BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala dan Leher 2.1.1 Definisi Radioterapi atau terapi radiasi merupakan salah satu metode pilihan dalam pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan radiasi ion. Radiasi ion ialah jenis radiasi yang meningkatkan ionisasi pada daerah tertentu yang bertujuan untuk mematikan sel-sel kanker sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar kanker agar tidak menderita kerusakan terlalu berat.8,15 2.1.2 Mekanisme Kerja Radiasi ion yang digunakan dalam radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu, corpuscular dan electromagnetic. Radiasi corpuscular berupa elektron, proton, dan neutron, sedangkan radiasi electromagnetic disebut juga photon berupa sinar X dan sinar Gamma. Dalam praktek klinis, perawatan dengan radioterapi banyak dilakukan dengan menggunakan photon.8 Radiasi ion yang bekerja pada DNA sel kanker menyebabkan kematian atau kehilangan kemampuan reproduksifitas sel. DNA sel akan melakukan duplikasi selama mitosis. Sel-sel dengan tingkat aktifitas mitosis yang tinggi lebih radiosensitif dibandingkan dengan sel-sel yang tingkat aktifitas mitosis lebih rendah.8 Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra seluler maupun ekstra seluler sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion-ion tersebut dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom sehingga dapat terjadi antara lain:15,16 1. Reaksi duplikasi DNA pecah. 2. Perubahan cross-lingkage dalam rantai DNA. 3. Perubahan basa yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel. Universitas Sumatera Utara Sel-sel yang masih bertahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNAnya masing-masing. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dibandingkan sel kanker. Keadaan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar untuk radioterapi pada kanker.15,16 2.1.3 Teknik Radioterapi Radioterapi dapat diberikan dalam berbagai teknik. Ada tiga teknik utama pemberian radioterapi, yaitu : 1. Radiasi Eksterna atau Teleterapi Sumber radiasi berupa aparat sinar X atau radioisotop yang ditempatkan diluar tubuh.16-18 Sinar diarahkan ke kanker yang akan diberikan radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu kanker tergantung dari : a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi. b. Jarak antara sumber energi dan kanker. c. Kepadatan massa kanker. Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per kali dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 istirahat selama 1-2 minggu untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu.15 2. Radiasi Interna atau Brakhiterapi Sumber energi diletakkan di dalam kanker atau berdekatan dengan kanker.15-17 Ada beberapa jenis radiasi interna, yaitu: a. Interstitial Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam kanker, misalnya jarum radium atau jarum irridium.15,16 b. Intracavitair Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan : After loading Suatu aplikator kosong dimasukkan dalam rongga tubuh ke tempat kanker. Setelah aplikator letaknya tepat, kemudian radioisotop dimasukkan ke dalam aplikator. Universitas Sumatera Utara Instalasi Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misalnya pleura atau peritoneum.15,16 3. Intravena Radiasi intravena menggunakan larutan radioisotop yang disuntikkan ke dalam vena, misalnya iodium yang disuntikkan intravena akan diserap oleh kelenjar tiroid untuk mengobati kanker tiroid. 15,16 2.1.4 Dosis Radiasi Untuk mengungkapkan jumlah radiasi yang diserap oleh jaringan, unit Sistem Internasional (SI) pada awalnya menyatakannya dalam rad (radiasi dosis yang diserap) artinya banyaknya energi yang diserap per unit jaringan. Saat ini digantikan oleh Gray yang didefinisikan sebagai 1 joule per kilogram. Gy adalah singkatan Gray, dengan demikian 1 Gy = 100 cGy = 100 rad.8,15 Radiasi kuratif dapat diberikan pada semua tingkatan penyakit kecuali pada penderita dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah kanker primer, kelenjar getah bening leher dan supra klavikular. Dosis total yang diberikan adalah 66-70 Gy dengan fraksi 2 Gy, dengan waktu 5 kali pemberian dalam seminggu dan sekali sehari. Setelah dosis 40 Gy medulla spinalis di blok dan setelah 50 Gy daerah atau lapangan penyinaran klavikular dikeluarkan.15 Radiasi paliatif diberikan untuk metastasis kanker pada tulang dan kekambuhan lokal. Dosis radiasi untuk metastasis tulang adalah 30 Gy dengan fraksi 3 Gy, yang diberikan dengan waktu 5 kali pemberian dalam seminggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi dibatasi hanya pada daerah kekambuhan saja.15 2.1.5 Komplikasi Radioterapi Tujuan dilakukan perawatan radioterapi adalah untuk mematikan sel-sel kanker sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar kanker akan tetapi, radioterapi juga dapat merusak jaringan sehat yang ada di area radiasi dan mengakibatkan komplikasi.5,8,15 Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Komplikasi Dini Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :16,17 Xerostomia Mukositosis Kandidiasis Dermatitis Eritema Mual-muntah Anoreksia 2. Komplikasi Lanjut Biasanya terjadi setelah satu tahun pemberian radioterapi, seperti :15,16 Kerontokan, terjadi pada pasien dengan radioterapi daerah otak. Namun, tidak seperti kerontokan pada kemoterapi, kerontokan karena radioterapi bersifat permanen dan biasanya terbatas pada daerah yang terkena sinar radiasi. Kerusakan vaskuler Kerusakan aliran limfe Kanker, dapat terjadi dikarenakan radiasi merupakan sumber potensial kanker dan keganasan sekunder. Ditemukan pada minoritas pasien dan biasanya timbul beberapa tahun setelah mendapatkan perawatan radiasi. Kematian, radiasi juga memiliki resiko potensial terhadap kematian karena serangan jantung yang ditemukan pada pasien post radioterapi kanker payudara.15,16 2.2 Xerostomia 2.2.1 Definisi Xerostomia merupakan keadaan dimana mulut kering akibat aliran saliva yang berkurang atau tidak ada. Xerostomia bukan sebuah penyakit tetapi merupakan sebuah gejala dari berbagai kondisi medis, efek samping dari radiasi daerah kepala Universitas Sumatera Utara dan leher, atau efek samping dari berbagai obat. Hal ini dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.18-21 2.2.2 Etiologi Beberapa penyebab terjadinya xerostomia antara lain : 1. Fisiologis Sensasi mulut kering yang subjektif terjadi setelah pembicaraan yang berlebihan dan selama olahraga.21 Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olahraga, berbicara atau menyanyi juga dapat memberikan efek kering pada mulut. Selain itu, gangguan emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut juga merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva dan mulut menjadi kering. 21,22 2. Usia Secara normal mulut akan menjadi kering dengan bertambahnya usia, terbukti bahwa banyak orang lanjut usia yang menemukan bahwa mulutnya memiliki reaksi yang sama.21 Keadaan tersebut disebabkan oleh karena atropi pada kelenjar saliva yang sesuai dengan pertambahan usia yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi aging yang akan mengakibatkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi yang mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu penyakit-penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.21,22 3. Gangguan pada kelenjar saliva Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang dapat memepengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialadenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibular dan parotis. Penyakit tersebut menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar Universitas Sumatera Utara saliva, baik yang jinak maupun yang ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresi saliva akan berkurang.21,22 4. Kesehatan umum terganggu Pada penderita penyakit yang dapat menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan sekresi saliva. Agar keseimbangan cairan tetap terjaga diperlukan intake cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. Pada infeksi pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui mulut. Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering.21 5. Penggunaan obat-obatan Banyak sekali obat yang dapat mempengaruhi sekresi saliva seperti antihistamin, antihipertensi, antikonvulsan, antiparkinson, antinausea dan lain-lain. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan secara langsung bereaksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.21 6. Radiasi pada daerah kepala dan leher Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar Universitas Sumatera Utara saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan waktu radiasi.21 7. Keadaan-keadaan lain Agenesis dari kelenjar saliva jarang terjadi, akan tetapi ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialografi menunjukkan adanya kerusakan yang parah dari kelenjar saliva. Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multipel akan mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva. Saat ini, telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering, oleh karena terapi radiasi yang dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada sarkoma kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva.21 2.2.3 Gejala dan Tanda Xerostomia mengakibatkan timbulnya beberapa gejala pada penderitanya seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang (dysgeusia) dan kebutuhan yang meningkat pada air minum terutama pada malam hari.18,21,23 Xerostomia dapat ditandai bila saliva yang dikumpulkan jumlahnya sedikit atau tidak ada pada dasar mulut dan lidah tampak kering dengan penurunan jumlah papila. Saliva akan tampak berserabut dan berbusa. Xerostomia menurunkan pH mulut dan secara signifikan meningkatkan perkembangan plak dan karies gigi yang dapat ditemukan pada batas servikal atau leher gigi, batas insisal.18 Xerostomia dapat menyebabkan pembesaran kelenjar parotis, peradangan dan fissur pada bibir (cheilitis), radang atau ulkus pada lidah dan mukosa bukal, infeksi kelenjar ludah (sialadenitis), halitosis serta menimbulkan fissur pada mukosa oral.18,23 Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Diagnosis dan Evaluasi Diagnosis xerostomia dapat ditegakkan berdasarkan bukti yang diperoleh dari riwayat pasien, pemeriksaan pada rongga mulut dan sialometri yang merupakan sebuah prosedur sederhana untuk mengukur laju aliran saliva. Xerostomia harus ditanggulangi jika pasien mengeluh mulut terasa kering terutama pada malam hari, atau kesulitan makan makanan kering.18 Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan terjadinya xerostomia dengan meletakkan spatel yang kering di mukosa bukal dan spatel akan lengket di mukosa tersebut sewaktu diangkat.18 Beberapa tes dan teknik dapat digunakan untuk memastikan fungsi kelenjar saliva seperti sialometri dan sialographi. Pengukuran aliran saliva terdiri dari dua macam, yaitu whole saliva (terstimulasi dan tanpa terstimulasi) dan saliva individu. Pengukuran whole saliva yang tanpa terstimulasi terdiri dari empat cara pengumpulan, antara lain :24 1. Metode draining, yaitu dengan mengalirkan saliva keluar dari rongga mulut ke dalam tabung. 2. Metode spitting, yaitu dengan meludahkan saliva yang telah dikumpulkan setiap 60 detik selama 2-5 menit keluar dari dasar rongga mulut ke tabung. 3. Metode suction, yaitu dengan menyedotkan saliva yang ada didasar mulut dengan suction tube. 4. Metode swab, yaitu dengan menggunakan swab absorbent. Whole saliva terstimulasi biasanya menggunakan asam atau permet karet. Pada metode saliva individu, pengukuran aliran saliva dilakukan dengan menggunakan perangkat yang ditempatkan di atas kelenjar parotis atau submandibula dan saluran kelenjar sublingual.24 Laju aliran saliva normal untuk tanpa terstimulasi atau pada waktu istirahat berkisar 0,3 hingga 0,5 mL/menit. Aliran saliva terstimulasi antara 1 sampai 2 mL/menit.18 Nilai aliran saliva kurang dari 0,2 mL/menit biasanya dianggap xerostomia.24,25 Universitas Sumatera Utara 2.3 Hubungan Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Terhadap Xerostomia Xerostomia dikeluhkan sebanyak 90% pada pasien yang menerima radioterapi.10 Radioterapi pada daerah kepala dan leher terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.21 Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dengan sekresi saliva 21 Dosis Gejala < 10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva 10-15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan 15-40Gray > 40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel Perusakan irreversibel jaringan kelenjar Hiposialia irreversibel Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukous.21 Data laboratorium telah menunjukkan bahwa radiasi yang mengenai kelenjar serous mengalami kematian sel interfase secara apoptosis, hal ini diakibatkan oleh peningkatan intensitas perubahan degeneratif dengan dosis dan waktu radiasi dalam sel asini pada kelenjar serous yang menghasilkan dua jenis kerusakan, yaitu apoptosis pada dosis rendah dan nekrosis pada dosis tinggi.7 Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi kerusakan pada parenkim, perubahan vaskular dan edema yang berkontribusi pada keseluruhan tingkat Universitas Sumatera Utara kerusakan. Kerusakan pada kelenjar saliva tersebut menyebabkan penurunan aliran saliva.7,21 Tingkat perubahan pada kelenjar saliva umumnya langsung berhubungan dengan dosis radiasi yang dihantarkan ke kelenjar saliva. Bentuk kerusakan yang paling parah dan tidak dapat diubah dari kelainan fungsi saliva ialah kerusakan atau hilangnya sel asini saliva. Di samping kerusakan sel secara langsung, tidak adanya kemampuan membasahi media mengurangi kemampuan kemoreseptor pada lidah dan palatum untuk menerima rangsangan dari makanan atau minuman mengakibatkan kegagalan respon saliva.7 Menurut Coppes, dkk pada tahun 2001 terdapat empat fase dari hilangnya fungsi kelenjar saliva yang disebabkan oleh radiasi. Fase pertama (0-10 hari) ditandai dengan penurunan yang cepat pada laju aliran saliva tanpa perubahan sekresi amilase atau jumlah sel asini. Fase ke dua (10-60 hari) ditandai dengan pengurangan sekresi amilase dan kehilangan sel asini yang paralel. Pada fase ketiga (60-120 hari) laju aliran saliva, sekresi amilase dan jumlah sel asini tidak berubah. Fase keempat (120240 hari) ditandai dengan keburukan fungsi kelenjar tetapi meningkatnya jumlah sel asini, walaupun morfologi jaringannya buruk.24 Selain berkurangnya volume saliva terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas dan komposisi saliva berubah menjadi sangat kental dan lengket, putih, kuning, atau cairan yang berwarna coklat, pH menjadi turun dari 7 menjadi 5, penurunan kapasitas buffer, perubahan tingkat elektrolit saliva dan perubahan non imun serta imun sistem anti bakteri yaitu sekresi Ig A yang berkurang.21,26 Penurunan kapasitas buffer tersebut dapat terjadi karena berkurangnya konsentrasi bikarbonat pada kelenjar parotis. Peningkatan konsentrasi sodium, klorida, kalsium dan magnesium pada saliva telah dilaporkan walaupun konsentrasi dari potassium hanya sedikit dipengaruhi.26 Saliva merupakan komponen pertahanan pada rongga mulut. Dengan demikian perubahan pada kuantitas dan kualitas saliva akan mempengaruhi pasien yang mendapat radioterapi hingga menyebabkan beberapa masalah yang berkembang secara langsung ataupun tidak langsung sebagai hasil dari berkurangnya sekresi Universitas Sumatera Utara saliva. Konsekuensi xerostomia yang disebabkan oleh radiasi, antara lain kekeringan pada mulut, rasa haus, kesulitan pada fungsi oral, kesulitan pada pemakaian gigi palsu, ketidaknyamanan pada malam hari, sensasi terbakar, pengecapan terganggu, perubahan jaringan lunak, perubahan pada mikroflora oral, dan karies radiasi.26 Universitas Sumatera Utara 2.4 Kerangka Teori Perawatan Kanker Daerah Kepala dan Leher Radioterapi Mekanisme Kerja Tehnik Radioterapi Dosis Radiasi Komplikasi Xerostomia Gejala dan Tanda Diagnosis dan Evaluasi Universitas Sumatera Utara 2.5 Kerangka Konsep Radioterapi Daerah Kepala dan Leher • Xerostomia Dosis Radiasi • • Jenis kelamin Usia Universitas Sumatera Utara