Kebijakan BI dianggap represif

advertisement
REDAKSI
(021) 57901023
(021) 70642362
MARKETING
Iklan: (021) 70643688
Sirkulasi: 0811887123
KAMIS, 7 OKTOBER 2010
R E F E R E N S I B I S N I S T E R P E R C AYA
TAHUN XXV No. 8514
TERBIT 28 Halaman
www.bisnis.com
INDEKS SAHAM
6 Oktober 2010
IHSG: 3,603.40
▲ 11.71 (0.33%)
BISNIS-27: 325.33
▲ 1.33 (0.41%)
Hang Seng: 22,880.41
▲ 241.27 (1.07%)
KLSE: 1,479.61
▲ 7.42 (0.50%)
Nikkei: 9,691.43
▲ 172.67 (1.81%)
STI: 3,190.07
▲ 27.71 (0.88%)
DJIA*): 10,944.72
▲ 193.45 (1.80%)
FTSE*): 5,635.76
▲ 79.79 (1.44%)
Keterangan: *) Posisi tanggal 5 Oktober 2010
JBA-25
IHSG
31.507,91
32.404,20
3.501,30
3.603,40
LQ45
BISNIS-27
651,93
673,05
316,37
325,33
30/9
01/10 04/10 05/10 06/10
KURS TENGAH VALAS
Euro/Rp US$/Rp
6 Oktober 2010
EUR: 12,340.07
▲ 132.31 (1.08%)
GBP: 14,195.90
▲ 55.95 (0.40%)
HKD: 1,150.28
▼ 2.86 (0.25%)
JPY (100): 10,727.50
▲ 10.57 (0.10%)
SGD: 6,805.15
▲ 14.48 (0.21%)
USD: 8,922.00
▼ 25.00 (0.28%)
AUD: 8,653.92
▲ 6.97 (0.08%)
THB: 297.22
▲ 1.20 (0.41%)
Kurs Bea Masuk 4—10 Okt. 2010, Rp8.934,00/US$
12.340,07
12.138,95
8.924,00
8.922,00
30/9 01/10 04/10 05/10 06/10
Kebijakan BI dianggap represif
Ketentuan uji kelayakan dan kepatutan sedang direvisi
OLEH HENDRI T. ASWORO
Bisnis Indonesia
BISNIS/YAYUS YUSWOPRIHANTO
TARGET 1.600 UNIT: CEO PT Astra International
Tbk-Daihatsu Sales Operation Tbk Suparno Djasmin menjawab
pertanyaan dalam sebuah acara di Jakarta, belum lama ini.
Di tengah penjualan mobil yang berada pada titik terendah
pada September 2010, perusahaan tersebut menargetkan
penjualan New Terios sebanyak 1.600 unit per bulan.
JAKARTA: Arah kebijakan Bank Indonesia
saat ini dinilai terlalu
represif dalam mengintervensi industri perbankan menyusul berbagai ketentuan baru yang
makin rigid dan mengganggu terbentuknya sebuah mekanisme pasar.
• Di titik terendah hal. 7
NAVIGASI
Pidana korupsi: Dari 964 kasus dugaan tindak pidana korupsi sepanjang 5 tahun terakhir,
baru 25,52% yang diputus pengadilan. (Hal. 2)
Kerja sama Trans-Pasifik: Malaysia akan
bergabung memimpin perundingan Kerja sama
Trans-Pasifik yang dinilai menjadi kendaraan AS
untuk bersaing dengan China dan Eropa. (Hal. 3)
Rasio modal bank: Bank Indonesia mengisyaratkan akan menaikkan rasio kecukupan modal
minimal. (Hal. 4)
Sepatu asal China: Produk alas kaki dari China mendominasi pasar domestik selama Januari—Agustus. (Hal. 5)
Lembaga penyiaran: Sejumlah stasiun televisi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Kode Etik Jurnalistik. (Hal. 6)
Pasar mobil:
TAJUK
e depan keputusan
pembatalan kunjungan kenegaraan secara mendadak hendaknya dihindari agar
tidak merugikan hubungan bilateral Indonesia dengan negaranegara sahabat. (Hal. 11)
K
Penjualan mobil
pada September
berada di titik
terendah. (Hal. 7)
Kasus pailit:
Pengadilan Niaga
Jakpus mengabulkan permohonan
pailit terhadap PT
Lumbung Mustika
Perkasa. (Hal. 9)
Ekspansi Harum: PT Harum Energy Tbk memiliki dana total US$236 juta untuk membiayai
ekspansinya hingga 2012. (Hal. f1)
Manajer investasi: Bapepam-LK akhirnya
mencabut tiga izin perusahaan manajer investasi. (Hal. f2)
Transaksi multilateral BBJ: Volume transaksi multilateral di BBJ per September 2010
hanya mencapai 9%. (Hal. f8)
Proyek energi: Asosiasi Kontraktor Indonesia
berharap bisa menggarap proyek di sektor energi lebih banyak lagi. (Hal. i1)
Usaha kehutanan: Pengusaha diminta tidak
khawatir soal izin pengusahaan hutan terkait
dengan letter of intent antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia. (Hal. i2)
Frekuensi radio: Pemerintah akan izinkan
penggunaan pita frekuensi radio 300 MHz oleh
sistem komunikasi radio konvensional. (Hal. i3)
Sewa pesawat: AeroCentury Corp mengambil
alih dua unit Fokker 50 miliknya yang disewa
Riau Airlines. (Hal. i4)
Freight batu bara: Ongkos angkut (freight)
ekspor batu bara dari Indonesia ke China menggunakan kapal curah kering berbendera Merah
Putih terus merosot. (Hal. i5)
Eceran:
Rp5.900
E-MAIL:
[email protected]
[email protected]
[email protected]
Hal itu mengemuka pada seminar bertema Pengawasan Perbankan dan Masa Depan Perbankan Indonesia dalam rangkaian Banking Efficiency Award 2010
dan peluncuran buku Bisnis Indonesia Banking Watch 2010-2011
yang digelar Bisnis, kemarin.
Komisaris PT Bank Permata
Tbk Tony Prasetiantono mengutarakan kebijakan moneter yang
ditempuh BI saat ini cukup represif, seperti pascaberakhirnya
great depression 1930-an, di mana
regulasi yang dibuat terlalu rigid
dan sangat membatasi pasar.
“Saking prudent-nya kita masuk kembali kepada financial repression. Era financial repression
itu setelah great depression. Kebijakan dibuat rigid dan represif.
Semua hal diatur untuk mengintervensi pasar. Ini merisaukan
perbankan,” ujarnya.
Great depression atau depresi
besar terjadi pada 1929-1936, di
mana terjadi depresi ekonomi pada dekade sebelum perang dunia
II. Kondisi itu dimulai dengan
jatuhnya harga saham di Amerika Serikat pada 4 September
1929 yang kemudian disebut
Black Tuesday.
Pascakrisis tersebut, bank sentral AS membuat kebijakan yang
cukup ketat, baik dari peredaran
likuiditas hingga cara bank sentral melakukan transaksi keuangan dan mengambil keuntungan. Situasi itu mengakibatkan pasar keuangan sangat dikendalikan.
Menurut Tony, beberapa kebijakan BI seperti pembatasan
bunga deposito, pengumuman
bunga dasar kredit (prime lending rate) hingga menaikkan rasio
giro wajib minimum (GWM) menandakan kebijakan bank sentral
kembali seperti era represi finansial.
“Hal itu justru akan membuat
pasar keuangan susah berkembang dari seharusnya bank melakukan financial deepening [pendalaman pasar],” katanya.
Pendapat senada disampaikan
Ketua Perbanas Sigit Pramono.
Menurut dia, kebijakan bank sentral menuai kritik, karena mengirimkan ‘mixed signal’ ke pasar
nkir
Kritik bank sentral
pada ba
BI, maju kena mundur kena
Niat Bank Indonesia untuk menata regulasi perbankan tentu baik,
diantaranya apa yang telah dan akan dilakukan dalam beberapa
bulan terakhir. Namun, niat baik saja belum tentu menyenangkan,
terutama bank-bank yang akan diatur.
Salah satu isu sensitif adalah rencana
mewajibkan bank untuk mengumumkan
bunga dasar kredit. Hal ini dianggap oleh
industri perbankan sebagai sebuah upaya
intervensi pasar yang berlebihan.
Padahal, maksud bank sentral adalah
membuat bank lebih terbuka dalam
menetapkan bunga, setelah sekian lama
upaya mereka melakukan persuasi agar
bunga kredit turun tak digubris.
Di sisi lain, keberanian bankir mengkritik
bank sentral juga merupakan kemajuan.
Selama ini, perbankan relatif penurut dan
menempatkan BI sebagai regulator yang
sangat berwibawa.
nansial
represi fi
n
a
k
u
k
la
Me
yak
rlalu ban
dengan te
r
mengatu
kuan
kan perla
Memberi agi fit & proper
b
istimewa asing
kir
n
a
b
t
s
te
rhadap
ermisif te asing
p
lu
a
rl
e
T
r
a investo
masukny
“Saking prudent-nya
kita masuk kembali
kepada financial repression. Kebijakan ini
dibuat rigid dan
represif. Ini merisaukan
perbankan.”
Uji kelayakan
Tony Prasetiantono,
Komisaris Bank Permata
“Kebijakan BI akhir-akhir
ini banyak menuai kritik,
karena terlalu merespons
tekanan pasar jangka
pendek atau akibat
tekanan politik.”
Sigit Pramono,
Ketua Perbanas & Komisaris BCA
Sumber: Diolah, 2010
dengan merespons fenomena
BISNIS/YAYUS YUSWOPRIHANTO BISNIS/HTR/ADI PURDIYANTO
ekonomi yang terjadi
dalam jangka pendek.
“Kebijakan mundur ke
era sebelum deregulasi 1983.
Dalam beberapa kebijakan BI
akhir-akhir ini banyak menuai
kritik, karena terlalu merespons pentingan
tekanan pasar jangka pendek makro dan mikro perbankan.
Pada Agustus 2009, BI mendoatau akibat tekanan politik,”
rong perbankan untuk membuat
jelasnya.
Dia menyebut sinyal kebijakan kesepakatan menurunkan bunga
salah itu berupa penerbitan atur- deposito agar bunga kredit ikut
an rasio dana terhadap kredit turun. Kemudian ada 14 bank
(loan to deposit ratio/LDR) yang papan atas membuat kesepakatdikaitkan dengan GWM untuk an bunga deposito 50 basis poin
mendorong intermediasi, tetapi di atas BI Rate. Bank akan terkekemudian BI menaikkan GWM na sanksi jika tak menaati aturan
itu.
primer.
Sayangnya, aturan itu masih
Selain itu, tambahnya, kebijakan bank sentral yang mengatur belum mampu mendorong penumargin bank dan kewajiban bank runan suku bunga kredit. Bahmengumumkan bunga dasar kre- kan, rentang terhadap bunga dadit adalah bentuk intervensi pa- na makin menjauh, sehingga
bank sentral berencana menekan
sar.
Menanggapi hal tersebut, De- margin bunga bersih dan memputi Gubernur BI Muliaman Ha- inta bank mengumumkan bunga
dad mengatakan masing-masing dasar kredit.
Sigit menyampaikan perbankkebijakan bank sentral punya tujuan berbeda. Namun, secara ke- an saat ini cenderung selalu diseluruhan kebijakan itu diharap- persalahkan dengan munculnya
kan dapat mengakomodasi ke- sejumlah opini bahwa kredit
jadi rentenir, karena suku bunga yang ditawarkan lebih
tinggi.
Bahkan, sambungnya, biaya administrasi yang dibebankan pada tabungan nasabah bisa menggerus pokok
simpanan jika tidak ditambah dana.
“Nggak bisa kebijakan
moneter itu disebut represi finansial. Nggak bisa
kalau NIM [margin bunga bersih] di atas 5%.
Bunga kredit luar biasa
tingginya. Kami justru
meminta BI tekan
bank, injak kakinya.
Sektor riil lesu, tetapi
gaji dan bonus bankir
naik terus,” tegasnya.
bank sulit didapat dan bunga kredit terlalu tinggi.
Padahal, lanjutnya, dunia memang masih lesu. Dia menjelaskan masih lemahnya kondisi sektor riil bisa dilihat dari perlambatan penyerapan plafon kredit
yang diberikan kepada pelaku
usaha, di mana kredit yang belum dicairkan saat ini mencapai
Rp480 triliun.
“Perbankan dalam kondisi sehat dan bisa untuk menyalurkan kredit. Bank cenderung selalu disalahkan, karena dianggap enggan mengucurkan kredit
dan bunga kredit dinilai masih
tinggi. Banyak persoalan justru
ada di sektor riil sendiri,” katanya.
Sebaliknya, Hendrawan Supratikno menentang pernyataan Sigit
dan Tony.
Menurut dia, perbankan saat
ini sudah bermetamorfosis men-
Pada kesempatan tersebut, desakan kepada
bank sentral dalam
melakukan pembenahan uji kelayakan
dan kepatutan (fit
and proper test)
mengemuka, guna
mengantisipasi
masuknya pengurus dan pemilik
bank yang berkelakuan buruk.
Tony mengutarakan uji kepatutan dan kelayakan
itu digunakan untuk
memastikan
pengurus dan pemilik bank memiliki integritas.
Namun, sambungnya,
ujian dilakukan seketat
apapun masih ada saja pengurus bank berkelakuan buruk
lolos.
Sigit menilai proses fit and proper test yang dilakukan bank sentral kadang tidak adil bagi bankir
lokal dibandingkan dengan bankir asing. Pasalnya, bankir lokal
terkadang memakan waktu lebih
lama dibandingkan dengan bankir asing.
“Padahal, kalau dilihat bankir
asing itu lebih sulit meminta pertanggungjawabannya. Kalau bankir lokal kan disini saja tidak ke
mana-mana. Ini yang juga perlu
dibenahi,” katanya.
Muliaman sempat menyampaikan bahwa bank sentral tengah
merevisi ketentuan fit and proper
test agar lebih teliti dalam menilai
calon pengurus dan calon pemilik bank.
“Intinya untuk kami bisa lebih
teliti lagi data dan dokumentasi
lebih baik. Ada beberapa persyaratan juga buat bankir asing. Kami minta dukungan dari otoritas
di sana untuk membuat clear segala macam. Ada beberapa tambahan, detailnya nanti,” katanya.
(02/05) ([email protected])
Jamsostek siap borong saham BNI Rp500 miliar
OLEH HENDRI T. ASWORO
Bisnis Indonesia
JAKARTA: Setelah gagal membeli PT Bank Bukopin Tbk, PT
Jamsostek siap membelanjakan
dananya dengan menyerap penawaran saham terbatas (rights
issue) PT Bank Negara Indonesia
Tbk (BNI) hingga Rp500 miliar.
Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan pihaknya siap menyerap rights issue
BNI dan mengalokasikan dana
sekitar Rp500 miliar.
“Itu [dengan Bukopin] saya
anggap berkah karena akan ada
alokasi langsung untuk substansi
lain. Di sisi lain, perseroan bisa
saja membeli subdebt [obligasi
subordinasi] atau investasi ke
tempat lain,” katanya di sela-sela
acara penganugerahan penghargaan Banking Efficiency Award
2010, di Jakarta kemarin.
Semula, kata Hotbonar, Jamsostek bersaing dengan PT Bank
Rakyat Indonesia Tbk (BRI) un-
tuk mengakuisisi Bank Bukopin.
Namun, Menteri BUMN Mustafa
Abubakar memberikan persetujuan kepada BRI untuk membeli
saham Bukopin dengan pertimbangan masih dalam satu koridor
bisnis, dan meminta Jamsostek
mundur dari rencana membeli
saham Bukopin.
“Jadi kalau kami minta izin pemegang saham dan ternyata pemegang saham punya pemikiran
lebih baik, artinya bukan di core
Jamsostek. Hal itu diberitakan
kepada kami, ya kami akan terima dengan legowo,” ujarnya.
Namun, Hotbonar mengatakan
hingga saat ini belum mendapatkan jawaban resmi dari pemegang saham sehingga pihaknya
memutuskan untuk melakukan
pengkajian kembali.
“Tampaknya kami harus mengambil alternatif lain yang kami
persiapkan dalam rencana darurat. Tetapi akan mengikuti prosedur sebagaimana mestinya,”
katanya.
Pada acara yang sama, Hotbonar juga terlihat bertemu dan melakukan pembicaraan serius dengan President dan CEO PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar,
untuk menjajaki kerja sama investasi Jamsostek di perusahaan
penerbangan pelat merah itu.
“Jamsostek harus siap menyerap IPO [Garuda] dong,” katanya,
tanpa memerinci isi pembicaraan
yang berlangsung di antara keduanya.
Sinergi BUMN
Rencana Jamsostek tersebut
merupakan strategi value creation
dan wealth creation melalui restrukturisasi BUMN, dengan pendanaan dari investor asuransi
BUMN. Seperti tertuang dalam
sebuah kajian dari Kementerian
BUMN yang diperoleh Bisnis, terungkap bahwa hal tersebut merupakan langkah sinergi menuju
BUMN sebagai national reserve.
Perusahaan asuransi dan dana
pensiun BUMN didorong untuk
menanamkan dananya di BUMN
lewat pembelian instrumen keuangan lewat pasar modal seperti saham dan obligasi, guna menopang ekspansi BUMN.
Keuntungan yang diperoleh
asuransi sosial dan dana pensiun
BUMN akan diteruskan kepada
peserta, agar semua pihak bisa
mendapatkan keuntungan yang
optimal.
Hotbonar menyatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan
menjalin kerja sama dengan
Bank Bukopin dalam bentuk lain.
“Kami harapkan manajemen
Bukopin dan pemegang sahamnya juga bisa sama-sama legowo
kalau kerja
sama dengan
Bukopin tetap kami realisasikan, seperti penempatan deposito dan cash
management.”
Harga saham BNI kemarin ditutup menguat 2,65% menjadi
Rp3.875 dibandingkan dengan
hari sebelumnya senilai Rp3.775
yang menjadikannya berkapitalisasi pasar Rp59,18 triliun.
Dia juga mengungkapkan Jamsostek batal meluncurkan Jamsostek Investment Company (JIC)
pada tahun ini dan akan diluncurkan pada awal tahun depan.
Hotbonar mengatakan pembentukan JIC hasil kerja sama
dengan investor Timur Tengah
tidak dapat dilakukan pada tahun
ini karena ada hambatan proses.
(02/07/GUNG PANGGODO S.) (hendri.
[email protected])
Download