BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan tentang Pengembangan Internalisasi Nilai Tawhid dalam Pembentukan Akhlakul Karimah Santri di Pondok Pesantren Al Ittifaq Bandung, kesimpulannya sebagai berikut: 1. Kesimpulan Umum Akhlakul Karimah santri dibentuk dengan menginternalisasikan nilai tawhid dalam kehidupan sehari-hari, di antranya dengan melakukan kerja sama di dalam kelompok yang majemuk untuk mengembangkan kepemimpinan; kemampuan memberi dan menerima tanggung jawab; kesadaran sosial; kesadaran untuk tolong-menolong; dan ingin berpartisipasi sosial secara rahman rahim; kemauan dan kemampuan menyumbang dan menerima pendapat orang lain; kemampuan untuk menyeleksi mana yang benar dan salah dalam mengambil keputusan; kemampuan memberdayakan diri dengan menggunakan alat indera; kemampuan memiliki kesiapan fisik dan mental untuk mengatasi dan memecahkan masalah sendiri, kelompok dan 275 276 masyarakat; kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan apapun. Semua kemampuan tersebut diarahkan untuk ibadah yakni dalam rangka melaksanakan fungsi khalifah fil ardi (pemakai, perekayasa dan pemelihara alam semesta dengan segala isinya sesuai nafas tawhid uluhiyah). 2. Kesimpulan Khusus Pondok Pesantren Al Ittifaq berhasil menginternalisasikan nilai tawhid dalam berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut dikarenakan pola pendidikan, kebijakan, kurikulum, dan implementasi serta nilai-nilai yang dikembangkannya mengembangkan internalisasi nilai tawhid sebagai syarat keberhasilan dari pendidikan. Berikut ini adalah rincian setiap konsep pendidikan yang dijalankan di Pondok Pesantren Al Ittifaq sebagai bukti adanya pengembangan internalisasi nilai tawhid dalam pembentukan akhlakul karimah. a. Pola Pendidikan Bervisi bahagia dunia dan akherat serta keselarasan dzikir, fikir, dan ikhtiar. Visi pendidikan Pesantren Al-Ittifaq diarahkan untuk mengembangkan prinsip keseimbangan, yaitu “keselarasan dua potensi (dzikir dan fikir) yang dikemas dan diaplikasikan dalam suatu perbuatan (ikhtiar). Dengan kata lain, terjadinya keselarasan dan sinergi antara 277 perilaku ibadah ritual dan ibadah aktual atau sosial sehingga tercapai tujuan hidup yang selamat serta bahagia dunia dan akherat”. Misi Pesantren Al Ittifaq adalah mewujudkan akhlakul karimah dalam kehidupan dan diarahkan pada upaya penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, pengkaderan, pembinaan, bimbingan, dan pengembangan dakwah Islamiyah yang solutif dalam karya dan prestasi, dengan perincian sebagai berikut: Memberikan pemahaman tentang keberadaan diri sebagai hamba, sehingga dapat memposisikan dirinya sebagai ‘abid (hamba) di hadapan Allah (Ma’bud) Robbil Alamin. Menumbuhkembangkan semangat pengamalan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan AsSunnah sebagai syari’at. Mengembangkan ilmu amaliah dan amal ilmiah serta terbiasa berpikir konstruktif dan mampu bertindak produktif. Mendidik kepribadian yang mandiri, dinamis, disiplin serta selalu mensyukuri fasilitas yang diberikan Allah SWT sehingga dapat lebih memahami diri, lingkungan, agama, dan Tuhannya pada posisi terbaik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah Rahmatan lil alamin. Adapun rinciannya adalah mendidik insan ber-aqidah benar dan ber-akhlaq mulia yang bermanfaat bagi diri, lingkungan, dan keluarga. 278 Pondok Pesantren Al-Ittifaq menguraikan secara rinci tujuan yang ingin dicapai, sebagai berikut: Agar santri memiliki aqidah yang benar, tidak menyekutukan Allah, dan menjadikan keridhoan Allah Swt sebagai tujuan hidup; Agar santri memiliki kemampuan beribadah yang tepat sesuai contoh Rasulullah Saw dan salafus soleh; Agar santri memiliki akhlaq mulia sebagai implementasi dari ketinggian ajaran Rasulullah SAW kepada umatnya; Agar santri termotivasi untuk menguasi ilmu secara maksimal dan menyeluruh sehingga mampu mengembangkan Imtaq dan Iptek. Prinsip pendidikan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah “tidak hanya sekadar” tetapi “optimal dan maksimal”. Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini menerapkan prinsip-prinsip pendidikan berupa: Tidak sekadar tahu tetapi lebih lanjut lagi agar dapat berbuat sesuatu dan bermanfaat untuk umat; Tidak hanya membina karakter satu golongan tertentu tetapi membina karakter umat pada setiap lapisan masyarakat; Penerapan konsep yang ada dengan realitas hidup dan kehidupan; Tidak hanya sekedar menyampaikan materi pendidikan tetapi lebih jauh adalah menumbuhkan daya inovasi dan prestasi; dan dalam implementasi pengajaran dan pendidikan tidak hanya singkat, tetapi berkesinambungan. 279 b. Kebijakan Pendidikan Model pembelajaran adalah rancangan serangkaian proses atau peristiwa belajar yang akan dialami peserta didik untuk mencapai kompetensi yang direncanakan. Model pembelajaran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq yakni bermodel INPEKBI (Ilahi, Negeri, Pribadi, Ekonomi, Kekeluargaan, Birahi, dan Ilmi). Berikut adalah penjelasannya. 1) Prinsip Ilahi, mengandung makna bahwa lembaga pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq harus mendapat ridho Allah SWT. Segala sesuatu yang dilakukan tiada lain adalah dalam konsep ibadah dan untuk mencari keridhoan-Nya. Proses yang dilalui selama menjadi santri tiada lain sebagai sarana ibadah dan latihan menuju kedewasaan berpikir dan bertindak yang didasari oleh niat mengabdi kepada-Nya. Pondok Pesantren Al-Ittifaq mendasarkan filsafat pendidikannya pada filsafat theocentric. Filsafat ini memandang bahwa semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah SWT dan merupakan integral dari totalitas kehidupan muslim. Dengan demikian, belajar dan mengajar tidak dipandang sebagai alat tetapi dipandang sebagai tujuan. 280 2) Prinsip Negeri mengandung makna bahwa Pondok Pesantren Al-Ittifaq bersifat kooperatif terhadap program pemerintah yang sejalan dengan visi dan misi pesantren terutama dalam pemberdayaan masyarakat. 3) Prinsip Pribadi mengandung makna bahwa Pondok Pesantren Al-Ittifaq berniat membentuk pribadi yang luhur dengan menghargai segala perbedaan yang ada, baik keyakinan maupun pemahaman. Perbedaan yang ada ditanggapi sebagai suatu rahmat untuk mempererat hubungan silaturahmi. Kepribadian luhur ini dibentuk dengan karakteristik kemandirian baik selama nyantri di pondok pesantren atau pun kelak setelah kembali ke masyarakat. 4) Prinsip Ekonomi, mengandung makna bahwa kemapanan ekonomi menjadi faktor penting. Melakukan usaha ekonomi merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya. Pondok pesantren tidak boleh mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Pembiayaan harus dilakukan dengan menggali potensi sumber daya yang ada. Adapun setelah upaya yang dilakukan belum menemui hasil yang maksimal maka segalanya diserahkan kepada Allah SWT (tawakal). 5) Prinsip Keluarga, mengandung makna bahwa kehidupan keseharian di Pondok Pesantren Al-Ittifaq haruslah berdasarkan azas kekeluargaan. 281 Setiap orang hendaknya menyadari posisinya masing-masing, dengan hak dan kewajiban yang melekat kepadanya. Santri selaku anak dan kiyai selaku orang tua atau pun interaksi antar santri semuanya didasarkan pada prinsip kekeluargaan. Dengan demikian, melaui prinsip kekeluargaan ini, mereka yakin bahwa hubungan yang harmonis antara individu akan tercipta dengan baik. 6) Prinsip Birahi, mengandung makna bahwa pondok pesantren bertujuan mengembangkan kedewasaan para santri dalam berpikir dan bertindak serta siap untuk menempuh jenjang pernikahan. Kebanggaan pondok pesantren manakala santrinya menunjukkan kedewasaannya, memiliki dorongan dari dalam diri santri untuk hidup mandiri. Pondok pesantren memfasilitasi terjadinya pernikahan sehingga tidaklah mengherankan apabila di dalam program kegiatan tahunan terutama setiap bulan Rajab, sering diadakan pernikahan massal bagi santri dan masyarakat sekitar. 7) Prinsip Ilmi, mengandung makna bahwa para santri diharapkan mampu mengembangkan potensinya untuk menyerap, menguasai, dan mengamalkan ilmu pegetahuan dan teknologi yang telah dikuasainya selama nyantri di pondok pesantren Al Ittifaq. Para santri diharapkan memiliki bekal dan dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat dan 282 mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya. Ilmi berarti pula beretos belajar, kerja tinggi, disiplin tinggi, dan menghargai teknologi. c. Model Pendekatan Pembelajaran Model pendekatan pembelajaran yangn dilakukan di Pondok Pesantren Al Ittifaq meliputi: 1) Internalisasi Nilai Tawhid dan Usaha Agribisnis 2) Kegiatan Sosial 3) Penyelenggaraan Pendidikan Formal (Kholafiah) 4) Kehidupan Bersama dalam Satu Pondok 5) Pelatihan Berbagai Keterampilan 6) Majelis Ta’lim 7) Program Pemberdayaan Santri Melalui Motto 5M (Melamun, Mikir, Maos, Muni, Mirengake) 8) Program Kedisiplinan dalam Ibadah. d. Kurikulum Pendidikan Struktur kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq secara garis besarnya adalah menginternalisasikan nilai agama (tawhid) dengan agribisnis dengan materi pelajaran pembiasaan akhlak, sosial, emosional dan kemandirian berbasis nilai tawhid. Selain itu memproseskan general 283 life skill (personal dan sosial) dan specific life skill (akademik dan vokasional agribisnis). Untuk menunjang pelaksanaan struktur kurikulum tersebut, mereka menggunakan media dan sarana lingkungan alam dan sosial di wilayah sekitar yang bekerjasama dengan berbagai instansi terkait. Untuk melihat keberhasilan, pondok pesantren ini menggunakan sistem evaluasi bertipe kinestetik (bergerak, menyentuh, dan melakukan). Untuk lebih memotivasi para santri agar sesuai dengan tujuan pendidikan, pimpinan mereka memberlakukan secara ketat rewards dan punishmen berdasarkan hasil kesepatakan sebelumnya dengan prinsip keadilan. Kurikulum pendidikan di pondok pesantren ini arah pengembangannya disesuaikan dengan tujuan hidup manusia berdasarkan nilai Islam yakni konsep khalifah fil ardi (pemakai, perekayasa, dan pemelihara alam semesta dengan segala isinya sesuai nafas tawhid uluhiyah). e. Implementasi Kurikulum Di dalam mengimplementasikan kurikulum, Pondok Pesantren Al Ittifaq selalu membuat perencanaan terlebih dahulu yang perencanaannya tidak terlepas dari 5M yakni meyakinkan, menggalang, menggerakkan, melindungi, dan memantau, dengan konsep pesantren virtual kontekstual. 284 Untuk melaksanakan apa yang direncanakan, mereka melakukan pendidikan secara praktis dengan pola integrated farming system dengan harapan menjadikan peserta didik sesuai dengan motto Gapuraning Rahayu Nawa Ing Buwana (Rahmatan lil alamin) yang artinya; 1) orangorang yang sanggup mengolah alam, mengambil manfaat dari padanya dan sanggup menguasai alam; 2) sangggup memerintah masyarakat, menguasainya dan sanggup mengatur serta memimpin masyarakat agar mengolah bumi ini untuk kepentingan umat manusia; 3) sanggup mempertahankan diri dari serangan luar dan dapat mengokohkan persatuan rakyat yang ada di negara-negaranya. Pola tersebut dilaksanakan sejalan dengan perintah Allah Swt sehingga program apapun harus memiliki dasar nilai tawhid sehingga hasil yang ditargetkannya mencapai kesempurnaan berupa keseimbangan baik hasil fisik (kesejahteraan dan kemakmuran) maupun non fisik (terbentuknya jiwa yang berakhlakul karimah; ikhlas, sederhana, tolongmenolong, ukhuwah Islamiyah, dan kesanggupan beribadah, belajar, dan disiplin). Hal tersebut sebagaimana yang diharapkan Allah Swt yakni diupayakan seperti ibadurrahman yang digambarkan dalam QS. Al Furqan: 63-77 yakni manusia yang penyayang karena Allah Swt. 285 Pengembangan pendirian pondok pesantren ini sama dengan pondok pesantren lain yakni “untuk beribadah kepada Allah Swt”. Salah satu tugas beribadah kepada Allah Swt adalah membentuk pemimpin dan penguasa di muka bumi (Khalifah fil ardi) yang senantiasa berdzikir kepada Allah Swt. Wujud dari tujuan pendidikan pondok pesantren tersebut umumnya berorientasi pada pembentukan insan ber-aqidah benar dan ber-akhlaq mulia yang bermanfaat bagi diri, lingkungan dan keluarga yang memiliki ciri-ciri pertama pribadi ulil albab yang kaffah. Ciri dari ulil albab di antaranya: memiliki iman dan takwa; menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; mampu mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari; bermanfaat bagi dirinya, keluarga, bangsa, negara, dan agamanya (rahmatan lil alamiin). Kedua masyarakat ibadurrahman yakni yang rahman rahim sebagaimana tujuan dari pendidikan umum yakni bermanfaat bagi diri, keluarga, dan lingkungan. Berikut adalah gambar Pengembangan Internalisasi Nilai Tawhid dalam Pembentukan Akhlakul Karimah di Pesantren tersebut. 286 Gambar 5.1 Pengembangan Internalisai Nilai Tawhid dalam Pembentukan Akhlakul Karimah pada Santri di Pondok Pesantren Al-Ititifaq, sebagai berikut: NILAI TAWHID POLA PENDIDIKAN KURIKULUM Struktur: Integratif KERJASAMA Visi: Keseimbangan Media: Lingkungan Hidup Misi: Dakwah Solutif PBM: 80% Praktek dengan Tujuan: Manfaat Prinsip Keseimbangan Prinsip: Maksimal, Evaluasi: Kinestetik Optimal Reward &Punishment KESADARAN Status Arah Pengembangan: KOLEKTIF Khalifah fil Ardi KEBIJAKAN Model Pendekatan Kurikulum: INPEKBI RAHMATAN LIL ALAMIN IMPLEMENTASI Model Pembelajaran: Integratif, kegiatan sosial, Perencanaan: 5 M (Meyakinkan, kholafiyah, kebersamaan, Menggalang, Menggerakkan, pendidikan keterampilan, Mengawasi dan Melindungi) Majelis Ta’lim, Pelaksanaan: terintegrasi Pemberdayaan Santri dan pemberdayaan 5 M Hasil: Fisik (Pusat kegiatan), Pelestarian Lingkungan Hidup Nonfisik (Individu ulil albab, menuju Baladan Aamina (Negeri Muni, Mirengake), Aman Penuh Limpahan Rizki) Kedisiplinan ibadah Masyarakat Ibadurrahman) (Melamun, Mikir, Maos, Pengembangan Internalisai Nilai Tawhid dalam Pembentukan Akhlakul Kharimah Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq 287 B. Rekomendasi Berdasarkan hasil peneltian di Pondok Pesantren Al Ittifaq ini ternyata keberhasilan pengembangan internalisasi nilai tawhid dalam pembentukan akhlakul karimah di lembaga pendidikan tersebut terwujud jika: Pertama, sebuah lembaga tersebut merupakan lembaga independen, kalaupun tidak lembaga tersebut memiliki hak otonom dalam mengelola semua potensi yang tersedia. Kedua, semua penyelenggara pendidikan memiliki visi dan misi yang sama yakni ingin mencari keridhan Allah Swt sebagaimana tersebut dalam Al Quran: 103 yaitu: bersatu dalam sebuah ikatan agama Allah Swt dan tidak bercerai berai karenanya. Ketiga, sebuah lembaga yang dipimpin oleh pimpinan yang memiliki jiwa pengabdian karena Allah Swt dan bawahan yang percaya dan taat kepada pemimpinnya. Keempat, teknis pendidikan dilakukan dengan lebih banyak praktik namun tetap menjaga prinsip keseimbangan dengan teori yang diajarkan. Berdasarkan hal tersebut peneliti merekomendasikan kepada: 1. Pimpinan Pondok Pesantren Al Ittifaq, agar tetap mempertahankan dan terus memperbaiki internalisasi nilai tawhid dalam kehidupan nyata santri serta mengembangkan kurikulum yang mampu mengembangkan materi 288 ilmu keagamaan dari posisi pesantren tradisional menuju pesantren modern sehingga mencetak ulama yang umaro dan umaro yang ulama. 2. Para Ustad/Ustadzah Pondok Pesantren Al Ittifaq, agar mengembangkan internalisasi nilai tawhid ke dalam materi pelajaran yang mampu meningkatkan motivasi dan inovasi para santri serta berakhlakul karimah, sehingga kehidupannya kelak lebih bermartabat, berkembang dan maju. 3. Para peneliti berikutnya, agar mewujudkan pengembangan internalisasi nilai tawhid dalam pembentukan akhlakul karimah santri di pondok pesantren Al Ittifaq ini ke dalam model pendidikan di lembaga-lembaga di Indonesia baik formal, non formal, maupun informal. 4. Kementrian Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan agar sungguhsungguh mewujudkan internalisasi nilai tawhid dalam aturan dan kebijakan sehingga nilai tawhid menjadi “ruh” setiap pelaksanaan aturan yang dibuat demi tegak dan berkembangnya dunia pendidikan yang dapat diandalkan keteladananya. 5. Kementrian Agama, agar di dalam mengembangkan pesantren/madrasah atau lembaga pendidikan Islam lainnya tidak meng-“ekor” pola pengembangan pesantren/madrasah yang membelajarkan ilmu pengetahuan 289 sekular dan tetap menjadikan nilai tawhid serta akhlakul karimah sebagai “basis” dalam pengembangan dunia pesantren/madrasah pada umumnya. 6. Pelaksana/peminat/aktivis pendidikan karakter, bahwa pembangunan karakter anak bangsa dan akhlakul karimah dapat dikembangkan melalui internalisasi nilai tawhid yang kokoh dalam setiap jenjang pendidikan terutama pembelajaran yang mengasah penalaran peserta didik secara sistematis, maka bangunlah nalar tersebut dengan mengoptimalkan potensi pendengaran, penglihatan, dan hati peserta didik secara seimbang dengan menjadikan nilai tawhid sebagai core dan pondasinya.