14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran menurut Kotler (2005 : 10), adalah suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut William J. Stanton
dalam Swastha (2000 : 10), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan
usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,
dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
American Marketing Association dalam Renald Kasali (2000 : 53),
mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan eksekusi, mulai
dari tahap konsepsi, penetapan harga, promosi, hingga distribusi barang-barang,
ide-ide, dan jasa-jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan
lembaga-lembaganya. Jadi kegiatan pemasaran tidak selalu berupa menjual suatu
benda, tetapi juga menjual gagasan-gagasan, karier, tempat (pariwisata, rumah,
lokasi industri), undang-undang (misalnya UU lalu lintas), jasa (pengangkutan,
penerbangan, pemotongan rambut dan kesehatan), hiburan (pertunjukan,
pertandingan-pertandingan) dan kegiatan-kegiatan nirlaba seperti yayasan sosial
dan keagaman.
14
Berdasarkan beberapa pengertian pemasaran tersebut, dapat dikatakan
bahwa pemasaran adalah suatu sistem untuk menjalankan kegiatan bisnis (profit
maupun non profit) guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang dan jasa,
menetapkan harga, mendistribusikan serta mempromosikannya melalui suatu
proses pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan.
2.1.2
Konsep Pemasaran
Perusahaan yang sudah mengenal bahwa pemasaran merupakan factor
penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan
falsafah baru yang terlibat didalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut konsep
pemasaran. Menurut Swastha dan Hani Handoko (2000 : 6), konsep pemasaran
adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Definisi ini menekankan bahwa konsep pemasaran berorientasi pada
kepada kepuasan konsumen. Adapun tiga faktor penting yang dipakai sebagai
dasar dalam konsep pemasaran (Swastha, 2000 : 18), yaitu :
1)
Orientasi konsumen
Perusahaan yang ingin mempraktekkan orientasi konsumen ini harus :
a. Menentukan kebutuhan pokok dari konsumen yang akan dilayani dan
dipenuhi.
b. Memilih
kelompok
pembeli
tertentu
penjualannya.
c. Menentukan produk dan program pemasaran
15
sebagai
sasaran
dalam
d. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai, dan
menafsirkan keinginan, sikap serta tingkah laku mereka.
e. Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik, apakah
menitikberatkan pada mutu yang tinggi, harga yang murah, atau model
yang menarik.
2)
Koordinasi dan integrasi dalam perusahaan
Semua elemen-elemen pemasaran yang ada harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan sehingga nantinya dapat memberikan kepuasan secara
optimal bagi konsumen. Di samping itu juga harus dihindari adanya
pertentangan dalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan
pasarnya. Semua bagian yang ada dalam perusahaan harus menyadari
bahwa tindakan mereka sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan
dalam menciptakan dan mempertahankan langganan.
4)
Mendapatkan laba melalui pemuasan konsumen
Tujuan menggunakan konsep ini adalah untuk memperbaiki hubungan
konsumen karena hubungan yang lebih baik sangat menguntungkan bagi
perusahaan dan dapat meningkatkan laba. Laba itu sendiri merupakan
pencerminan dari usaha-usaha perusahaan yang berhasil memberikan
kepuasan kepada konsumen.
Kotler (2002 : 22), menegaskan bahwa konsep pemasaran merupakan
kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan
tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam
menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada
16
pasar sasaran yang terpilih. Konsep pemasaran terdiri atas empat pilar, yaitu pasar
sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan
laba. Konsep pemasaran mempunyai perspektif dari luar ke dalam, dimana
dimulai dari pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan
pelanggan, mengkoordinasikan semua aktivitas yang akan mempengaruhi
pelanggan dan menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan.
2.1.3 Teori Merek
Istilah merek (brand) mempunyai pengertian yang luas, dan oleh
American Marketing Association dalam Swastha (2000 : 135), dirumuskan
sebagai berikut:
1) Brand adalah suatu nama, istilah, simbol, atau desain (rancangan), atau
kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal barang atau
jasa
dari
seseorang
penjual
atau
sekelompok
penjual
dan
untuk
membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan pesaing.
2) Brand name terdiri atas kata-kata, huruf, dan/atau angka-angka yang dapat
diucapkan.
3) Brand mark adalah bagian dari brand yang dinyatakan dalam bentuk simbul,
desain, atau warna atau huruf tertentu.
4) Trade mark adalah brand yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah
didaftarkan pada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk
menggunakannya. Jadi trade mark terdiri atas kata-kata, huruf atau angkaangka yang dapat diucapkan, termasuk juga brand mark.
17
2.1.4
Kebaikan Merek
Penggunaan merek pada barang dapat memberikan keuntungan atau
manfaat bagi kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual. Berikut akan
dipisahkan antara keuntungan-keuntungan yang dinikmati oleh pembeli dengan
keuntungan-keuntungan yang dinikmati oleh penjual (Swastha, 2000 : 137), yaitu:
1) Keuntungan penggunaan merek bagi pembeli
a) Mempermudah pembeli dalam mengenal barang yang inginkan.
b) Pembeli dapat mengandalkan keseragaman kualitas barang-barang yang
bermerek.
c) Melindungi konsumen, karena dari merek barang dapat diketahui
perusahaan yang membuatnya.
d) Barang-barang yang bermerek cenderung untuk ditingkatkan kualitasnya,
karena perusahaan yang memilki merek tersebut akan berusaha
mempertahankan dan meningkatkan nama baik mereknya.
2) Keuntungan penggunaan merek bagi penjual
a) Membantu program periklanan dan peragaan perusahaan.
b) Membantu meningkatkan pengawasan terhadap barang yang dijual.
c) Membantu dalam perluasan market share
d) Membantu dalam stabilisasi harga.
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu pada
konsumennya. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang
tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek.
18
Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin
menawarkan janji emosional yang sama. Darmadi, dkk (2004 : 2), merumuskan
beberapa faktor yang menyebabkan merek menjadi sangat penting yaitu:
1) Merek mampu membuat janji emosi konsumen menjadi konsisten dan stabil
karena emosi konsumen terkadang naik turun.
2) Merek mampu menembus pagar budaya dan pasar, hal ini mengindikasikan
bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima diseluruh dunia dan budaya.
3) Merek mampu menciptakan komunikasi interaktif dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen
dan makin banyak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Pada
akhirnya potensi ini akan meningkatkan brand image (citra).
4) Merek memudahkan proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Dengan
adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang
akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasaan,
kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
5) Merek sangat mempengaruhi pembentukan perilaku konsumen. Merek yamg
kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
6) Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi sebuah perusahaan.
Kotler (2005 : 90), juga merumuskan beberapa keunggulan bagi penjual
yang menggunakan merek pada produknya, yaitu:
1)
Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah
baik masalah yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan, pemesanan
produk atau jasa tersebut dan lain sebagainya.
19
2)
Nama merek dan tanda merek penjual memberikan perlindungan hukum
atas ciri-ciri produk yang unik.
3)
Merek memberikan penjual kesempatan untuk menarik pelanggan yang
setia dan menguntungkan. Kesetiaan mereka memberi penjual atau
perusahaan perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih
besar dari perencanaan program pemasarannya.
4)
Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. Daripada hanya
menjual satu deterjen saja, P & G dapat menawarkan delapan merek
deterjen, masing-masing memiliki formula yang berbeda dan ditujukan
pada segmen pasar yang berbeda.
5)
Merek yang kuat membantu meningkatkan citra perusahaan, memudahkan
perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima para
distributor dan pelanggan.
2.1.5
Riset Merek
Perusahaan-perusahaan perlu meriset dimana mereknya berada dalam
benak pelanggan. Menurut Kevin Keller dalam Kotler (2005 : 82) yang
membedakan merek dari sesama komoditas tanpa merek adalah persepsi dan
perasaan pelanggan tentang atribut produk tersebut dan bagaimana kinerja produk
tersebut. Ada tiga pendekatan riset yang umumnya digunakan untuk mendapatkan
makna merek (Kotler, 2005 : 82) yaitu:
1) Asosiasi kata
Orang-orang dapat ditanyakan kata apa yang muncul dalam pikirannya ketika
mereka mendengar nama merek tersebut. Mereka barangkali akan
20
menyebutkan kata-kata yang positif atau bahkan kata-kata yang negatif ketika
mendengar nama merek tersebut. Untuk itu perusahaan harus berupaya untuk
menekankan kata-kata positif dan unik tersebut dan mencoba untuk
mengurangi penyebab yang melahirkan kata-kata yang negatif melalui
serangkaian kegiatan pemasaran yang terpadu.
2) Personifikasi merek
Orang-orang dapat diminta menggambarkan orang atau binatang seperti apa
yang mereka pikirkan ketika merek itu disebutkan. Kepribadian merek
tersebut memberikan gambaran tentang sifat-sifat yang lebih manusiawi
terhadap merek tersebut.
3) Perjenjangan ke atas untuk menemukan esensi merek
Esensi merek terkait dengan tujuan yang lebih dalam dan lebih abstrak yang
dicoba untuk dipuaskan melalui merek tersebut. Misalnya: tanyakanlah
mengapa seseorang ingin membeli telepon seluler Nokia. “Nokia tampak
kokoh” (atribut). Mengapa penting telepon tersebut harus kokoh?. “Hal itu
menyiratkan bahwa Nokia tersebut handal” (manfaat fungsional). “Mengapa
kehandalan dianggap penting?”. “Karena rekan-rekan kerja atau keluarga
saya dapat yakin menghubungi saya” (manfaat emosional). “Mengapa Anda
harus dapat dihubungi setiap saat?”. “Saya dapat membantu mereka jika
mereka mengalami kesulitan (esensi merek). Pertanyaan-pertanyaan tersebut
membantu pemasar mendaptkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
motivasi seseorang. Jawaban-jawabannya menyiratkan beberapa kampanye
21
iklan yang memungkinkan dan terpusat pada esensi merek tersebut. Pemasar
juga dapat melakukan penjenjangan ke bawah dan menonjolkan Nokia pada
tingkat yang lebih konkret.
2.1.6
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Semakin banyaknya jumlah pemain di pasar, menyebabkan semakin
meningkatnya ketajaman persaingan diantara merek-merek yang beroperasi di
pasar dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek kuat yang akan tetap
mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Sedemikian pentingnya peran
ekuitas merek sebagai landasan dalam menentukan langkah dan strategi
pemasaran dari suatu produk sehingga seringkali ekuitas merek memperoleh
pengkajian yang mendalam. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin
kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut
yang selanjutnya menggiring konsumen untuk melakukan pembelian serta
mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke waktu.
Darmadi, dkk (2004 : 4) mendefinisikan ekuitas merek (sebagai
seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama,
simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah
produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Sedangkan
menurut Kotler (2005 : 86) ekuitas merek adalah efek diferensial positif yang
ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas
produk atau jasa tersebut.
22
David Aaker dalam Kotler (2005 : 86), menyebutkan bahwa terdapat lima
tingkat sikap pelanggan terhadap merek, mulai yang terendah hingga tertinggi,
yaitu:
1) Pelanggan akan mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak ada
kesetiaan merek.
2) Pelanggan merasa puas. Tidak ada alasan untuk berganti merek.
3) Pelanggan merasa puas dan akan mengalami kerugian dengan berganti merek.
4) Pelanggan menghargai merek tersebut dan menganggapnya sebagai teman.
5) Pelanggan sangat setia dengan merek tersebut.
Ekuitas merek sangat terkait dengan berapa banyak pelanggan berada
dalam kelompok 3, 4, atau 5. Menurut David Aaker dalam Kotler (2005 : 86)
ekuitas merek juga terkait dengan tingkat pengakuan nama merek, persepsi mutu
merek, asosiasi mental dan emosional yang kuat, dan aset lain seperti paten,
merek dagang, dan hubungan saluran distribusi.
Analisis ekuitas merek merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi
untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat. Kegiatan
penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan,
mengimplementasikan dan mengelola merek secara terus menerus sampai merek
tersebut menjadi kuat. Keberhasilan manajemen merek sangat tergantung pada
pemahaman mengenai merek tersebut dan bagaimana strategi suatu merek dapat
23
diterapkan dan dikomunikasikan kepada pelanggan serta bagaimana pelanggan
memberikan respon terhadap merek tersebut dengan nilai-nilai yang dimilikinya.
2.1.7
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Darmadi dkk (2004 : 54), menyatakan bahwa kesadaran merek adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali
suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori tertentu. Bagian dari suatu
kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat
antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan.
Kesadaran merek membutuhkan jangkauan
24
Gambar 2.1
Piramida Brand Awareness
Puncak
Pikiran
(Top of Mind)
Pengingatan Kembali
Merek
(Brand Recall)
Pengenalan Merek
(Brand Recognition)
Tidak Menyadari Merek
(Brand Unawere)
Sumber : Darmadi dkk, (2004 : 58)
Pengukuran kesadaran merek didasarkan kepada pengertian-pengertian dari
kesadaran merek yang mencakup tingkatan kesadaran merek menurut Darmadi,
dkk (2004 : 58), yaitu :
1) Top of Mind (puncak pikiran) menggambarkan merek yang pertama kali
diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan
ditanya tentang suatu kategori produk dengan kata lain merek tersebut
merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak
konsumen.
2) Brand Recall (pengingatan kembali merek) mencerminkan merek-merek apa
yang diingat responden setelah menyebutkan merek pertama kali disebut.
25
3) Brand recognition (pengenalan kesadaran merek) merupakan pengukuran
kesadaran merek responden di mana kesadarannya diukur dengan diberikan
bantuan.
4) Brand unawere (tidak menyadari merek) merupakan tingkat kesadaran yang
paling rendah dari konsumen, dimana konsumen tidak menyadari akan
adanya suatu merek yang dikaitkan dengan suatu kategori produk atau jasa
tertentu.
Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas
bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Darmadi, dkk (2004 : 56),
mengatakan bahwa penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan empat cara,
menurut yaitu :
1) Anchor to which other association can be attached, artinya suatu merek dapat
digambarkan sebagai suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai tersebut
menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.
2) Familiarity-Liking, artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa
terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement
(keterlibatan rendah) seperti pasta gigi dan tisue. Suatu keterlibatan dapat
menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu
pendorong dalam membuat suatu keputusan.
3) Subtance or Commitment artinya kesadaran akan nama dapat menandakan
keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan.
Jika kualitas dari dua merek suatu produk atau jasa sejenis sama, maka
26
kesadaran merek yang menjadi faktor penentu bagi konsumen dalam
membuat keputusan pembelian.
4) Brand to consider artinya langkah pertama dari suatu proses pembelian
adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek yang telah dikenal untuk
dipertimbangkan merek mana yang akan dibeli. Jika suatu merek tidak
tersimpan dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan di
benak konsumen.
2.1.8
Mencapai Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Beberapa cara dapat di tempuh oleh perusahaan untuk mencapai tingkat
kesadaran merek (Brand Awareness) yang diinginkan atas produk atau jasa yang
di pasarkannya (Darmadi dkk, 2004 : 57), yaitu sebagai berikut:
1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan
dengan yang lainnya serta harus ada hubungan yang jelas antara merek
dengan kategori produknya.
2) Memakai slogan atau
jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.
3) Jika produk memiliki simbol hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan merek.
4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat oleh
pelanggan.
5) Brand Awareness dapat diperkuat dengan memakai isyarat yang sesuai
kategori produk, merek atau keduanya.
27
6) Melakukan
pengulangan
untuk
meningkatkan
pengingatan
karena
membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
2.1.9 Mengukur Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Tingkat kesadaran merek suatu produk atau jasa perusahaan dapat
diperoleh dengan cara menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan tunggal,
dimana masing-masing pertanyaan menggambarkan maksud dari tingkatan pada
Brand Awareness (Darmadi dkk, 2004 : 58). Maksud tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Top of Mind
Menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama
kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang sesuatu kategori
produk. Top of Mind adalah single respons question, artinya responden hanya
boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. Misalnya dalam
penelitian mengenai brand awareness ponsel Nokia, dapat dilontarkan
pertanyaan berikut:
“ Sebutkan merek ponsel yang Anda ketahui dijual di pasaran?”
Atau
“ Merek ponsel apa yang pertama kali muncul di benak Anda?”
2) Brand Recall
Pengingatan kembali merek yaitu mencerminkan merek-merek apa yang
diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut.
Brand Recall merupakan multi respons question yang menghasilkan jawaban
28
tanpa dibantu untuk mengingat. Masih dalam konteks penelitian yang sama,
dapat dipertanyakan:
“ Merek ponsel apa saja yang Anda ketahui?”
Atau
“ Sebutkan merek ponsel lain selain yang telah Anda sebutkan di atas?”
3) Brand Recognition
Brand Recognition adalah pengukuran brand awareness responden dimana
kesadaran di ukur dengan diberikan bantuan. Pertanyaan yang diajukan
dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut. Pertanyaan
yang diajukan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang perlu
diingatkan akan keberadaan merek tersebut. Untuk mengukur pengenalan
brand awareness selain mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan
menunjukkan foto yang menggambarkan ciri-ciri merek tersebut (cara ini
lebih efektif dilakukan).
a) Mengajukan pertanyaan
“ Apakah Anda mengenal ponsel merek Nokia?” (merek yang sedang
kita teliti disebutkan misalnya merek Nokia).
Alternatif jawaban:
(i)
Ya, saya mengenal dan telah menuliskannya dalam pertanyaan
sebelumnya.
(ii)
Ya, saya mengenalnya setelah mengisi kuisioner ini.
(iii) Tidak mengenal sama sekali.
29
Yang termasuk kelompok Brand Recognition adalah yang menjawab
alternatif jawaban (ii) karena jawaban (i) sudah termasuk dalam
kelompok Brand Recall dan Top of Mind. Biasanya pertanyaan diatas
dilanjutkan dengan pertanyaan untuk mengetahui bagaimana cara
responden mengenal merek tersebut sebagai informasi pendukung
dengan pertanyaan:
“ Dimana Anda mengenal merek ponsel Nokia?”
b) Menunjukkan foto yang menggambarkan atribut atau ciri produk merek
Nokia
tanpa
menunjukkan
mereknya.
Terhadap
responden
dipertanyakan:
“Apakah Anda mengetahui merek produk ini?”
4) Brand Unaware
Untuk pengukuran Brand Unaware dilakukan observasi terhadap
pertanyaan pengenalan Brand Awareness sebelumnya (Brand Recognition)
dengan melihat responden yang menjawab alternatif jawaban tidak
mengenal sama sekali atau menjawab tidak tahu.
2.1.10 Strategi Pengembangan Merek
Kunci sukses program pemasaran dan perencanaan strategi merek terletak
pada eksekusi pelaksanaan program pemasaran dan perencanaan merek yang baik.
Dalam hal ini harus diperhatikan kesinambungan pelaksanaannya dari waktu ke
waktu.
Namun
sebelum
membicarakan
masalah
eksekusi
pelaksanaan
perencanaan merek, kita harus mengkaji dahulu masalah brand platform (landasan
merek) yaitu suatu blue print perencanaan merek yang strategis meliputi visi dan
30
misi merek serta wilayah kekuasaan suatu merek dan lain-lain. Brand platform ini
sangat penting arinya bagi pengembangan strategi merek karena semua aspek
kegiatan operasional perusahaan termasuk strategi komunikasi pemasaran harus
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam brand platform. Brand platform
merupakan salah satu bagian penting dari ketiga elemen merek. Darmadi, dkk
(2004 : 165) merumuskan ketiga elemen merek tersebut, sebagai berikut:
1) Brand Platform
Brand platform adalah suatu blue print perencanaan merek yang strategis
yang meliputi visi dan misi merek serta wilayah kekuasaan dari suatu merek
dan lain-lain.
2) Brand Identity and Naming (Identitas Merek)
Brand identity mengidentifikasikan keunikan dan diferensiasi suatu merek,
sehingga suatu merek akan diidentifikasikan berbeda dengan merek pesaing.
Berikut adalah beberapa tugas penting dalam mengelola Brand identity:
a) Mengembangkan
nama
merek
yang
tepat
dan
berbeda
yang
mencerminkan strategi.
b) Mengembangkan sistem identifikasi visual yang komprehensif yang
meliputi grafik, lingkungan dan produk.
c) Mengembangkan Brand identity dalam proses pembedaan dengan merek
pesaing terutama dikaitkan dengan brand association.
3) Brand Communication (Komunikasi Merek)
Suatu merek harus dapat dikomunikasikan dengan terencana dan strategik,
dalam arti bahwa seluruh aspek kreatif dalam komunikasi harus disesuaikan
31
dengan platform merek, sehingga komunikasi merek in-line dengan platform
mereknya. Jadi komunikasi harus diarahkan untuk melayani merek bukan
produknya
sehingga
tercipta
brand
differentiation
bukan
product
differentiation.
Kotler (2005 : 89), menyebutkan bahwa penggunaan merek pada suatu
produk barang maupun jasa membawa beberapa tantangan bagi pemasar.
Tantangan-tantangan penggunaan merek adalah sebagai berikut:
1) Keputusan Merek
Keputusan pertama adalah apakah mengembangkan nama merek untuk suatu
produk. Dewasa ini, penggunaan merek sudah merupakan kekuatan yang
begitu penting sehingga hampir tidak ada produk yang tidak memiliki merek.
Distributor dan pengecer menginginkan nama merek karena merek lebih
memudahkan
produk
tersebut
ditangani,
mempertahankan
produksi
memenuhi standar mutu tertentu, memperkuat preferensi pembeli, dan lebih
memudahkan
mengidentifikasi
pemasok.
Sedangkan
konsumen
menginginkan nama merek untuk membantu mereka mengidentifikasi
perbedaan mutu dan berbelanja lebih efisien.
2) Keputusan Sponsor Merek
Produsen memiliki beberapa pilihan sehubungan dengan penggunaan sponsor
merek. Produk tersebut dapat diluncurkan sebagai merek produsen (kadang
disebut merek nasional), merek distributor (juga disebut merek penjual ulang,
toko, rumah atau pribadi), atau merek lisensi.
32
3) Keputusan Nama Merek
Produsen dan perusahaan jasa yang menggunakan merek untuk produknya
harus memilih nama merek mana yang akan digunakan. Tersedia empat
strategi, yaitu:
a.
Nama masing-masing
Keuntungan utama strategi nama masing-masing adalah bahwa
perusahaan itu tidak mengaitkan reputasinya dengan reputasi produk itu.
Jika produk itu gagal dan tampaknya memiliki mutu yang rendah, nama
atau citra perusahaan tadi tidak akan rusak. Strategi ini memungkinkan
perusahaan tersebut mencari nama terbaik untuk masing-masing produk
baru.
b.
Nama kelompok bersama
Nama kelompok bersama juga mempunyai keuntungan yaitu biaya
pengembangan akan berkurang karena tidak diperlukan riset “nama” atau
pengeluaran iklan besar-besaran untuk menciptakan pengakuan nama
merek.
c.
Nama kelompok terpisah untuk semua produk
Jika perusahaan menghasilkan produk-produk yang agak berbeda, tidak
dianjurkan menggunakan satu nama kelompok bersama. Perusahaanperusahaan sering menggunakan nama kelompok yang berbeda untuk lini
mutu yang berbeda dalam kelas produk yang sama.
33
d.
Nama perusahaan yang digabung dengan nama masing-masing produk
Nama perusahaan tersebut melegitimasikan dan nama masing-masing
mengindividualisasi produk baru tersebut.
4) Keputusan Strategi Merek
Strategi merek akan berbeda berdasarkan apakah merek tersebut adalah suatu
merek fungsional, merek citra, atau merek pengalaman (Kotler, 2005 : 96).
Konsumen membeli merek fungsional untuk memuaskan kebutuhan
fungsionalnya seperti bercukur, mencuci pakaian, meredakan sakit kepala.
Merek-merek fungsional memiliki peluang yang paling besar untuk
memuaskan pelanggan jika merek tersebut dipandang sebagai sesuatu yang
memberikan kinerja yang lebih baik atau penghematan yang lebih tinggi.
Merek citra muncul bersama produk atau jasa yang sulit dibedakan atau
menilai mutunya atau menyampaikan pernyataan mengenai pengguna.
Strateginya
meliputi
upaya
menciptakan
desain
tersendiri,
mengasosiasikannya dengan pengguna selebriti atau mencitakan iklan yang
kuat. Sedangkan merek pengalaman melibatkan konsumen di luar sekedar
membeli produk. Masing-masing tipe merek tersebut dapat dikembangkan
lagi menjadi beberapa strategi, yaitu:
a) Perluasan lini
Perluasan lini terdiri atas pengenalan jenis produk tambahan dalam
kategori produk yang sama dengan menggunakan merek yang sama
seperti selera, bentuk, warna, unsur tambahan dan ukuran kemasan yang
baru.
34
b) Perluasan merek
Suatu perusahaan mungkin menggunakan nama mereknya yang sudah
ada untuk meluncurkan produk dalam kategori lain.
c) Multi merek
Strategi multi merek memungkinkan perusahaan mengikat lebih banyak
ruang rak distributor dan melindungi merek utamanya dengan
menciptakan merek pengapit (flanker brand). Kesulitan utama dalam
memperkenalkan produk multi merek yang baru dibeli adalah bahwa
masing-masing merek mungkin hanya memperoleh pangsa pasar yang
kecil, dan tidak satu pun yang benar-benar menguntungkan.
d) Merek bersama
Merek bersama adalah dua dua atau lebih merek yang terkenal
digabungkan dalam satu tawaran. Masing-masing sponsor merek
mengharapkan bahwa nama merek lain akan memperkuat preferensi atau
minat pembelian.
e) Merek baru
Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah nama merek baru ketika
memasuki sebuah kategori baru. Strategi ini dapat dilakukan karena tidak
ada nama merek yang sesuai.
Begitu sudah menentukan strategi nama mereknya, suatu perusahaan akan
menghadapi tugas untuk memilih nama merek tertentu. Menurut Kotler (2005 :
94), ada beberapa kriteria nama merek yang baik, yaitu:
1) Merek tersebut seharusnya menyatakan sesuatu tentang manfaat produk itu.
35
2) Merek tersebut seharusnya menyatakan kategori produk atau jasa.
3) Merek
tersebut
seharusnya
menyatakan
mutu
yang
konkret
dan
“perumpamaan yang tinggi”.
4) Merek tersebut seharusnya mudah dieja, dikenali, dan diingat.
5) Merek tersebut seharusnya jelas.
6) Merek tersebut seharusnya tidak mengandung makna jelek di negara dan
dalam bahasa lain.
Suatu pengertian lazim ditemukan ialah bahwa merek pada dasarnya
dibangun oleh iklan. Namun menurut Kotler (2005 : 95), dalam era globalisasi
dewasa ini, dimana kemajuan teknologi semakin meningkat, terjadi perubahan
pada gaya hidup masyarakatnya. Maka dari itu pemasar beralih ke alat lain untuk
menarik perhatian konsumennya, diantaranya adalah:
1)
Hubungan masyarakat dan siaran pers: merek dapat memperoleh banyak
perhatian dari berita surat kabar dan majalah yang ditempatkan dengan baik,
belum lagi muncul secara visual dalam film-film.
2)
Kesediaan menjadi sponsor: merek sering dipromosikan dalam acara-acara
yang disponsori seperti balap sepeda dan mobil yang terkenal di dunia.
3)
Klub dan komunitas konsumen: merek dapat menjadi pusat komunitas
pelanggan, seperti para pemilik motor Harley Davidson.
4)
Kunjungan pabrik: Hershey’s dan Cadbury, dua perusahaan permen, telah
membangun taman hiburan di pabriknya dan kedua perusahaan ini
mengundang pengunjung untuk menhabiskan waktu seharian di sana.
36
5)
Pameran dagang: pameran dagang merupakan peluang besar untuk
membangun kesadaran, pengetahuan, dan minat merek.
6)
Pemasaran acara: banyak perusahaan mobil menyelenggarakan suatu acara
untuk memperkenalkan mobil model barunya.
7)
Fasilitas umum: Perrier, perusahaan air botol, menorehkan identitasnya
dalam benak orang banyak dengan membangun lintasan lari di taman-taman
umum untuk mempromosikan gaya hidup yang sehat.
8)
Pemasaran tujuan sosial: merek dapat memperoleh pengikut dengan
mendermakan uang untuk tujuan-tujuan amal.
9)
Nilai yang tinggi untuk uang: beberapa merek menciptakan berita dari mulut
ke mulut yang positif dengan menawarkan nilai yang luar biasa untuk uang.
10)
Kepribadian pendiri atau selebritis: pendiri yang penuh semangat dapat
menciptakan efek yang positif terhadap merek.
11)
Pemasaran telepon genggam: pelanggan pada masa mendatang akan
mendengarkan merek di telepon genggam nir-kabel mereka pada saat
perdagangan bertumbuh.
2.2
Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dapat dijadikan dasar
acuan pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Ayu
Ambarini pada tahun 2003 yang berjudul “Analisis Ekuitas Merek KIA Mobil
(Studi Kasus di Wilayah Denpasar)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa :
1) Merek KIA belum memiliki ekuitas merek yang positif karena variabel
kesadaran merek dan loyalitas merek belum menunjukkan nilai tertinggi.
37
2) Kesimpulan elemen ekuitas mereknya adalah :
a.
Sikap atau persepsi responden terhadap variabel kesadaran merek adalah
baik.
b.
Asosiasi merek KIA sudah terbentuk dengan adanya sembilan indikator
variabel yang membentuk asosiasi merek
c.
Persepsi kualitas produk dan pelayanan adalah baik
d.
Persepsi atau sikap konsumen terhadap loyalitas merek masih berada
pada tingkatan commited buyer.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terdapat
pada variabel yang diteliti, teknik analisis yang digunakan, objek penelitian dan
waktu penelitian yang berbeda. Persamaan penelitian ini dengan penelitiannya
sebelumnya adalah sama-sama meneliti mengenai elemen ekuitas merek, tetapi
pada penelitian ini mengkhususkan pada analisis kesadaran merek.
Penelitian kedua yang dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian
ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Alit Widiastika pada tahun 2003 yang
berjudul “ Analisis Kesadaran Merek Jasa Kursus IEC Pada Siswa Siswi SMU
Negeri Di Kota Denpasar ”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa:
1) Penelitian ini menggunakan 99 orang responden dimana 12 orang menyebut
IEC sebagai jasa kursus pertama yang mereka ingat atau top of mind 12,12%.
2) Posisi brand recall yaitu sebesar 76,66% atau 76 responden memilih IEC, ini
berati bahwa merek atau nama IEC paling sering disebut siswa siswi SMU
Negeri di Kota Denpasar.
38
3) Brand Recognition 9,09% dan Unaware Brand sebesar 3,03%
4) Responden yang sedang atau pernah mengikuti kursus IEC sebanyak 21
orang atau 12,12%
Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya tersebut adalah pada
objek penelitiannya, penentuan sampel dan waktu penelitiannya. Sedangkan
persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
meneliti variabel kesadaran merek.
39
Download