BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya dapat mengalami kecemasan, ataupun ketakutan. Respon dari kecemasan ini dapat berupa: respon fisiologis, respon prilaku, respon kognitif dan respon afektif (Stuart, 2001). Respon fisiologis dapat menstimulasi jalur neuro endokrin (neuro endocrinal pathway) yang pada sistem kardiovakuler akan menyebabkan perubahan pada hemodinamik berupa peningkatan tekanan darah maupun laju denyut nadi. Untuk mengurangi kecemasan maupun rasa takut yang dialami oleh pasien dapat dilakukan upaya atau pendekatan non farmakologi maupun farmakologi (Guglielminotti J dkk., 1998; Steed C dkk., 2006). Pada tindakan anestesi dengan pemberian anestesi umum, saat induksi merupakan keadaan yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan aman. Teknik induksi anestesi intravena menggunakan propofol sangat disukai pemakaiannya saat ini. Propofol sebagai agen induksi yang mempunyai karakteristik onset kerja cepat, durasi kerja pendek, waktu pemulihan yang cepat dan stabil. Propofol bisa dipergunakan sebagai agen induksi, sebagai agen pemeliharaan/rumatan anestesi dan sebagai sedasi. Propofol dapat menyebabkan goncangan kardiovaskular dan depresi pernapasan. Penurunan tekanan darah umumnya turun 25 - 40 % setelah induksi 1 2 dan kejadian apneu lebih dari 50% (Aun dan Major, 1984). Reich dkk., (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum. Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen, 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi hepar (Robinson 1985; Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon normal barorefleks arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993), diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates, 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates, 1987). Penurunan tekanan darah sistemik dengan pemberian obat propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Pengurangan kadar propofol di plasma mungkin dapat mengurangi kerugian tersebut tanpa menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau anestesi. Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi 3 saat anestesia adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014). Pendekatan farmakologi yaitu dengan pemberian obat premedikasi yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas maupun takut yang dialami penderita disamping juga memberikan efek sedasi, analgesia, antiemetik, menurunkan PONV, menggigil paska operasi dan juga untuk menurunkan kebutuhan obat-obat anestesi. Clonidine adalah obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor sering digunakan sebagai obat premedikasi karena mempunyai efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan menjaga kesetabilan hemodinamik perioperatif serta dapat mengurangi kebutuhan terhadap dosis obat anestesi volatile maupun intravena (Kimibayashi dan Maze, 2000; Fazi L dkk., 2001). Clonidine mempunyai keunggulan secara farmakologi karena walaupun efek sedasi, analgesia, dan ansiolisis bersifat dose dependent namun tidak akan menyebabkan depresi nafas (Sung C dkk., 2000). Kualitas sedasi yang dihasilkan oleh obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor berbeda dengan obat golongan penghambat Gamma Amino Butiric Acid/GABA inhibitor (Shelly, 2001). Clonidine akan mengaktivasi reseptor alpha-2 dan menimbulkan efek sedasi dengan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat kesadaran sehingga pasien lebih tenang serta lebih mudah untuk dibangunkan dan lebih kooperatif. Sedangkan efek sedasi dari obat-obat penghambat GABA seperti midazolam dan propofol menyebabkan kesadaran berkabut dan sering terjadi paradoxical agitation (Shelly, 2001). Reseptor alpha-2 paling banyak didapatkan di batang otak yaitu pada locus ceruleus pons yang 4 merupakan sumber sistem saraf simpatis dari forebrain dan merupakan pusat kewaspadaan. Efek sedasi dari obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor oleh karena efek inhibisi terhadap nucleus ceroleus tersebut (Nelson dkk., 2003). Clonidine juga mempunyai efek analgesia karena menghambat pelepasan norepineprin prejunctional α2 adrenoseptor di perifer, hal ini akan menghambat jalur nosisepsi. Mekanisme lain yang diperkirakan adalah dengan meningkatkan selektifitas dari obat lokal anestesi terhadap reseptor serabut saraf Aδ dan C, serta melepaskan enkafaline like substance yang akan menghasilkan efek analgesia. Pada penelitian Agrawal M, (2014). Mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi clonidine 1,5 mcg/KgBB intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat, menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7% (sparing effect on propofol), menjaga kestabilan hemodinamik saat induksi dan laringoscop intubasi, menurunkan kejadian PONV serta menggigil paska operasi. Penelitian Rosant S, (2006) mengatakan bahwa clonidine mempunyai sparing effect pada propofol dan sparing effect ini dimediasi oleh efek analgesia dan sedasi dari clonidine serta tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya. Clonidine mempunyai kemampuan untuk memodifikasikan alkalium (potassium channesl) di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan membrane sel mengalami hiperpolarisasi, melalui mekanisme ini diperkirakan clonidine dapat menurunkan kebutuhan obatobat anestesi (Stoelting, 2006). Mendapatkan suatu kondisi induksi yang adekuat tanpa menimbulkan gejolak hemodinamik yang bermakna merupakan tantangan bagi dokter anestesi. Dengan memperhatikan uraian diatas, tentang manfaat premedikasi clonidine serta 5 mempertimbangkan kejadian efek samping hipotensi dan bradikardi saat pengunaan propofol, maka sangatlah penting untuk mengetahui dosis induksi dan rumatan propofol pada pasien yang diberikan premedikasi clonidine sehingga akan mengurangi resiko kejadian hipotensi dan bradikardi yang dapat menimbulkan morbiditas pada pasien. Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan lanjutan penelitian yang dilakukan oleh Nadiyasa, I Wayan Gede sebelumnya dengan judul “Premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena menurunkan dosis induksi propofol dan menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi pada pasien yang dilakukan anestesi umum di RSUP Sanglah, Denpasar tahun 2014”. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena dapat menurunkan rerata dosis rumatan propofol untuk kedalaman anestesi intraoperatif pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 2. Apakah premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena dapat menjaga stabilitas hemodinamik intraoperatif pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM Untuk mengetahui dan membuktikan premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena dapat menurunkan rerata dosis propofol untuk rumatan kedalaman anestesi dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik 6 intraoperatif pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui penurunan rerata dosis rumatan propofol untuk rumatan kedalaman anestesi intraoperatif pada pasien yang diberikan premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 2. Mengetahui perubahan hemodinamik intraoperatif dengan pemberian premedikasi clonidine 1 mcg/KgBB intravena pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Dengan diketahuinya efek premedikasi clonidine terhadap rerata dosis rumatan propofol intraoperatif dan perubahan hemodinamik diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya di bidang ilmu anestesiologi dalam pengaturan dosis rumatan TCI propofol untuk kedalaman anestesi umum intraoperatif. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi suatu pegangan bagi sejawat dalam menyesuaikan dosis rumatan TCI propofol intraoperatif untuk kedalaman anestesi umum pada pasien yang diberikan premedikasi clonidine. 7 2. Memberikan pelayanan yang optimal pada pasien dengan penyesuaian dosis premedikasi clonidine dan dosis rumatan TCI propofol yang lebih tepat.