BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Anatomi Jantung Gambar 2.1 Anatomi Jantung Dikutip dari Zafari, 2013 Jantung terdiri atas empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh (Lin, 2011). Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel Universitas Sumatera Utara kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh (Lin, 2011). Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium (Lin, 2011). 2.1.2 Perdarahan Otot Jantung Gambar 2.2 Perdarahan Otot Jantung Dikutip dari American Heart Asssociation , 2013 Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan dibelakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA = left man coronary artery). Arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks (LCx = left circumflex artery) dan arteri desendens anterior kiri (LAD = left anterior descendens artery). LCx berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut (Lin, 2011). Universitas Sumatera Utara Setelah keluar dari sinus valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA = right coronary artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan (right atrial anterior branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah arteri koroner desenden posterior (PDA = posterior descending coronary artery) yang akan memperdarahi nodus atrio-ventrikuler (Lin, 2011). 2.1.3 Ventrikel Kanan Ventrikel kanan terletak pada bagian paling depan didalam rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Dinding anterior dan inferior ventrikel kanan disusun oleh serabut otot yang disebut trabekula kame, yang sering membentuk persilangan satu sama lain (Soesanto, 2009). Ventrikel kanan merupakan ruang jantung berdinding tipis, berfungsi pada tekanan dan kebutuhan oksigen yang rendah. Massa otot ventrikel kanan hanya 15% dari massa ventrikel kiri, dan kekuatan kerja ventrikel kanan hanya 25% dari kekuatan ventrikel kiri, tetapi ventrikel kanan mempunyai curah jantung yang sama dengan ventrikel kiri. Hal ini dikarenakan secara anatomi dan fisiologi, ventrikel kanan didesain untuk melayani tekanan yang rendah dari sirkulasi pulmonal, dimana resistensi vaskular pulomonal hanya 10% dari resistensi vaskular sistemik (Jack, 2011). Pada saat sistolik, terjadi kontraksi miokard ke arah longitudinal, radial, dan sirkumferensial. Pada ventrikel kanan, gerakan longitudinal merupakan gerak yang dominan pada fase sistolik (Soesanto, 2009). Ventrikel kanan menerima aliran darah vena sistemik pada tekanan diastolik yang lebih rendah daripada ventrikel kiri dan dengan fluktuasi respiraktorik yang lebih besar pada pengisian. Pada keadaan normal, ventrikel kanan akan tetap berfungsi normal meskipun preload bervariasi (Rampengan, 2007). Cabang posterior desending dari RCA biasanya memperdarahi dinding bagian inferior dan posterior ventrikel kanan, serta septum interventrikular Universitas Sumatera Utara posterior; sedangkan cabang marginal memperdarahi dinding lateral ventrikel kanan. Dinding anterior ventrikel kanan mempunyai suplai ganda, yakni dari cabang konus RCA dan arteri cabang moderator dari LAD. Oleh sebab itu, infark ventrikel kanan umumnya mengenai septum posterior dan dinding inferior, posterior ventrikel kanan, tidak pada dinding bebas ventrikel kanan. Kontraksi dinding anterior ventrikel kanan biasanya masih baik, karena banyaknya kolateral. Aliran darah kolateralnya juga didapat dari vena thebesian dan difusi oksigen langsung melalui dinding ventrikel (Rampengan, 2007). Meskipun ventrikel kanan memiliki fungsi yang penting dalam hemodinamika, fungsi fisiologis ventrikel kanan seringkali kurang diperhatikan. ventrikel kanan sangat berperan diantaranya yaitu dalam pengaturan perfusi pulmoner yang adekuat dalam berbagai kondisi sirkulasi untuk menghantarkan darah vena yang terdesaturasi ke membran alveoli sehingga terjadi pertukaran gas. Ventrikel kanan juga berfungsi dalam pengaturan tekanan vena sistemik yang rendah untuk menghindari kongesti jaringan dan organ (Bleeker, 2006). Fungsi ventrikel kanan dapat terganggu pada penyakit jantung kanan, atau sekunder dari kardiomiopati ventrikel kiri dan valvular heart disease. Gangguan fungsi ventrikel kanan juga dapat mempengaruhi kinerja ventrikel kiri, tidak hanya mempengaruhi preload ventrikel kiri, tetapi juga menimbukan gangguan interaksi sistolik dan diastolik melalui intraventriular septum dan perkardium (interdependensi ventrikel). Karena itu, fungsi ventrikel kanan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor utama dalam menentukan clinical outcome serta dalam menentukan penatalaksanaan (Bleeker, 2006). Penyakit-penyakit yang juga terkait dengan gangguan ventrikel kanan diantaranya yaitu penyakit hipertensi pulmoner, penyakit jantung bawaan, penyakit jantung koroner, pada pasien dengan gagal jantung sisi kiri, dan pada penyakit jantung katup. Disfungsi ventrikel kanan mengacu pada kelainan pengisian atau kontraksi tanpa mengacu pada tanda-tanda atau gejala gagal jantung. Disfungsi ventrikel kanan dimulai dengan cedera awal atau stres pada miokardium dan dapat berkembang pada absen dari insult baru yang teridentifikasi pada jantung. Penyebab paling umum dari disfungsi ventrikel kanan Universitas Sumatera Utara adalah gagal jantung kiri kronis. Hipertensi pulmonar merupakan penyebab penting dalam menyebabkan disfungsi ventrikel kanan (Haddad, 2008). Adaptasi ventrikel kanan terhadap penyakit sangatlah kompleks dan tergantung pada banyak faktor. Pada kejadian infark miokard, faktor-faktor yang paling mempengaruhi adalah jenis dan keparahan dari cedera miokard, perjalanan waktu penyakit (akut atau kronis), dan onset terjadinya penyakit (bayi, anak, atau dewasa). Seperti tertera pada bagan berikut, terjadi berbagai macam interaksi antara cedera miokard, aktivasi neurohormonal, dan perubahan ekspresi gen, serta ventricular remodeling (Haddad, 2008). Secara umum, ventrikel kanan beradaptasi lebih baik untuk volume overload daripada pressure overload. Dalam defek septum atrium dan regurgitasi trikuspid, ventrikel kanan dapat mentoleransi volume overload untuk waktu yang lama tanpa penurunan yang signifikan dalam fungsi sistoliknnya. Dalam penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa volume overload yang terusmenerus dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Davlouros, 2006). Berbeda dengan volume overload, hipertensi pulmoner sedang sampai parah sering menyebabkan dilatasi dan gagal jantung kanan. Tekanan ventrikel kanan yang berlebihan juga dapat menyebabkan iskemia ventrikel kanan, yang selanjutnya dapat memperburuk disfungsi ventrikel (Davlouros, 2006). 2.2. Infark Miokard Akut 2.2.1 Definisi Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Infark miokard merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa di seluruh dunia. Infark ventrikel kanan biasanya menyertai 30-50% infark inferior dan 10% infark anterior ventrikel kiri (Thygesen, 2012). The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF berupaya mengintegrasikan wawasan dan data baru ke dalam dokumen saat ini bahwa jumlah yang sangat kecil infark miokard atau nekrosis dapat dideteksi Universitas Sumatera Utara dengan penanda biokimia dan / atau pencitraan. Infark miokard dapat dikenali dari gejala klinis, termasuk temuan elektrokardiografi (EKG), peningkatan penanda biokimia (biomarker) nekrosis miokard, dan dengan teknik pencitraan, serta oberrdasarkan temuan patologi (Thygesen, 2012). Infark Miokard didefinisikan secara patologi sebagai kematian sel miokard akibat iskemia berkepanjangan. Setelah terjadinya iskemia miokard, secara histologis kematian sel tidak langsung terjadi, tapi membutuhkan waktu sekitar 20 menit (Thygesen, 2012). 2.2.2 Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrousca yang tipis dan inti kaya lipid (Alwi, 2009). Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicuperubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yanglarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Alwi, 2009). Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudianakan mengalami oklusi oleh trombus yang Universitas Sumatera Utara terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroneryang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2009). Infark merepresentasikan kulminasi dari kaskade kejadian yang berbahaya, yang diinisiasikan oleh iskemia, yang berkembang dari fase yang potensial reversibel ke fasekematian sel yang ireversibel. Miokard yang disuplai secara langsung oleh pembuluh darah yang tersumbat akan segera mati. Jaringan di sekitar daerah yang nekrosis mungkin tidak akan segera nekrosis karena jaringan tersebut mungkin cukup diperfusikan oleh pembuluh darah sekitar yang masih baik. Akan tetapi, sel-sel sekitar lainnya dapat menjadi iskemik seiring waktu, akibat kebutuhan akan oksigen tetap berlangsung meski suplai oksigen menurun, dan regio infark dapat meluas ke arah luar (Sabatine, 2011). Luas jaringan yang mengalami infark sangat berhubungan dengan (1) luasnya miokard yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang tersumbat, (2) intensitas dan durasi gangguan aliran darah koroner, (3) kebutuhan oksigen dari regio miokard yang bersangkutan, (4) jumlah pembuluh darah kolateral yang memberikan aliran darah dari arteri koroner sekitaryang tidak tersumbat, dan (5) dan tingkat respon jaringan yang memodifikasi proses iskemik (Alwi, 2011). Perubahan patofisiologi yang terjadi selama infark muncul dalam 2 tingkatan: perubahan awal pada saat infark akut dan perubahan lambat selama penyembuhan dan remodeling miokard. Perubahan awal mencakup evolusi histologik infark dan dampak fungsional penurunan oksigen terhadap kontraktilitas miokard. Perubahan tersebut berkulminasi pada nekrosis koagulatif miokard dalam 2– 4 hari (Sabatine, 2011). Akibat penurunan kadar oksigen pada miokard (hipoksia miokard) yang diperdarahi oleh pembuluh darah koroner yang tersumbat secara tiba-tiba, timbul perubahan yang cepa tdari metabolisme aerob ke metabolisme anaerob. Peningkatan metabolisme anaerob akan menyebabkan akumulasi asam laktat. Kadar H+ intraseluler akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan penggumpalan Universitas Sumatera Utara kromatin dan denaturasi sel otot jantung, dan akhirnya berujung pada kematian sel otot jantung (Sabatine, 2011). Keadaan hipoksia miokard juga akan menurunkan ATP. Penurunan ATP akan mengganggu Na+, K+-ATPase sehingga terjadi peningkatan konsentrasi Na+ intraseluler dan K+ ekstraseluler. Peningkatan Na+ intraseluler akan menyebabkan edema seluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K+ ekstraseluler akan menyebabkan perubahan pada potensial listrik transmembran, dan hal ini menjadi predisposisi aritmia letal miokard. Ca++ intraseluler berakumulasi pada miosit yang rusak dan diduga berkontribusi pada jalur akhir destruksi sel melalui aktivasi lipase dan protease yang mampu mendegradasi (Sabatine, 2011). Secara kolektif, perubahan metabolik ini menurunkan fungsi miokard 2 menit setelah trombus terbentuk. Tanpa intervensi, cedera sel yang ireversibel terjadi dalam 20 menit danditandai dengan peningkatan defek membran. Enzim proteolitik yang bocor melalui membranmiosit yang berubah akan merusak miokard sekitarnya, dan lepasnya makromolekul tertentuke dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai penanda klinis dari infark akut (Alwi, 2011). Perubahan patologis lambat pada IMA terdiri dari (1) pembersihan miokard yang nekrotik dan (2) deposisi kolagen untuk membentuk jaringan parut. Perubahan fungsional yang terjadi pada miokard akibat IMA antara lain (1) gangguan kontraktilitas dan komplians jantung, (2) stunned myocardium, (3) ischemic preconditioning ,dan (4) remodeling ventrikel (Sabatine, 2011). 2.2.3 Diagnosis Berdasarkan The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF tahun 2012, diagnosis infark miokard akut dapat ditegakkan apabila ditemukan salah satu dari kondisi berikut : Adanya kenaikan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung [sebaiknya jantung troponin (cTn)] dengan setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 atas batas referensi (upper reference limit, URL) dan dengan setidaknya salah satu dari berikut: Universitas Sumatera Utara - Gejala iskemia - Perubahan gelombang ST-segmen-T (ST-T) atau adanya left bundle branch block baru (LBBB). - Adanya gelombang Q patologis pada EKG. - Ditemukannya kehilangan baru dari miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada region baru. - Identifikasi trombus intrakoroner menggunakan angiografi atau otopsi. Kematian jantung dengan gejala mengacu pada iskemia miokard dan diduga terjadi perubahan EKG iskemik baru atau LBBB baru, tapi kematian terjadi sebelum biomarker jantung diperoleh, atau sebelum terjadi peningkatan biomarker jantung. Infark terkait Percutaneous coronary intervention (PCI) didefinisikan oleh peningkatan cTn (> 5 x 99 persentil URL) pada pasien dengan nilai dasar normal (≤ 99 persentil URL) atau kenaikan nilai cTn > 20% jika nilai dasar meningkat dan stabil atau jatuh. Selain itu, baik (i) gejala mengacu pada iskemia miokard atau (ii) perubahan baru EKG iskemik atau (iii) temuan angiografi konsisten dengan komplikasi prosedural atau (iv) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru. Infark miokard terkait Stent thrombosis yang terdeteksi dengan angiografi koroner atau autopsi dengan peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL. Infark miokard terkait Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) didefinisikan sebagai peningkatan nilai biomarker jantung (> 10 x persentil ke-99 URL) pada pasien dengan nilai dasar cTn normal (≤persentil ke-99 URL). Selain itu, ditemukan (i) gelombang Q patologis baru atau LBBB baru, atau (ii) new graft pada angiographic Universitas Sumatera Utara atau oklusi baru arteri koroner, atau (iii) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru (Thygesen, 2012). 2.2.4 Klasifikasi The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF tahun 2012 menguraikan pentingnya melakukan klasifikasi infark miokard sehingga dapat dilakukan pengobatan segera, seperti terapi reperfusi. Pasien infark miokard dengan nyeri dada dan elevasi gelombang ST pada dua lead yang berdekatan pada gambaran EKG, diklasifikasikan sebagai ST elevation Myocard Infarct / STEMI. Sebaliknya, pasien tanpa elevasi ST pada presentasi EKG sebagai non-ST elevation Myocard Infarct / NSTEMI. Pasien tanpa peningkatan nilai biomarker jantung didiagnosis sebagai angina tidak stabil (Thygesen, 2012). Selain kategori tersebut, infark miokard dapat diklasifikasikan berdasarkan patologisnya, serta perbedaan klinis dan prognostiknya. Tipe 1: Infark miokard spontan Infark miokard spontan berhubungan dengan pecahnya plak aterosklerotik, ulserasi, fisura, erosi, atau diseksi dengan hasil trombus intraluminal di satu atau lebih dari arteri koroner, yang menyebabkan penurunan aliran darah miokard atau emboli trombosit distal dengan nekrosis miosit. Pasien mungkin memiliki penyakit yang mendasari seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK) berat namun pada non-obstruktif atau tanpa PJK. Tipe 2: Infark miokard sekunder akibat ketidakseimbangan iskemik Cedera miokard dengan nekrosis dengan kondisi selain PJK yang berkontribusi pada ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan / atau kebutuhan miokard, contohnya disfungsi endotel koroner, spasme arteri koroner, emboli koroner, tachy-/brady-arrhythmias, anemia, gagal pernafasan, hipotensi, dan hipertensi dengan atau tanpa gagal jantung kiri. Tipe 3: Infark miokard yang mengakibatkan kematian tanpa nilai biomarker jantung Universitas Sumatera Utara Kematian jantung dengan gejala sugestif iskemia miokard dan diduga adanya perubahan EKG iskemik yang baru atau LBBB baru, tapi kematian terjadi sebelum sampel darah dapat diperoleh, sebelum biomarker jantung naik, atau dalam kasus yang jarang biomarker jantung tidak diambil. Tipe 4a: Infark miokard berhubungan dengan intervensi koroner perkutan (Percutaneous Coronary Intervention / PCI) Infark miokard terkait PCI didefinisikan dengan peningkatan nilai cTn> 5 x persentil ke-99 URL pada pasien dengan nilai awal normal (< 99 persentil URL) atau kenaikan nilai cTn> 20% jika nilai-nilai dasar meningkat atau menurun stabil. Selain itu, baik (i) gejala mengacu pada iskemia miokard, atau (ii) perubahan baru pada ECG atau adanya LBBB, atau (iii) hilangnya fungsi arteri koroner mayor atau cabang terdekatnya atau embolisasi tanpa aliran atau aliran lambat yang persisten, atau (iv) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru. Tipe 4b: Infark miokard berhubungan dengan stent thrombosis Infark miokard terkait trombosis stent dapat dideteksi deteksi dengan angiografi koroner atau otopsi pada iskemia miokard dan dengan peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung dengan setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL. Tipe 5: infark miokard terkait Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) Infark miokard berhubungan dengan CABG didefinisikan dengan peningkatan nilai biomarker jantung > 10 x persentil ke-99 URL pada pasien dengan nilai ctn dasar normal (< 99 URL persentil). Selain itu, baik (i) gelombang Q patologis baru atau LBBB baru, atau atau (ii) angiographic documented new graft atau oklusi baru arteri koroner, atau (iii) terdapat new loss of viable miokardium pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru (Thygesen, 2012) Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Prognosis Penderita yang didiagnosa infark miokard akut, selanjutnya dilakukan stratifikasi rasio dengan tujuan menentukan prognosis jangka pendek dan panjang serta meramalkan terjadinya komplikasi yang berat. Prognosis jangka pendek adalah prognosis selama penderita infark miokard akut dalam perawatan di rumah sakit, sedangkan prognosis jangka panjang adalah prognosis setelah penderita infark miokard dipulangkan (Zafari, 2013). Sepertiga dari pasien yang mengalami STEMI meninggal dalam waktu 24 jam setelah onset iskemia, dan banyak penderita infark miokard akut lainnya yang bertahan hidup akan mengalami morbiditas yang signifikan. Tingkat kematian infark mikard akut mencapai 30%, setengah dari kematian terjadi sebelum tiba di rumah sakit. Diperkirakan 5-10% korban meninggal dalam tahun pertama setelah mengalami infark miokard (Zafari, 2013). Secara keseluruhan, prognosis infark miokard akut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada luas infark, fungsi ventrikel kiri residual, dan apakah pasien menjalani revaskularisasi. Prognosis yang lebih baik dikaitkan dengan faktor-faktor berikut: - Keberhasilan tindakan reperfusi awal (pada STEMI: dilakukan infus fibrinolisis dalam 30 menit semenjak kedatangan pasien atau intervensi koroner perkutan dalam waktu 90 menit semenjak kedatangan pasien) - Fungsi Ventrikel kri yang masih adekuat - Pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dengan beta-blocker, aspirin, dan ACE inhibitor Sedangkan prognosis yang lebih buruk dikaitkan dengan faktor-faktor berikut: - Meningkatnya umur - Diabetes - Riwayat penyakit pembuluh darah (seperti penyakit serebrovaskular atau penyakit pembuluh darah perifer) - Meningkatnya skor resiko Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) pada penderita angina tidak stabil atau NSTEMI (yaitu, 7 faktor: Usia ≥ 65 y, ≥ 3 faktor risiko untuk penyakit jantung, riwayat penyakit jantung Universitas Sumatera Utara koroner, ST segmen deviasi ≥ 0,5 mm, ≥ 2 episode angina di terakhir 24 jam, penggunaan aspirin dalam wk sebelumnya, dan tingkat enzim jantung meningkat) - Tindakan reperfusi yang gagal atau tertunda - Disfungsi ventrikel kiri - Adanya gagal jantung kongestif atau edema paru - Peningkatan B-peptida natriuretik tipe (BNP) - Peningkatan protein C-reaktif sensitif tinggi (hs-CRP), sebuah penanda inflamasi nonspesifik - Aktivitas fosfolipase A2 yang berhubungan dengan aterosklerosis (Zafari, 2013) 2.2.6. Gangguan Fungsi Ventrikel Kanan pada Infark Miokard Diperkirakan 14% sampai 84% kejadian infark ventrikel kiri berkaitan dengan infark ventrikel kanan. Namun infark miokard akut yang hanya melibatkan ventrikel kanan jarang terjadi, diperkirakan hanya sekitar 3% dari keseluruhan kasus (Persira, 2006). Keterlibatan ventrikel kanan biasanya terjadi pada 30-50% kasus infark inferior, dan pada 10% kasus infark anterior. Beberapa komplikasi dapat menyertai infark inferior yang disertai infark ventrikel kanan, komplikasi ini dapat menimbulkan kematian (Pandey, 2006). Keterlibatan ventrikel kanan umumnya mengenai septum posterior dan dinding inferior, posterior ventrikel kanan, tidak pada dinding bebas ventrikel kanan. Kontraksi dinding anterior ventrikel kanan biasanya masih baik, karena banyaknya kolateral. Aliran darah kolateralnya juga didapat dari vena thebesian dan difusi oksigen langsung melalui dinding ventrikel (Rampengan, 2007). Meskipun kinerja ventrikel dapat treimprovisasi spontan bahkan dalam keadaan tidak adanya reperfusi koroner, pemulihannya mungkin berjalan lambat dan dapat mengakibatkan tingginya tingkat konduksi atrioventrikular, ketidakstabilan hemodinamik dan kematian di rumah sakit (Pareira, 2006). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Postulated interactions between ventricular remodeling, neurohormonal and cytokine activation, and gene expression in the setting of right ventricular failure Dikutip dari Voelkel, et al. dalam Haddad, 2008 Karena ventrikel kanan merupakan pompa darah dengan tekanan rendah, maka kontraktilitasnya sangat tergantung pada tekanan diastolik. Ketika kontraktilitas dan fungsi diastolik terganggu akibat infark miokard, maka curah ventrikel kanan akan menurun secara dramatik, tekanan diastolik ventrikel kanan meningkat secara substansial dan tekanan sistolik turun. Kenaikan tekanan diastolik ventrikel kanan diikuti oleh kenaikan tekanan atrium kanan dan kongesti vena sistemik. Jika disfungsi ventrikel kanan juga diikuti oleh disfungsi ventrikel kiri, maka terjadi peningkatan beban akhir (afterload) ventrikel kanan yang akan memperburuk kondisi ventrikel kanan. Peningkatan tekanan atrium kanan oleh karena infark ventrikel kanan, merangsang sekresi natriuretik atrial, yang akan memperburuk gejala klinis. Penurunan curah ventrikel kanan mengakibatkan penurunan beban awal (preload) ventrikel kiri, dan hilangnya sikronisasi atrioventrikular (Rampengan, 2007). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Pathophysiology of right ventricular failure Dikutip dari Haddad, 2008 Kegagalan ventrikel kanan adalah sindrom klinis yang kompleks yang merupakan keluaran dari gangguan kardiovaskular struktural atau fungsional kardiovaskular yang mengganggu kemampuan ventrikel kanan untuk mengisi atau memompa darah. Gagal jantung kanan terjadi bila kerusakan sel miokard ventrikel kanan cukup luas, sehingga menekan fungsi sistolik ventrikel kanan. Kondisi ini ditandai adanya bendungan vena sistemik berupa JVP yang meningkat, hepar yang membesar, sampai udema pada tungkai. Kegagalan ini biasanya ditemukan bersama dengan infark miokardium inferior luas yang disertai infark ventrikel kanan (Rampengan, 2007). Tekanan atrium kanan yang tinggi pada disfungsi ventrikel kanan akibat infark miokard diasosiasikan dengan tingginya angka kematian selama perawatan. (Rampengan, 2007). Sebuah penelitian berkaitan dengan hal ini dilakukan pada 522 subjek dengan durasi median follow up 24 bulan, menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara memburuknya fungsi ventrikel kanan, yang dalam hal ini diukur menggunakan RVFAC (Right Ventricular Fractional Area Change), terkait dengan peningkatan mortalitas. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan merupakan faktor risiko mayor kematian, kematian mendadak, gagal jantung, dan stroke setelah infark miokard (masing-masing p<0,001), tetapi tidak berkaitan dengan infark miokard berulang (p< 0,77) (Anavekar, 2008). Hal yang sama juga dikemukakan dalam penelitian Larose, dkk. pada tahun 2007. Pada 147 pasien infark miokard, didapati 26 kematian terjadi selama median follow up 17 bulan (kisaran 6 - 53 bulan). Dalam analisis univariabel dikemukakan bahwa RVEF < 40% (RVEF = Right Ventricular Ejection Fraction) sangat terkait dengan angka kematian (rasio hazard 4,02; p <0,0007) (Larose, 2007). 2.3. Ekokardiografi 2.3.1 Penggunaan Ekokardiografi Selain pentingnya parameter klinis, beberapa studi menunjukkan penggunaan ekokardiografi diperlukan untuk identifikasi beberapa resiko yang merugikan outcome. Beberapa paramater prognostik penting untuk kasus infark miokard yang dapat diidentifikasi melalui ekokardiografi diantaranya adalah fungsi ventrikel kiri dan fungsi ventrikel kanan (Antoni, 2010). Ekokardiografi telah diterima luas sebagai teknik noninvasif yang dapat memberikan informasi penting tentang anatomi, morfologi, serta fungsi ruang jantung, dinding jantung, katup-katup serta pembuluh darah besar. Selain itu, metode ini dapat dilakukan berulang-ulang, tidak sakit, relatif murah, dan merupakan langkah penting dalam diagnosis dan evaluasi berbagai kelainan jantung (Antoni, 2010). Pemeriksaan ini berdasarkan suara dengan frekuensi sangat tinggi atau disebut ultrasound (suara dengan frekuensi >20.000Hz). Ekokardiografi terdiri dari beberapa komponen penting, yaitu unit utama beserta panel board, tranducer atau probe, monitor observasi, printer atau polaroid (Antoni, 2010). Universitas Sumatera Utara Transducer ditempatkan di sela iga ketiga dan keempat pada dinding dada. Dari probe ini gelombang ultrasonic intensitas rendah diarahkan pada area jantung dan sinyal gema diperoleh. Posisi probe dimanipulasi untuk memperoleh gema dari area yang diinginkan pada jantung (Antoni, 2010). Jenis-jenis ekokardiografi ada beberapa macam, tetapi dalam praktek sehari-hari yang digunakan yaitu Ekokardiografi M-mode, Ekokardiografi dimensi, Ekokardiografi warna, Ekokardiografi dopler sederhana, dan Ekokardiografi Trans-Esofageal (Jung, 2011). 1. Ekokardiografi M-Mode Melalui Ekokardiografi M-mode dapat dilakukan antara lain: (1). Pengukuran dimensi ventrikel, tebal dinding ventrikel atau septum, atrium, aorta; (2). Pengukuran fungsi jantung dengan fraksi ejeksi; (3).Estimasi massa ventrikel kiri dengan formula; (4). Gambaran pericardium, kejadian waktu di jantung, seta menentukan gambaran aliran bersama dengan ekokardiografi warna. Ekokardiografi ini memiliki kelebihan dalam resolusi temporal karena frame rate yang cepat sehingga baik untuk objek yang bergerak (Jung, 2011). 2. Ekokardiografi 2 dimensi Melalui Ekokardiografi 2 dimensi ini dapat dilakukan antara lain: (1). Mencerminkan gerakan dan anatomi jantung; (2). Pengukuran ventrikel kiri dan tebal dinding pada keadaan dimana M-mode tidak memenuhi syarat; (3). Pengukuran isi sekuncup; (4). Pengukuran fraksi ejeksi dan volume; (5). Pengukuran area mitral dengan planimetri (Jung, 2011). 3. Ekokardiografi Dopler Ekokardiografi ini menggunakan prinsip menangkap pantulan gelombang suara yang dipantulkan oleh eritrosit, sehingga dapat ditentukan adanya aliran darah, arah, kecepatan, dan karakteristik aliran. Ada 2 macam ekokardiografi dopler yaitu: (1). Dopler spectrum yang terdiri dari pulsed Universitas Sumatera Utara wave dopler dapat memberikan informasi yaitu pengukuran fungsi diastolik, area mitral atau orifisium aorta, isi sekuncup dan curah jantung, serta mengukur besarnya shunt; (2). Continuous wave dopler, ekokardiografi ini bermanfaat untuk menangkap sinyal dari aliran frekuensi tinggi seperti stenosis katup, dan pengukuran semi kuantitatif dari regurgitasi (Jung, 2011). 4. Ekokardiografi Trans-Esofageal (ETE) Ekokardiografi ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan ekokardiografi trans-torakal tetapi dengan memasukkan transduser melalui esophagus seperti pemeriksaan esofago-gastroskopi. Ekokardiografi ini dapat dilakukan ekokardiografi color dan dopler untuk melihat dan mengukur flow (Jung, 2011). 2.3.4 Ekokardiografi Ventrikel Kanan Fungsi ventrikel kanan sangat terkait dengan manifestasi klinis dalam berbagai kondisi, namun telah lama kurang diperhatikan. Meskipun fungsi ventrikel kiri telah dipelajari secara luas, mulai dari nilai normal untuk dimensi, volume, massa, dan fungsi, pengukuran luas dan fungsi ventrikel kanan sangatlah kurang (Rudski, 2010). Pada tahun 2005, dasar-dasar fungsi dan dimensi ventrikel kanan disertakan sebagai bagian dari rekomendasi ekokardiografi untuk kuantifikasi ruang oleh American Society of Echocardiography dan European Association of Echocardiography. Meskipun dokumen tersebut masih difokuskan pada jantung kiri, dengan hanya bagian kecil meliputi ruang sisi kanan, namun sejak publikasi ini telah ada kemajuan yang signifikan dalam penilaian echocardiographic jantung kanan (Rudski, 2010). Pengukuran fungsi ventrikel kanan relatif tidak sesederhana pengukuran fungsi ventrikel kiri, mengingat bentuk geometriknya yang kompleks. Walaupun demikian secara praktis pengukuran fungsi ventrikel kanan dapat dilakukan dengan pemeriksaan ekokardiografi melalui beberapa cara, diantaranya adalah Universitas Sumatera Utara Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE), perubahan area fraksional ventrikel kanan, isi sekuncup dan curah jantung, dan Indeks Tei (Indeks performa miokardial jantung) (Rudski, 2010). 1. Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) Pada saat sistolik, terjadi kontraksi miokard ke arah longitudinal, radial, dan sirkumferensial. Pada ventrikel kanan, gerakan longitudinal merupakan gerak yang dominan pada fase sistolik. Gerakan memendek pada sistolik dan kembali memanjang ke posisi semula dapat dilihat dari gerakan annulus tricuspid. Jarak pergerakan annulus tersebut dapat menggambarkan fungsi kontraksi ventrikel kanan. Kaul et al melaporkn bahwa TAPSE 15 mm berhubungan dengan fraksi ejeksi ventrikel kanan 40%, sedangkan TAPSE > 20 mm berkorelasi dengan fraksi ejeksi > 50% (Seoesanto, 2009). Pengukuran dilakukan dari pandangan apikal 4 ruang. Dengan menggunakan M-mode, kursor diletakkan di anulus trikuspid sedapat mungkin sejaja dengan gerakan anulus tersebut. Kemudian diukur jarak titik anulus trikuspid pada sistolik dan diastolik, seperti yang terlihat pada gambar (Seoesanto, 2009). Gambar 2.5 Pengukuran TAPSE. Tampak hasil pengukuran jarak pergerakan anulus saat sistolik dan diastolik (satuan cm atau mm) Dikutip dari Rudski, 2010 Universitas Sumatera Utara TAPSE mudah untuk dilaksanakan, tidak terlalu bergantung pada kualitas gambar yang optimal, dapat diulang, tidak memerlukan peralatan tambahan yang sulit ataupun analisis berkepanjangan. TAPSE direkomendasikan untuk digunakan secara rutin sebagai sebuah metode sederhana dalam estimasi fungsi ventrikel kanan (Rudski, 2010). Nilai referensi untuk fungsi sistolik ventrikel kanan melalui TAPSE mengacu pada Guidelines for the Echocardiographic Assesment of the Right Heart in Adults oleh American Society of Echocardiography, yaitu fungsi ventrikel kanan dikatakan terganggu apabila nilai TAPSE dibawah 16 mm (Rudski, 2010). 2. Perubahan area fraksional ventrikel kanan Area fraksional ventrikel kanan merupakan pengukuran yang analog dengan fraksi ejeksi. Hanya saja pada perhitungan area fraksional yang digunakan adalah area (cm2) sedangkan pada fraksi ejeksi digunakan volume (ml). (Rudski, 2010). Rumus area fraksional ventrikel kanan: (Area fraksional akhir diastolik – area fraksional akhir sistolik) Area fraksional akhir diastolik 3. Isi sekuncup dan curah jantung Seperti pada ventrikel kiri, isi sekuncup ventrikel kanan dihitung dengan rumus 0.785 x {diamater RVOT]2 x Velocity time integral (VTI). Diamater RVOT (right ventricular outflow tract) dan Velocity Time Integral RV (VTI) diukur dari aksis pendek parasternal. Dengan menggunakan Doppler PW dan sampel volume yang diletakkan sekitar 1 cm sebelum katup pulmonal, spectrum RVOT di trace untuk mendapatkan angka VTI. Curah jantung adalah isi sekuncup x laju jantung, dengan nilai normal > 4.5L/min (Rudski, 2010). 4. Indeks Tei (Indeks performa miokardial jantung) Indeks Tei adalah suatu indeks yang menggambarkan fungsi sistolik dan diastolik secara keseluruhan. Untuk menghitung Tei indeks digunakan PW atau Universitas Sumatera Utara CW yang diambil dari aliran masuk katup trikuspid dan aliran keluar katup pulmonal. Pandangan aksis pendek parasternal dapat memperlihatkan kedua katup tersebut (Rudski, 2010). Universitas Sumatera Utara