EURO CRISIS: If they can undo history, does Europe really need the Euro? International Economics Dosen Pembina : Wijayanto Samirin Kelas : Hubungan Internasional A Group 4 Ewit Arfina (112105057) Putu Lumina M. (112105040) Theodore T. Ginting (11210504054) Jurusan Hubungan Internasional Fakultas ilmu Keberadaban Universitas Paramadina Tahun 2013 Group 4 2 Sejarah Uni Eropa dan Euro Uni Eropa adalah sebuah organisasi antar-pemerintahan, yang memiliki 27 negara anggota. Persatuan ini didirikan di bawah Perjanjian Uni Eropa (Perjanjian Maastricht) pada 1992. Menandakan bahwa organisasi ini telah berubah dari sebuah kesatuan ekonomi menjadi sebuah kesatuan politik. Dilihat dari meningkatnya jumlah kebijakan dalam UE. Kemudaian dibuat suatu kebijakan dimana pembentukan mata uang Euro dan Perjanjian Maastricht terkait dengan adanya kesepakatan dalam pertemuan negara-negara Eropa di Roma pada taun 1957 yang merencanakan terbentuknya pasar bersama dan penyatuan militer. Perencanaan ini bertujuan untuk adanya fungsi ganda yaitu, meningkatkan perdagangan dan usaha perlindungan terhadap negara-negara Eropa dari kerugian hasil Dollar dalam sistem moneter internasional. Dan Euro itu sendiri adalah mata uang yang dipakai di 17 negara anggota Uni Eropa.Mata uang Euro dimulai sejak Perang Dunia II ketika hubungan ekonomi antar negara dapat menciptakan pertumbuhan. Mata uang tunggal memungkinkan pembayaran lebih mudah bagi konsumen, dan juga membantu bisnis terhindar dari kerugian yang terkait dengan nilai tukar.Secara giral, mata uang ini mulai dipakai sejak tanggal 1 Januari 1999, tetapi secara fisik baru dipakai pada tanggal 1 Januari 2002. Uang kertas Euro di sama disetiap negara yang menggunakan, tetapi uang logamnya di belakang berbeda-beda. Uang logam setiap negara diberi lambangnya sendiri yaitu nomornya, sehingga bisa diketahui asalnya dari negara yang mana. Di Jerman nomornya mulai dengan X, Irlandia nomornya mulai dengan T, Belanda nomornya mulai dengan P, Yunani nomornya mulai dengan Y, Perancis nomornya mulai dengan U, Austria nomornya mulai dengan N, Finlandia nomornya mulai dengan L, Belgia nomornya mulai dengan Z, Italia nomornya mulai dengan S, Portugal nomornya mulai dengan M. dan Spanyol nomornya mulai dengan V.Ada 17 negara anggota Uni Eropa yang menggunakan Euro sebagai mata uang. Wilayah pengguna mata uang ini disebut sebagai Group 4 3 Zona Euro. Sebelas negara pertama mulai menggunakan sejak awal 1999. Yunani menjadi pengguna ke-12 sejak awal 2001. Mulai tanggal 1 Januari 2007 Slovenia turut bergabung. Siprus dan Malta menggunakan sejak 1 Januari 2008. Slovakia, yang bergabung mulai 1 Januari 2009. Negara pengguna yaitu Jerman, Irlandia, Belanda,Perancis,Luksemburg,Austria,Finlandia,Belgia,Italia,Portugal,Spanyol,Yunani,Slove nia, Siprus,Malta,Slowakia,Estonia. Selain itu beberapa negara kecil juga memakai Euro seperti Andorra,Monako,San Marino,Vatikan. Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari penggunaan Euro sebagai mata uang tunggal Eropa (EMU) adalah sebagai berikut : Kebijakan moneter Eropa Kebijakan moneter ditentukan oleh European Central Bank (ECB). ECB bertanggung jawab menyiapkan dengan tujuan mengendalikan inflasi di negaranegara peserta dan menstabilkan nilai euro terhadap mata uang lain dalam batasan yang wajar. Dunia usaha dan valuasi usaha Eropa Terjadinya lebih banyak kesepakatan bisnis jangka panjang karena perusahaanperusahaan dari negara yang berbeda tidak lagi mengkhawatirkan risiko kerugian besar akibat pergerakan mata uang.Para investor lebih mudah membandingkan nilai pasar dari perusahaan-perusahaan di seluruh Eropa karena satuan mata uang yang sama. Dampak terhadap arus keuangan Group 4 4 Tingkatan suku bunga yang ditawarkan oleh negara-negara euro menjadi relatif sama. Harga saham menjadi lebih dapat diperbandingkan di antara negara-negara Eropa karena denominasi mata uang yang sama. Tingkat risiko nilai tukar Hilangnya risiko nilai tukar di antara negara-negara Eropa sehingga merangsang peningkatan arus perdagangan dan dana di antara negara-negara Eropa tersebut. Dampak terhadap perekonomian internasional secara keseluruhan dan peran Euro dalam perdagangan internasional cukup meningkat, dan dalam penggunaannya, Euro memiliki potensi yang amat besar. Penggunaan Mata Uang Tunggal Euro merupakan tantangan sekaligus ujian, apakah penerapan dan penggunaan EMU akan berhasil atau sebaliknya, yang akan menjadi testcase bagi kawasan lain untuk mengikuti jejaknya. Krisis Eropa Penyebab Krisis Eropa Krisis di Eropa itu ibarat kisah dongeng yang rumit antara politik dan ekonomi.Seperti yang telah kita ketahui bahwa kawasan Eropa secara global sedang mengalami krisis moneter yang disebabkan hutang negara Yunani kemudian merebak ke Irlandia dan Portugal serta akhirnya imbasnya menimbulkan efek domino. Istilah efek domino diambil dari analogi sebuah permainan domino itu sendiri, dimana ketika satu domino jatuh kearah barisan domino selanjutnya, semuanya akan jatuh terus-menerus Group 4 5 sampai akhirnya tak satupun domino berdiri. Definisi dari analogi tesebut adalah penyebaran suatu perubahan yang dapat menjalar terus-menerus dalam reaksi berantai sampai masalah tersebut dapat dihentikan. Efek domino tersebut adalah keadaan yang terjadi pada krisis ekonomi Yunani masa kini. Keparahan efek domino tersebut dapat dilihat dari negara-negara maju yang telah dipengaruhi oleh krisis ekonomi Yunani dan potensi untuk krisis ekonomi menjalar ke hampir seluruh kawasan Uni Eropa. Pernahakah terpikir bagaimana kondisi perekonomian sebuah kawasan negara digdaya seperti Uni Eropa bisa begitu terpuruk dan terhantam krisis? Uni Eropa selalu dinilai sebagai suatu kerja sama ekonomi berbasis kawasan yang paling ideal dan paling sukses di dunia. Anggapan ini sekarang mulai tergoyahkan dan kehilangan pesonanya dengan kemunculan serangkaian krisis yang melanda negaranegara Uni Eropa. Beberapa negara di luar Eropa berusaha menguatkan fundamental ekonomi mereka masing-masing untuk mengantisipasi efek krisis tersebut. Meski dalam lima dekade terakhir dunia memberikan gambaran yang positif dan menjanjikan, tak bisa dipungkiri saat ini ekonomi global dihadapkan pada situasi ketidakpastian. Nasib jutaan tenaga kerja, tabungan, bahkan demokrasi beberapa negara Eropa tergantung pada apa yang akan terjadi beberapa bulan atau tahun mendatang selama krisis Eropa masih berlangsung. Krisis Eropa yang diawali dengan kejatuhan perekonomian Negara anggota Uni Eropa yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa, utamanya Yunani. Keserakahan pemerintah di beberapa negara Eropa, seperti Yunani,Portugal,Irlandia, dan Sepanyol. Manajemen budget pemerintah amat buruk. Group 4 6 Pengeluaran pemerintah, yang dibiaya hutang, amat boros. Akibatnya, mereka kesulitan membayar hutang. Keserakahan pemerintah ini juga ditopang dengan keserakahan lembaga pemberi hutang, yang terus berani memberikan hutang pada pemerintah di negara negara tersebut. Sekarang negara negara ini mengalami kesulitan membayar hutang mereka. Kalau mereka gagal membayar hutang mereka, akan banyak pihak pemberi hutang, yang akan menderita rugi besar. Kerugian pemberi hutang, khususnya bank dan lembaga keuangan lain, akan menjalar ke pihak lain. Kesaling-terkaitan antara berbagai bank dan lembaga keuangan akan berdampak pada meluasnya dampak krisis keuangan ini ke banyak negara Eropa, termasuk Jerman dan Perancis. Di luar Eropa, negara yang keuangan pemerintahnya tidak baik akan mudah terkena dampak ini, termasuk Jepang. Negara yang amat menggantungkan pada ekspor akan sangat terkena dampak krisis keuangan/ ekonomi global ini. China dan India yang sering diharapkan sebagai “negara penyelamat” krisis ekonomi global, karena pertumbuhan ekonomi mereka yang amat tinggi dalam sepuluh tahun terakhir,pun akan terkena dampak krisis keuangan Eropa. Pertumbuhan ekonomi China telah menurun, walau relatif masih amat tinggi. Penurunan pertumbuhan ekonomi China, dan juga impor mereka, akan berdampak pada banyak negara lain di Asia, termasuk Asia Tenggara. Kalau krisis hutang pemerintah meluas ke berbagai negara lain di Eropa, dan juga Jepang, Amerika Serikat, dan Australia, dunia akan mengalami krisis ekonomi keuangan global yang kedua, setelah krisis keuangan/ ekonomi global tahun 2008-2009. Kondisi perekonomian Yunani yang morat marit pada akhirnya mendorong kekhawatiran pasar bahwa kondisi tersebut akan berimplikasi ke Negara lainnya di Eropa, terutama ke Eropa Selatan karena kelompok negara tersebut memiliki kondisi Group 4 7 perekonomian yang mirip, dimana rata-rata negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sektor publiknya. Krisis utang Eropa berasal dari Yunani, yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Ketiga negara tersebut memiliki utang yang lebih besar dari GDP-nya, dan juga sempat mengalami defisit (pengeluaran negara lebih besar dari GDP). Krisis mulai terasa pada akhir tahun 2009, dan semakin seru dibicarakan padapertengahan tahun 2010. Pada tanggal 2 Mei 2010, IMF akhirnya menyetujui paketbail out (pinjaman) sebesar €110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia,dan €78 milyar untuk Portugal. Kemudian kekhawatiran akan terjadinya krisispun berhenti sejenak. Efek dari krisis Eropa ini cukup berdampak kepada IHSG, yang ketika itu anjlok besar-besaran dari posisi 2,971 ke posisi 2,514. Yunani kemungkinan merupakan buah dari kesalahan kebijakan pemerintahan di masa lalu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki babak baru pemerintahan, dari junta militer menjadi sosialis. Pemerintah baru ini kemudian mengambil banyak utang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dll. Utang tersebut terus saja menumpuk hingga pada tahun 1993, posisi utang Yunani sudah diatas GDP-nya, dan sampai sekarang pun masih demikian. Saat ini utang Yunani diperkirakan telah mencapai 120% dari posisi GDP-nya, dimana banyak analis yang memperkirakan bahwa data yang sesungguhnya kemungkinan lebih besar dari itu. Hingga awal tahun 2000-an, tidak ada seorang pun yang memperhatikan fakta bahwa utang Yunani sudah terlalu besar. Malah dari tahun 2000 hingga 2007, Yunani mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4.2% per tahun, yang merupakan angka tertinggi di zona Eropa, hasil dari membanjirnya modal asing ke negara tersebut. Keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata danperkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Orang-orang Group 4 8 punmulai sadar bahwa mungkin ada yang salah dengan perekonomian Yunani. Keadaan semakin memburuk ketika pada awal tahun 2010, diketahui bahwa Pemerintah Yunani telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya, untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari jumlah utang pemerintah. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutak atik data-data statistik ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak baik-baik saja, padahal tidak. Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi ketahuan telah mengalami defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. Ketika IMF memberikan pinjaman, IMF mengajukan beberapa syarat penghematan anggaran kepada Pemerintah Yunani. Diantaranya pemotongan tunjangan bagi PNS dan pensiunan, peningkatan pajak PPN hingga 23%, peningkatan cukai pada barang-barang mewah, bensin, rokok, dan minuman beralkohol, hingga perusahaan BUMN harus dikurangi dari 6,000 menjadi 2,000 perusahaan saja. Tentu saja kebijakan ini sangat sulit untuk diterapkan. Pada bulan yang sama, ketika Pemerintah Yunani mengumumkan kebijakan penghematan anggaran, rakyat Yunani langsung menggelar unjuk rasa besarbesaran di Athena untuk menolak kebijakan tersebut. Hingga kini, belum ada kepastian mengenai apakah Pemerintah Yunani berhasil dalam menerapkan berbagai kebijakan diatas atau tidak. Salah satu lembaga pemeringkat utang terkemuka, Moody’s Investors Service, masih menetapkan rating utang Yunani pada salah satu level terendah, yaitu CCC. Tantangan yang begitu hebat dihadapi para pemimpin Eropa, sejak bangkrutnya Yunani, disusul Irlandia, Spanyol, merembet ke Itali, Inggris, dan terakhir melanda Perancis, yang masuk ke jurang krisis akibar utang. Perancis nasibnya sama seperti Amerika Serikat yang telah diturunkan peringkat rating kreditnya dari AAA menjadi AA+. Perancis yang mempunyai utang yang setara dengan 95 % PDB nya, sudah tidak Group 4 9 lagi mampu mengatasinya. Tidak banyak pilihan yang bisa dilakukannya, kecuali hanya dengan memotong defisit anggaran, dan itu pasti akan membawa malapetaka kepada krisis politik dan sosial. Ujungnya terjadinya pemberontakan rakyat. Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Kanselir Jerman Angela Merkel mengumumkan langkah-langkah kebijakan mengatasi krisis utang, tetapi tidak mempunyai dampak positif di pasar. Bursa saham di Uni Eropa terus berguguran sampai titik yang paling rendah. Sumber masalah ekonomi dunia tahun ini belum juga berpindah dari Eropa. Bahkan, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengingatkan krisis Eropa dikhawatirkan makin parah seiring rencana bank-bank Eropa menjual aset yang dimilikinya. IMF menaksir, nilai penjualan aset perbankan di Eropa itu bisa mencapai US$3,8 triliun setara Rp32.400 triliun (kurs Rp9.000 per dolar AS). Langkah perbankan di Eropa ini bukannya tanpa alasan. Mereka berupaya menjual aset untuk meningkatkan cadangan modal di tengah ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Namun, IMF justru menilai langkah perbankan Eropa itu malah bisa memicu munculnya kisruh baru dalam industri kredit Benua Biru tersebut. Deleveraging adalah upaya perusahaan untuk mengurangi rasio pasiva terhadap ekuitas. Biasanya perusahaan berupaya untuk mengurangi utang-utang yang ada dalam neraca keuangan mereka. Jika hal ini tak dilakukan, perusahaan bisa terancam mengalami default. Upaya deleveraging sebesar ini akan berdampak pada seluruh kawasan Eropa. IMF memperkirakan aksi jual aset oleh perbankan tersebut muncul karena ketidakpercayaan pelaku pasar pada efektivitas kebijakan Eropa. Selain itu, faktor naiknya biaya dana serta makin tertekannya sistem perbankan juga memicu aksi bank Group 4 10 tersebut. Sejumlah aksi yang telah dibuat memang telah menciptakan keuntungan namun upaya itu dianggap tak cukup untuk menciptakan stabilitas yang berkesimbangunan. Dari skenario yang dibuat IMF, aksi jual aset bank di Eropa itu bisa membuat pasokan dana pinjaman untuk wilayah tersebut mengecil hingga 4,4 persen. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Eropa dipastikan melemah 1,4 persen. Krisis yang mulai melanda Eropa pada tahun lalu tentunya berdampak pada perekonomian Indonesia, dampak krisis global mulai menghantui kinerja ekspor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Namun terjadi penurunan di beberapa sektor karena pengaruh krisis ekonomi yang melanda Uni Eropa. Pertumbuhan ekspor Indonesia pada bulan Januari dan Februari 2012 turun ketimbang waktu yang sama pada tahun 2011. pertumbuhan eskpor Januari-Februari 2012 hanya tumbuh 7,6% lebih rendah dari pertumbuhan ekspor Januari-Februari 2011 sebesar 29,1%. Ini mengindikasikan, krisis global mulai berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia. Krisis tersebut menandakan adanya perlambatan ekonomi masyarakat Eropa yang berimbas pada penurunan permintaan sehingga dampak yang paling dirasakan oleh Indonesia adalah menurunnya ekspor. Krisis ekonomi yang melanda Eropa merupakan faktor yang tidak dapat dinafikan pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia. Ada dampak krisis itu pun mulai terasa pada sektor perdagangan. Perkembangan ekspor ke Eropa pada tahun 2011 sudah menampakan gejala-gejala kecendrungan menurun. Dampak yang ditimbulkan krisis Uni Eropa terhadap ekspor Indonesia ke kawasan itu, meskipun kecil. Karena Indonesia hanya memiliki ketergantungan terhadap pasar Eropa sebesar 11,4 %. Meskipun dikhawatirkan jika ini menyebar ke negara-negara yang Group 4 11 menjadi tujuan ekspor utama seperti Jerman dan perancis maka itu akan menimbulkan dampak buruk terhadap ekspor Indonesia. tidak hanya kinerja ekspor Indonesia yang terganggu, tetapi juga negara lainnya seperti China, Korea Selatan, Jepang dan Brasil. Walaupun banyak negara Asia yang tergantung pada Eropa sebagai pasar ekspornya, sebagian besar perusahaan di Asia yang diberi peringkat oleh Moody's tidak terlalu terpengaruh kondisi di zona euro karena mereka memfokuskan bisnisnya pada pasar domestik atau regional. Eksposur terhadap perekonomian Eropa yang sedang menurun tidak akan memengaruhi peringkat dan prospek dari sebagian besar perusahaan di Asia. Perhitungan ini berdasarkan pada pendapatan mereka dari Eropa serta asetnya, juga jumlah pinjaman dari perbankan Eropa. Dari 217 perusahaan yang diperingkat di Asia, di luar Jepang, hanya 13 persen atau 6 persen saja yang melaporkan bahwa 15 persen atau lebih pendapatan mereka didulang dari pasar Eropa. Sebanyak 8 perusahaan di antaranya melaporkan, lebih dari 25 persen pendapatan mereka berasal dari Eropa. Dalam laporan tersebut, Moody's menjelaskan, pelaporan pendapatan mungkin lebih kecil dari pada keadaan sebenarnya. Laporan penjualan, misalnya, tidak termasuk penjualan bahan mentah serta bahan penghubung untuk perusahaan non-Eropa karena telah menjadi komponen barang jadi yang dijual ke Eropa.Krisis Eropa juga tidak akan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Sebab, ketergantungan Indonesia terhadap pasar Eropa sangat kecil. Hal ini terlihat dari prosentasi ekspor Indonesia ke berbagai negara di wilayah Eropa seperti Yunani, negara di Eropa yang mengalami krisis terparah saat ini masih sangat kecil. Ekspor ke Eropa yang relatif besar adalah ke negara Jerman dan Perancis yang kondisinya masih sangat kuat. Meskipun begitu krisis utang yang dialami oleh Yunani dan negara Eropa Selatan lainnya dikhawatirkan akan menyebabkan Jerman dan Prancis sebagai motor penggerak perekonomian Eropa melepas euro. Jika ini terjadi maka bursa saham global akan anjlok. Group 4 12 Investor global akan menarik dananya di bursa-bursa Asia, khususnya dari pasar negaranegara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Krisis finansial yang terjadi di Eropa tidak selalu menyebabkan dampak yang buruk, karena krisis finansial yang terjadi di Eropa justru menyebabkan perlambatan pertumbuhan di sektor industri. Isu beban utang yang dialami oleh Yunani dan negaranegara Eropa selatan sepanjang paruh kedua 2011, perlambatan pertumbuhan di kawasan Zona Eropa serta munculnya kekhawatiran akan datangnya resesi baru membuat level produksi di sektor industri utama menurun. Ini terlihat dari turunnya angka emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Akibatnya, produksi emisi gas rumah kaca negara-negara Uni Eropa juga menurun. Sehingga hal ini berdampak positif bagi lingkungan. Tentunya jika isu global ini ingin dihentikan secara keseluruhan, solusi-solusi tertentu akan dibutuhkan. Banyak solusi yang ditawarkan untuk mengatasi utang dan dampak krisis kredit pemerintah di Eropa. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara kawasan Eropa sudah memasuki tahun ketiga dan belum terlihat kapan akan berakhir, serta bagaimana nanti akhirnya. Sebaiknya, jangan meremehkan krisis yang terjadi di Eropa. Sebab yang mengalami guncangan keuangan adalah negara, bukan perusahaan yang bisa recovery satu sampai dua tahun. Langkah-langkah antisipasi yang diambil Eropa akan mampu meredam gejolak krisis. Penanganan krisis Eropa dalam beberapa bulan terakhir sudah cukup baik. Namun untuk benar-benar bisa mengatasi krisis keuangan Eropa, harus dilakukan tindakan lebih jauh sekarang juga. Pembuat kebijakan tidak bisa ongkang-ongkang kaki saja. Eropa harus mengatasi berbagai masalah dalam kesepakatan sektor perbankan lintas batas. Pengawasan Eropa, jaminan sistem deposit Eropa dan sebuah sistem dimana risiko dibagi antara negara, misalnya melalui Eurobonds, bisa digunakan untuk menghindari masalah Group 4 13 di masa depan. Bank-bank lemah harus ditangani oleh Dana Eropa yang berkepentingan terhadap bank. If they can undo history, does Europe really need the Euro? Justifikasi pada penyatuan mata uang berupa Euro itu sendiri, bukanlah semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tapi juga kepentingan politik. Setelah mengintegrasikan mata uang, diharapkan ada pengintegrasian di bidang-bidang lain sehingga ada semacam identitas dan penyatuan kekuatan diantara negara-negara Eropa barat. Namun pada saat itu fondasi Euro belum cukup kuat, karena sebaiknya ketika ada pengintegrasian mata uang seharusnya memiliki kebijakan fiscal dan moneter yang jelas. Sehingga pada saat terhantam krisis disalah satu bidang, misalnya moneter, kebijakan fiscal bisa membantu meredamnya. Pada saat ini Euro hanya memiliki 2 pilar pada kebijakan moneternya yaitu pertama nilai inflasi digunakan untuk memprediksi harga produk berikutnya dan resiko stabilitas harga diukur berdasarkan pada Harmonized Index of Consumer Prices (HICP) and second reference value digunakan untuk menentukan kbijakan moneter agregat. Harapan awalnya adalah Euro memberikan suatu nilai stabilitas, yang akan menarik investor untuk membeli currencynya sekaligus meningkatkan trade di Euro. Dalam perspektif yang makro, integrasi ini diharapkan bisa meningkatkan persaingan diantara negara-negara eropa dengan ekonomi periferi dan juga membantu bersama-sama meningkatkan ekonomi mereka. Namun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi malah menyakiti fiscal mereka ditambah lagi dengan tingginya demand terhadap barang-barang import yang menyebabkan deficit. kesenjangan antara negara yang dengan ekonomi kuat dan lemah semakin terlihat Dengan menumpuknya hutang negara mereka, yunani sebagai salah satu negara terparah terkena krisis dan yang memicuny, memiliki 2 pilihan untuk keluar dari Euro atau tetap disini. Jika mereka keluar dari Euro, maka mata uang mereka akan mampu melunasi hutang Group 4 14 negara dan bisa membangun mata uang mereka kembali, namun hal tersebut akan memicu inflasi (karena nilai mata uang mereka lebih rendah) dan itu juga memicu kericuhan sosial. Dalam scope yang lebih besar negara-negara eropa lainnya seperti spanyol, irlandia dan Portugal bisa mengambil tindakan yang sama dan akan memperburuk krisis dan ekonomi negara-negara seperti jerman dan Inggris (karena mereka memiliki credit dan investasi di negara-negara tersebut. Jika Yunani tetap di EU maka ditakutkan ia tidak akan bisa memenuhi hutang-hutangnya dan efek yang buruk akan terus melanda ekonomi mereka dalam waktu yang lama. Jika ditanyakan apakah euro akan bertahan, banyak yang memprediksi sudah terlalu banyak kerusakan untuk bisa diselamatkan. Sejarah membuktikan hampir seluruh kejadian pengintegrasian mata uang gagal, salah satu contohnya adalah penyatuan mata uang Latin. Namun Professor Milton Friedman, peraih Nobel laureate dan Monetarist Euro yang terkenal menyatakan Euro memang memiliki kesalahan dalam kebijakan dan system moneternya, jika mereka beruntung system ini bisa diperbaiki dan melalui serangkaian perjanjian, euro bisa dibangun dari awal. Banyak juga yang menyatakan bahwa Euro dan krisis di eropa ini bisa dijadikan contoh dan pembelajaran. Banyak daerah regional yang ingin memiliki mata uang yang terintegrasi termasuk Indonesia dengan negara-negara Asean lainnya. Seperti mimpi awal Euro yang berambisi untuk membantu memuluskan dan meningkatkan ekonomi dengan pesat, hampir setiap negara memiliki mimpi itu. Namun menurut penulis, dengan ke asimetrisan negara-negara yang ada di ASEAN begitu juga dengan EURO-zome (adanya kesenjangan antara negara yang miskin dan yang kaya, perbedaan budaya dan disiplin, perbedaan tujuan dan prinsip), sepertinya integrasi ekonomi akan lebih memicu permasalahan daripada solusi. Jika salah satu negara terkena krisis tanpa adannya system moneter dan fiscal yang jelas, negara-negara lain akan terseret dan sulit untuk menangani efek dominonya. Group 4 15 WORKS CITED Anand, Gupta. “The Eurozone Crisis, It’s Dimensions and Implications”. Departement of Economic Affairs, January 2012. Kameel.M.M,Ahmed.”Perampok bangsa-bangsa”MizanMediaUtama(MMU).Bandung 2004 Klaus Busch. “Euro Crisis, Austerity Policy and the European Social Model How Crisis Policies in Southern Europe Threaten the EU’s Social Dimension”. Friedrich-Ebert-Stiftung, February 2013 Luhulima,C.P.F. ” Penelitian implikasi Perjanjian Maastricht: menuju Uni Eropa”.Pusat penelitian,Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia.1995 Madhusudhanan.” Greece Crisis and EURO Currency - an Analysis”. 2012 International Conference on Economics and Finance Research IPEDR Vol.32 (2012) IACSIT Press, Singapore. “Eurozone crisis explained”. http://www.bbc.co.uk/news/business-13798000