Document

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus tipe 2
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen secara
genetis dan klinis yang ditandai dengan kadar gula didalam darah yang meningkat
secara tidak normal. Kelainan ini terjadi, baik ketika pankreas tidak bisa
memproduksi insulin yang cukup maupun saat tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang dihasilkan secara efektif. Pada kelainan ini, biasanya juga terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein (Harris, 2004; WHO, 2013).
2.1.2 Klasifikasi
Secara umum diabetes dibagi menjadi 4 subkelas, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
DM gestasional dan tipe DM tipe khusus. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus (Goldman & Bennet, 2000)
I.
II.
III.
DM tipe 1. Sebelumnya disebut sebagai insulin-dependent diabetes
mellitus (IDDM) atau “juvenile onset diabetes”
DM tipe 2. Sebelumnya disebut sebagai non-insulin-dependent diabetes
mellitus (NIDDM) atau “adult onset diabetes”
DM tipe khusus
A. Kerusakan genetik fungsi sel β (misal: maturity onset diabetes of the
young (MODY) tipe 1 – 3 dan point mutation pada DNA mitokondria)
B. Kerusakan genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, trauma, pankreatektomi,
neoplasma, cystic fibrosis, hemokromatosis, fibrocalculous
pancreatopathy)
D. Endocrinopathies (akromegali, sindroma Cushing, hipertiroidisme,
feokromasitoma, glukagonoma, somastotatinoma, aldosteronoma)
E. Diinduksi oleh obat atau bahan kimia (glukokortikosteroid, tiazid,
Universitas Sumatera Utara
8
IV.
diazoksid, pentamidin, vacor, hormon tiroid, fenitoin, agonis β,
kontrasepsi oral)
F. Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus)
G. Bentuk diabetes immune-mediated yang jarang (sindroma “stiff-man”,
antobodi reseptor anti-insulin)
H. Sindroma genetik lainnya (sindroma Down, Klinefelter, Turner,
penyakit Huntington, distrofi miotonik, lipodistrofi, ataksiatelangiektasia)
DM gestasional
2.1.3 Epidemiologi
Jumlah orang yang menderita DM di seluruh dunia sudah bertambah dua kali
lipat selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 2010 diperkirakan 285 juta orang
diseluruh dunia menderita DM, dimana 90%-nya mengidap DM tipe 2. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat hingga 439 juta pada tahun 2030, yang mewakili
7,7% populasi dewasa total didunia yang berusia 20 – 79 tahun. (Chen et al.,
2011). Di Amerika Serikat prevalensinya meningkat 10 – 15% pada orang yang
berusia 50 tahun keatas. Penyakit ini sering tidak terdiagnosa, diperkirakan ada 1
kasus yang tidak terdiagnosa untuk setiap 2 kasus yang terdiagnosa (Goldman &
Bennet, 2000).
Sejumlah ahli memperdebatkan bahwa beberapa negara di Asia muncul
sebagai pusat dari epidemi DM. Sejumlah wilayah di Asia terdiri dari beberapa
negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dan mengalami perubahan nyata
secara demografi, epidemiologi, dan sosioekonomi selama beberapa dekade
terakhir. Negara dengan penduduk terbanyak adalah Cina dan kedua adalah India.
India dan Cina memiliki jumlah penderita DM dalam jumlah yang besar.
Meningkatnya DM tipe 2 di Asia berbeda dengan negara lain, dimana
perkembangannya relatif dalam waktu yang singkat dan pada kelompok usia yang
lebih muda. Perbedaan yang terjadi adalah pada populasi Asia tingginya proporsi
Universitas Sumatera Utara
9
lemak tubuh dan obesitas abdomen lebih menonjol pada orang Asia dibandingkan
dengan orang Eropa pada nilai IMT yang sama. Karakteristik ini memiliki arti
bahwa orang Asia memiliki predisposisi resistensi insulin pada derajat obesitas
yang lebih rendah dibandingkan orang-orang keturunan Eropa (Yoon et al., 2006).
DM tipe 2 juga meningkat pada orang Asia yang berimigrasi ke Amerika Serikat.
Perubahan ini dihubungkan dengan ketidakmampuan orang Asia beradaptasi
secara metabolik terhadap pola perilaku barat yang cenderung beraktivitas rendah
dengan asupan kalori yang lebih tinggi (Goldman & Bennet, 2000).
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis biasanya langsung ditegakkan dengan munculnya gejala klasik
poliuria, polidipsi, dan turunnya berat badan. Hal ini dikonfirmasi dengan
melakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu yang diambil dari pembuluh
darah vena yaitu sebesar 200 mg/dL atau lebih (Goldman & Bennet, 2000).
The National Diabetes Data Group dan World Health Organization telah
menerbitkan kriteria diagnosis untuk DM yang dirangkum pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus (Harrison, 2005)
•
•
•
Gejala-gejala diabetes ditambah konsentrasi KGD random ≥ 11,1 mmol/L
(200 mg/dL) atau
KGD puasa ≥ 7 mmol/L (126 mg/dL) atau
KGD 2 jam ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama oral glucose tolerance
test (OGTT)
2.1.5 Faktor Resiko
Sejumlah faktor meningkatkan prevalensi DM di Asia. Jika pengaruh faktor
lingkungan memainkan peranan penting dalam memicu perkembangan DM,
diharapkan prevalensi DM lebih rendah di daerah pedesaan, dimana orang-orang
masih mengikuti gaya hidup tradisional (Chen et al., 2011; Yoon et al., 2006). Hal
Universitas Sumatera Utara
10
ini terbukti ketika membandingkan beda prevalensi DM di perkotaan dan
pedesaan di India, Filipina dan Kamboja. Di India, angka prevalensi di perkotaan
8,2% sementara di pedesaan prevalensinya 2,4%. Tapi perbedaan prevalensi tidak
didapati di Korea dan Thailand. Hal ini bisa saja disebabkan oleh urbanisasi
komunitas pedesaan (Yoon et al., 2006).
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi DM di Asia
salah satunya adalah urbanisasi dan transisi sosioekonomi. Sementara faktor
resiko lainnya termasuk usia, karakteristik antropometrik, merokok, alkohol, gaya
hidup tanpa olahraga dan kerentanan gen (Bi et al., 2012; Ramachandran &
Snehalatha, 2012).
Mengkonsumsi makanan tinggi lemak ternyata berhubungan dengan
meningkatnya resiko DM tipe 2 (Marshall & Bessesen, 2002). Jadi, meskipun DM
tipe 2 sangat dipengaruhi olah gaya hidup dan kerentanan gen, komposisi
makanan bisa mempengaruhi perkembangan dan komplikasi DM tipe 2 ini. Asam
lemak mempengaruhi metabolisme glukosa dengan merubah fungsi membran sel,
aktivitas enzim, sinyal insulin dan ekspresi gen (Risérus et al., 2009).
Tabel 2.3 Faktor resiko DM tipe 2 (Harrison, 2005)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Riwayat keluarga diabetes (misal: orang tua atau saudara kandung dengan
DM tipe 2)
Obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2)
Kebiasaan fisik yang tidak aktif
Ras/etnis (misal: Afro-Amerika, Asia-Amerika, Amerika asli)
Sebelumnya diidentifikasi dengan IFG (Glukosa Puasa Terganggu) atau IGT
(Toleransi Glukosa Terganggu)
Riwayat GDM (DM gestasional) atau melahirkan bayi > 4 kg
Hipertensi (KGD ≥ 140/90 mmHg)
Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0.9 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥
250 mg/dL (2,82 mmol/L)
PCO atau acanthosis nigracans
Universitas Sumatera Utara
11
•
Riwayat penyakit vaskular
2.1.6 Konsumsi Lemak dan DM tipe 2
Sejumlah peneliti menemukan kaitan antara konsumsi makanan tinggi lemak
dan asam lemak jenuh yang memiliki hubungan terhadap meningkatnya resiko
DM (Marshall & Bessesen, 2002). Hubungan ini bahkan telah ditemukan selama
lebih dari 60 tahun (Lichtenstein & Schwab, 2000). Studi terbaru telah
menemukan hubungan antara obesitas dan DM tipe 2 yang melibatkan sitokin
proinflamasi, resistensi insulin dan terganggunya metabolisme asam lemak serta
gangguan proses seluler (Eckel et al., 2011; Meyer et al., 2001). Diet lemak
terutama mempengaruhi komposisi asam lemak membran sel, dan akibatnya
mempengaruhi fungsi membran sel. Komposisi asam lemak didalam membran sel
diduga mempengaruhi sejumlah fungsi sel, salah satunya adalah mengganggu
afinitas/ikatan reseptor insulin dengan cara interaksi GLUT dengan second
messenger. Hal ini akan mempengaruhi sensitivitas insulin seluruh tubuh dan
jaringan (Risérus et al., 2009).
a. Jaringan adiposa
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa jaringan adiposa, dengan
cara menghasilkan hormon dan energi, merupakan suatu organ penting dalam
patogenesis resistensi insulin pada DM tipe 2 (McPhee & Ganong, 2006).
Jaringan adiposa merupakan jaringan yang paling merata dalam tubuh manusia.
Jaringan ini biasanya ditemukan dalam jaringan ikat longgar subkutan, dan juga
jaringan ini melingkupi organ internal. Jaringan adiposa ini dibagi menjadi 2
subtipe: lemak putih dan lemak coklat. Lemak putih tersebar luas dan merupakan
lokasi utama proses metabolisme dan penyimpanan lemak, sementara lemak
Universitas Sumatera Utara
12
coklat relatif jarang dan peranan utamanya adalah mempertahankan suhu tubuh.
Jaringan adiposa putih merupakan cadangan energi utama dan fungsi utamanya
adalah menyimpan trigliserida (TG) saat kelebihan energi dan melepas energi
dalam bentuk asam lemak bebas selama kekurangan energi. Jaringan adiposa
melepaskan sejumlah peptida, sitokin, dan faktor komplemen, yang berperan
sebagai autokrin dan parakrin untuk mengatur metabolisme dan pertumbuhan
adiposit, juga sinyal insulin untuk mengatur homeostasis energi (Niemelä &
Miettinen, 2008). Meningkatnya serum TG menyebabkan akumulasi DAG di otot
dan hepar, yang merupakan aktivator kuat protein kinase C (PKC) yang nantinya
akan mengaktifkan jalur fosforilasi threonine/serine, menyebabkan translokasi
GLUT4 yang menurunkan penyimpanan glukosa ke dalam otot yang nantinya
mengurangi oksidasi glukosa dan sintesis glikogen. Hasil akhirnya berupa tandatanda resistensi insulin: berkurangnya oksidasi glukosa dan sintesis glikogen di
otot
rangka,
dan
berkurangnya
sintesis
glikogen
dan
lebih
banyak
glukoneogenesis di hepar (Wolf, 2008)
Adiposit merupakan komponen seluler utama dari jaringan adiposa dan
sebagai tempat penyimpanan energi utama dalam bentuk TG. Sebagian kecil
adiposit berperan sebagai buffer kuat, yang secara berkala menyerap FFA (asam
lemak bebas) dan TG pada periode post prandial. Namun saat adiposit dalam
jumlah berlebihan, malah menyebabkan fungsinya tidak bekerja, yang akan
menyebabkan resistensi insulin, hiperlipolisis, dan resisten terhadap efek antilipolitik insulin (Ibrahim, 2010). Adiposit mensekresikan sejumlah faktor yang
memainkan peranan dalam respon imunologi, penyakit vaskular, dan pengaturan
selera makan. Jaringan adiposa juga mensekresikan sejumlah peptida, sitokin dan
Universitas Sumatera Utara
13
faktor komplemen, yang berperan mengatur metabolisme dan pertumbuhan
adiposit, juga sinyal endokrin untuk mengatur homeostasis energi (Niemelä &
Miettinen, 2008).
Adipokin adalah protein yang disekresikan dari adiposit dan juga disintesa
oleh adiposit. Yang menjadi bagian dari adipokin yang berpengaruh terhadap
homeostasis glukosa antara lain sitokin (TNFα, IL-6), adiponektin, resistin, CRP
(Trayhurn & Wood, 2004; Hajer et al., 2008; Ibrahim, 2010). Adiponektin
meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara menghambat produksi glukosa
hepar (Hajer et al., 2008). Kondisi obesitas menurunkan jumlah adiponektin
(Ibrahim, 2010). TNFα meningkatkan fosforilasi serine IRS-1 (Insulin Receptor
Substrate – 1) dan mengurangi ekspresi GLUT4 (Glucose Transporter – 4) yang
membantu terbentuknya resistensi insulin (Saini, 2010). TNFα juga menginduksi
lipolisis, mengaktivasi NF-κB dan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas
(FFA) dari jaringan adiposa (Al-Dahr & Jiffri, 2010). IL-6 menurunkan sinyal
insulin dan merupakan sitokin utama yang mengatur produksi CRP (Trayhurn &
Wood, 2004; Ibrahim, 2010).
b. Resistensi insulin
Resistensi insulin dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi berkurangnya
respon terhadap kadar insulin sirkulasi yang normal, atau dengan kata lain
berkurangnya respon metabolisme glukosa terhadap insulin (Wolf, 2008).
Peningkatan kadar insulin dengan glukosa plasma normal dapat diindikasikan
sebagai resistensi insulin. Seiring dengan meningkatnya adipositas, khususnya
deposit lemak viscera abdomen, sensitivitas insulin tubuh menurun. Abnormalitas
reseptor insulin – konsentrasi, afinitas, atau keduanya – mempengaruhi kerja
Universitas Sumatera Utara
14
insulin. Jaringan target menurunkan jumlah reseptor insulin pada permukaan sel
sebagai respon terhadap peningkatan kadar sirkulasi insulin berkepanjangan,
kemungkinan dengan peningkatan degradasi intraselular. Saat kadar insulin
rendah, disisi lain, ikatan reseptor meningkat. Kondisi terkait kadar insulin tinggi
dan menurunnya ikatan insulin-reseptor diantaranya termasuk obesitas, konsumsi
tinggi karbohidrat, dan insulinisasi eksogen berlebih yang berkepanjangan.
(Gardner & Shoback, 2007).
Etiologi resistensi insulin telah dipelajari secara khusus, dan telah diketahui
bahwa inflamasi jaringan kronik merupakan penyebab utama resistensi insulin
yang diinduksi oleh obesitas. Salah satu bukti utama hubungan tersebut berasal
dari pengamatan tanpa sengaja bahwa TNF-α, sebuah sitokin yang berhubungan
dengan kaheksia pada kanker, ternyata meningkat dalam jaringan adiposa obesitas
pada rodensia dan hambatan terhadap sitokin ini memperbaiki toleransi glukosa
dan sensitivitas insulin (Glass & Olefsky, 2012). Resistensi insulin menghalangi
penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif-insulin dan meningkatkan keluaran
glukosa hepar; keduanya menyebabkan kondisi hiperglikemia. Pada resistensi
insulin jumlah reseptor insulin dan aktifitas tyrosine-kinase berkurang, namun
perubahan ini lebih disebabkan kondisi sekunder dari hiperinsulinemia dan bukan
merupakan kerusakan primer. Karena itu, kerusakan post receptor diyakini
berperan predominan pada resistensi insulin. Polimorfisme IRS-1 juga
berhubungan dengan intoleransi glukosa. Saat ini patologi resistensi insulin
berfokus pada kerusakan sinyal PI3K yang mengurangi translokasi GLUT4 ke
membran plasma (Harrison, 2005).
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 2.1. Jalur transduksi sinyal insulin di otot polos (Harrison, 2005).
FFA sudah lama diketahui memiliki peranan dalam hal menghilangkan
sensitivitas insulin, yang nantinya menyebabkan resistensi insulin dan DM tipe 2
(Bhattacharya et al., 2007; Saini, 2010). FFA dapat mengganggu penggunaan
glukosa dalam otot polos, memicu produksi glukosa oleh hepar, dan merusak
fungsi sel beta pankreas (Harrison, 2005). FFA yang meningkat didalam plasma
berasal dari lipolisis TG didalam jaringan adiposa ataupun sebagai akibat dari
kerja lipoprotein lipase selama penyimpanan TG plasma kedalam jaringan
(Murray et al., 2006). Telah dipostulasikan bahwa peningkatan metabolit asam
lemak dalam konsentrasi intraselular mengaktifkan kaskade serine-kinase, yang
menyebabkan defek pada sinyal reseptor insulin. Sebagai tambahan, rangkaian
adipokin kompleks, dilepaskan dari jaringan adiposa mengubah respon jaringan
terhadap insulin. Dari banyaknya molekul yang terlibat dalam proses sinyal
intraseslular oleh insulin, reseptor insulin substrat-2 (IRS-2), protein kinase B
(Akt) dan faktor transkripsi forkhead Foxo 1a merupakan molekul yang menarik
perhatian, sebagaimana data terkini memberikan bukti kuat bahwa disfungsi
protein-protein ini menyebabkan resistensi insulin in vivo (Saini, 2010).
Universitas Sumatera Utara
16
Meningkatnya serum trigliserida menyebabkan akumulasi DAG intrasel di
otot dan hepar. DAG aktivator kuat protein kinase C, khususnya protein kinasetheta di otot dan protein kinasae-epsilon di hepar. Aktifnya protein kinase ini
mengawali kaskade fosforilasi serine/threonine yang memfosforilasi insulin
receptor substrate-1 (IRS-1), menghambat fosforilasi tirosin IRS-1 dan
mengaktifkan PI3K (phosphatidyl inositol-3-kinase), dan sebagai akibatnya,
mengurangi fosforilasi dan aktivasi Akt2.
Menurunnya aktivitas Akt2
mempengaruhi translokasi GLUT4 dan menyebabkan menurunnya ambilan
glukosa ke dalam sel otot dan, karenanya, oksidasi glukosa dan sintesis glikogen
berkurang. Di hepar, berkurangnya aktivitas Akt2 menurunkan sintesis glikogen
hepar dan meningkatkan glukoneogenesis. Hasil akhirnya merupakan tanda khas
resistensi insulin: berkurangnya oksidasi glukosa dan sintesis glikogen pada otot
rangka dan
berkurangnya sintesis
glikogen
dan
lebih
berkurang lagi
glukoneogenesis di hepar (Wolf, 2008). Sel β pankreas mengkompensasi
resistensi insulin dengan meningkatkan sekresi insulin. Kegagalan sel β dan DM
yang merupakan lanjutan dari kompensasi sel β dapat menyebabkan ekspansi
massa sel β in-adekuat atau kegagalan massa sel β yang ada untuk memberi
respon terhadap glukosa. Berkurangnya massa sel β pada mencit diabetes dengan
resistensi insulin bisa disebabkan kerusakan pada perkembangan siklus sel
(Kasuga, 2006).
c. Reactive Oxygen Species (ROS)
Pada sebuah penelitian DM pada hewan coba, ditemukan perubahan genetik
pada tikus yang DM (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa DNA
berdasarkan analisis ISSR- dan kelainan kromosom). Hal ini kemungkinan besar
Universitas Sumatera Utara
17
disebabkan oleh adanya kondisi hiperglikemia, yang pada sejumlah penelitian
ternyata merupakan faktor utama yang memicu produksi berlebih ROS. ROS
menyerang membran sel, nukleus dan materi genetik lainnya menyebabkan
modifikasi DNA dan protein (Ghaly et al., 2011). Pada kondisi diabetes,
hiperglikemia menghasilkan ROS yang menyebabkan penurunan ekspresi dan
sekresi gen insulin yang pada akhirnya menyebabkan apoptosis. Pada kondisi
diabetes, ROS terinduksi dan terlibat dalam toksisitas glukosa sel β. Karena hal
tersebut, tampaknya ROS terlibat dalam perburukan sel β pankreas yang
ditemukan pada DM tipe2 (Kaneto et al., 2010). Meningkatnya glukosa
(hiperglikemia) menyebabkan peningkatan produksi oxidative stress dari ROS di
mitokondria,
glikasi
non-enzimatik
protein
dan
auto-oksidasi
glukosa.
Meningkatnya FFA dapat menyebabkan peningkatan produksi ROS karena
peningkatan pemisahan mitokondria dan oksidasi-β. Hiperglikemia dan FFA
menginduksi oxidative stress menyebabkan aktivasi jalur sinyal sensitif-stres. Hal
ini memperburuk sekresi dan aksi insulin, memperjelas DM tipe 2 (Evans, 2002).
Sumber ROS
Ada banyak sumber potensial ROS didalam sel. Satu penghasil penting
oksidan intraselular adalah sekelompok enzim yang terikat membran yang
bergantung pada NADPH untuk bisa aktif (Finkel, 2011). Perkembangan DM
yang diciri-cirikan dengan tingginya kadar glukosa serum, molekul pro-oksidan
bisa menjadi asal produksi berlebihan dari ROS. Tingginya KGD dapat memicu
produksi superoksida dan hidrogen peroksida, prekursor radikal bebas reaktif,
yang mampu merangsang penurunan sistem antioksidan, secara langsung merusak
banyak biomolekul, dan meningkatkan peroksidasi lipid pada DM (Son, 2012).
Universitas Sumatera Utara
18
Sumber penting utama ROS pada kondisi hiperglikemia adalah rantai transpor
elektron mitokondria dan NADPH oksidase (Son, 2012; Fernández-Mejía, 2013).
Peranan ROS pada disfungsi sel β pankreas
Pada kondisi DM, hiperglikemia dan produksi ROS menurunkan sekresi dan
ekspresi gen insulin yang pada akhirnya menyebabkan apoptosis. ROS terlibat
dalam proses degradasi sel β. Juga telah diketahui lipotoksisitas terlibat dalam
degradasi sel β karena terpapar dengan FFA, ROS terinduksi, yang menyebabkan
pengurangan sekresi insulin dan disfungsi sel β. FFA memperantarai induksi
iNOS dan NO berlebih yang terlibat dalam kerusakan sel β. Karena NO
intraseluler merupakan mediator penting apoptosis sel β, ada kemungkinan bahwa
hilangnya sel β pada DM tipe 2 disebabkan oleh apoptosis yang diinduksi oleh
NO (Kaneto et al,. 2010).
Gambar 2.2. Hubungan antara peningkatan FFA dan hiperglikemia menghasilkan
patofisiologi DM melalui pembentukan ROS. (Evans et al., 2002)
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.7. Pencegahan dan Pengobatan Diabetes Melitus tipe 2
Telah dijelaskan sebelumnya, mengkonsumsi makanan tinggi lemak ternyata
berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 2 (Marshall & Bessesen,
2002). Jadi, meskipun DM tipe 2 sangat dipengaruhi olah gaya hidup dan
kerentanan gen, komposisi makanan bisa mempengaruhi perkembangan dan
komplikasi DM tipe 2 ini. Asam lemak mempengaruhi metabolisme glukosa
dengan merubah fungsi membran sel, aktivitas enzim, sinyal insulin dan ekspresi
gen (Risérus et al., 2009).
Kebanyakan intervensi yang ditargetkan pada pencegahan DM tipe 2
bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat melalui
kombinasi ukuran diet dan aktivitas fisik pada individu yang sudah memiliki
toleransi glukosa terganggu, khususnya kelompok dengan resiko tinggi.
Rekomendasi diet pada berbagai macam studi cukup mirip, dengan menekankan
pada pengurangan asupan lemak dan peningkatan konsumsi sayuran dengan
pengurangan kalori sekedarnya pada populasi obesitas (Klein et al., 2005; Alberti
et al., 2007). Pengaturan pola makan yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas
fisik, memainkan peranan dalam pencegahan DM tipe 2. Anjuran pengaturan pola
makan untuk mengurangi kelebihan berat badan dan obesitas merupakan
komponen penting dalam pencegahan diabetes. Aktivitas fisik berkala untuk
meningkatkan pengeluaran energi harian memainkan peranan penting dalam
mempertahankan atau mengurangi berat badan dan memperbaiki resistensi insulin
(Wyness, 2009).
Tujuan pengobatan DM tipe 2 adalah mengontrol kadar gula darah (Ugarte et
al., 2012), menurunkan dan mengendalikan kadar glikemik untuk meminimalisir
Universitas Sumatera Utara
20
komplikasi mikrovaskular dan neuropati jangka panjang sembari menghindari
kejadian
hipoglikemik
yang
parah
(Ismail-Beigi,
2012;
Barag,
2011).
Mempertahankan kadar glikemik sebisa mungkin pada rentang non-diabetik
memperlihatkan efek yang sangat bermanfaat dalam mengurangi komplikasi
mikrovaskular pada DM tipe 2 (Nathan et al., 2009). Tujuan manajemen gula
darah umumnya dinilai dengan menggunakan kadar HbA1c sebagai indeks (Kim
et al., 2012). Target yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association
secara umum adalah kadar HbA1c dibawah 7%. Sementara menurut International
Diabetes Federation target kadar HbA1c adalah kurang dari 6,5% (Nathan et al.,
2009). Data United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), yang
memusatkan studi pada DM tipe 2, telah membuktikan bahwa manajemen gula
darah yang ketat berhasil menurunkan kadar HbA1c sebesar 1% dan mampu
mengurangi terjadinya komplikasi mikrovaskular sebesar 37%. Karenanya,
manajemen gula darah ketat penting untuk menurunkan angka kejadian dan
memperlambat berkembangnya komplikasi terkait diabetes (Kim et al., 2012)
a. Diet & Olahraga
Pada kebanyakan pasien DM tipe 2, pengaturan pola nutrisi dan olahraga
merupakan kunci atau satu-satunya intervensi terapeutik yang dibutuhkan untuk
mengembalikan kontrol metabolik (Goldman & Bennet, 2000). Pola nutrisi yang
seimbang merupakan unsur dasar pada terapi diabetes. Setengah dari pasien
diabetes gagal mengatur pola makannya. Pada pasien DM tipe 2 membatasi
asupan karbohidrat dan mengganti sejumlah kalori dengan lemak tidak jenuh
tunggal, seperti minyak zaitun, minyak canola, atau minyak kacang dan alpukat
dapat menurunkan TG dan meningkatkan kolesterol HDL. Pada pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
21
obesitas dan DM tipe 2, mengurangi berat badan dengan restriksi kalori
merupakan tujuan penting pengaturan makanan (Gardner & Shoback, 2007).
Olahraga memiliki sejumlah keuntungan positif termasuk mengurangi resiko
kardiovaskular (Goldman & Bennet, 2000; Harrison, 2005), mengurangi tekanan
darah, mempertahankan massa otot, mengurangi lemak tubuh, dan menurunkan
berat badan (Harrison, 2005). Olahraga yang teratur pada DM tipe 2 menurunkan
kadar VLDL dan meningkatkan kadar HDL dan aktivitas fibrinolitik pada DM
tipe 2 (Goldman & Bennet, 2000).
b. Obat Anti Diabetes Oral
Sejumlah kelas obat tersedia untuk pengobatan DM tipe 2. Obat-obatan ini
umumnya efektif pada pasien yang diet dan olahraganya gagal mencapai tujuan
pengobatan (Goldman & Bennet, 2000). Klasifikasi obat tersebut adalah sebagai
berikut (Gardner & Shoback, 2007):
1. Obat yang bekerja pada kompleks reseptor sulfonilurea, antara lain:
sulfonylurea
(glibenclamid
dan
glydiazinamide),
analog
meglitinide
(rapiglinide dan mitiglinide), derivat δ-phenylalanine (nateglinide)
2. Obat yang bekerja pada jaringan target insulin antara lain: metformin, agonis
peroxisome proliferator-activated receptor (rosiglitazone dan pioglitazone)
3. Obat yang mempengaruhi penyerapan glukosa, yaitu penghambat αglukosidase (acarbose dan miglitol)
4. Incretin, antara lain agonis reseptor GLP-1 (exanetide dan liraglutide),
penghambat DPP-4 (sitagliptin, saxagliptin, dan vildagliptin)
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.3. Tempat kerja obat oral yang diindikasikan. Tanda (-) menunjukkan
hambatan dan tanda (+) menunjukkan stimulasi (Defronzo 1999).
c. Terapi Insulin
Insulin diindikasikan pada pasien DM tipe 1 juga pasien DM tipe 2 yang
kondisi hiperglikemianya tidak berespon terhadap diet, olahraga dan obat anti
diabetes oral (Gardner & Shoback, 2007). Insulin tidak boleh digunakan sebagai
terapi lini pertama pada pasien tidak patuh yang enggan memonitor KGD-nya
ataupun pada pasien yang beresiko tinggi terjadi hipoglikemia (Goldman &
Bennet, 2000).
2.2 Pankreas
2.2.1
Anatomi
Pankreas merupakan kelenjar aksesoris pencernaan yang memanjang, terletak
retroperitoneal dan secara transversal melewati dinding belakang abdomen,
posterior dari gaster, terletak antara duodenum, di kanan, dan lien, di kiri.
Pankreas menghasilkan sekresi eksokrin yang memasuki duodenum, dan sekresi
endokrin yang masuk kedalam darah (Moore & Agur, 2007). Pankreas dibagi
menjadi 4 bagian: caput, collum, corpus dan cauda. Caput pankreas, bagian
Universitas Sumatera Utara
23
terluas dari kelenjar ini dilingkupi oleh kurva C duodenum. Bagian inferior dari
caput pankreas, processus uncinatus, meluas dari posterior ke superior vena
mesenterica superior. Collum pankreas terletak di anterior dari arteri dan vena
mesenterica superior, di bagian posterior dari collum pankreas vena mesenterica
superior dan vena lienalis menyatu untuk membentuk vena porta. Corpus
pankreas merupakan sambungan dari collum dan terletak di sebelah kiri dari vena
dan arteri mesenterica superior. Sementara cauda pankreas sangat dekat dengan
hilum lienalis dan flexura colica sinistra. Cauda ini relatif mobile dan lewat
diantara lapisan ligamentum splenorenal dan arteri-vena lienalis. (Drake et al.,
2007; Moore & Agur 2007).
Gambar 2.4. Posisi Anatomis Pankreas (Drake et al., 2007)
Pankreas secara makroskopis berlobus-lobus dan berada dalam pembungkus
yang tipis; lobus pankreas ini terdiri dari alveoli sel sekretori serosa yang
mengalirkan sekresinya melalui duktulus kedalam duktus mayor. Diantara alveoli
Universitas Sumatera Utara
24
inilah
terdapat
pulau
Langerhans
yang
mensekresikan
insulin.
Ductus
pancreaticus mayor (Wirsung) berjalan di sepanjang kelenjar ini dan biasanya
bermuara ke ampula Vater bersama dengan ductus biliaris communis; kadang
terpisah. Ductus pancreaticus accesorius (Santorini) berjalan di bagian bawah
caput pankreas didepan ductus pancreaticus mayor, saling berhubungan dan
kemudian bermuara ke duodenum di bagian atas ampula Vater. Kadang-kadang
ductus pancreaticus accesorius ini tidak ada (Ellis, 2006).
Gambar 2.5. Ductulus pankreas dan muaranya (Drake et al., 2007)
2.2.2
Histologi
Sekelompok sel endokrin ditemukan di lautan sel eksokrin pankreas.
Merupakan sekelompok epitel bervaskular, yang disebut dengan pulau
Langerhans; pertama kali ditemukan oleh Paul Langerhans, 1847-1888. Sel
eksokrin pankreas dan sel pulau Langerhans memiliki struktur yang berbeda dan
diwarnai berbeda (Kuehnel, 2003). Bagian endokrin pankreas terdiri atas 1-2 juta
pulau Langerhans. Pulau Langerhans yang berbentuk bulat atau oval berisi sel-sel
kelenjar yang dikelilingi sejumlah kapiler (Faller et al., 2004) untuk mengalirkan
Universitas Sumatera Utara
25
hormon kedalam darah (Kuehnel, 2003). Hormon penting disekresikan dari pulau
Langerhans, insulin oleh sel β, glukagon oleh sel α dan somatostatin oleh sel δ
(Faller et al., 2004).
Gambar 2.6. Sel β, sel α dan sel δ pada pewarnaan imunoperoksidase
(Kumar et al., 2010)
2.2.3
Insulin
Insulin sendiri didefinisikan sebagai hormon peptida yang disekresikan oleh
sel β dari pulau Langerhans pankreas dan mempertahankan kadar gula darah
normal dengan cara memudahkan penyimpanan glukosa seluler, pengaturan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan mendukung pembelahan dan
pertumbuhan sel melalui efek mitogeniknya. Pelepasan insulin dipicu oleh
peningkatan kadar glukosa didalam darah (Wilcox, 2005). Insulin pertama kali
diisolasi dari pankreas pada tahun 1922 oleh Banting dan Best. Dalam sejarahnya,
insulin telah dihubungkan dengan gula darah, insulin memiliki efek yang sangat
besar pada metabolisme karbohidrat. Insulin memiliki pengaruh terhadap
metabolisme protein dan lemak hampir sama besarnya dengan pengaruh insulin
terhadap metabolisme karbohidrat itu sendiri. Insulin merupakan protein yang
kecil dengan berat molekul 5805. Terdiri dari 2 rantai asam amino yang terhubung
Universitas Sumatera Utara
26
satu sama lain oleh jembatan disulfida. Jika kedua rantai asam amino terpisah,
aktivitas fungsional molekul insulin hilang (Guyton & Hall, 2006).
Gambar 2.7. A. Struktur insulin; B. Insulin 3 Dimensi (Koolman &
Röhm, 2005)
2.3 Streptozotocin (STZ)
Streptozotocin
(STZ)
adalah
agen
antimikroba
yang
berasal
dari
mikroorganisme Streptomyces achromogenes. STZ telah digunakan sebagai agen
alkilasi kemoterapi untuk pengobatan tumor sel pulau Langerhans metastasis dan
untuk pengobatan keganasan lainnya. Pada tahun 1963 Rakieten melaporkan
bahwa STZ merupakan diabetogenik. Sejak itu STZ telah digunakan sebagai zat
penginduksi DM di laboratorium hewan (Lenzen, 2007). Pada pemberian STZ,
tanda-tanda DM terjadi seperti meningkatnya asupan makanan dan air, berat
badan tidak bertambah, dan meningkatnya KGD. Pada hewan coba juga
ditemukan adanya disfungsi cardiac diastole, katarak dan neuropati, namun tidak
ditemukan adanya aterosklerosis dan tikus tetap normotensif (Wei et al., 2003).
Pemberian STZ juga memperlihatkan terjadinya pengurangan protein GLUT2
dan ekspresi mRNA yang terjadi selama perlakuan dalam masa prediabetik.
Universitas Sumatera Utara
27
Pengurangan GLUT2 tergantung dosis dan rentang waktu pemberian (Z. Wang &
Gleichmann, 1998). Pada pengamatan mikroskopis mencit yang diinduksi dengan
STZ terlihat abnormalitas pankreas secara histomorfologi (Tian et al., 2010).
Dimana pulau Langerhans berbentuk tidak teratur, terdapat perubahan nekrotik
pada sel endokrin pulau Langerhans, berkurangnya area sel beta (Smirnov et al.,
2012) dan juga amiloidosis pulau Langerhans pankreas juga diamati. Jumlah sel
endokrin pankreas berkurang. Infiltrat limfositik interstisial yang terlokalisasi juga
diamati pada perifer pulau Langerhans mencit yang DM (Tian et al., 2010). Pada
penelitian lain yang membuktikan efek STZ terhadap parameter biokimia
memperlihatkan terjadinya peningkatan KGD, AST dan ALT secara signifikan
(Ragbetli & Ebubekir, 2010). Pada penelitian yang menggunakan kombinasi STZ
dan nikotinamid memperlihatkan perubahan histopatologi yang ditandai dengan
hilangnya sejumlah sel β pankreas dari jaringan hewan coba yang diberi STZ
tunggal, sementara pemberian STZ yang dikombinasi dengan nikotinamid,
kerusakan morfologinya dapat dicegah, menunjukkan efek protektif nikotinamid
terhadap sel β pankreas. Pada uji protein yang terkait dengan sinyal insulin
memperlihatkan ekspresi IRS-1, IRS-2 dan PI3K di hepar hewan coba yang diberi
STZ tunggal terlihat penurunan hingga 10–40% (Nakamura et al., 2006). Sebuah
penelitian lain menggunakan high fat diet (HFD) bersama dengan STZ dosis
rendah menginduksi kadar ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme energi
pada pengaturan metabolisme utama jaringan (H. J. Wang et al., 2007). Pada
penelitian lain yang menggunakan kombinasi HFD/STZ menilai kadar
malondialdehyde (MDA) pada hepar dengan pemberian ekstrak bawang kupas
yang mengandung quarcetin, memperlihatkan penekanan kadar MDA menurun
Universitas Sumatera Utara
28
pada kelompok yang mendapat ekstrak bawang kupas dibandingkan dengan
kelompok yang mendapat HFD/STZ (Jung et al., 2011).
2.4 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Sebagai salah satu sumber hayati, jamur (mushroom) diketahui hidup liar di
alam. Selama ini jamur banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, selain juga
ada yang memanfaatkannya untuk obat. Selain dikonsumsi, ada banyak jenis
jamur yang diketahui berkhasiat obat, terutama di negara Cina dan Jepang. Dalam
ramuan tradisional Cina dapat ditemukan jamur Cordyceps sinensis, Ganoderma
aplanatum, atau Ganoderma lucidum (Gunawan, 2008). Beberapa jamur banyak
digunakan sebagai obat karena memiliki efek antitumor, anti jamur dan
antikolesterol (Chirinang & Intarapichet, 2009).
Jamur, secara alami tumbuh di alam (Bhatti et al., 2007; Iwalokun & Usen,
2007). Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah dari sekian
banyak jamur yang mudah dipanen. Jamur ini juga mudah untuk tumbuh di
sejumlah media yang berbeda (Abrefah et al. 2011). Pleurotus ostreatus memiliki
khasiat anti-hiperkolesterolemik (Alam et al., 2011; Schneider et al., 2011), antiaging (Jayakumar et al., 2010), anti katarak (Isai et al., 2009), anti hipertensi
(Choudhury & Rahman, 2013), anti hiperglikemi (Krishna et al., 2009;
Choudhury & Rahman, 2013) dan antioksidan (Jayakumar et al., 2006; Alam et
al., 2010; Vamanu et al., 2011; Kim et al., 2009). Dalam sebuah penelitian DM
yang menggunakan hewan coba, ekstrak PO ternyata mampu meregenerasi sel-sel
pulau Langerhans yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pulau Langerhans
dan juga meningkatnya berat pankreas setelah pemberian ekstrak PO (Ikrimah &
Permatasari, 2012).
Universitas Sumatera Utara
29
2.4.1
Efek Hipoglikemik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Pleurotus ostreatus (PO) memiliki efek hipoglikemik (Krishna et al., 2009).
PO meningkatkan glikogen hepar yang mungkin disebabkan oleh peningkatan laju
glikogenesis (Choudhury & Rahman, 2013). Polisakarida yang diekstraksi dari
badan buah Pleurotus spp memiliki efek peningkatan glutathion peroxidase yang
memiliki efek anti-hiperglikemi (Patel et al., 2012). Pada sebuah penelitian DM
menggunakan tikus, pemberian ekstrak PO menyebabkan berkurangnya
perubahan genetik (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa dari
fragmen DNA dan kelainan kromosom). Hal ini mungkin disebabkan oleh
berkurangnya kondisi hiperglikemia dengan pemberian PO sehingga secara
bertahap mengurangi potensi pembentukan ROS dan memungkinkan perbaikan
bagi kelainan genetik (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa dari
fragmen DNA dan kelainan kromosom) (Ghaly et al., 2011)..
2.4.2
Efek Antioksidan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas bisa saja berhubungan
dengan aging dan penyakit, seperti aterosklerosis, diabetes, kanker, dan sirosis.
Meskipun seluruh organisme memperlihatkan sistem pertahanan dan perbaikan
antioksidan yang terlibat dalam perlindungan diri melawan kerusakan oksidatif,
sistem ini tidak cukup untuk mencegah kerusakan secara keseluruhan. Namun,
suplemen antioksidan ataupun makanan yang mengandung antioksidan bisa
membantu tubuh manusia mengurangi kerusakan oksidatif (Alam et al., 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Chirinang 2009, PO memiliki kandungan serat
45,5% dan lipid < 1%. Senyawa polifenol merupakan senyawa antioksidan utama
yang ditemukan pada PO (Iwalokun & Usen, 2007; Chirinang & Intarapichet,
Universitas Sumatera Utara
30
2009). PO juga memiliki kemampuan untuk menangkal radikal bebas yang diuji
dengan DPPH (diphenyl-picrylhydralazyl) (Chirinang & Intarapichet, 2009).
Kemampuan menangkal radikal bebas PO jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
spesies Pleurotus lain dan juga dibandingkan dengan antioksidan lainnya
(Neldawati, 2006; Neelam & Singh, 2013), semisal α-tocoferol (Neelam & Singh,
2013).
Konsentrasi senyawa polifenol paling banyak yang terdapat dalam PO adalah
protocatechuic acid (PCA) (Alam et al., 2010; Reis et al., 2012), diikuti oleh
gallic acid dan chlorogenic acid (CGA). Senyawa polifenol sebagai antioksidan
menghambat aktivitas penangkalan-radikal bebas secara luas sebagai donor
hidrogen atau sebagai alat donor-elektron, juga sebagai pengikat ion logam. Gallic
acid merupakan merupakan penghambat aktivitas tirosinase yang efektif (Alam et
al., 2010). Uji penangkalan aktivitas DPPH oleh protocatechuic acid (PCA)
memperlihatkan efek antioksidan dengan cara mendonorkan atom hidrogen untuk
membentuk molekul DPPH-H yang stabil. Pada uji aktivitas penangkalan radikal
hidroksil (OH) dan anion superoksida (O2-), PCA menghambat pembentukan
kedua radikal bebas yang paling penting didalam sel hidup, dimana kedua radikal
bebas ini meningkat seiring dengan proses metabolisme dalam tubuh (Li et al.,
2011). PCA juga menghambat jalur sinyal Akt/NF-κB/PKCε (Lin et al., 2011),
dimana jalur tersebut terlibat dalam mekanisme molekuler resistensi insulin
(Saini, 2010). Sebuah studi memperlihatkan efek CGA dalam menurunkan kadar
gula darah puasa hewan coba, dan merangsang trasnpor glukosa kedalam otot dan
mempengaruhi GLUT4 dengan cara aktivasi AMPK (Ong et al., 2012). Pada
sebuah studi dapat dilihat bahwa PO memperlihatkan penurunan aktivitas sitokin
Universitas Sumatera Utara
31
proinflamasi TNFα, IL-1 dan IL-6 pada serum tikus yang arthritis, menurunkan
oxidative stress dan menekan tanda-tanda inflamasi dan arthritis pada tikus
(Rovenský et al., 2011).
Badan buah PO memiliki konsentrasi antioksidan lebih tinggi dibandingkan
jamur komersial lainnya. Hal ini disebabkan adanya polisakarida pleuran (β
glucan) yang dapat diisolasi dari PO
(Patel et al., 2012). Badan buah PO
memiliki β-1,3-1,6-glucan dan α-1,3-glucan yang merupakan komponen utama
dinding sel (Synytsya et al., 2009). Glucan adalah polimer glukosa, yang
diklasifikasikan sesuai dengan rantai penghubung α- atau β-. β-glucan adalah
kelompok polisakarida non-pati heterogen, yang terdiri atas monomer D-glukosa
yang terhubung dengan ikatan β-glycosidic. Struktur makromolekul β-glucan
bergantung pada sumber dan metode isolasi. Glucan yang paling sederhana adalah
β-1,3-D-glucan (Khoury et al., 2012).
β glucan berperan penting melawan resistensi insulin, dengan cara
mengaktifkan PPARγ sehingga meningkatkan GLUT4 di adiposit (Khoury et al.,
2012). Aktivitas PPARγ di jaringan adiposa diantaranya adalah meningkatkan
simpanan lemak di jaringan adiposa dan menghambat produksi adipokin dan
sitokin proinflamasi oleh jaringan adiposa (Gardner & Shoback, 2007). β-glucan
yang diisolasi dari PO memperlihatkan efek protektif terhadap kolon tikus kolitis
ulseratif yang diinduksi asam asetat. Dan telah sama-sama kita ketahui bahwa
pasien dengan kolitis ulseratif, terjadi peningkatan reactive oxygen species (ROS)
pada mukosa kolon (Nosál’ová et al., 2001). Polisakarida β-glucan yang terdapat
dalam jamur, secara khusus, dapat mengembalikan fungsi jaringan pankreas
menyebabkan peningkatan keluaran insulin oleh sel β fungsional, yang
Universitas Sumatera Utara
32
menurunkan kadar gula darah dan juga menunjukkan perbaikan sensitivitas sel
perifer terhadap insulin sirkulasi. Konsumsi jamur ini juga menurunkan kadar
lipid seperti kolesterol total, trigliserida total, dan LDL, dan meningkatkan HDL.
Lebih jauh lagi, jamur memiliki senyawa alami mirip-insulin dan enzim yang
membantu pemecahan glukosa dalam makanan dan memperbaiki resistensi
insulin. (Silva et al., 2012).
2.4.3
Morfologi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Semua jamur tiram masuk kedalam kelas Basidiomycetes, subkelas
Hollobasidiomycetidae, ordo Agricales, famili Pleurotaceae (Jonathan & Oko,
2012). Ciri-ciri jamur tiram putih: mempunyai tudung, bentuk seperti tiram,
cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; warna
bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat, atau cokelat tua (kadang-kadang
kekuningan pada jamur dewasa); tepi menggelung ke dalam, pada jamur muda
sering kali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh,
tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak
merangsang. Jejak spora putih sampai ungu muda atau keabu-abuan keunguan
berukuran 7-9 x 3-4 mikron. (Gunawan, 2008).
1. Batang
Batang jamur tiram setinggi 5 – 10 cm. Batang ini menopang tudung, namun
‘pertemuan’ tudung-batang tidak pada pusat lingkaran tudung, melainkan bergeser
beberapa cm. Spora terdapat di permukaan dan didalam batang. Bagian dalam
batang sering dimanfaatkan untuk perbanyakan karena spora lebih steril.
Universitas Sumatera Utara
33
2. Tudung
Tudung membulat, lonjong dan agak cekung sehingga mirip cangkang tiram.
Lebar tudung 4 – 14 cm, bahkan ada yang 25 cm.
3. Gill
Di bagian bawah tudung terdapat sekat-sekat yang disebut gill. Sekat-sekat
panjang itu mulai dari batang. Setelah mencapai tudung, sekat bercabang dua. Di
sekat-sekat ini juga terdapat jutaan spora.
4. Spora
Alat generatif ini memenuhi hampir sekujur tubuh buah. Ukurannya sangat kecil.
Spora inilah yang berkembang menjadi hifa dan kemudian menjadi miselium
(Syariefa et al., 2010).
Gambar 2.8. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Gunawan, 2008)
Universitas Sumatera Utara
34
2.5 Kerangka Teori
STZ dosis
rendah
Nekrosis dan apoptosis
sel β pankreas
HFD
Peningkatan produksi
ROS
Menumpuk di
jaringan adiposa
Pelepasan
Adipokin
Ekstrak etanol jamur
tiram putih
(Pleurotus ostreatus)
Kandungan utama :
- Polifenol
- Pleuran
Hiperglikemia
Resistensi Insulin
Keterangan :
: menghambat
Gambar 2.9. Skema Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
Download