Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada era globalisasi dan informasi seperti saat ini lingkungan bisnis
mengalami perubahan dan persaingan yang sangat ketat. Untuk itu perusahaan
dituntut untuk menjaga efektifitas dan efisiesnsinya sehingga kegiatan
operasionalnya perusahaan dapat berjalan lancar (Tandean, Mulia, dan Setyoadji,
2012). Di Indonesia, bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) keharusan
penyelenggaraan internal control berbasis framework COSO (internal control
COSO) tersebut tertuang dalam Pasal 22 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Good Governance pada Badan Usaha Milik
Negara. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa manajemen BUMN harus
memelihara internal control bagi perusahaan. Sebagaimana diketahui, peranan
BUMN dalam tata perekonomian Indonesia Merupakan salah satu pelaku
ekonomi dalam sistem perekonomian nasional yang diharapkan secara aktif
berkecimpung dan bekerja sama berdasarkan demokrasi ekonomi untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur (Sie Infokum – Ditama Binbangkum,
2015).
Beberapa tahun terakhir, manajemen perusahaan banyak mengkhawatirkan
timbulnya kecurangan (fraud) di lingkungan perusahaannya akibat dari krisis
global. Krisis global telah menggerus laba BUMN dan menyebabkan konglomerat
Indonesia kehilangan 60% kekayaanya, dan juga telah mengakibatkan kurang
lebih 30.000 pekerja kehilangan pekerjaan atau penghasilan (Putra, 2014).
1
2
Kecurangan di BUMN dapat menyebabkan kerugian negara, karena menurut
Akbar (2014), kerugian negara merupakan akibat dari perbuatan yang bersifat
melawan hukum melalui penyalahgunaan wewenang, kesempatan dari seseorang
atau korporasi untuk memperkaya diri sendiri. Intinya, kerugian keuangan negara
merupakan akibat dari tindak pidana korupsi dengan modus melawan hukum dan
unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak di bidang jasa angkutan penumpang, angkutan barang dan usaha
pendukung serta bisnis properti perkeretaapian. Pengendalian intern dalam
penerapannya salah satunya ada dalam fungsi dan tugas Satuan Pengawasan
Intern (SPI), dimana Satuan Pengawasan Intern (SPI)
manajemen melakukan
pengawasan
dan
evaluasi
dalam
membantu
dengan meningkatkan
efektivitas pengelolaan risiko (risk management), pengendalian dan proses
tata kelola (governance) agar dapat memastikan sistem pengendalian internal
perusahaan berjalan sesuai dengan ketentuan. (Laporan Tahunan PT KAI, 2012).
Dalam efektivitas sistem pengendalian intern, SPI PT Kereta Api Indonesia
melakukan evaluasi dengan meningkatkan fungsinya melalui :
1. Memberi rekomendasi kepada manajemen mengenai perbaikan dan
penyempurnaan berbagai sistem dan prosedur dalam proses bisnis;
2. Memberi rekomendasi mengenai usaha-usaha peningkatan efisiensi
melalui pengurangan pemborosan dan peningkatan efektivitas melalui
penilaian pencapaian strategi bisnis korporasi;
3. Membantu menciptakan sistem pengendalian internal yang baik;
3
4. Memastikan bahwa sistem pengendalian internal telah dipatuhi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari hasil kegiatan yang dilaksanakan SPI PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) sampai dengan tahun 2012 didapat temuan 339. Dari temuan yang telah
selesai adalah 126 dan sisa temuan 213 yang belum terselesaikan. Salah Fungsi
SPI adalah untuk menciptakan pengendalian internal yang baik (Laporan Tahunan
PT Kereta Api Indonesia, 2012).
Salah satu kasus yang diberitakan oleh Ana Shofiana (2014) PT KAI
mengatakan bahwa kasus tiket asli tetapi palsu yang dikeluarkan oleh oknum
petugas PT KAI di loket resmi Stasiun Tawang, Semarang, hanya dilakukan
personal. Terungkapnya tiket asli tetapi palsu itu diklaim menjadi bukti bahwa
sistem pengamanan manifestasi online yang diterapkan oleh PT KAI telah bekerja
dan berhasil mendeteksi penyimpangan di luar sistem. Humas PT KAI Daops IV
Suprapto menjelaskan, dari hasil investigasi internal, pemalsuan tiket palsu
dilakukan oleh seorang petugas outsourcing tanpa melibatkan jaringan yang lebih
luas. PT KAI telah melakukan investigasi secara menyeluruh, baik dari sistem
sampai ke personelnya. Disimpulkan bahwa petugas loket di Stasiun Tawang
telah berbuat curang, dengan membuat tiket asli tetapi palsu tersebut. Modus yang
dipakai oleh pelaku adalah dengan cara memasukkan data ke tiket kereta api
Kalijaga yang harganya Rp 10.000, tetapi kertas tiketnya tidak dicetakkan agar
pelaku bisa mendapatkan form tiket kosong. Selanjutnya, tiket kosong ini diisi
dengan cara diketik komputer biasa, lalu dijual kepada penumpang yang naik
4
kereta api dengan kelas lebih mahal, yakni KA Sembrani, yang harga tiketnya Rp
270.000.
Berikutnya lagi ada pemberitaan oleh Yulianti (2013) adalah Mantan
Kepala Daerah Operasi IV Semarang PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), Arif
Wahyudi dituntut hukuman 1 tahun 7 bulan oleh jaksa penuntut umum (JPU)
dalam sidang tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis
(1/8/2013). Arif dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan
genset untuk PT KAI di tahun 2009 dengan kerugian negara mencapai Rp 2,5
miliar.PT KAI waktu itu berencana membeli 8 unit genset 500 kVa dengan
anggaran Rp 6,9 miliar. Arif kemudian bersepakat dengan dua terdakwaa yang
merupakan pengusaha itu dengan mengajukan genset 500 kVa yang
spesifikasinya sesuai kebutuhan PT KAI. Harga yang mereka ajukan yaitu Rp
1,49 miliar per unit. Karena tak sesuai dengan pagu anggaran, PT KAI hanya bisa
membeli 5 unit genset. Harga 5 unit genset tersebut lebih mahal Rp 2,1 miliar dari
harga aslinya.
Menurut Wells (2007), kecurangan akutansi (fraud)
mengacu kepada
kesalahan akuntansi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan menyesatkan
pembaca/pengguna laporan keuangan. Tujuan ini dilakukan dengan motivasi
negatif guna mengambil keuntungan individu atau pihak-pihak tertentu. Menurut
Association Of Certified Fraud Examiners (ACFE), kecurangan akuntansi dapat
di golongkan menjadi tiga jenis : kecurangan dalam laporangan keuangan,
penyalahgunaan aktiva dan korupsi (Puspasari dan Suwardi, 2012). Menurut
5
Arifiyani (2012) tindakan kecurangan dapat dipengaruhi oleh pengendalian
internal dan monitoring oleh atasan (Zainal, 2013).
The Committe of Sponsoring Organizations of The Tradeway Commission
(COSO) pengendalian internal dapat diartikan sebuah proses yang dipengaruhi
oleh dewan direksi, manajemen serta personil lain dalam sebuah entitas, yang di
rancang untuk memberikan keyakinan yang wajar mengenai pencapaian tujuan
keandalan laporangan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku, dan kefektifan serta keefisienan operasi (Manurung dan Apriani, 2012).
Menurut Wilopo (2006) apabila Pengendalian Internal dalam suatu perusahaan
telah efektif, maka dapat memberikan perlindungan bagi entitas terhadap
kelemahan manusia serta mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang
tidak sesuai dengan aturan (Zainal, 2013).
Arifiyani (2012) tindakan kecurangan dapat dipengaruhi oleh adanya
sistem pengendalian internal dan monitoring oleh atasan. Abbot et al dalam
Wilopo
(2006) menyatakan
bahwa
pengendalian
internal
yang efektif
mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi. Jika sistem pengendalian
internal lemah maka akan menyebabkan kekayaan perusahaan tidak terjamin
keamanannya, informasi akuntansi yang tidak teliti dan tidak dapat di
percaya, tidak efektif dan efisiennya kegiatan-kegiatan operasional perusahaan
serta tidak dapat di patuhinya kegiatan manajemen yang di tetapkan (Zainal,
2013).
Menurut Wilopo (2006) apabila
pengendalian
intern
dalam
suatu
perusahaan telah efektiv, maka dapat memberikan perlindungan bagi entitas
6
terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan
dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (Zainal, 2013).
Melihat permasalahan yang terjadi terkait dengan pengendalian internal
yang memiliki peranan penting dalam pendeteksian kecurangan. Maka pada
skripsi ini penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya
dalam skripsi ini dengan judul: “Peranan Pengendalian Internal Dalam
Pendeteksian Kecurangan” (Studi Kasus PT Kereta Api Indonesia ).
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul di atas maka, pembahasan akan dititikberatkan pada
masalah pokok yang di identifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana pengendalian internal di PT Kereta Api Indonesia.
2. Bagaimana pendeteksian kecurangan (fraud) di PT Kereta Api Indonesia.
3. Seberapa besar peranan pengendalian internal dalam pendeteksian
kecurangan (fraud) di PT Kereta Api Indonesia.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi dan data yang
mendukung dalam pengendalian internal baik kualitatif maupun kuantitatif .
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah di
kemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai:
1. pengendalian internal di PT Kereta Api Indonesia.
2. pendeteksian kecurangan (fraud) di PT Kereta Api Indonesia.
7
3. seberapa besar peranan pengendalian internal dalam pendeteksian
kecurangan (fraud) di PT Kereta Api Indonesia.
1.4
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk :
1. Peneliti
Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan tentang pengendalian
internal dan pendeteksian kecurangan (fraud) dan dapat menerapkan teori
yang diperoleh dalam perkuliahan.
2. Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
sebagai bahan masukan untuk kemajuan perusahaan
3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Diharapkan penelitian ini dapat memperluas wawasan pengetahuan dan
dapat digunakan sebagai bahasan referensi dalam melakukan penelitian
selanjutanya.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan
skripsi ini, penulis melakukan penelitan di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 1,
Bandung pada tanggal, Februari 2015 hingga Juni 2015.
Download