BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan memiliki sifat alami yang mudah rusak, hal tersebut
menyebabkan makanan memiliki waktu simpan yang relatif pendek. Makanan
dapat dikatakan rusak atau busuk apabila terjadi perubahan pada makanan
yang menyebabkan makanan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.
Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat pertumbuhan
mikroorganisme yang ada pada bahan pangan, selain itu perubahan secara
fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan (Bell et al., 2005).
Masalah tersebut menyebabkan adanya berbagai cara pengawetan
pangan yang dilakukan untuk memperpanjang waktu simpan bahan pangan.
Penggunaan bahan pengawet kimia sintetik berbahaya seperti formalin dan
boraks sering digunakan sebagai pengawet makanan. Dari hasil percobaan
dengan tikus menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu
boraks juga dapat
menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses
reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, dan menyebabkan gangguan
pada ginjal, hati, dan testis (Suklan, 2002). Formalin pada dosis rendah dapat
menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi
susunan syaraf serta terganggunya peredaran darah. Pada dosis tinggi,
formalin dapat menyebabkan diare berdarah, kencing darah, muntah darah
dan akhirnya menyebabkan kematian (Alsuhendra dan Ridawati, 2013;
Cahyadi, 2006). Penggunaan bahan sintetik yang berbahaya itu bisa diganti
dengan alternatif lain yaitu menggunakan bahan pengawet alami.
Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet
yaitu serai (Cymbopogon nardus (L.) Rendle). Dalam penelitian Pattnaik et al
(1996) menyebutkan minyak atsiri serai berfungsi sebagai antibakteri. Hasil
penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa serai memiliki aktivitas
antibakteri yang ditunjukkan oleh adanya zona hambat sebesar 8 mm
terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan 13 mm terhadap pertumbuhan
1
Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25% b/v (berat/volume) (Poelongan,
2009). Hasil KLT menunjukkan bahwa golongan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak etanol tanaman serai adalah saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak atsiri (Basuki, 2011). Hasil skrining fitokimia menunjukan bahwa
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol tanaman serai
adalah flavonoid, saponin, dan terpenoid (Aziman et al., 2013). Dalam
penelitian ini digunakan infusa karena berbasis air sehingga penggunaannya
praktis dan mudah diaplikasikan pada makanan, berbeda dengan minyak atsiri
yang berbasis minyak. Penelitian ini akan menguji apakah infusa serai bisa
digunakan sebagai pengawet pada tahu dan daging ayam berdasarkan
aktivitas penghambatannya terhadap pertumbuhan bakteri dan skrining
fitokimia untuk mengidentifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam
infusa serai.
B. Perumusan Masalah
1.
Golongan senyawa apa yang terdapat dalam infusa serai ?
2.
Apakah infusa serai dapat digunakan sebagai pengawet makanan
berdasarkan aktivitasnya menghambat pertumbuhan bakteri pada tahu
dan daging ayam?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengidentifikasi golongan senyawa apa yang terdapat dalam
infusa serai.
2.
Untuk mengidentifikasi apakah infusa serai dapat digunakan sebagai
pengawet makanan berdasarkan aktivitasnya menghambat pertumbuhan
bakteri pada tahu dan daging ayam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai pengaruh infusa serai sebagai alternatif bahan
pengawet alami untuk tahu dan daging ayam.
2
Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016
Download