BAB II LANDASAN TEORI A. Perbankan Syariah 1. Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perbankan Syariah
1. Pengertian Perbankan Syariah
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat luas. Bank juga berfungsi
sebagai lembaga intermediasi/perantara bagi masyarakat yang surplus
dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kasmir (2003:24) mengenai pengertian bank dan bank
syariah:
“Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank
syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam bentuk lalu lintas pembayaran.”
Sedangkan menurut Muhammad (2002:1) pengertian bank syariah
adalah “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip
syariah islam”
Bank syariah selaku mudharib harus dapat mengelola dana yang
dipercayai kepadanya dengan hati-hati dan memperoleh penghasilan
6
7
yang maksimal. Dalam mengelola dana ini, bank Islam mendapat
pendapatan diantaranya adalah pendapatan bagi hasil. Pada pendapatan
bagi hasil, besar kecilnya pendapatan tergantung kepada hasil usaha
yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana.
Didalam sejarah perekonomian kaum muslimin pembiayaan
menggunakan akad syariah telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW
dimana praktek menerima titpan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan
pengiriman uang telah lazim dilakukan dizaman Rasulullah. Dengan
demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima
deposit, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, sejak zaman
Rasulullah (Karim, 2004:18)
2. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Berdasarkan filosofis serta tujuan bank Islam maka dirumuskan
fungsi dan penan bank syariah yang diantaranya tercantum dalam
pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI
(Accounting and Auditing Organization for lslamic Financial Instution),
sebagai berikut:
1. Manajer investasi
Bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
8
2. Investor
Bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun
dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa layanan
perbankan sebagaimana lazimnya.
4. Pelaksanaan kegiatan sosial
Sebagai ciri yang merekat pada entitas keuangan syariah, bank islam
juga memiriki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat
serta dana-dana sosial lainnya.
3. Tujuan Bank Syariah
Dalam undang-undang RI No. 10 Tahun 1998, tentang perubahan
Undang-undang RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dapat
disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan
tujuan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
meneriman konsep bunga.
2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha
berdasarkan prinsip kemitraan.
3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan.
Menurut Heri (2003:40), bahwa “Bank syariah mempunyai
beberapa tujuan-tujuan yang pada dasarnya untuk mensejahterakan
masyarakat muslim”. Tujuan tersebut antara lain sebagai berikut:
9
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat bermuamalat secara islam,
khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar
terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis usaha perdagangan
lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis usaha
tersebut diilarang dalam islam dan telah menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang terlalu besar antara pemilik modal dengan pihak
yang membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan membuka
peluang berusaha lebih besar terutama kelompok miskin, yang
diarahkan kepada kegiatan usaha produktif, menuju terciptanya
kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang
berkembang.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bak
non-syariah.
10
4. Ciri-ciri Perbankan Syariah
Ciri-ciri bank syariah menurut Antonio (2008:34) antara lain
sebagai berikut:
1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli atau sewa.
3. Profit dan falah oriented.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas Syariah.
5. Kegiatan Operasional, Produk dan Jasa Perbankan Syariah
Lembaga keuangan Islam menjadi Intermediator keuangan dengan
cara yang sangat berbeda dengan bank konvensional, karena ia sangat
menonjolkan skema PLS dalam pembiayaan investasi perdagangan”
(Lewis dan Algaoud, 2001:113).
Alur operasional bank syariah yaitu “menghimpun dana dari
masyarakat dengan prinsip wadiah dan mudharabah, imbalan yang
diberikan khususnya pemilik dana mudharabah sangat tergantung pada
pendapatan penyaluran dana yang diterima dengan prinsip bagi hasil,
jual beli dan ujroh” (Wiroso, 2005:4-5)
Dalam Muhammad (2005-177) disebutkan bhwa secara garis besar
produk yang datawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu:
11
1. Produk penghimpun dana (funding)
2. Produk penyaluran dana (financing)
3. Produk jasa (service)
Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, produk perbankan
syariah terbagi menjadi empat katagori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan akad pelengkap
B. Pembiayaan Murabahah
1. Pengertian Murabahah
Salah satu jenis pembiayaan yang cukup dikenal adalah Jual beli
Murabahah (Bai’ al-Murabahah) yang banyak diusung oleh lembaga
keuangan sebagai bentuk dari financing (pembiayaan) yang memiliki
prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Sehingga hampir semua
lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing
dalam pengembangan modal mereka.
Akad transaksi murabahah merupakan suatu akad transaksi
pertukaran dua zat yang berbeda antara dua pihak dengan motif untuk
mencari keuntungan. Karakteristik murabahah yang menghendaki
pengungkapan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh
pihak
penjual
dan
Pengungkapan tersebut
pembeli
(Nurhayati
&
Wasilah,
2008).
menunjukkan bahwa harga jual (imbalan)
12
sebanding dengan pengorbanan atau biaya perolehan (investasi) serta
sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh atau disepakati.
Hal ini memenuhi prinsip dasar pertukaran sosial.
Prinsip dasar pertukaran sosial adalah distributive justice yaitu
aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding
dengan investasi. Proposisi yang terkenal dari Homans dalam Mustofa
(2010) sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi:
”Seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan
mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding
dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya makin tinggi
pengorbanan, makin tinggi imbalannya dan keuntungan yang
diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya
makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”.
Pertukaran atau jual beli adalah salah satu cara yang biasa
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat
banyak dan beragam seperti pangan, papan, sandang, pendidikan dan
lain sebagainya. Jual beli terjadi karena manusia tidak mampu
memenuhi semua kebutuhannya sendiri. (Sri Nurhayati-Wasilah,
2009:160)
Menurut Karim (2004:88) “Murabahah, yang berasal dari kata
ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut
jumlah keuntungannya”.
Secara sederhana, transaksi murabahah merupakan transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
13
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan jangka pendek yang diberikan ke
nasabah pembiayaan oleh bank syariah.
Menurut Ibnu Rusyd (dalam Antonio 2008: 101) mengatakan
bahwa ba’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam transaksi jual
beli ini, penjual harus memberitahu kepada pembeli harga barang yang
ia peroleh dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Pengertian murabahah (dalam Wiroso, 2005:13) menurut para
Fuqaha yaitu “murabahah sebagai penjualan barang seharga biaya
atau harga pokok (cost) barag tersebut ditambah mark-up atau margin
keuntungan yang disepakati”. Dan dalam beberapa kitab fiqih
dijelaskan bahwa:
“Murabahah merupakan salah satu dari bentuk jual beli yang
bersifat amanah. Jual beli ini berbeda dengan jual beli
musawwamah (tawar menawar). Murabahah terlaksana antar
penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli
pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan
penjualan pun diberitahukan keppada pembeli, sedangkan
musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antar penjual
dengan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli
barang.”
Sedangkan yang dimaksud dengan murabahah berdasarkan Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
No.
04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
Murabahah yaitu “Menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarkan dengan harga
yang lebih sebagai laba”.
14
Dari pengertian yang telah dijabarkan, dapat dipahami bahwa
murabahah merupakan kegiatan menjual suatu barang dengan
memberitahukan harga perolehan atau harga belinya kepada pembeli
dan biaya perolehan ditambah dengan margin (keuntungan) yang telah
disepakati oleh keduanya. Melalui akad murabahah, nasabah dapat
memenuhi kebutuhannya untuk memiliki barang tanpa harus
menyediakan uang tunai terlebih dahulu.
Akad murabahah adalah sesuai dengan syariah karena merupakan
transaksi jual beli dimana kelebihan dari harga pokoknya merupakan
keuntungan dari penjualan barang. Sangat berbeda dengan praktik riba
dimana nasabah meminjam uang sejumlah tertentu untuk membeli
suatu barang kemudian atas pinjaman tersebut nasabah harus
membayar kelebihannya dan ini merupakan sebuah praktek riba.
Adapun ketentuan yang berlaku pada jual beli murabahah menurut
pendapat para ulama fikih, yaitu:
1. Harga dasar pembelian barang harus diketahui dengan jelas.
Pembeli harus mengetahui dengan jelas harga pokok atau harga
dasar dari barang yang akan dibeli. Karena murabahah merupakan
salah satu akad yang didasari oleh kepercayaan, maka jika penjual
tidak mengatakan secara jelas harga dasar barang kepada pembeli,
maka akad murabahah dapat dikatakan gugur.
15
2. Margin keuntungan harus diketahui dengan jelas.
Dalam akad murabahah, margin keuntungan merupakan bagian
dari harga jual, maka pembeli harus mengetahui secara jelas
margin keuntungan. Jika margin ini tidak diketahui seberasa
besarnya, maka akad murabahah dapat dikatakan gugur.
3. Harga dasar pembelian barang harus dapat dipertukarkan.
Jika barang itu dibelah, maka sebagiannya masih dapat
diperjualkan.
4. Kontrak harus valid
Kontrak dalam akad murabahah harus valid dari keberadaan obyek
jual-belinya. Jika suatu ketika terdapat kecacatan pada obyek yang
menyebabkan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka akad
murabahah dikatakan gugur.
Berikut ini skema pelaksanaan murabahah pada bank syariah:
Gambar 2.1
Skema Murabahah
1.
2.
Negosiasi dan
Persyaratan
Akad Jual Beli
BANK
NASABAH
6. bayar
3. Beli Barang
4. Kirim
SUPLIER
PENJUAL
Sumber: Muhammad, 2005:182
5. Terima
Barang &
Dokumen
16
Adapun rukun mengenai jual beli Murabahah, yaitu:
1. Ba‟i
: Penjual
2. Musytari
: Pembeli
3. Mabi‟
: Barang yang akan dipesan
4. Isamah
: Harga
5. Ijab Qobul
: Pernyataan timbang terima
Jenis murabahah menurut Sri-Wasilah (2009:163) dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu:
1. Murabahah tanpa pesanan
2. Murabahah berdasarkan pesanan
Adapun penjelasan dari kedua jenis murabahah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Murabahah tanpa pesanan
Dapat diartikan murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat.
Dimana
ada
atau
tidaknya
pesanan,
bank
syariah
tetap
menyediakan barang dagangannya.
2. Murabahah berdasarkan pesanan
Dalam murabahah jenis ini, bank syariah melakukan pembelian
barang setelah adanya pesanan dari nasabah. Murabahah
berdasarkan pesanan bersifat mengikat. Murabahah bersifat
mengikat apabila pembeli telah memesan barang dan tidak dapat
membatalkannya.
17
Menurut Saeed (2008: 137) mengenai landasan hukum murabahah
menyatakan bahwa:
“Al-Qur‟an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan
murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual,
keuntungan, kerugian dan perdagangan. Demikian juga nampaknya
tidak ada hadist yang memiliki acuan langsung kepada murabahah.
Para ulama awal seperti Maliki dan Syafi‟i yang secara khusus
menyatakan bahwa penjualan murabahah berlaku, tidak
menyebutkkan referensi dari hadist yang jelas.
Dalam Islam jual beli hukumnya adalah jaiz (boleh). Ada beberapa
ayat dan hadist yang berkaitan dengan jual beli Murabahah ,
diantaranya:
1. “....Allah menghalalkan jual beli dan melarang riba...” (QS 2:275)
Dalam ayat ini, Allah SWT menegaskan keabsahan jual beli secara
umum. Berdasarkan ayat ini, murabahah mempunyai kekuatan
hukum secara normatif dan sah untuk dilaksanakan dalam praktik
pembiayaan di bank syariah karena murabahah merupakan salah
satu bentuk jual beli yang tidak mengandung unsur ribawi.
2.
“...dan tidak dosa bagimu mencari karunia (dari hasil
perniagaan) dari Tuhanmu...” (QS 2:198)
Di ayat yang ini menyebutkan bahwa kegiatan jual beli adalah
salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap muslim.
3. “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela
diantaramu…”.”. (QS 4:29)
18
Di dalam kegiatan jual beli diharapkan adanya unsur suka sama
suka. Dimana apabila pembeli tidak menyukai barang yang akan
dibeli dan pembeli menyatakan batal sebelum akad diijabkan,
maka jual beli itu tidak sah dan harus diterima dengan lapang dada
oleh masing-masing pihak baik penjual ataupun pembeli.
4.
“Tiga hal yang disalamnya terdpat keberkahan:jual beli secara
tangguh, muqarradhah, (mudharabah) dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR
Ibnu Majah dari Shuhaib)
5. Jabir Ibnu Abdullah r.a Rasulullah SAW bersabda:
“Allah menyayangi seseorang yang bermurah (hati) ketika
menjual, ketika membeli dan ketika membayar.”
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang penjual maupun pembeli
haruslah mempunyai sikap saling menghormati antara pembeli dan
penjual.
Pertimbangan penerapan murabahah dalam perbankan syariah
tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSNMUI/IV/2000 Tenatang Murabahah yang menyebutkan:
1. Bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana
dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli.
2. Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan
dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank
syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba.
3. Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
tentang murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syariah.
19
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000
Tenatang
Murabahah
menyebutkan
tentang
ketentuan
umum
murabahah dalam bank syariah dan ketentuan murabahah kepada
nasabah, yaitu:
Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah
Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Ketentuan Murabahah Kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
20
4.
Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Jika diperhatikan, semua ketentuan syariah di atas tidak ada yang
memberatkan. Semuanya masuk akal, memiliki nilai moral yang
tinggi, menghargai hak kepemilikan harta, meniadakan persengketaan
yang dapat berakibat pada permusuhan. Dengan kata lain, semua untuk
kebaikan manusia itu sendiri.
2. Harga Jual Murabahah
Ajaran Islam pada praktek zaman Rasulullah telah memberikan
prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan sebagai pedoman oleh
manusia saat ini dalam melakukan aktifitas perdagangan dan
perekonomian sehari-hari. Pada zaman Rasulullah perdagangan sangat
mengedepankan aspek kejujuran, transparansi dan tanggung jawab
(amanah).
Menurut Wiroso (2005:94) “Harga jual dalam murabahah
merupakan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati
antara penjual dan pembeli”.
21
Biaya yang telah dikeluarkan (cost recovery) bisa didekati dengan
membagi proyeksi jumlah biaya operasional bank dengan target
volume pembiayaan murabahah. Semakin efisien biaya operasional
bank, akan semakin murah harga jual bank atau semakin tinggi
peluang memperoleh keuntungan. Semakin besar target volume
pembiayaan atau jumlah nasabah pembiayaan, akan semakin murah
harga jual bank sehingga semakin tinggi peluang memperoleh
keuntungan.
Para ulama mahzab memiliki pendapat yang berbeda dalam
menentukan biaya apa saja yang dibebankan kepada harga jual suatu
barang. Dalam Karim (2004: 104) memaparkan pendapat para mahzab
mengenai pembebanan biaya, yaitu:
1. Ulama mahzab Maliki memperbolehkan biaya-biaya yang
langsung terkait dengan transakasi jual beli itu dan biaya-biaya
yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun
memberikan nilai tambah pada barang tersebut.
2. Ulama mahzab Syafi‟i memperbolehkan membebankan biayabiaya yang secara umum timbul dalam suatu transakisi jual beli
kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini
termasuk ke dalam keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang
tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai
komponen biaya.
3. Ulama mahzab Hanafi memperbolehkan membebankan biayabiaya yang secar umum timbul dalam transaksi jual beli, namun
mereka tidak memperbolehkan membebankan biaya-biaya yang
memang semestinya dikerjakan oleh si penjual.
4. Ulama mahzab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung
maupun tidak langsung dapat dibebankan dalam harga jual selama
biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan
menambah nilai barang yang dijual.
22
Dapat disimpulkan, keempat mahzab diatas memperbolehkan
pembebanan biaya yang terkait dengan transaksi jual beli dibayarkan
kepada pihak ketiga. Keempat mahzab sepakat tidak memperbolehkan
pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh penjual. Bila pekerjaan itu harus dilakukan oleh
penjual, mahzab Maliki tidak memperbolehkan pembebanannya,
sedangkan ketiga mahzab lainnya memperbolehkan pembebanan biaya
tidak langsung.
Dalam menentukan harga jual murabahah, cara yang digunakan
oleh Rasulullah dapat diterapkan sebagai salah satu metode bank
syariah. Menurut Muhammad (2005: 140) secara sistematis harga jual
barang oleh bank syariah kepada nasabah pembiayaan murabahah
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rumus harga jual:
Harga Jual = Harga beli + Cost Recovery + Keuntungan
Rumus perhitungan Cost Recovery:
Cost Recovery =
Proyeksi Biaya Operasi
Target Volume Pembiayaan
Rumus perhitungan margin dalam persentase:
Margin dalam % = Cost Recovery + keuntungan x100%
Harga beli bank
23
3. Perbedaan
Pembiayaan
Murabahah
dan
Kredit
Bank
Konvensional
Dewasa ini banyak masyarakat yang bertanya-tanya tentang model
pembiayaan murabahah yang dipraktekan oleh bank syariah.
Munculnya anggapan di masayarakat bahwa praktek pembiayaan
murabahah sama seperti
kredit yang dipraktekan oleh bank
konvensional. Anggapan ini perlu diluruskan, agar masyarakat lebih
memahami tentang pembiayaan murabahah di bank syariah secara
benar dan agar masyarakat dapat membedakannya denggan kredit di
bank konvensional.
Berikut ini akan memberikan gambaran mengenai penetapan
tingkat suku bunga dengan penetapan margin murabahah.
Tabel 2.1
Komponen Bunga Kredit
No
1
2
3
4
5
Komponen Bunga Kredit
Penjelasan
Total Biaya Dana (Cost Loanable Biaya yang dihitung atas dana yang
Fund)
dipergunakan sebagai sumber pemberian kredit
oleh bank.
Biaya Operasi (Overhead Cost)
Biaya yang dikeluarkan bank dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya.
Cadangan resiko kredit macet (risk Biaya penyisihan cadangan penghapusan kredit
factor)
macet
Spread/net margin
Pendapatan utama bank yang tergatung pada
besarnya aktiva produktif bank.
Pajak
Kewajiban yang dibebankan pemerintah.
Sumber: Ali, 2004 (dalam Fikri, 2012)
24
Tabel 2.2
Perbedaan dengan pembiayaan murabahah
No
1
2
3
4
Pembiayaan Murabahah
Transaksi jual beli sehingga dikenal
adannya harga jual dan harga beli.
Adanya pengadaan barang.
Semua barang yang dijadikan
obyek jual beli tidak boleh
bertentangan dengan syariah
syariah Islam.
Tidak diperkenankan adanya
kenaikan harga jual apabila telah
disepakati bersama (bank dengan
nasabah)
Kredit Bank Konvensional
Transaksi meminjam uang, sehingga dikenal
adanya bunga.
Pembiayaan Penggadaan Barang, dapat juga
untuk biaya operasional
Tidah ada kaitannya barang dengan ketentuan
syariah.
Dimungkinkan adanya kenaikan suku bunga
tanpa adanya persetujuan dari nasabah.
Sumber: Antonio, 2002 (dalam Fikri, 2012)
Beberapa perbedaan dapat dilihat antara pembiayaan murabahah
dengan kredit yang ada di bank konvensional berdasarkan tabel 2.2.
Salah satu perbedaan yang terdapat pada transaksi jual beli di bank
syariah adalah perjanjian pembelian barang, dimana nasabah
mengetahui total barang yang akan dibeli, sedangkan dalam dalam
pebiayaan suku bunga hal ini tidak akan diketahui.
Obyek yang dibiayai oleh pembiayaan murabahah haruslah sesuai
dengan syariah Islam, dimana pembiayaan barang yang dianggap
haram tidak bisa dilakukan. Hal ini berbeda dengan kredit di bank
konvensional, dimana kredit atas kedua jenis produk tersebut (halal
dan haram) masih dapat dibiayai sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
25
Nasabah pembiayaan murabahah membayar kewajibannya sesuai
dengan kesepakatan atau kontrak diawal, dengan nilai harga jual
diawal yang telah mencantumkan besarnya harga pokok dan margin
yang diisepakati sampai akhir pembiayaan. Hal ini berbeda dengan
nasabah kredit bank konvensional, karena nasabah dibebankan dengan
pembayaran bunga. Pihak bank sewaktu-waktu bisa menaikan suku
bunga tanpa adanya persetujuan dari para nasabah. Perubahan suku
bunga ini bisa saja diterapkan pada nasabah existing maupun nasabah
yang baru saja mengajukan kredit. Karena bank konvensional
menganut sistem floating dalam penetapan suku bunga kepada
nasabah.
4. Margin Murabahah
Definisi laba atau keuntungan menurut Al-Ghazali (dalam Karim,
2008: 326-327) adalah sebagai berikut:
“Laba adalah imbalan atas risiko dan ketikpastian, karena mereka
(pedagang dan pelaku bisni) menanggung banyak kesulitan dalam
mencari laba dan mengambil risiko, serta membahayakan kehidupan
mereka dalam khalifah-khalifah dagang.”
Menurut Al-Ghazali, jika seorang pembeli menawarkan harga
diatas harga jual, maka penjual harus menolaknya. Walaupun ini
bukanlah sebuah kedzaliman, namun menurutnya laba normal yang
didapat oleh seorang penjual hanya berkisar lima sampai 10 persen dari
harga barang.
26
Ibnu Taimiyah (dalam Karim, 2008:360) menjelaskan bahwa “laba
yang adil sebagai laba normal yang secara umum diperoleh dari jenis
perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain.”. Menurutya, para
pedagang berhak memperoleh keuntungan dengan cara yang wajar atau
dapat diterima secara umum (al-ribh al-ma’ruf) tanpa merusak
kepentingan diri dari penjual itu sendiri dan kepentingan para
pelanggan.
Menurut Karim (2004: 254), margin keuntungan adalah sebagai
berikut:
“Margin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan
pertahun perhitungan margin keuntungan secara harian, maka
jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari, perhitungan margin
keuntungan secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12 bulan.”
Dalam penetapan margin pada bank syariah ditetapkan atas suatu
referensi margin keuntungan. Referensi margin keuntungan adalah
margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syariah.
Asset Liability Management Committee (ALCO) merupakan organisasi
dari fungsi bank yang terdiri Direktur Utama dan beberapa manajer
kunci yang aktif dalam keputusan mengenai kredit, investasi dan pasar
uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para
manager pos utama dari neraca, Direktur utama, Kepala Bagian
Keuangan dan Accounting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi,
Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi
kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian
arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana
27
untuk memaksimumkan pendapatan dan memastikan permintaan dan
sumber dana. Penetapan margin menurut Adiwarman (2004:254)
adalah sebagai berikut:
1. Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksud dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
adalah tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa perbankan
syariah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank
syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok
kompetitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syariah
tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kompetitor
langsung terdekat.
2. Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau
tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional dalam
rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok kompetitor tidak
langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga konvensional tertentu
yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kompetitor tidak
langsung terdekat.
3. Expective Competitive of Investor (ECRI)
Yang dimaksud dengan Expective Competitive of Investor (ECRI)
adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan
kepada dana pihak ketiga.
4. Acquiring Cost
Yang dimaksud dengan Acquiring Cost adalah biaya yang
dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk
memperoleh dana pihak ketiga.
5. Overhead Cost
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung
terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
5. Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga (DPK)
Bagi hasil menurut terminologi inggris dikenal sebagai “profit
sharing” sedangkan dalam kamus ekonomi berarti pembagian laba.
Menurut Sunarto (2003:93) “dana pihak ketiga adalah dana
masyarakat yang dititipka dan disimpan oleh bank, yang penarikannya
28
dapat dilakukan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
kepada bank dengan penarikan tertentu”.
Wiroso (2005:19) mengatakan bahwa dalam menghimpun dana,
bank syariah menggunakan dua prinsip, yaitu prinsip wadi’ah yad
dhamanah yang diaplikasikan dalam bentuk giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah. Dan prinsip mudharabah muthlaqah yang
diaplikasikan dalam bentuk deposito mudharabah dan tabungan
mudharabah. Bank haruslah membedakan antara kedua prinsip ini
dikarenakan pembagian usaha yang akan dilakukan oleh bank syariah
sangat berkaita dengan pemilik dana. Pada dasarnya, pembagian bagi
hasil yang dilakukan oleh bank syariah hanya dilakukan atas
penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah. Sedangkan dalam
prinsip wadiah tidak ada pembagian bagi hasil, karena dana yang
dihimpun hanyalah berupa titipan. Dalam prinsiip wadiah, pemilik
dana hanya memperoleh imbalan berupa bonus, yang merupakan
kebijakan dari bank.
Dalam penyaluran dana melalui pembiayaan murabahah yang
dilakukan oleh bank syariah, maka bank syariah akan memperoleh
keuntungan yang disebut margin murabahah. Dan pendapatan inilah
yang nantinya akan dibagi hasilkan antara pemilik dana (deposan) dan
pengelola dana (bank). Pada dasarnya, pendapatan yang akan dibagi
hasilkan hanyalah pendapatan dari penyaluran dana yang bersumber
dari mudharabah muthlaqah. Dan perhitungan bagi hasil yang
29
dilakukan oleh bank syariah sesuai dengan nisbah yang telah
ditentukan.
Menurut Wiroso (2005: 89) bagi hasil dana pihak ketiga (DPK)
adalah “porsi bagi hasil yang harus diberikan bank syariah kepada
deposan dari hasil pengelolaan dana pihak ketiga yang besarnya
sangat tergantung dari besar kecilnya pendapatan bank syariah”.
Pada dasarnya bagi hasil dana pihak ketiga berbeda dengan konsep
cost of fund yng diterapkan oleh bank konvensional, dikarenakan uang
yang menjadi sumber dana dari bank syariah hanyalah sebagai alat
pembayaran saja, bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan. Bank
syariah tidak penah membayarkan imbalan dalam jumlah yang pasti
kepada pemilik dana, maka dari itu bank syariah tidak mengenal cost
of fund atau cost of loanable fund. Bagi hasil yang dilakukan oleh
bank syariah besarnya sangat tergantung terhadap seberapa besar
pendapatan (hasil usaha) dalam penyaluran dana yang nyata diterima
(cash basis) oleh bank syariah.
6. Volume Pembiayaan Murabahah
Volume pembiayaan murabahah adalah jumlah total pembiayaan
yang
disalurkan
oleh
bank
syariah
menggunakan
meknisme
murabahah. Pembiayaan ini tercermin dalam besarnya piutang
murabahah, dikarenakan pada umumnya nasabah pembiayaan
melakukan pembayaran dengan cara mengangsurnya. Menurut Karim
30
(2004: 254) “besarnya piutang tergantung dari plafond pembiayaan,
yakni jumlah pembiayaan (harga beli ditambah margin) yang
tercantum dalam perjanjian pembiayaan”.
C. Pengaruh Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume
Pembiayaan Murabahah Terhadap Margin Murabahah.
Menurut Muhammad (2005: 276) pendapatan bank syariah dapat
diperoleh dari:
1.
2.
3.
4.
Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah
Keuntungan atas kontrak jual beli.
Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa’iqtina
Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya
Berdasarkan atas keterangan diatas, pendapatan bank syariah
didominasi oleh traksaksi jual beli (murabahah, salam dan istishna) yang
lazim dikenal dengan sebutan margin.
Bagi hasil dana pihak ketiga (DPK) adalah porsi bagi hasil yang harus
diberikan oleh bank syariah kepada deposan dari hasil pengelolaan dana
pihak ketiga yang besarnya sangat tergantung dari pendapatan bank
syariah (Wiroso, 2005:89). Salah satu unsur pendapatan yang didapat dari
kegiatan operasi utama bank syariah yaitu pendapatan margin murabahah
yang nantinya akan dibagi hasilkan kepada para deposan.
Adanya bagi hasil dana pihak ketiga (DPK) dikarenakan bank syariah
mendapatkan dana dari pihak ketiga, lalu dana tersebut dikelola oleh bank
syariah melalui berbagai kegiatanuntuk mendapatkan pendapatan. Salah
31
satu kegiatan tersebut adalah pembiayaan murabahah yang nantinya akan
memperoleh margin murabahah.
Semakin besar dana pihak ketiga dipercayakan kepada suatu bank
syariah, maka besarnya bagi hasil yang akan dikeluarkan oleh bank
syariah juga akan meningkat. Selain itu, bank syariah juga akan
mendapatkan pendapatan yang bertambah dikarenakan dana yang dikelola
oleh bank syariah juga bertambah.
Volume pembiayaan murabahah adalah jumlah total pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah menggunakan meknisme murabahah.
Pembiayaan
ini
tercermin
dalam
besarnya
piutang
murabahah,
dikarenakan pada umumnya nasabah pembiayaan melakukan pembayaran
dengan cara mengangsurnya. Menurut Karim (2004: 254) “besarnya
piutang tergantung dari plafond pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan
(harga beli ditambah margin) yang tercantum dalam perjanjian
pembiayaan”.
Menurut Wiroso (2005: 189) bahwa:
“Murabahah merupakan kegiatan terpenting dari jual beli dan prinsip
akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk di semua
bank Islam. Atas penerimaan angsuran murabahah yang dilakukan
secara tunai, maka terdapat aliran kas masuk atas pendapatan margin
murabahah tersebut merupakan unsur pendapatan operasional.”
Dapat disimpulkan bahwa dari kegiatan penyalurah dana melalui
transaksi murabahah akan memperoleh keuntungan (margin) yang
disepakati oleh bank dan nasabah saat akad berlangsung. Dan apabila
32
pembiayaan murabahah meningkat, maka pendapatan yang diterima oleh
bank akan semakin meningkat.
D. Penelitian Terdahulu
Faktor-faktor yang mempengaruhi margin murabahah juga telah
banyak diteliti sebelumnya, oleh Rizky Yulia Sari (2009), Adi Nugroho
(2005), Amad Nugroho (2005), Hidayat Zaelani (2009) dan Fikri Zaenuri
(2012). Adapun hasil dari penelitian Adi Nugroho yaitu bahwa biaya
overhead dan bagi hasil DPK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
margin murabahah. Sedangkan menurut penelitian Rizky Yulia Sari
variabel yang mempengaruhi secara signifikan pendapatan murabahah
adalah volume pembiayaan murabahah.
Menurut Amad Nugroho, biaya overhead, volume pembiayaan
murabahah, profit target dan bagi hasil dana pihak ketiga berpengaruh
signifikan terhadap margin murabahah. Sedangkan menurut Fikri Zaenuri,
biaya operasional, volume pembiayaan murabahah, dan bagi hasil dana
pihak ketiga memiliki pengaruh yang sugnifikan dengan margin
murabahah, sedangkan variabel inflasi dan BI rate tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan inflasi dan BI rate.
Tabel 2.3
Ringkasan Hasil Peneliti Sebelumnya
No
1
Nama
Peneliti
Adi Nugroho
Periode
Penelitian
2005
Variabel yang
Diteliti
Biaya Overhead, Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga,
Volume Pembiayaan Murabahah, Profit Target,
Margin Murabahah.
2
Amad Nugroho
2005
Biaya Overhead,Volume Pembiayaan murabahah,
Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga, Profit Target,
Margin Murabahah.
3
Rizky Yulia Sari
2009
4
Hidayat Zaelani
2009
Biaya
operasional,
volume
pembiayaan
murabahah, bagi hasil dana pihak ketiga (DPK),
pendapatan murabahah.
Tingkat Suku Bunga, Bagi Hasil DPK, Biaya
Overhead, Profit Target, Margin Murabahah.
5
Fikri Zaenuri
2012
Biaya
Operasional,
Volume
Pembiayaan
Murabahah, Bagi Hasil DPK, Inflasi, Rate BI.
33
Hasil
Penelitian
Biaya overhead dan bagi hasil DPK
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap margin murabahah, sedangkan
untuk
profit target dan volume
pembiayaan
murabahah
tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
margin murabahah
Biaya overhead, volume pembiayaan
murabahah, profit target dan bagi hasil
dana pihak ketiga berpengaruh signifikan
terhadap margin murabahah.
Variabel yang mempengaruhi secara
signifikan pendapatan murabahah adalah
volume pembiayaan murabahah.
Tingkat suku bunga Bank Indonesia, bagi
hasil DPK, biaya overhead, target
keuntungan
berpengaruh
signifikan
terhadap penentuan margin murabahah.
Biaya operasional, Volume Pembiayaan,
Bagi hasil dana pihak ketiga memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap margin
murabahah. Sedangkan iinflasi dan
tingkat BI rate tidak mempiliki pengaruh
yang
signifikan
dengan
margin
murabahah.
34
E. Kerangka Pemikiran
Kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari dunia
ekonomi. Saat ini aspek dunia ekonomi sangatlah luas. Namun yang sering
digunakan oleh masyarakat luas adalah dunia perbankan.
Fungsi dari lembaga perbankan adalah sebagai wadah untuk
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memiliki peranan
yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke arah peningkatan taraf
hidup masyarakat luas.
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan hukum Islam. Pembentukan sistem ini didasari oleh larangan
dalam agama Islam yang mengharamkan riba.
Sesuai dengan perkembangan perbankan syariah yang terus mengalami
perkembangan, maka saat ini bank syariah tidak hanya berprisip bagi hasil
saja. Saat ini bank syariah telah menyalurkan dananya sebagai pembiayaan
kepada para nasabahnya. Secara garis besar produk pembiayaan yang
berada di bank syariah terbagi dalam empat katagori yang dibedakan
berdasarkan tujuannya, yaitu “pembiayaan dengan prinsip jual beli,
pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
dan pembiayaan dengan akad pelengkap” (Karim, 2004: 87)
Pembiayaan dengan prinsip jual beli terbagi menjadi tiga yaitu,
pembiayaan
murabahah,
salam
dan
ishtisna.
Pembiayaan
yang
menggunakan akad murabahah adalah jual beli yang menegaskan harga
35
perolehan (harga beli) kepada nasabah dengan menetapkan tambahan
keuntungan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah.
Menurut Saeed (2008: 140) pembiayaan murabahah memiliki
kelebihan dibanding dengan pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi
hasil (mudharabah dan musyarakah), diantaranya sebagai berikut:
1. Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek. Jika
dibandingkan dengan pembagian untung rugi atau bagi hasil
2. Mark up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara yang
menjamin bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan
bank-bank yang berbasis bunga dimana bank-bank Islam sangat
kompetitif
3. Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan
perolehan usaha berdaasarkan sistem PLS
4. Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam
manajemen bisnis karena bank syariah bukanlah partner dengan klien
tetapi hubungan mereka sebagai seorang kreditur dan debitur
Penyaluran
dana
dengan
prinsip
murabahah
dengan
segala
kelebihannya lebih populer dan unggul dibandingkan dengan mudharabah
dan musyarakah. Terbukti sampai saat ini pembiayaan yang disalurkan
oleh bank syariah masih didominasi oleh pembiayaan yang berprinsip
murabahah, sehingga pendapatan terbesar yang didapat oleh bank syariah
bersumber dari pembiayaan murabahah.
Besarnya margin murabahah yang diperoleh bank syariah tergantung
dengan besar margin yang dibebankan oleh nasabah pembiayaan
muurabahah. Perlu pertimbangan tertentu dalam menetapkan besarnya
tingkat margin murabahah, menurut Perwataatmadja, dengan mencontoh
perdagangan
Rosulullah
mengemukakan
bahwa
cost
recovery
(perbandingan antara besarnya biaya operasional dengan volume
36
pembiayaan
terkandung
murabahah) dan keuntungan
dalam
margin
murabahah.
yang diinginkan
Dari
pendapatan
yang
margin
murabahah, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan
atau pemilik dana pihak ketiga sebagai bentuk bagi hasil antara bank
syariah selaku bank pengelola dana dan nasabah selaku pemilik dana pihak
ketiga.
Bagi hasil dana pihak ketiga (DPK) merupakan kewajiban yang harus
disiapkan oleh bank dalam rangka memberikan kompensasi kepada
nasabah, maupun pihak-pihak yang dananya dikelola oleh bank sesuai
dengan kesepakatan nisbah. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
penetapan margin pembiayaan murabahah, pihak bank syariah juga
memaksukan unsur bagi hasil yang akan diberikan kepada margin
murabahah. (Fikri, 2012)
Bank syariah memiliki peranan intermediasi dimana salah satu
kegiatan yang dilakukan adalah menyalurkan dana kepada masyarakat
yang memerlukan pembiayaan. Salah satu skema pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah adalah pembiayaan murabahah. Volume
pembiayaan murabahah adalah jumlah total pembiayaan yang disalurkan
oleh bank syariah menggunakan meknisme murabahah. Pembiayaan ini
tercermin dalam besarnya piutang murabahah. Sehingga setiap kenaikan
dari volume pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah bisa menambah
besarnya margin yang diterima oleh bank tersebut.
37
Perlunya mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya
margin murabahah yang memberikan kontribusii yang besar terhadap
pendapatan. Mengingat pendapatan bank syariah masih didominasi oleh
pendapatan yang bersumber dari pembiayaan murabahah.
Gambar 2.2
Model Konseptual
Volume
Pembiayaan
Murabahah
Margin Murabahah
Bagi Hasil Dana
Pihak Ketiga
(DPK)
Download