I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis. Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Tranggono et al. (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pemurnian merupakan suatu usaha untuk memisahkan atau menghilangkan bahan-bahan asing dari produk yang dikehendaki. Pemurnian dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pemisahan secara fisis, mekanis dan kimiawi. Proses pemurnian yang sering digunakan pada produk pangan atau hasil pertanian lainnya antara lain: distilasi, evaporasi, kristalisasi, ekstraksi, filtrasi, dan absorbsi. Pemurnian asap cair umumnya dilakukan dengan cara sedimentasi (pengendapan), filtrasi, absorbsi, maupun redistilasi (penyulingan ulang) yang dapat dilakukan sendiri-sendiri atau merupakan proses gabungan. Pembuatan asap cair dapat dilakukan melalui pirolisis terhadap bahan biomassa untuk menghasilkan asap cair kasar. Menurut Darmadji et al. (2002), pemurnian asap cair dengan metode redistilasi dapat memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki seperti PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) dan residu ter. Penggunaan asap cair dalam produk makanan memerlukan proses pemurnian untuk menghilangkan atau meminimalkan komponen-komponen yang bersifat karsinogenik, agar tidak melampaui ambang batas PAH yang diperkenankan. Prospek penggunaan asap cair sangat luas, yaitu industri pangan sebagai bahan pengawet dan penambah cita rasa, dan bidang pertanian sebagai: pupuk tanaman, bioinsektisida, pestisida desinfektan, herbisida, dan lain 1 sebagainya. Prospek ini memiliki berbagai keunggulan bila dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia sintetik, yaitu lebih mudah diaplikasikan terutama konsentrasi asap cair lebih mudah dikontrol agar memberi cita rasa dan warna yang sama dan seragam pada bahan pangan yang diawetkan. Parameter yang utama pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh suhu penyulingan dan laju aliran air pendingin yang diberikan terhadap waktu penyulingan, persen rendemen dan mutu asap cair yang dihasilkan. B. Perumusan Masalah Teknik penyulingan ulang (redistilasi) adalah upaya untuk meningkatkan mutu asap cair selain dengan pengendapan dan penyaringan. Asap cair yang diperoleh dari pirolisis tempurung kelapa termasuk mutu III, warnanya hitam pekat dan kandungan ter masih banyak. Mutu III asap cair ini cocok untuk penggumpalan karet, pengawetan kayu dan lain-lain. Jika digunakan untuk pengawetan pada bahan pangan seperti daging, ikan dan mie basah, maka mutu III harus ditingkatkan menjadi mutu II atau mutu I melalui redistilasi (penyulingan ulang). Mutu II asap cair memiliki warna yang lebih coklat bening, kandungan ter jauh berkurang dan aroma asapnya sudah jauh berkurang. Sedangakan mutu I memiliki warna yang lebih bening dan aroma asapnya sangat sedikit. C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji teknik penyulingan asap cair dengan metode redistilasi (2) Menguji performansi alat pada beberapa perlakuan, yaitu pengaruh suhu penyulingan dan laju aliran air pendingin. (3) Menganalisa mutu asap cair (pH, kadar fenol, warna dan aroma) yang dihasilkan. 2