BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan suatu penerimaan Negara yang berasal dari rakyat, dan juga memiliki konstribusi yang sangat signifikan. Menurut situs resmi Direktorat Jendral Pajak (www.pajak.go.id) pada tahun 2015 penerimaan pajak sebesar 81,5% dari total penerimaan sebesar Rp 1.294,25 triliun. Dengan adanya penerimaan pajak maka pemerintah dapat membiayai program – program di berbagai sektor kehidupan untuk mencapai kesejahteraan umum dan pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun semakin gencar melakukan optimalisasi penerimaan pajak. Menurut Waluyo (2011) salah satu cara untuk mewujudkan kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana dari pajak. Pemerintah terus berusaha untuk memperbaiki sistem perpajakan menjadi lebih baik dalam mewujudkan peningkatan penerimaan negara yang berasal dari pajak. Namun usaha untuk mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari pajak menemui banyak kendala. Salah satu kendala dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak adalah adanya penghindaran pajak (Tax Avoidance) atau usaha yang dilakukan untuk mengurangi hutang pajak perusahaan. Secara umum tindakan penghindaran pajak dianggap sebagai tindakan yang legal karena lebih banyak memanfaatkan loopholes yang ada dalam peraturan 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 perpajakan yang berlaku (lawfull) (Santoso dan Ning, 2013). Banyak perusahaan yang memindahkan lokasi usahanya dari Negara yang bertarif pajak tinggi ke Negara yang bertarif pajak rendah. Menurut (www.cnnindonesia.com) Sudah menjadi rahasia umum bahwa perusahaan seperti Google, Apple, Amazon, dan Starbucks mempunyai anak perusahaan yang berlokasi di Negara yang memiliki fasilitas Tax Haven Countries. Tujuan utamanya adalah meminimalkan beban pajak yang harus dibayar di negara asalnya (Amerika Serikat) maupun di negara dimana penghasilan diperoleh (source country). Keuntungan usaha dialihkan ke negara-negara Tax Haven Countries sehingga tidak dapat dijangkau oleh negara asal ataupun negara sumber penghasilan. Penghindaran pajak dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan melalui skema yang disebut ”Double Irish Dutch Sandwich”. Menurut (www.taxhaven.org) beberapa Negara yang termasuk dalam Tax Haven Countries antara lain: Andorra, Antigua and Barbuda, the Bahamas, Cayman Islands, Costa Rica, British Virgin Islands, Isle of Man, Guernsey, Samoa, Bermuda, Cyprus, Gibraltar, Dominica, Belize, Hongkong, Singapura, dan Vanuatu. Hal tersebut menjadi suatu dilema etika ketika sebuah perusahaan melakukan penghindaran pajak. Jika suatu perusahaan melakukan penghindaran pajak yang akan meningkatkan profitabilitas, akan tetapi pengurangan pajak tersebut dapat mempengaruhi dukungan kepada pemerintah dalam pembangunan maupun program-program sosial lain, maka perusahaan dapat dikategorikan tidak bertanggung jawab secara sosial (Huseynov, 2012). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 Kebanyakan perusahaan menganggap pajak sebagai biaya sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Strategi yang dilakukan antara lain; (a) penghindaran pajak (tax avoidance) yaitu usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat legal (lawful) dengan menuruti aturan yang ada, (b) penggelapan pajak (tax evasion) yaitu usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat tidak legal (unlawful) dengan melanggar ketentuan perpajakan (Suandy, 2011:7). Hanlon dan Heitzman (2010) mendifinisikan penghindaran pajak sebagai pengurangan jumlah pajak eksplisit, dimana penghindaran pajak merupakan rangkaian aktivitas perencanaan pajak. Sedangkan menurut Annisa dan Kurniasih (2012) mendifinisikan penghindaran pajak sebagai suatu strategi pajak yang agresif yang dilakukan oleh perusahaan dalam meminimalkan beban pajak, sehingga kegiatan ini memunculkan resiko bagi perusahaan antara lain denda dan buruknya reputasi perusahaan dimata publik. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Dalam UU PT, pengaturan mengenai CSR hanya terdapat dalam 1 (satu) pasal yakni Pasal 74. Pasal 74 menegaskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang mana kewajiban tersebut dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Apabila kewajiban http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 tersebut tidak dijalankan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan pula mengenai tujuan diberlakukannya kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan, “untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan laba perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Lanis dan Richardson (2011) menjelaskan bahwa tanggung jawab sosial dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan. Akan tetapi, tingkat keterlibatan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial adalah tidak wajib. Aktivitas tanggung jawab sosial ini tentunya adalah pengeluaran, begitu juga dengan pajak yang akan dikenakan atas aktivitas-aktivitas tanggung jawab sosial lingkungan yang mungkin saja harus dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dilihat dari sudut Pajak Penghasilan (PPh), perusahaan biasanya akan memilih strategi untuk mensiasati pengenaan pajak ini sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tanggung jawab sosial lingkungan yang dilakukan dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi laba kena pajak (Yasti, Siti dan Wahidatul, 2013). Pada dasarnya perusahaan dituntut untuk mampu bertanggung jawab atas seluruh aktivitasnya terhadap para stockholders. Tanggung jawab sosial merupakan suatu bentuk komitmen bisnis untuk bertindak secara etis, berkontribusi pada pembangunan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 pekerja dan masyarakat pada umumnya (Holme dan Watts, 2006 dalam Lanis dan Richardson, 2012). Watson (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai peringkat rendah dalam tanggung jawab sosial dianggap sebagai perusahaan yang tidak bertanggung jawab secara sosial sehingga dapat melakukan strategi pajak yang lebih agresif dibandingkan perusahaan yang sadar sosial. Hal yang serupa diungkapkan oleh Hoi, et al (2013) perusahaan dengan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak bertanggung jawab lebih agresif dalam menghindari pajak. Penelitian tentang hubungan antara penghindaran pajak dengan tanggung jawab sosial perusahaan sudah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa peneliti dengan hasil yang berbeda-beda. Diantaranya Watson (2011), dan Lanis dan Richardson (2012) yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat tanggung jawab sosial perusahaan maka semakin rendah tingkat penghindaran pajak nya. Sementara Preuss (2010), dan Sikka (2010) berpendapat bahwa beberapa perusahaan yang mengklaim melakukan tanggung jawab sosial perusahaan tetap melakukan penghindaran pajak. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah perusahaan dalam membayar pajaknya. Salah satunya adalah karakteristik sebuah perusahaan. Karakteristik perusahaan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya jenis usaha atau industri, tingkat likuiditas, profitabilitas perusahaan (Ibrahim, 2010:78), financial leverage dan kepemilikan saham (Djebali and Belanes, 2012:177), ukuran perusahaan (Zadeh and Eskandari, 2012:9) dan yang berkaitan mempengaruhi tingkat efektif pajak secara langsung yaitu rasio intensitas aset http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 tetap. Pada penelitian ini, karakteristik perusahaan yang digunakan adalah tingkat pendanaan (leverage) dan rasio intensitas aset tetap. Leverage (Tingkat Pendanaan) merupakan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat pendanaan dihitung dari total utang dibagi dengan total aset. Perusahaan dengan tingkat pendanaan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak bergantung pada utang dalam membiayai aset perusahaan. Utang bagi perusahaan memiliki beban tetap yang berupa beban bunga. Semakin besar utang yang dimiliki perusahaan maka beban bunga yang harus dibayarkan juga semakin tinggi (Dyah Hayu dan Supriyadi, 2015). Perusahaan yang memiliki utang tinggi akan mendapatkan insentif pajak berupa potongan atas bunga pinjaman sehingga perusahaan yang memiliki beban pajak tinggi dapat melakukan penghematan pajak dengan cara menambah utang perusahaan (Suyanto dan Suparmono, 2012). Penelitian tentang hubungan antara penghindaran pajak dengan leverage sudah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa peneliti dengan hasil yang berbedabeda. Diantaranya menurut hasil penelitian Sutatik, Syafi’i, dan Arif Rahman (2015) mengatakan bahwa Leverage berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Karena semakin banyak perusahaan yang modalnya berasal dari hutang jangka panjang, yang akan menimbulkan beban bunga yang dapat dikurangkan pada penghasilan kena pajak. Sedangkan menurut Yasti, Siti, dan Wahidatul (2013), leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat hutang yang dimiliki oleh perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal ini disebabkan jumlah utang yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 dimiliki oleh setiap perusahaan sampel relatif rendah sehingga tidak ada penghindaran pajak yang akan dilakukan. Rasio intensitas aset tetap adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan asetnya pada aset tetap. Menurut (Rodriguez dan Arias (2013) dalam Ardyansah, 2014) aset tetap yang dimiliki perusahaan memungkinkan perusahaan memotong pajak akibat dari penyusutan aset tetap perusahaan setiap tahunnya. Hampir seluruh aset tetap akan mengalami penyusutan dan akan menjadi biaya penyusutan dalam laporan keuangan perusahaan. Biaya penyusutan ini adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak perusahaan. Maka semakin besar biaya penyusutan akan semakin kecil tingkat pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Sehingga perusahaan dengan tingkat rasio intensitas aset tetap yang besar menunjukan tingkat penghindaran pajak yang rendah, hal ini menunjukan hubungan negatif rasio intensitas aset tetap terhadap tingkat penghindaran pajak (Muzakki, 2015) Penelitian tentang hubungan intensitas tetap dengan penghindaran pajak sudah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa peneliti dengan hasil yang mix atau berbeda-beda. Diantaranya menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutatik, Syafi’i dan Arif Rahman (2015) intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Karena intensitas modal dimungkinkan bagi perusahaan untuk menyusutkan asset tetapnya yang lebih pendek umur ekonomisnya. Dan depresiasi dari asset tetap tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak. Sedangkan menurut Sri Mulyani, Darminto, dan Endang N.P (2013) mengatakan bahwa intensitas aset tetap tidak berpengaruh signifikan terhadap http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 penghindaran pajak. Intensitas modal menekankan pada seberapa besar komposisi dari aktiva tetap terhadap total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Semakin besar komposisinya, maka dapat dikatakan bahwa biaya depresiasi atau penyusutan dari aktiva tersebut juga besar sehingga biaya perusahaan juga akan besar. Selain tanggung jawab sosial perusahaan, tingkat pendanaan dan intensitas aset tetap, komite audit juga memiliki keterkaitan dengan penghindaran pajak. Komite audit merupakan sebuah komite yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengawasi tata kelola perusahaan dan audit eksternal atas laporan keuangan perusahaan. Komite audit ini beranggotakan sedikitnya terdiri dari tiga orang yang berasal dari Komisaris Independen dan pihak luar Emiten atau Perusahaan Publik diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015. Komite audit diberikan tanggung jawab oleh dewan komisaris untuk memeriksa laporan keuangan yang masih terdapat kesalahan dalam pelaporannya, agar laporan keuangan tersebut dapat dipercaya. Penelitian tentang hubungan komite audit dengan penghindaran pajak sudah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa peneliti dengan hasil yang mix atau berbedabeda. Diantaranya Kristiana Dewi dan Jati (2014) mengatakan bahwa Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dikarenakan semakin tinggi keberadaan komite audit dalam perusahaan akan meningkatkan kualitas good corporate governance di dalam perusahaan, sehingga akan memperkecil kemungkinan praktik penghindaran pajak yang dilakukan. Sedangkan Mayasari (2014) mengatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 penghindaran pajak, karena pemilihan auditor yang berkualitas menutupi tindakan manajemen untuk memaksimalkan keuntungan, salah satu caranya dengan meminimalkan pembayaran pajak. Maka dengan pemilihan auditor yang baik perusahaan dapat meyakinkan investor bahwa informasi yang dihasilkan reliabel, meskipun tidak semua tindakan manajemen yang dapat dideteksi oleh auditor. Keterlibatan perusahaan di Indonesia dalam praktik penghindaran pajak semakin meningkat tiap tahunnya, terbukti dengan hasil laporan dari GFI (Global Financial Integrity) menunjukkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan uang sebesar Rp. 240 triliun dari peningkatan dana illicit sebesar 9,4% (www.finansial.bisnis.com). Hal tersebut jelas sangat merugikan Negara. Pemerintah sangat mengharapkan agar perusahaan membayar pajaknya tanpa menggunakan mekanisme penghindaran pajak. Upaya perusahaan untuk mengoptimalkan laba perusahaan masih menjadi alasan perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak yang dinilai kurang baik bagi masyarakat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini penulis memilih objek penelitian pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015. Pemilihan perusahaan farmasi ini karena perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang membuat produknya membutuhkan bahan baku dari Negara lain, atau dengan kata lain lebih sering mengimpor bahan baku dari luar karena di dalam negeri bahan baku yang dibutuhkan masih sangat sulit untuk ditemui. Produk yang dihasilkan pun menjadi kebutuhan dari masyarakat Negara ini, dan perusahaan mendapatkan keuntungan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 besar dari penjualan produknya tersebut, besar kemungkinan perusahaan untuk melakukan tindakan penghindaran pajak. Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menghubungkan antara tanggung jawab sosial perusahaan, leverage, intensitas aset tetap, dan komite audit terhadap penghindaran pajak, serta beberapa penelitian terdahulu yang menghasilkan pendapat yang masih berbeda-beda maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian kembali dengan judul “Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Leverage, Intensitas Aset Tetap, dan Komite Audit terhadap Penghindaran Pajak” Studi Empiris Perusahaan Farmasi Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015. B. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh antara tanggung jawab sosial perusahaan terhadap penghindaran pajak ? 2. Apakah terdapat pengaruh antara leverage terhadap penghindaran pajak ? 3. Apakah terdapat pengaruh antara intensitas aset tetap terhadap penghindaran pajak ? 4. Apakah terdapat pengaruh antara komite audit terhadap penghindaran pajak ? http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menemukan bukti secara empiris mengenai : 1. Pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. 2. Pengaruh tingkat leverage terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. 3. Pengaruh intensitas aset tetap terhadap tingkat penghindaran pajak. 4. Pengaruh komite audit terhadap tingkat penghindaran pajak. 2. Kontribusi Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi sebagai berikut : 1. Penelitian ini dapat menjadi sebuah tambahan literatur yang memberikan bukti empiris terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan, leverage, intensitas aset tetap dan komite audit dengan penghindaran pajak yang bisa menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai sikap perusahaan di Indonesia mengenai kewajiban membayar pajak. 3. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kepatuhan pajak di Indonesia. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 4. Penelitian ini menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peraturan perpajakan pada perusahaan di Indonesia. http://digilib.mercubuana.ac.id/