BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Setiap tahunnya lebih banyak pasien meninggal karena kanker paru dibandingkan dengan gabungan kanker payudara, usus, dan prostat. Pada tahun 2014 di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 150.000 orang meninggal akibat kanker paru, jumlah ini adalah 27 % dari seluruh kematian akibat kanker. (American Cancer Society, 2014) Pada tahun 2014 ada sekitar 400.000 orang yang telah didiagnosis menderita kanker paru di Amerika Serikat dan periode tahun tersebut diperkirakan ada lebih dari 200.000 kasus baru terdiagnosis. (American Cancer Society, 2014) Kanker paru juga merupakan kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia, ada sekitar 1,8 juta kasus baru dan 1,6 juta kematian akibat kanker paru pada tahun 2012. (World Health Organization, 2012) Kanker paru merupakan jenis kanker yang paling sering menyerang laki-laki Indonesia. Berdasarkan data Globocan atau International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, di Indonesia terdapat 25.322 kasus kanker paru yang menimpa pria dan 9.374 kasus yang menimpa wanita. (World Health Organization, 2012) Sampai saat ini, statistik yang berhubungan dengan kelangsungan hidup kanker paru masih mengecewakan, meskipun telah ada perbaikan yang progresif dibandingkan dengan periode sebelumnya. Angka tahan hidup lima tahun kanker paru adalah 17,8%, yang mana angka ini lebih rendah dibanding dengan kanker kolon (65,4%), kanker payudara (90,5%), dan kanker prostat (99,6%). Lebih dari 50% pasien kanker paru meninggal kurang dari satu tahun sejak ditegakkan diagnosis. (U.S. National Institutes of Health, 2011) 24 Universitas Sumatera Utara Kanker paru dapat terletak sentral atau perifer. Diagnosis patologi anatomi kanker paru sentral ditegakkan dengan modalitas bronkoskopi, sementara pada kanker paru perifer dengan aspirasi jarum perkutan baik sitologi maupun histopatologi. Pendekatan aspirasi jarum perkutan atau disebut transthoracic needle aspiration (TTNA) dengan tuntunan computed tomography scanning (CT scan) telah diterima secara umum sebagai metode untuk mendiagnosis kanker paru perifer. Sensitivitas TTNA dengan tuntunan CT scan untuk mendiagnosis suatu keganasan mencapai 8396% dengan spesifisitas 94-100%. (Schreiber dan McCorry, 2003; ERS/ATS, 2002) Namun pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan seperti mahal, terpapar radiasi, membutuhkan tempat khusus, dan persiapan yang relatif rumit. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan lain yang dapat mendiagnosis kanker paru dengan efektif sekaligus meminimalkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh TTNA dengan tuntunan CT scan, yaitu dengan menggunakan tuntunan USG toraks. Keunggulan TTNA dengan tuntunan USG toraks adalah biaya peralatan yang relatif murah, nonionisasi dan aman, pemindaian dapat dilakukan pada setiap bidang, dapat sering diulang, dapat mendeteksi pergerakan aliran darah, dan peralatan yang mudah dibawa ke sisi tempat tidur pasien. (Wightman, 2000; Liao et al, 2013) Penelitian-penelitian sebelumnya tentang aspirasi/biopsi jarum perkutan dengan tuntunan USG toraks menunjukkan akurasi diagnosis yang cukup baik. Dari penelitian Saito et al (1988) dalam menentukan diagnosis massa mediastinum dengan menggunakan biopsi jarum dengan tuntunan USG toraks dapat menegakkan diagnosis pada 13 dari 15 kasus tumor maligna dan 18 dari 27 kasus massa mediastinum benigna. Yang et al (1991) mendapatkan akurasi diagnosis sebesar 97% jika menggunakan largebore cutting biopsy dengan tuntunan USG toraks dan sebesar 59% jika menggunakan fine-needle aspiration. Yang et al (1992) menggunakan core biopsy dengan tuntunan USG toraks untuk menentukan diagnosis tumor di toraks menunjukkan sensitivitas sebesar 96,8% untuk tumor yang berlokasi di subpleura, 94,6% untuk tumor yang berlokasi di parenkim paru, dan 88,9% untuk tumor mediastinum. Knudsen et al (1996) menggunakan fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dengan tuntunan USG toraks dalam menentukan diagnosis tumor intra toraks menghasilkan diagnosis sitologi pada 93% pasien. Dari penelitian Liao et al (2000) 25 Universitas Sumatera Utara dalam menentukan diagnosis lesi perifer di toraks dengan menggunakan transthoracic cutting biopsy (TTCB) menunjukkan akurasi diagnostik sebesar 92% untuk lesi maligna dan 65% untuk lesi benigna. Cakir et al (2012) dalam menentukan diagnosis keganasan atau infeksi di rongga toraks dengan menggunakan PCNB dengan tuntunan USG toraks menunjukkan akurasi diagnostik sebesar 87,6% untuk lesi maligna dan 60% untuk lesi infeksi. Dari penelitian McCrone et al (2012) dalam menentukan diagnosis massa mediastinum anterior pada anak dengan menggunakan percutaneous core needle biopsy (PCNB) dengan tuntunan USG toraks menunjukkan akurasi diagnostik sebesar 78,12%. Dari penelitian Taviad et al (2014) dalam menentukan diagnosis kanker paru dengan menggunakan TTNA dengan tuntunan USG toraks menunjukkan akurasi diagnosis sebesar 95%, sensitivitas 96,55%, dan spesifisitas 100%. Penelitian tentang TTNA dengan tuntunan USG toraks belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk menilai akurasi diagnostik TTNA dengan tuntunan USG toraks pada pasien-pasien kanker paru di ruang instalasi diagnostik terpadu (IDT) RSUP HAM Medan. 1.2 Permasalahan Penelitian Bagaimanakah profil pasien kanker paru yang dilakukan tindakan transthoracic needle aspiration dengan tuntunan ultrasonografi toraks di rumah sakit umum pusat haji adam malik medan 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui profil pasien kanker paru yang dilakukan tindakan transthoracic needle aspiration dengan tuntunan ultrasonografi toraks di rumah sakit umum pusat haji adam malik medan 26 Universitas Sumatera Utara 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik demografi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur pasien, jumlah konsumsi rokok, dan diagnosis akhir. b. Mengetahui kategori sitologi TTNA pada seluruh sampel c. Membuktikan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif, dan nilai ramal negatif pemeriksaan TTNA dengan tuntunan USG toraks dalam mendiagnosis kanker paru 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan sebagai pembelajaran mengenai TTNA dengan tuntunan USG toraks dalam menegakkan diagnosis kanker paru. b. Manfaat bagi institusi, untuk menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman baru dalam bidang intervensi pulmonologi dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian di masa yang akan datang. c. Manfaat bagi masyarakat, meminimalkan durasi, tindakan lebih lanjut, dan biaya operasional dalam mendapatkan diagnosis kanker paru. 27 Universitas Sumatera Utara