nitroselulosa yang terblotting direndam dalam susu skim (blotto) 2% dalam PBS0.02% NaN3 selama satu jam pada platform goyang untuk memblokir situs
pengikatan non-spesifik pada membran. Membran dicuci dengan alir mengalir
untuk membersihkan kelebihan susu skim. Membran secara individual
direaksikan dengan serum kelinci yang diencerkan 1:5000 dengan susu skim 5%
pada suhu kamar semalam pada platform goyang. Membran dicuci tiga kali
dengan PBST (PBS tween 0.1%) masing-masing lima menit untuk menghapus
antibodi yang tidak terikat, kemudian membran direaksikan dengan antibodi
sekunder yaitu IgG anti rabbit yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase
(anti rabbit IgG alkaline phosphatase conjugate) yang diencerkan 1:2500 dengan
susu skim 5% selama satu jam di suhu kamar pada platform goyang. Membran
kemudian dicuci tiga kali dengan PBST masing-masing lima menit, dan aktivitas
enzim dibiarkan untuk berkembang dengan menambahkan substrat BCIP-NBT
yang mengandung hidrogen peroksida pada platform goyang. Reaksi selesai
ketika pita berwarna coklat gelap muncul pada garis nitroselulosa reaktif.Reaksi
dihentikan dengan mencuci garis menggunakan air suling untuk menghapus
pewarna latar belakang, dan garis kemudian dikeringkan di udara (Anantaphruti et
al. 2005; Wongkham et al. 2000). Reaksi antara antibodi kelinci anti ES-L3-Gs
dengan antigen parasit nematoda lain (ES L3 Spiroksis) juga dilakukan untuk
melihat adanya reaksi silang. Reaksi yang sama juga dilakukan antara anti ES-L3Gs dengan serum negatif sebagai kontrol negatif. Reaksi immunoblotting juga
dilakukan antara antibodi poliklonal anti antigen somatik Gnathostoma dengan
antigen somatik Gnathostoma sebagai pembanding pita-pita protein yang muncul.
Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data deskriptif.Identifikasi spesies
Gnathostoma di Indonesia dilakukan dengan membandingkan morfologi dan
morfometri spesies yang diamati dengan literatur, identifikasi hingga tingkat
spesies dilakukan dengan membandingkan hasil analisa sekuensing dengan data
pada Bank Gen NCBI.Analisis data immunoblottingdilakukan dengan melihatpitapita protein yang ter-blottinghasil reaksi immunoblottingAntigen ES-L3-Gs
dengan IgG anti antigen ES-L3-Gsdan dibandingkan dengan hasil reaksi
immunoblotting ES-Ag L3 Spiroksis dengan IgG anti Antigen ES-L3-Gs dan hasil
reaksi immunoblotting antigen somatik dengan IgG anti antigen somatik
Gnathostoma. Pita protein yang spesifik merupakan pitayang ter-blottinghanya
pada hasil reaksi immunoblottingAntigen ES-L3-Gs dengan IgG anti Antigen ESL3-Gs. Setiap reaksi immunoblotting dilakukan pengulangan dua kali untuk
melihat kekonsistensian hasil.
Download