7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus tipe 2 2.1.1 Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen secara genetis dan klinis yang ditandai dengan kadar gula didalam darah yang meningkat secara tidak normal. Kelainan ini terjadi, baik ketika pankreas tidak bisa memproduksi insulin yang cukup maupun saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Pada kelainan ini, biasanya juga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein (Harris, 2004; WHO, 2013). 2.1.2 Klasifikasi Secara umum diabetes dibagi menjadi 4 subkelas, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan tipe DM tipe khusus. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus (Goldman & Bennet, 2000) I. II. III. DM tipe 1. Sebelumnya disebut sebagai insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau “juvenile onset diabetes” DM tipe 2. Sebelumnya disebut sebagai non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau “adult onset diabetes” DM tipe khusus A. Kerusakan genetik fungsi sel β (misal: maturity onset diabetes of the young (MODY) tipe 1 – 3 dan point mutation pada DNA mitokondria) B. Kerusakan genetik kerja insulin C. Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, trauma, pankreatektomi, neoplasma, cystic fibrosis, hemokromatosis, fibrocalculous pancreatopathy) D. Endocrinopathies (akromegali, sindroma Cushing, hipertiroidisme, feokromasitoma, glukagonoma, somastotatinoma, aldosteronoma) E. Diinduksi oleh obat atau bahan kimia (glukokortikosteroid, tiazid, Universitas Sumatera Utara 8 IV. diazoksid, pentamidin, vacor, hormon tiroid, fenitoin, agonis β, kontrasepsi oral) F. Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus) G. Bentuk diabetes immune-mediated yang jarang (sindroma “stiff-man”, antobodi reseptor anti-insulin) H. Sindroma genetik lainnya (sindroma Down, Klinefelter, Turner, penyakit Huntington, distrofi miotonik, lipodistrofi, ataksiatelangiektasia) DM gestasional 2.1.3 Epidemiologi Jumlah orang yang menderita DM di seluruh dunia sudah bertambah dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 2010 diperkirakan 285 juta orang diseluruh dunia menderita DM, dimana 90%-nya mengidap DM tipe 2. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga 439 juta pada tahun 2030, yang mewakili 7,7% populasi dewasa total didunia yang berusia 20 – 79 tahun. (Chen et al., 2011). Di Amerika Serikat prevalensinya meningkat 10 – 15% pada orang yang berusia 50 tahun keatas. Penyakit ini sering tidak terdiagnosa, diperkirakan ada 1 kasus yang tidak terdiagnosa untuk setiap 2 kasus yang terdiagnosa (Goldman & Bennet, 2000). Sejumlah ahli memperdebatkan bahwa beberapa negara di Asia muncul sebagai pusat dari epidemi DM. Sejumlah wilayah di Asia terdiri dari beberapa negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dan mengalami perubahan nyata secara demografi, epidemiologi, dan sosioekonomi selama beberapa dekade terakhir. Negara dengan penduduk terbanyak adalah Cina dan kedua adalah India. India dan Cina memiliki jumlah penderita DM dalam jumlah yang besar. Meningkatnya DM tipe 2 di Asia berbeda dengan negara lain, dimana perkembangannya relatif dalam waktu yang singkat dan pada kelompok usia yang lebih muda. Perbedaan yang terjadi adalah pada populasi Asia tingginya proporsi Universitas Sumatera Utara 9 lemak tubuh dan obesitas abdomen lebih menonjol pada orang Asia dibandingkan dengan orang Eropa pada nilai IMT yang sama. Karakteristik ini memiliki arti bahwa orang Asia memiliki predisposisi resistensi insulin pada derajat obesitas yang lebih rendah dibandingkan orang-orang keturunan Eropa (Yoon et al., 2006). DM tipe 2 juga meningkat pada orang Asia yang berimigrasi ke Amerika Serikat. Perubahan ini dihubungkan dengan ketidakmampuan orang Asia beradaptasi secara metabolik terhadap pola perilaku barat yang cenderung beraktivitas rendah dengan asupan kalori yang lebih tinggi (Goldman & Bennet, 2000). 2.1.4 Diagnosis Diagnosis biasanya langsung ditegakkan dengan munculnya gejala klasik poliuria, polidipsi, dan turunnya berat badan. Hal ini dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu yang diambil dari pembuluh darah vena yaitu sebesar 200 mg/dL atau lebih (Goldman & Bennet, 2000). The National Diabetes Data Group dan World Health Organization telah menerbitkan kriteria diagnosis untuk DM yang dirangkum pada tabel berikut: Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus (Harrison, 2005) • • • Gejala-gejala diabetes ditambah konsentrasi KGD random ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) atau KGD puasa ≥ 7 mmol/L (126 mg/dL) atau KGD 2 jam ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama oral glucose tolerance test (OGTT) 2.1.5 Faktor Resiko Sejumlah faktor meningkatkan prevalensi DM di Asia. Jika pengaruh faktor lingkungan memainkan peranan penting dalam memicu perkembangan DM, diharapkan prevalensi DM lebih rendah di daerah pedesaan, dimana orang-orang masih mengikuti gaya hidup tradisional (Chen et al., 2011; Yoon et al., 2006). Hal Universitas Sumatera Utara 10 ini terbukti ketika membandingkan beda prevalensi DM di perkotaan dan pedesaan di India, Filipina dan Kamboja. Di India, angka prevalensi di perkotaan 8,2% sementara di pedesaan prevalensinya 2,4%. Tapi perbedaan prevalensi tidak didapati di Korea dan Thailand. Hal ini bisa saja disebabkan oleh urbanisasi komunitas pedesaan (Yoon et al., 2006). Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi DM di Asia salah satunya adalah urbanisasi dan transisi sosioekonomi. Sementara faktor resiko lainnya termasuk usia, karakteristik antropometrik, merokok, alkohol, gaya hidup tanpa olahraga dan kerentanan gen (Bi et al., 2012; Ramachandran & Snehalatha, 2012). Mengkonsumsi makanan tinggi lemak ternyata berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 2 (Marshall & Bessesen, 2002). Jadi, meskipun DM tipe 2 sangat dipengaruhi olah gaya hidup dan kerentanan gen, komposisi makanan bisa mempengaruhi perkembangan dan komplikasi DM tipe 2 ini. Asam lemak mempengaruhi metabolisme glukosa dengan merubah fungsi membran sel, aktivitas enzim, sinyal insulin dan ekspresi gen (Risérus et al., 2009). Tabel 2.3 Faktor resiko DM tipe 2 (Harrison, 2005) • • • • • • • • • Riwayat keluarga diabetes (misal: orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2) Obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2) Kebiasaan fisik yang tidak aktif Ras/etnis (misal: Afro-Amerika, Asia-Amerika, Amerika asli) Sebelumnya diidentifikasi dengan IFG (Glukosa Puasa Terganggu) atau IGT (Toleransi Glukosa Terganggu) Riwayat GDM (DM gestasional) atau melahirkan bayi > 4 kg Hipertensi (KGD ≥ 140/90 mmHg) Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0.9 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L) PCO atau acanthosis nigracans Universitas Sumatera Utara 11 • Riwayat penyakit vaskular 2.1.6 Konsumsi Lemak dan DM tipe 2 Sejumlah peneliti menemukan kaitan antara konsumsi makanan tinggi lemak dan asam lemak jenuh yang memiliki hubungan terhadap meningkatnya resiko DM (Marshall & Bessesen, 2002). Hubungan ini bahkan telah ditemukan selama lebih dari 60 tahun (Lichtenstein & Schwab, 2000). Studi terbaru telah menemukan hubungan antara obesitas dan DM tipe 2 yang melibatkan sitokin proinflamasi, resistensi insulin dan terganggunya metabolisme asam lemak serta gangguan proses seluler (Eckel et al., 2011; Meyer et al., 2001). Diet lemak terutama mempengaruhi komposisi asam lemak membran sel, dan akibatnya mempengaruhi fungsi membran sel. Komposisi asam lemak didalam membran sel diduga mempengaruhi sejumlah fungsi sel, salah satunya adalah mengganggu afinitas/ikatan reseptor insulin dengan cara interaksi GLUT dengan second messenger. Hal ini akan mempengaruhi sensitivitas insulin seluruh tubuh dan jaringan (Risérus et al., 2009). a. Jaringan adiposa Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa jaringan adiposa, dengan cara menghasilkan hormon dan energi, merupakan suatu organ penting dalam patogenesis resistensi insulin pada DM tipe 2 (McPhee & Ganong, 2006). Jaringan adiposa merupakan jaringan yang paling merata dalam tubuh manusia. Jaringan ini biasanya ditemukan dalam jaringan ikat longgar subkutan, dan juga jaringan ini melingkupi organ internal. Jaringan adiposa ini dibagi menjadi 2 subtipe: lemak putih dan lemak coklat. Lemak putih tersebar luas dan merupakan lokasi utama proses metabolisme dan penyimpanan lemak, sementara lemak Universitas Sumatera Utara 12 coklat relatif jarang dan peranan utamanya adalah mempertahankan suhu tubuh. Jaringan adiposa putih merupakan cadangan energi utama dan fungsi utamanya adalah menyimpan trigliserida (TG) saat kelebihan energi dan melepas energi dalam bentuk asam lemak bebas selama kekurangan energi. Jaringan adiposa melepaskan sejumlah peptida, sitokin, dan faktor komplemen, yang berperan sebagai autokrin dan parakrin untuk mengatur metabolisme dan pertumbuhan adiposit, juga sinyal insulin untuk mengatur homeostasis energi (Niemelä & Miettinen, 2008). Meningkatnya serum TG menyebabkan akumulasi DAG di otot dan hepar, yang merupakan aktivator kuat protein kinase C (PKC) yang nantinya akan mengaktifkan jalur fosforilasi threonine/serine, menyebabkan translokasi GLUT4 yang menurunkan penyimpanan glukosa ke dalam otot yang nantinya mengurangi oksidasi glukosa dan sintesis glikogen. Hasil akhirnya berupa tandatanda resistensi insulin: berkurangnya oksidasi glukosa dan sintesis glikogen di otot rangka, dan berkurangnya sintesis glikogen dan lebih banyak glukoneogenesis di hepar (Wolf, 2008) Adiposit merupakan komponen seluler utama dari jaringan adiposa dan sebagai tempat penyimpanan energi utama dalam bentuk TG. Sebagian kecil adiposit berperan sebagai buffer kuat, yang secara berkala menyerap FFA (asam lemak bebas) dan TG pada periode post prandial. Namun saat adiposit dalam jumlah berlebihan, malah menyebabkan fungsinya tidak bekerja, yang akan menyebabkan resistensi insulin, hiperlipolisis, dan resisten terhadap efek antilipolitik insulin (Ibrahim, 2010). Adiposit mensekresikan sejumlah faktor yang memainkan peranan dalam respon imunologi, penyakit vaskular, dan pengaturan selera makan. Jaringan adiposa juga mensekresikan sejumlah peptida, sitokin dan Universitas Sumatera Utara 13 faktor komplemen, yang berperan mengatur metabolisme dan pertumbuhan adiposit, juga sinyal endokrin untuk mengatur homeostasis energi (Niemelä & Miettinen, 2008). Adipokin adalah protein yang disekresikan dari adiposit dan juga disintesa oleh adiposit. Yang menjadi bagian dari adipokin yang berpengaruh terhadap homeostasis glukosa antara lain sitokin (TNFα, IL-6), adiponektin, resistin, CRP (Trayhurn & Wood, 2004; Hajer et al., 2008; Ibrahim, 2010). Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara menghambat produksi glukosa hepar (Hajer et al., 2008). Kondisi obesitas menurunkan jumlah adiponektin (Ibrahim, 2010). TNFα meningkatkan fosforilasi serine IRS-1 (Insulin Receptor Substrate – 1) dan mengurangi ekspresi GLUT4 (Glucose Transporter – 4) yang membantu terbentuknya resistensi insulin (Saini, 2010). TNFα juga menginduksi lipolisis, mengaktivasi NF-κB dan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas (FFA) dari jaringan adiposa (Al-Dahr & Jiffri, 2010). IL-6 menurunkan sinyal insulin dan merupakan sitokin utama yang mengatur produksi CRP (Trayhurn & Wood, 2004; Ibrahim, 2010). b. Resistensi insulin Resistensi insulin dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi berkurangnya respon terhadap kadar insulin sirkulasi yang normal, atau dengan kata lain berkurangnya respon metabolisme glukosa terhadap insulin (Wolf, 2008). Peningkatan kadar insulin dengan glukosa plasma normal dapat diindikasikan sebagai resistensi insulin. Seiring dengan meningkatnya adipositas, khususnya deposit lemak viscera abdomen, sensitivitas insulin tubuh menurun. Abnormalitas reseptor insulin – konsentrasi, afinitas, atau keduanya – mempengaruhi kerja Universitas Sumatera Utara 14 insulin. Jaringan target menurunkan jumlah reseptor insulin pada permukaan sel sebagai respon terhadap peningkatan kadar sirkulasi insulin berkepanjangan, kemungkinan dengan peningkatan degradasi intraselular. Saat kadar insulin rendah, disisi lain, ikatan reseptor meningkat. Kondisi terkait kadar insulin tinggi dan menurunnya ikatan insulin-reseptor diantaranya termasuk obesitas, konsumsi tinggi karbohidrat, dan insulinisasi eksogen berlebih yang berkepanjangan. (Gardner & Shoback, 2007). Etiologi resistensi insulin telah dipelajari secara khusus, dan telah diketahui bahwa inflamasi jaringan kronik merupakan penyebab utama resistensi insulin yang diinduksi oleh obesitas. Salah satu bukti utama hubungan tersebut berasal dari pengamatan tanpa sengaja bahwa TNF-α, sebuah sitokin yang berhubungan dengan kaheksia pada kanker, ternyata meningkat dalam jaringan adiposa obesitas pada rodensia dan hambatan terhadap sitokin ini memperbaiki toleransi glukosa dan sensitivitas insulin (Glass & Olefsky, 2012). Resistensi insulin menghalangi penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif-insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepar; keduanya menyebabkan kondisi hiperglikemia. Pada resistensi insulin jumlah reseptor insulin dan aktifitas tyrosine-kinase berkurang, namun perubahan ini lebih disebabkan kondisi sekunder dari hiperinsulinemia dan bukan merupakan kerusakan primer. Karena itu, kerusakan post receptor diyakini berperan predominan pada resistensi insulin. Polimorfisme IRS-1 juga berhubungan dengan intoleransi glukosa. Saat ini patologi resistensi insulin berfokus pada kerusakan sinyal PI3K yang mengurangi translokasi GLUT4 ke membran plasma (Harrison, 2005). Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 2.1. Jalur transduksi sinyal insulin di otot polos (Harrison, 2005). FFA sudah lama diketahui memiliki peranan dalam hal menghilangkan sensitivitas insulin, yang nantinya menyebabkan resistensi insulin dan DM tipe 2 (Bhattacharya et al., 2007; Saini, 2010). FFA dapat mengganggu penggunaan glukosa dalam otot polos, memicu produksi glukosa oleh hepar, dan merusak fungsi sel beta pankreas (Harrison, 2005). FFA yang meningkat didalam plasma berasal dari lipolisis TG didalam jaringan adiposa ataupun sebagai akibat dari kerja lipoprotein lipase selama penyimpanan TG plasma kedalam jaringan (Murray et al., 2006). Telah dipostulasikan bahwa peningkatan metabolit asam lemak dalam konsentrasi intraselular mengaktifkan kaskade serine-kinase, yang menyebabkan defek pada sinyal reseptor insulin. Sebagai tambahan, rangkaian adipokin kompleks, dilepaskan dari jaringan adiposa mengubah respon jaringan terhadap insulin. Dari banyaknya molekul yang terlibat dalam proses sinyal intraseslular oleh insulin, reseptor insulin substrat-2 (IRS-2), protein kinase B (Akt) dan faktor transkripsi forkhead Foxo 1a merupakan molekul yang menarik perhatian, sebagaimana data terkini memberikan bukti kuat bahwa disfungsi protein-protein ini menyebabkan resistensi insulin in vivo (Saini, 2010). Universitas Sumatera Utara 16 Meningkatnya serum trigliserida menyebabkan akumulasi DAG intrasel di otot dan hepar. DAG aktivator kuat protein kinase C, khususnya protein kinasetheta di otot dan protein kinasae-epsilon di hepar. Aktifnya protein kinase ini mengawali kaskade fosforilasi serine/threonine yang memfosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS-1), menghambat fosforilasi tirosin IRS-1 dan mengaktifkan PI3K (phosphatidyl inositol-3-kinase), dan sebagai akibatnya, mengurangi fosforilasi dan aktivasi Akt2. Menurunnya aktivitas Akt2 mempengaruhi translokasi GLUT4 dan menyebabkan menurunnya ambilan glukosa ke dalam sel otot dan, karenanya, oksidasi glukosa dan sintesis glikogen berkurang. Di hepar, berkurangnya aktivitas Akt2 menurunkan sintesis glikogen hepar dan meningkatkan glukoneogenesis. Hasil akhirnya merupakan tanda khas resistensi insulin: berkurangnya oksidasi glukosa dan sintesis glikogen pada otot rangka dan berkurangnya sintesis glikogen dan lebih berkurang lagi glukoneogenesis di hepar (Wolf, 2008). Sel β pankreas mengkompensasi resistensi insulin dengan meningkatkan sekresi insulin. Kegagalan sel β dan DM yang merupakan lanjutan dari kompensasi sel β dapat menyebabkan ekspansi massa sel β in-adekuat atau kegagalan massa sel β yang ada untuk memberi respon terhadap glukosa. Berkurangnya massa sel β pada mencit diabetes dengan resistensi insulin bisa disebabkan kerusakan pada perkembangan siklus sel (Kasuga, 2006). c. Reactive Oxygen Species (ROS) Pada sebuah penelitian DM pada hewan coba, ditemukan perubahan genetik pada tikus yang DM (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa DNA berdasarkan analisis ISSR- dan kelainan kromosom). Hal ini kemungkinan besar Universitas Sumatera Utara 17 disebabkan oleh adanya kondisi hiperglikemia, yang pada sejumlah penelitian ternyata merupakan faktor utama yang memicu produksi berlebih ROS. ROS menyerang membran sel, nukleus dan materi genetik lainnya menyebabkan modifikasi DNA dan protein (Ghaly et al., 2011). Pada kondisi diabetes, hiperglikemia menghasilkan ROS yang menyebabkan penurunan ekspresi dan sekresi gen insulin yang pada akhirnya menyebabkan apoptosis. Pada kondisi diabetes, ROS terinduksi dan terlibat dalam toksisitas glukosa sel β. Karena hal tersebut, tampaknya ROS terlibat dalam perburukan sel β pankreas yang ditemukan pada DM tipe2 (Kaneto et al., 2010). Meningkatnya glukosa (hiperglikemia) menyebabkan peningkatan produksi oxidative stress dari ROS di mitokondria, glikasi non-enzimatik protein dan auto-oksidasi glukosa. Meningkatnya FFA dapat menyebabkan peningkatan produksi ROS karena peningkatan pemisahan mitokondria dan oksidasi-β. Hiperglikemia dan FFA menginduksi oxidative stress menyebabkan aktivasi jalur sinyal sensitif-stres. Hal ini memperburuk sekresi dan aksi insulin, memperjelas DM tipe 2 (Evans, 2002). Sumber ROS Ada banyak sumber potensial ROS didalam sel. Satu penghasil penting oksidan intraselular adalah sekelompok enzim yang terikat membran yang bergantung pada NADPH untuk bisa aktif (Finkel, 2011). Perkembangan DM yang diciri-cirikan dengan tingginya kadar glukosa serum, molekul pro-oksidan bisa menjadi asal produksi berlebihan dari ROS. Tingginya KGD dapat memicu produksi superoksida dan hidrogen peroksida, prekursor radikal bebas reaktif, yang mampu merangsang penurunan sistem antioksidan, secara langsung merusak banyak biomolekul, dan meningkatkan peroksidasi lipid pada DM (Son, 2012). Universitas Sumatera Utara 18 Sumber penting utama ROS pada kondisi hiperglikemia adalah rantai transpor elektron mitokondria dan NADPH oksidase (Son, 2012; Fernández-Mejía, 2013). Peranan ROS pada disfungsi sel β pankreas Pada kondisi DM, hiperglikemia dan produksi ROS menurunkan sekresi dan ekspresi gen insulin yang pada akhirnya menyebabkan apoptosis. ROS terlibat dalam proses degradasi sel β. Juga telah diketahui lipotoksisitas terlibat dalam degradasi sel β karena terpapar dengan FFA, ROS terinduksi, yang menyebabkan pengurangan sekresi insulin dan disfungsi sel β. FFA memperantarai induksi iNOS dan NO berlebih yang terlibat dalam kerusakan sel β. Karena NO intraseluler merupakan mediator penting apoptosis sel β, ada kemungkinan bahwa hilangnya sel β pada DM tipe 2 disebabkan oleh apoptosis yang diinduksi oleh NO (Kaneto et al,. 2010). Gambar 2.2. Hubungan antara peningkatan FFA dan hiperglikemia menghasilkan patofisiologi DM melalui pembentukan ROS. (Evans et al., 2002) Universitas Sumatera Utara 19 2.1.7. Pencegahan dan Pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 Telah dijelaskan sebelumnya, mengkonsumsi makanan tinggi lemak ternyata berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 2 (Marshall & Bessesen, 2002). Jadi, meskipun DM tipe 2 sangat dipengaruhi olah gaya hidup dan kerentanan gen, komposisi makanan bisa mempengaruhi perkembangan dan komplikasi DM tipe 2 ini. Asam lemak mempengaruhi metabolisme glukosa dengan merubah fungsi membran sel, aktivitas enzim, sinyal insulin dan ekspresi gen (Risérus et al., 2009). Kebanyakan intervensi yang ditargetkan pada pencegahan DM tipe 2 bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat melalui kombinasi ukuran diet dan aktivitas fisik pada individu yang sudah memiliki toleransi glukosa terganggu, khususnya kelompok dengan resiko tinggi. Rekomendasi diet pada berbagai macam studi cukup mirip, dengan menekankan pada pengurangan asupan lemak dan peningkatan konsumsi sayuran dengan pengurangan kalori sekedarnya pada populasi obesitas (Klein et al., 2005; Alberti et al., 2007). Pengaturan pola makan yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas fisik, memainkan peranan dalam pencegahan DM tipe 2. Anjuran pengaturan pola makan untuk mengurangi kelebihan berat badan dan obesitas merupakan komponen penting dalam pencegahan diabetes. Aktivitas fisik berkala untuk meningkatkan pengeluaran energi harian memainkan peranan penting dalam mempertahankan atau mengurangi berat badan dan memperbaiki resistensi insulin (Wyness, 2009). Tujuan pengobatan DM tipe 2 adalah mengontrol kadar gula darah (Ugarte et al., 2012), menurunkan dan mengendalikan kadar glikemik untuk meminimalisir Universitas Sumatera Utara 20 komplikasi mikrovaskular dan neuropati jangka panjang sembari menghindari kejadian hipoglikemik yang parah (Ismail-Beigi, 2012; Barag, 2011). Mempertahankan kadar glikemik sebisa mungkin pada rentang non-diabetik memperlihatkan efek yang sangat bermanfaat dalam mengurangi komplikasi mikrovaskular pada DM tipe 2 (Nathan et al., 2009). Tujuan manajemen gula darah umumnya dinilai dengan menggunakan kadar HbA1c sebagai indeks (Kim et al., 2012). Target yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association secara umum adalah kadar HbA1c dibawah 7%. Sementara menurut International Diabetes Federation target kadar HbA1c adalah kurang dari 6,5% (Nathan et al., 2009). Data United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), yang memusatkan studi pada DM tipe 2, telah membuktikan bahwa manajemen gula darah yang ketat berhasil menurunkan kadar HbA1c sebesar 1% dan mampu mengurangi terjadinya komplikasi mikrovaskular sebesar 37%. Karenanya, manajemen gula darah ketat penting untuk menurunkan angka kejadian dan memperlambat berkembangnya komplikasi terkait diabetes (Kim et al., 2012) a. Diet & Olahraga Pada kebanyakan pasien DM tipe 2, pengaturan pola nutrisi dan olahraga merupakan kunci atau satu-satunya intervensi terapeutik yang dibutuhkan untuk mengembalikan kontrol metabolik (Goldman & Bennet, 2000). Pola nutrisi yang seimbang merupakan unsur dasar pada terapi diabetes. Setengah dari pasien diabetes gagal mengatur pola makannya. Pada pasien DM tipe 2 membatasi asupan karbohidrat dan mengganti sejumlah kalori dengan lemak tidak jenuh tunggal, seperti minyak zaitun, minyak canola, atau minyak kacang dan alpukat dapat menurunkan TG dan meningkatkan kolesterol HDL. Pada pasien dengan Universitas Sumatera Utara 21 obesitas dan DM tipe 2, mengurangi berat badan dengan restriksi kalori merupakan tujuan penting pengaturan makanan (Gardner & Shoback, 2007). Olahraga memiliki sejumlah keuntungan positif termasuk mengurangi resiko kardiovaskular (Goldman & Bennet, 2000; Harrison, 2005), mengurangi tekanan darah, mempertahankan massa otot, mengurangi lemak tubuh, dan menurunkan berat badan (Harrison, 2005). Olahraga yang teratur pada DM tipe 2 menurunkan kadar VLDL dan meningkatkan kadar HDL dan aktivitas fibrinolitik pada DM tipe 2 (Goldman & Bennet, 2000). b. Obat Anti Diabetes Oral Sejumlah kelas obat tersedia untuk pengobatan DM tipe 2. Obat-obatan ini umumnya efektif pada pasien yang diet dan olahraganya gagal mencapai tujuan pengobatan (Goldman & Bennet, 2000). Klasifikasi obat tersebut adalah sebagai berikut (Gardner & Shoback, 2007): 1. Obat yang bekerja pada kompleks reseptor sulfonilurea, antara lain: sulfonylurea (glibenclamid dan glydiazinamide), analog meglitinide (rapiglinide dan mitiglinide), derivat δ-phenylalanine (nateglinide) 2. Obat yang bekerja pada jaringan target insulin antara lain: metformin, agonis peroxisome proliferator-activated receptor (rosiglitazone dan pioglitazone) 3. Obat yang mempengaruhi penyerapan glukosa, yaitu penghambat αglukosidase (acarbose dan miglitol) 4. Incretin, antara lain agonis reseptor GLP-1 (exanetide dan liraglutide), penghambat DPP-4 (sitagliptin, saxagliptin, dan vildagliptin) Universitas Sumatera Utara 22 Gambar 2.3. Tempat kerja obat oral yang diindikasikan. Tanda (-) menunjukkan hambatan dan tanda (+) menunjukkan stimulasi (Defronzo 1999). c. Terapi Insulin Insulin diindikasikan pada pasien DM tipe 1 juga pasien DM tipe 2 yang kondisi hiperglikemianya tidak berespon terhadap diet, olahraga dan obat anti diabetes oral (Gardner & Shoback, 2007). Insulin tidak boleh digunakan sebagai terapi lini pertama pada pasien tidak patuh yang enggan memonitor KGD-nya ataupun pada pasien yang beresiko tinggi terjadi hipoglikemia (Goldman & Bennet, 2000). 2.2 Pankreas 2.2.1 Anatomi Pankreas merupakan kelenjar aksesoris pencernaan yang memanjang, terletak retroperitoneal dan secara transversal melewati dinding belakang abdomen, posterior dari gaster, terletak antara duodenum, di kanan, dan lien, di kiri. Pankreas menghasilkan sekresi eksokrin yang memasuki duodenum, dan sekresi endokrin yang masuk kedalam darah (Moore & Agur, 2007). Pankreas dibagi menjadi 4 bagian: caput, collum, corpus dan cauda. Caput pankreas, bagian Universitas Sumatera Utara 23 terluas dari kelenjar ini dilingkupi oleh kurva C duodenum. Bagian inferior dari caput pankreas, processus uncinatus, meluas dari posterior ke superior vena mesenterica superior. Collum pankreas terletak di anterior dari arteri dan vena mesenterica superior, di bagian posterior dari collum pankreas vena mesenterica superior dan vena lienalis menyatu untuk membentuk vena porta. Corpus pankreas merupakan sambungan dari collum dan terletak di sebelah kiri dari vena dan arteri mesenterica superior. Sementara cauda pankreas sangat dekat dengan hilum lienalis dan flexura colica sinistra. Cauda ini relatif mobile dan lewat diantara lapisan ligamentum splenorenal dan arteri-vena lienalis. (Drake et al., 2007; Moore & Agur 2007). Gambar 2.4. Posisi Anatomis Pankreas (Drake et al., 2007) Pankreas secara makroskopis berlobus-lobus dan berada dalam pembungkus yang tipis; lobus pankreas ini terdiri dari alveoli sel sekretori serosa yang mengalirkan sekresinya melalui duktulus kedalam duktus mayor. Diantara alveoli Universitas Sumatera Utara 24 inilah terdapat pulau Langerhans yang mensekresikan insulin. Ductus pancreaticus mayor (Wirsung) berjalan di sepanjang kelenjar ini dan biasanya bermuara ke ampula Vater bersama dengan ductus biliaris communis; kadang terpisah. Ductus pancreaticus accesorius (Santorini) berjalan di bagian bawah caput pankreas didepan ductus pancreaticus mayor, saling berhubungan dan kemudian bermuara ke duodenum di bagian atas ampula Vater. Kadang-kadang ductus pancreaticus accesorius ini tidak ada (Ellis, 2006). Gambar 2.5. Ductulus pankreas dan muaranya (Drake et al., 2007) 2.2.2 Histologi Sekelompok sel endokrin ditemukan di lautan sel eksokrin pankreas. Merupakan sekelompok epitel bervaskular, yang disebut dengan pulau Langerhans; pertama kali ditemukan oleh Paul Langerhans, 1847-1888. Sel eksokrin pankreas dan sel pulau Langerhans memiliki struktur yang berbeda dan diwarnai berbeda (Kuehnel, 2003). Bagian endokrin pankreas terdiri atas 1-2 juta pulau Langerhans. Pulau Langerhans yang berbentuk bulat atau oval berisi sel-sel kelenjar yang dikelilingi sejumlah kapiler (Faller et al., 2004) untuk mengalirkan Universitas Sumatera Utara 25 hormon kedalam darah (Kuehnel, 2003). Hormon penting disekresikan dari pulau Langerhans, insulin oleh sel β, glukagon oleh sel α dan somatostatin oleh sel δ (Faller et al., 2004). Gambar 2.6. Sel β, sel α dan sel δ pada pewarnaan imunoperoksidase (Kumar et al., 2010) 2.2.3 Insulin Insulin sendiri didefinisikan sebagai hormon peptida yang disekresikan oleh sel β dari pulau Langerhans pankreas dan mempertahankan kadar gula darah normal dengan cara memudahkan penyimpanan glukosa seluler, pengaturan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan mendukung pembelahan dan pertumbuhan sel melalui efek mitogeniknya. Pelepasan insulin dipicu oleh peningkatan kadar glukosa didalam darah (Wilcox, 2005). Insulin pertama kali diisolasi dari pankreas pada tahun 1922 oleh Banting dan Best. Dalam sejarahnya, insulin telah dihubungkan dengan gula darah, insulin memiliki efek yang sangat besar pada metabolisme karbohidrat. Insulin memiliki pengaruh terhadap metabolisme protein dan lemak hampir sama besarnya dengan pengaruh insulin terhadap metabolisme karbohidrat itu sendiri. Insulin merupakan protein yang kecil dengan berat molekul 5805. Terdiri dari 2 rantai asam amino yang terhubung Universitas Sumatera Utara 26 satu sama lain oleh jembatan disulfida. Jika kedua rantai asam amino terpisah, aktivitas fungsional molekul insulin hilang (Guyton & Hall, 2006). Gambar 2.7. A. Struktur insulin; B. Insulin 3 Dimensi (Koolman & Röhm, 2005) 2.3 Streptozotocin (STZ) Streptozotocin (STZ) adalah agen antimikroba yang berasal dari mikroorganisme Streptomyces achromogenes. STZ telah digunakan sebagai agen alkilasi kemoterapi untuk pengobatan tumor sel pulau Langerhans metastasis dan untuk pengobatan keganasan lainnya. Pada tahun 1963 Rakieten melaporkan bahwa STZ merupakan diabetogenik. Sejak itu STZ telah digunakan sebagai zat penginduksi DM di laboratorium hewan (Lenzen, 2007). Pada pemberian STZ, tanda-tanda DM terjadi seperti meningkatnya asupan makanan dan air, berat badan tidak bertambah, dan meningkatnya KGD. Pada hewan coba juga ditemukan adanya disfungsi cardiac diastole, katarak dan neuropati, namun tidak ditemukan adanya aterosklerosis dan tikus tetap normotensif (Wei et al., 2003). Pemberian STZ juga memperlihatkan terjadinya pengurangan protein GLUT2 dan ekspresi mRNA yang terjadi selama perlakuan dalam masa prediabetik. Universitas Sumatera Utara 27 Pengurangan GLUT2 tergantung dosis dan rentang waktu pemberian (Z. Wang & Gleichmann, 1998). Pada pengamatan mikroskopis mencit yang diinduksi dengan STZ terlihat abnormalitas pankreas secara histomorfologi (Tian et al., 2010). Dimana pulau Langerhans berbentuk tidak teratur, terdapat perubahan nekrotik pada sel endokrin pulau Langerhans, berkurangnya area sel beta (Smirnov et al., 2012) dan juga amiloidosis pulau Langerhans pankreas juga diamati. Jumlah sel endokrin pankreas berkurang. Infiltrat limfositik interstisial yang terlokalisasi juga diamati pada perifer pulau Langerhans mencit yang DM (Tian et al., 2010). Pada penelitian lain yang membuktikan efek STZ terhadap parameter biokimia memperlihatkan terjadinya peningkatan KGD, AST dan ALT secara signifikan (Ragbetli & Ebubekir, 2010). Pada penelitian yang menggunakan kombinasi STZ dan nikotinamid memperlihatkan perubahan histopatologi yang ditandai dengan hilangnya sejumlah sel β pankreas dari jaringan hewan coba yang diberi STZ tunggal, sementara pemberian STZ yang dikombinasi dengan nikotinamid, kerusakan morfologinya dapat dicegah, menunjukkan efek protektif nikotinamid terhadap sel β pankreas. Pada uji protein yang terkait dengan sinyal insulin memperlihatkan ekspresi IRS-1, IRS-2 dan PI3K di hepar hewan coba yang diberi STZ tunggal terlihat penurunan hingga 10–40% (Nakamura et al., 2006). Sebuah penelitian lain menggunakan high fat diet (HFD) bersama dengan STZ dosis rendah menginduksi kadar ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme energi pada pengaturan metabolisme utama jaringan (H. J. Wang et al., 2007). Pada penelitian lain yang menggunakan kombinasi HFD/STZ menilai kadar malondialdehyde (MDA) pada hepar dengan pemberian ekstrak bawang kupas yang mengandung quarcetin, memperlihatkan penekanan kadar MDA menurun Universitas Sumatera Utara 28 pada kelompok yang mendapat ekstrak bawang kupas dibandingkan dengan kelompok yang mendapat HFD/STZ (Jung et al., 2011). 2.4 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Sebagai salah satu sumber hayati, jamur (mushroom) diketahui hidup liar di alam. Selama ini jamur banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, selain juga ada yang memanfaatkannya untuk obat. Selain dikonsumsi, ada banyak jenis jamur yang diketahui berkhasiat obat, terutama di negara Cina dan Jepang. Dalam ramuan tradisional Cina dapat ditemukan jamur Cordyceps sinensis, Ganoderma aplanatum, atau Ganoderma lucidum (Gunawan, 2008). Beberapa jamur banyak digunakan sebagai obat karena memiliki efek antitumor, anti jamur dan antikolesterol (Chirinang & Intarapichet, 2009). Jamur, secara alami tumbuh di alam (Bhatti et al., 2007; Iwalokun & Usen, 2007). Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah dari sekian banyak jamur yang mudah dipanen. Jamur ini juga mudah untuk tumbuh di sejumlah media yang berbeda (Abrefah et al. 2011). Pleurotus ostreatus memiliki khasiat anti-hiperkolesterolemik (Alam et al., 2011; Schneider et al., 2011), antiaging (Jayakumar et al., 2010), anti katarak (Isai et al., 2009), anti hipertensi (Choudhury & Rahman, 2013), anti hiperglikemi (Krishna et al., 2009; Choudhury & Rahman, 2013) dan antioksidan (Jayakumar et al., 2006; Alam et al., 2010; Vamanu et al., 2011; Kim et al., 2009). Dalam sebuah penelitian DM yang menggunakan hewan coba, ekstrak PO ternyata mampu meregenerasi sel-sel pulau Langerhans yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pulau Langerhans dan juga meningkatnya berat pankreas setelah pemberian ekstrak PO (Ikrimah & Permatasari, 2012). Universitas Sumatera Utara 29 2.4.1 Efek Hipoglikemik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pleurotus ostreatus (PO) memiliki efek hipoglikemik (Krishna et al., 2009). PO meningkatkan glikogen hepar yang mungkin disebabkan oleh peningkatan laju glikogenesis (Choudhury & Rahman, 2013). Polisakarida yang diekstraksi dari badan buah Pleurotus spp memiliki efek peningkatan glutathion peroxidase yang memiliki efek anti-hiperglikemi (Patel et al., 2012). Pada sebuah penelitian DM menggunakan tikus, pemberian ekstrak PO menyebabkan berkurangnya perubahan genetik (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa dari fragmen DNA dan kelainan kromosom). Hal ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya kondisi hiperglikemia dengan pemberian PO sehingga secara bertahap mengurangi potensi pembentukan ROS dan memungkinkan perbaikan bagi kelainan genetik (fragmentasi DNA, hilangnya sejumlah pasangan basa dari fragmen DNA dan kelainan kromosom) (Ghaly et al., 2011).. 2.4.2 Efek Antioksidan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas bisa saja berhubungan dengan aging dan penyakit, seperti aterosklerosis, diabetes, kanker, dan sirosis. Meskipun seluruh organisme memperlihatkan sistem pertahanan dan perbaikan antioksidan yang terlibat dalam perlindungan diri melawan kerusakan oksidatif, sistem ini tidak cukup untuk mencegah kerusakan secara keseluruhan. Namun, suplemen antioksidan ataupun makanan yang mengandung antioksidan bisa membantu tubuh manusia mengurangi kerusakan oksidatif (Alam et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Chirinang 2009, PO memiliki kandungan serat 45,5% dan lipid < 1%. Senyawa polifenol merupakan senyawa antioksidan utama yang ditemukan pada PO (Iwalokun & Usen, 2007; Chirinang & Intarapichet, Universitas Sumatera Utara 30 2009). PO juga memiliki kemampuan untuk menangkal radikal bebas yang diuji dengan DPPH (diphenyl-picrylhydralazyl) (Chirinang & Intarapichet, 2009). Kemampuan menangkal radikal bebas PO jauh lebih tinggi dibandingkan dengan spesies Pleurotus lain dan juga dibandingkan dengan antioksidan lainnya (Neldawati, 2006; Neelam & Singh, 2013), semisal α-tocoferol (Neelam & Singh, 2013). Konsentrasi senyawa polifenol paling banyak yang terdapat dalam PO adalah protocatechuic acid (PCA) (Alam et al., 2010; Reis et al., 2012), diikuti oleh gallic acid dan chlorogenic acid (CGA). Senyawa polifenol sebagai antioksidan menghambat aktivitas penangkalan-radikal bebas secara luas sebagai donor hidrogen atau sebagai alat donor-elektron, juga sebagai pengikat ion logam. Gallic acid merupakan merupakan penghambat aktivitas tirosinase yang efektif (Alam et al., 2010). Uji penangkalan aktivitas DPPH oleh protocatechuic acid (PCA) memperlihatkan efek antioksidan dengan cara mendonorkan atom hidrogen untuk membentuk molekul DPPH-H yang stabil. Pada uji aktivitas penangkalan radikal hidroksil (OH) dan anion superoksida (O2-), PCA menghambat pembentukan kedua radikal bebas yang paling penting didalam sel hidup, dimana kedua radikal bebas ini meningkat seiring dengan proses metabolisme dalam tubuh (Li et al., 2011). PCA juga menghambat jalur sinyal Akt/NF-κB/PKCε (Lin et al., 2011), dimana jalur tersebut terlibat dalam mekanisme molekuler resistensi insulin (Saini, 2010). Sebuah studi memperlihatkan efek CGA dalam menurunkan kadar gula darah puasa hewan coba, dan merangsang trasnpor glukosa kedalam otot dan mempengaruhi GLUT4 dengan cara aktivasi AMPK (Ong et al., 2012). Pada sebuah studi dapat dilihat bahwa PO memperlihatkan penurunan aktivitas sitokin Universitas Sumatera Utara 31 proinflamasi TNFα, IL-1 dan IL-6 pada serum tikus yang arthritis, menurunkan oxidative stress dan menekan tanda-tanda inflamasi dan arthritis pada tikus (Rovenský et al., 2011). Badan buah PO memiliki konsentrasi antioksidan lebih tinggi dibandingkan jamur komersial lainnya. Hal ini disebabkan adanya polisakarida pleuran (β glucan) yang dapat diisolasi dari PO (Patel et al., 2012). Badan buah PO memiliki β-1,3-1,6-glucan dan α-1,3-glucan yang merupakan komponen utama dinding sel (Synytsya et al., 2009). Glucan adalah polimer glukosa, yang diklasifikasikan sesuai dengan rantai penghubung α- atau β-. β-glucan adalah kelompok polisakarida non-pati heterogen, yang terdiri atas monomer D-glukosa yang terhubung dengan ikatan β-glycosidic. Struktur makromolekul β-glucan bergantung pada sumber dan metode isolasi. Glucan yang paling sederhana adalah β-1,3-D-glucan (Khoury et al., 2012). β glucan berperan penting melawan resistensi insulin, dengan cara mengaktifkan PPARγ sehingga meningkatkan GLUT4 di adiposit (Khoury et al., 2012). Aktivitas PPARγ di jaringan adiposa diantaranya adalah meningkatkan simpanan lemak di jaringan adiposa dan menghambat produksi adipokin dan sitokin proinflamasi oleh jaringan adiposa (Gardner & Shoback, 2007). β-glucan yang diisolasi dari PO memperlihatkan efek protektif terhadap kolon tikus kolitis ulseratif yang diinduksi asam asetat. Dan telah sama-sama kita ketahui bahwa pasien dengan kolitis ulseratif, terjadi peningkatan reactive oxygen species (ROS) pada mukosa kolon (Nosál’ová et al., 2001). Polisakarida β-glucan yang terdapat dalam jamur, secara khusus, dapat mengembalikan fungsi jaringan pankreas menyebabkan peningkatan keluaran insulin oleh sel β fungsional, yang Universitas Sumatera Utara 32 menurunkan kadar gula darah dan juga menunjukkan perbaikan sensitivitas sel perifer terhadap insulin sirkulasi. Konsumsi jamur ini juga menurunkan kadar lipid seperti kolesterol total, trigliserida total, dan LDL, dan meningkatkan HDL. Lebih jauh lagi, jamur memiliki senyawa alami mirip-insulin dan enzim yang membantu pemecahan glukosa dalam makanan dan memperbaiki resistensi insulin. (Silva et al., 2012). 2.4.3 Morfologi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Semua jamur tiram masuk kedalam kelas Basidiomycetes, subkelas Hollobasidiomycetidae, ordo Agricales, famili Pleurotaceae (Jonathan & Oko, 2012). Ciri-ciri jamur tiram putih: mempunyai tudung, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat, atau cokelat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa); tepi menggelung ke dalam, pada jamur muda sering kali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak merangsang. Jejak spora putih sampai ungu muda atau keabu-abuan keunguan berukuran 7-9 x 3-4 mikron. (Gunawan, 2008). 1. Batang Batang jamur tiram setinggi 5 – 10 cm. Batang ini menopang tudung, namun ‘pertemuan’ tudung-batang tidak pada pusat lingkaran tudung, melainkan bergeser beberapa cm. Spora terdapat di permukaan dan didalam batang. Bagian dalam batang sering dimanfaatkan untuk perbanyakan karena spora lebih steril. Universitas Sumatera Utara 33 2. Tudung Tudung membulat, lonjong dan agak cekung sehingga mirip cangkang tiram. Lebar tudung 4 – 14 cm, bahkan ada yang 25 cm. 3. Gill Di bagian bawah tudung terdapat sekat-sekat yang disebut gill. Sekat-sekat panjang itu mulai dari batang. Setelah mencapai tudung, sekat bercabang dua. Di sekat-sekat ini juga terdapat jutaan spora. 4. Spora Alat generatif ini memenuhi hampir sekujur tubuh buah. Ukurannya sangat kecil. Spora inilah yang berkembang menjadi hifa dan kemudian menjadi miselium (Syariefa et al., 2010). Gambar 2.8. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Gunawan, 2008) Universitas Sumatera Utara 34 2.5 Kerangka Teori STZ dosis rendah Nekrosis dan apoptosis sel β pankreas HFD Peningkatan produksi ROS Menumpuk di jaringan adiposa Pelepasan Adipokin Ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) Kandungan utama : - Polifenol - Pleuran Hiperglikemia Resistensi Insulin Keterangan : : menghambat Gambar 2.9. Skema Kerangka Teori Universitas Sumatera Utara