Efek probiotik indigenus pada profil

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya prevalensi penyakit diare terutama pada anak-anak terjadi hampir
di seluruh negara, termasuk Indonesia. Data dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (LITBANGKES) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, menunjukkan bahwa secara umum kejadian diare di Indonesia rata-rata
setiap
tahun
adalah
sebesar
2.5%
dari
semua
kelompok
umur.
Tingginya kejadian penyakit tersebut antara lain disebabkan oleh buruknya
higiene makanan dan buruknya sanitasi lingkungan.
Paparan agen patogen di saluran pencernaan dapat menyebabkan berbagai
jenis penyakit, salah satunya diare (Schiller dan Sellin 2006). Diare merupakan
salah satu penyakit gastroenteritis. Diare juga merupakan salah satu penyakit
menular berbasis lingkungan yang penting di Indonesia (LITBANGKES 2008).
Salah satu penyebab utama diare pada anak-anak di Indonesia adalah
enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) dengan prevalensi kejadiannya 55%
dari jumlah anak penderita diare (Budiarti 1997).
Mikroflora saluran pencernaan mempunyai peran dalam kesehatan dan
penyakit. Saluran pencernaan manusia ataupun hewan diperkirakan mengandung
flora normal sampai 1012 bakteri per gram isi saluran pencernaan dan setidaknya
terdiri atas 500 spesies yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat
(Gobarch 2001).
Dewasa ini, bakteri asam laktat (BAL) telah banyak dimanfaatkan oleh
industri pangan dalam menciptakan produk pangan fungsional untuk memelihara
kesehatan saluran pencernaan manusia, misalnya sebagai probiotik. Probiotik
adalah mikroorganisme hidup yang apabila diberikan pada jumlah yang tepat
dapat bermanfaat bagi kesehatan saluran pencernaan (Reid et al. 2003). Probiotik
telah banyak dimanfaatkan dalam penanggulangan berbagai penyakit infeksi
saluran pencernaan di negara-negara maju, seperti menanggulangi diare pada anakanak.
Arief et al. (2008) telah berhasil mengisolasi 10 bakteri asam laktat isolat
lokal yang diambil dari daging sapi peranakan Ongol yang dijual di beberapa
2
pasar tradisional di daerah Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 10 bakteri asam laktat ini
telah diuji secara in vitro mempunyai sifat sebagai probiotik. Selanjutnya, hasil
penelitian Astawan et al. (2009) telah menemukan dua bakteri terbaik di antara 10
bakteri asam laktat tersebut, yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus
fermentum. Penemuan bakteri asam laktat isolat lokal sangat penting bagi
Indonesia untuk menghasilkan pangan fungsional dan pakan hewan yang sesuai
dengan kondisi lingkungan Indonesia.
Penelitian lebih lanjut terhadap isolat lokal ini diperlukan untuk menguji
potensi BAL ini sebagai antidiare pada kondisi usus halus yang dipapar
enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) serta melihat efektivitas probiotik ini
dalam meningkatkan kandungan enzim antioksidan intraseluler pada jaringan
akibat terbentuknya radikal bebas sebagai konsekuensi terjadinya diare.
Kegagalan sistem pertahanan mukosa usus dalam memproduksi musin
(sebagai pelumas, barier, dan menghasilkan senyawa antibakteri) dan membentuk
mikrovili (yang mendorong musin dan bakteri keluar dari membran mukosa)
dalam mencegah adhesi EPEC akan mengawali infeksi EPEC. Kegagalan
mekanisme pertahanan tersebut menyebabkan perlekatan bakteri pada permukaan
sel usus inang. Bakteri EPEC melekatkan diri pada mukosa usus halus dan
membentuk koloni pada permukaan sel epitel usus yang terpapar, kemudian
melakukan invasi menembus sel mukosa usus halus. Perlekatan kuat antara sel
bakteri dan sel epitel usus inang akan menyebabkan kerusakan pada aktin dan
mikrovili
sel-sel
mukosa
inang,
sehingga
kemampuan
mukosa
untuk
mengabsorbsi air hilang. Hal tersebut menyebabkan terjadinya diare (Khutton
et al. 1989).
Lesio yang terjadi pada sel epitel usus yang terinfeksi mengakibatkan
kerusakan struktur sitoskeletal sel dan membentuk formasi yang dikenal dengan
pedestal actin formation di bawah perlekatan EPEC pada epitel usus (Campellone
2003; Smith et al. 2010). Sel epitel yang rusak dan EPEC akan difagosit oleh
makrofag (Tizard 2000). Makrofag merupakan salah satu sel radang yang
berperan dalam proses fagositosis di jaringan (Nishikawa et al. 2000; Forman dan
Martine 2001). Makrofag menghasilkan dan melepaskan molekul mikrobisidal
berupa radikal bebas dalam peristiwa fagositosis (Roitt 2002). Radikal bebas yang
3
terbentuk ini terakumulasi dan saat antioksidan tidak mampu menetralisir, maka
terjadilah kondisi stres oksidatif (Halliwell dan Gutteridge 1999).
Stres oksidatif adalah suatu kondisi terjadinya ketidakseimbangan antara
radikal bebas yang terdapat dalam tubuh, dimana keberadaan radikal-radikal
bebas dalam tubuh melampaui kapasitas antioksidan tubuh. Radikal bebas (free
radical) didefinisikan sebagai molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron
tanpa pasangan pada orbit terluarnya. Antioksidan merupakan suatu zat yang
dapat menetralisir radikal bebas. Antioksidan dibedakan atas antioksidan eksogen
yang diperoleh dari bahan makanan seperti askorbat, tokoferol, karoten, dan lainlain serta antioksidan endogen yang terdiri dari enzim-enzim yang disintesis tubuh
seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase
(Devasagayam et al. 2004). Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim
antioksidan endogen yang menjadi lini pertahanan pertama antioksidan tubuh
dalam melindungi sel dari radikal bebas (Fridovich 1995).
Oleh karena itu, menjaga keseimbangan mikroflora usus sangat penting.
Mengonsumsi probiotik melalui produk-produk pangan merupakan salah satu cara
ideal menjaga keseimbangan mikroflora usus, dan lebih baik lagi jika mikroba
probiotik tersebut berasal dari wilayah lokal atau bersifat indigenus yang lebih
adaptif dengan lingkungan. Saat keseimbangan mikroflora usus terganggu,
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan juga akan terganggu dan
dampaknya adalah terjadi stress oksidatif.
Sejauh ini belum banyak laporan secara in vivo tentang efek probiotik
terhadap status antioksidan tubuh. Penelitian ini difokuskan pada pengamatan
kandungan enzim antioksidan superoksida dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan
hati tikus percobaan yang diberi perlakuan probiotik Lactobacillus plantarum dan
Lactobacillus fermentum serta intervensi enteropathogenic Escherichia coli
(EPEC). Organ hati dipilih sebagai tempat diamatinya perubahan kandungan
Cu,Zn-SOD karena kandungan enzim ini di hati lebih tinggi 10 kali lipat per gram
berat basah dibandingkan keberadaannya pada organ lain di dalam tubuh (Slot
et al. 1986).
4
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisa efek pemberian probiotik bakteri asam
laktat (Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum) pada profil
imunohistokimia antioksidan copper, zinc-superoksida dismutase (Cu,Zn-SOD)
pada jaringan hati tikus yang dipapar bakteri enteropathogenic E. coli (EPEC).
Download