1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Menurut Nelson (2007), ikterus pada bayi baru lahir dikenali sebagai ikterus neonatarum. Ikterus neonatarum sering bersifat fisiologis dan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Biasanya itu bukan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi harus diberikan perhatian khusus untuk menghindari komplikasi selanjutnya. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata dari putih menjadi kuning akibat peningkatan penumpukan bilirubin (hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah dan ini terjadi pada minggu pertama kehidupan bayi. Hampir 60% bayi yang baru lahir dan 80% bayi preterm didapati ikterus pada minggu pertama setelah mereka lahir. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), dikatakan bayi prematur laki-laki yang berusia gestasi <35 minggu berisiko lebih tinggi mengalami ikterus dan hiperbilirubinemia berbanding dengan bayi prematur perempuan. Pada kebanyakan kasus, kadar bilirubin yang menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan, namun demikian pada beberapa kasus hiperbilirubinemia tersebut dapat berhubungan dengan beberapa penyakit, seperti: penyakit hemolitik, kelainan metabolik dan endokrin, kelainan hati, dan infeksi (Satrio, 2007). Dalam suatu meta - analisis didapati bahwa ketidakcocokan golongan darah yang merupakan faktor yang mendasari tingkat bilirubin tinggi (> 400 mikromol / liter) pada bayi ikterus di Eropa dan Amerika Utara, sedangkan Defisiensi G6PD adalah kondisi paling umum yang terkait dalam kasus penyakit ikterus pada setiap bayi di Afrika , sementara ketidakcocokan golongan darah adalah faktor kedua yang paling umum pada grup ini . Defisiensi G6PD adalah kondisi yang paling sering dikaitkan pada bayi dengan hiperbilirubinemia > 255 mikromol/liter. Di Asia terdapat ketidakcocokan golongan darah dan defisiensi Universitas sumatera Utara 2 G6PD adalah dua penyebab paling umum dan mereka diidentifikasi lebih sering pada bayi yang baru lahir atau premature dengan hiperbilirubinemia yang lebih parah (PubMed, 2010). Di Amerika Serikat, sekitar 65% dari 4 juta bayi baru lahir mengalami ikterus. Pada tahun 1998 dalam servei yang dilakukan pemerintah Malaysia ditemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Ditemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan dalam sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003 ( HTA, 2004). Di Nigeria telah dilakukan penelitian untuk menentukan kejadian ikterus klinis dan faktor predisposisi hiperbilirubinemia (serum bilirubin lebih besar dari atau sama dengan 10mg/dL ) bayi prematur. Dari 74 bayi dengan bilirubin serum 10mg/dL atau lebih, prematuritas saja sudah menjadi penyebab utama yang diidentifikasi pada 44 (59,5 %) bayi premature, yang terdapat defisiensi Glokosa 6 - Fosfat Dehidrogenase (G6PD) dan septikemia merupakan faktor tambahan pada 13 (17,6 %) dan 7 (9,5 %) bayi prematur yang diuji. Beberapa faktor etiologi (prematuritas, septikemia dan defisiensi G6PD) telah diidentifikasi dalam enam (8,1 %) dari 74 bayi. Septikemia dikaitkan dengan tingkat bilirubin yang lebih tinggi dan peningkatan pada kadar kematian. Dua bayi yang mengalami kernikterus dalam penelitian itu memiliki septikemia. Dengan demikian, penyebab paling penting dari ikterus adalah prematur. Defisiensi G6PD sendiri tampaknya tidak meningkatkan keparahan hiperbilirubinemia dalam penelitian ini . Septikemia harus dicurigai dan segera diobati untuk mengurangi angka kematian dan risiko kernikterus pada bayi prematur dengan hiperbilirubinemia (Owa, 1990) Di Indonesia diperoleh data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) ditemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir pada tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat Universitas sumatera Utara 3 cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL. Prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7% di RS Dr. Kariadi Semarang sementara di RS Dr.Soetomo Surabaya didapati sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Dalam suatu survery yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher, ditemukan kejadian ikterus neonatorum di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor resiko seperti inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara (Reisa, 2013) Pada survey awal yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, didapati terdapat sejumlah besar kasus ikterus yang dilaporkan di Departemen Perinatologi. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan menjadi tumpuan utama masyarakat medan bagi mendapatkan rawatan kesehatan karena kualitasnya yang bagus. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan karena faktor-faktor yang dinyatakan di atas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dapat merumuskan masalah yaitu Bagaimanakah gambaran kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi. Universitas sumatera Utara 4 b) Untuk identifikasi kadar bilirubin total pada kejadian ikterus pada bayi baru lahir. c) Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan jenis kelamin. 1.4 Manfaat Penelitian a) Hasil penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui tentang kejadian ikterus pada bayi baru lahir di Medan agar dapat melakukan penatalaksanaan dan pencegahan yang lebih baik. b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas sumatera Utara