geografi regional indonesia

advertisement
DIKTAT KULIAH
GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA
Disusun Oleh:
Bambang Syaeful Hadi, M.Si
JURUASAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2008
2
BAB I
PENGANTAR
A. Region
Dalam berbagai kesempatan baik secara resmi ataupun tidak resmi
sering kali orang mengucapkan kata region, daerah, wilayah, space, dan
area. Keempat kata tersebut secara bahasa merupakan sinonim, tetapi
mempunyai penerapan yang berbeda yakni menyesuaikan dengan
konteksnya. Istilah yang sering dipakai dalam terminology berbagai dsiplin
ilmu terutama ilmu kebumian dan teknik perencanaan, seperti ilmu
geografi, geodesi, planologi dan lain-lain adalah region dan spasial. Dalam
bahasa Inggris Anglosaxon, lebih banyak digunakan istilah region,
sedangkan istilah spasial (space) yang berbentuk kata sifat kini popular
bersamaan munculnya berbagai teknik analisis keruangan (spatial analysis)
dengan menggunakan berbagai perangkat lunak.
Region adalah suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri keseragaman
gejala internal (internal uniformity) atau fungsi yang membedakan wilayah
tersebut dengan wilayah lain. Ciri-ciri keseragaman tersebut dapat berupa
kenampakan sosial maupun kenampakan fisik. Kenampakan sosial antara
lain
berupa
kegiatan
perekonomian/mata
pencaharian,
bentuk
pemerintahan, bentuk kebudayaan, atau kenampakan fisik, yang dapat
berupa keseragaman iklim, kesamaan topografi (dataran, pegunungan,
lembah, dan lain-lain), kesamaan lokasi geografis, dan lain-lain.
Region yang penentuannya didasarkan pada keseragaman gejala
internal sebagaimana tersebut di atas disebut dengan formal region.
Sementara region juga dapat dilihat sebagai bagian dari suatu sistem, dalam
arti bahwa suatu region berhubungan dengan region lainnya sebagai suatu
sistem, dalam hal ini region disebut sebagai functional region. Sebagai
contoh functional region, suatu region dapat berfungsi sebagai pusat
3
perkotaan dan berhubungan dengan region lainnya yang berfungsi sebagai
perdesaan. Jadi kota menjadi pusat perdagangan dan desa sebagai pensuplai
bahan mentah/komoditi yang diperdagangkan (Suparmat, 1989).
Untuk melakukan regionalisasi suatu bagian permukaan bumi dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, yakni dengan menggunakan aspek
tertentu yang dimiliki secara bersama-sama oleh bagian-bagian permukaan
bumi tersebut, sehingga antar bagian permukaan bumi tersebut menjadi
relatif homogin. Secara umum regionalisasi bagian-bagian permukaan bumi
ini dapat dilakukan dengan menggunakan 4 dasar, yakni: river basin,
similarity, functionality, dan adhoc. Sementara dalam ilmu wilayah dikenal
beberapa paradigma wilayah yang dapat digunakan untuk pewilayahan, dan
dapat dijadikan dasar bagi pengaturan dalam undang-undang penataan
ruang, yakni: Daerah aliran sungai, Wilayah homogin, Wilayah nodal,
Wilayah metropolitan, Wilayah pengelolaan (Son Diamar dalam Jakub Rais,
2004).
1. River Basin
A river basin is the land that water flows across or under on its way to
a river. As a bathtub catches all the water that falls within its sides, a river
basin sends all the water falling on the surrounding land into a central
river and out to an estuary or the sea. A river basin drains all the land
around a major river. Basins can be divided into watersheds, or areas of
land around a smaller river, stream or lake. The landscape is made up of
many inter-connected basins, or watersheds. Within each watershed, all
water runs to the lowest point—a stream, river, lake or ocean. On its way,
water travels over the surface and across farm fields, forestland, suburban
lawns and city streets, or it seeps into the soil and travels as
groundwater. Large river basins such as the Neuse and Cape Fear are
made up of many smaller watersheds (www.ncwildlife.org).
Regionalisasi berdasrkan azas river basin adalah penentuan suatu
permukaan bumi sebagai suatu region berdasarkan satuan lahan aerah
aliran sungai (DAS) atau watershed. River basin adalah daerah yang
menjadi tempat presipitasi air hujan yang dibatasi oleh igir-igir, sehingga
4
air huja terkonsentrasi
melalui berbagai anak sungai menuju sungai
utama yang merupakan satu outlet menuju ke laut. DAS merupakan
satuan ekosistem yang kompleks dan luasnya dapat melebihi luas
wilayah administrative kabupaten, meskipun mungkin tidak selalu
demikian tetapi pada umumnya DAS lebih luas dari wilayah
administrative kabupaten. DAS secara garsis besar dibagi menjadi 3,
yakni DAS berbentuk bulu burung, menyebar, dan sejajar (lihat gambar
1). Bentuk-bentuk DAS dapat dilihat pada gambar Dalam DAS terdapat
berbagai komponen fisik, biotic, tutupan/ penggunaan lahan yang
berbeda karakteristiknya antara bagian hulu, tengah dan hilir. Semua
permukaan daratan ini merupakan bagian dari DAS-DAS. DAS biasanya
dinamakan sesuai dengan nama sungai utamanya. Untuk keperluan
pembangunan regional, azas inilah yang paling tepat diabandingkan
dengan azas lainnya karena pembangunan yang memperhatikan
karakteristik DAS ini akan selaras dengan lingkungan dan berarti dapat
meminimalkan dampak negatif.
5
1 a. Tipe DAS Menyebar
1 b. Tipe DAS Bulu Burung
1 c. Bentuk DAS Sejajar
Gambar 1. Bentuk-bentuk DAS sebagai dasar regionalisasi
6
2. Similarity
Azas similarity atau azas kesamaan, ada yang menyebutnya sebagai
azas homoginity adalah suatu dasar untuk menentukan bahwa suatu
bagian permukaan bumi dinyatakan sebagai suatu region karena
memiliki karakteristik yang homogin atau kesamaan tertentu baik secara
fisik maupun budaya (kultur). Secara fisik aspek yang menjadi ciri khas
kesamaan dapat berupa letak geografis, fisiografis (bentuk lahan, jenis
tanah, geologis), klimatologis, keterkaitan dengan kondisi fisiografis
dengan daerah lain. Kesamaan secara kultur dapat berupa mata
pencaharian, adat istiadat, latar belakang sejarah, ideologis, tingkat
peradaban, dan lain-lain. Kedua aspek similaritas ini dapat berlaku secara
sendiri-sendiri dan dapat pula secara komplementar. Region yang
terwujud karena similaritas komplementer biasanya soliditasnya lebih
kuat. Kesamaan secara fisik saja tidak cukup untuk dianggap sebagai
region yang solid, karena banyak bukti menunjukkan banyak wilayahwilayah di permukaan bumi ini yang secara fisik sebagai satu region
tetapi defacto menjadi tidak satu region.
3. Functionality
Suatu bagian permukaan bumi dapat dinyatakan sebagai sebuah
region karena memiliki kesamaan fungsi. Suatu daerah memiliki fungsi
tertentu bila dikaitkan dengan daerah lainnya. Fungsi tersebut muncul
karena adanya perbedaan potensi fisik, budaya atau perpaduan antara
fisik dan budaya. Suatu daerah dapat dinyatakan sebagai penghasil
tembakau, pengimpor beras, pengekspor minyak, dan lain-lain. Di
daerah perkotaan ada daerah yang disebut pusat kota, pusat bisnis, dan
lain-lain. Penamaan tersebut karena secara sistemik, terdapat daerah
yang menghasilkan suatu komoditi dan ada daerah yang mengkonsumsi
komoditi. Demikian pula bagian dari wilayah kota, ada yang tidak
menjadi pusat, ada daerah kota yang tidak berfungsi sebagai pusat bisnis
7
dan sebaliknya. Termasuk dalam penamaan kota dan desa, keduanya
dapat dianggap mempunyai fungsi yang berbeda, sehingga keduanya
menjadi region sendiri-sendiri dalam satu sistem.
4. Adhoc
Adalah penentuan region berdasarkan salah satu kesamaan
karakter yang dimiliki oleh bagian tertentu dari permukaan bumi yang
bersifat relative/tidak tetap atau sementara, karena ada peristiwa
tertentu atau untuk tujuan tertentu.. Suatu daerah dapat dianggap
sebagai satu region oleh hanya satu atau lebih kesamaan bahkan
kesamaan tersebut dapat diciptakan untuk maksud tertentu. Contoh
regionalisasi berdasar azas adhoc adalah region endemic flu burung,
region A dan B yang berbeda secara administrative dapat menjadi satu
region karena keduanya sama-sama terjangkit flu burung. Contoh
lainnya adalah region pemilihan dalam pemilihan umum. Penentuan
suatu daerah pemilihan ditentukan atas dasar kepentingan kemudahan
koordinasi dan manajemen pemilu. Setelah pemilu selesai regionalisasi
tersebut selesai. Hanya saja regioanlisasi secara adhoc ini tidak
selamanya bersifat sementara seperti dalam contoh penentuan daerah
pemilu, tetapi dapat bersifat tetap meskipun aspek yang menjadi dasar
regionalisasi hanya bersifat relative.
5. Nodal
Suatu wilayah/region dapat diidentifikasi sebagai suatu satuan
wilayah yang terbentuk karena adanya jaringan interaksi antar pusatpusat kegiatan, dalam hal produksi, distribusi, dan pelayanan. Dalam
konsep geografi, nodal biasa digunakan untuk menggambarkan system
kota-kota atau system pusat-pusat permukiman. Dalam system ini,
pusat-pusat kegiatan mempunyai hierarkhi, orde, atau eselon (Son
Diamar dalam Jacub Rais, 2004).
8
Berdasarkan konsepsi wilayah nodal tersebut, maka dapat saja
terjadi
suatu
region
nodal
mencakup
sua
atau
lebih
daerah
kabupaten/propinsi, misalnya salah satu propinsi ditentukan sebagai
orde I, sedangkan dua propinsi lainnya menjadi sub-ordinatnya, yakni
pusat orde II.
6. Metropolitan
Metro (mater, mather, induk), jadi suatu wilayah dapat diidentifikasi
sebagai wilayah metropolitan berdasarkan adanya satuan wilayah
perkotaan yang terdiri dari satu atau lebih kota induk beserta beberapa
kota satelit di sekitarnya, yang saling berhubungan membentuk satu
kesatuan social, ekonomi, dan ekologi perkotaan. Contoh wilayah
metropolitan adalah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan
Bekasi), Surabaya Raya yang dikenal dengan sebutan Gerbang
Kertosusilo (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, sidoarjo, dan
Lamongan
7. Pengelolaan
Satuan wilayah ini ditentukan berdasarkan suatu hukum, seperti
undang-undang atau lainnya, menjadi yurisdiksi, dan atau wilayah
“kewenangan” dan tanggung jawab pengelolaan, untuk mencapai tujuan
tertentu. Contohnya adalah wilayah administratif pemerintah daerah
(pemda), wilayah otorita, daerah khusus, dan lain-lain.
8. Dasar lainnya
Regionalisasi atau pewilayahan yang merupakan paradigm baru
diperkenalkan oleh the Habibie Center, Departemen kelautan dan
Perikanan, dan Dewan Maritim Indonesia, yakni paradigma wilayah
benua maritime. Inti paradigm ini memandang wilayah Negara
kepualauan sebagai satu benua, karena dilihat dari sejarah geologinya
berjuta tahun sebelum es mencair menjadi laut, pulau-pulau tersebut
merupakan satu benua yang tidak terpisah-pisah (gondwana). Karena
9
pulau-pulau saat ini telah terpisah, maka penyatunya adalah dasar laut,
sehingga menjadi benua dasar laut yang harus dikelola secara terpadu.
Tetapi karena luasnya benua laut ini, maka wilayah benua maritime
Indonesia dibagi menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil yang
dinamakan wilayah kemaritiman.
Dalam wilayah kemaritiman terdapat berbagai wilayah seperti
DAS, wilayah homogin, wilayah nodal, mungkin beberapa wilayah
metropolitan, yang berinteraksi melalui laut. Dengan paradigm ini, maka
laut bukan sebagai pemisah, tetapi laut sebagai penyatu. Laut
mengintegrasikan antar wilayah darat (Son Diamar dalam Jakub Rais,
2004).
B. Geografi Regional
Geografi Regional merupakan deskripsi yang komprehensif-integratif
aspek fisik dengan aspek manusia dalam relasi keruangannya di suatu
wilayah. Geografi Regional adalah suatu bagian atau keseluruhan bagian
yang didasarkan atas aspek keseluruhan suatu wilayah. Dapat pula
dikatakan bahwa Geografi Regional sebagai suatu studi tentang variasi
penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah teretentu, baik local,
negara, maupun continental. Pada Geografi Regional, seluruh aspek dan
gejala geografi ditinjau dan dideskripsikan secara bertautan dalam
hubungan integrasi, interelasi keruangannya. Melalui interpretasi dan
analisa geografis regional ini, karakteristik suatu wilayah yang khas dapat
ditonjolkan, sehingga perbedaan antar wilayah menjadi kelihatan jelas
(Sumaatmadja, 1988).
Hal yang di bahas di dalam geografi regional sangat luas, karena
seluruh aspek fisiografis dan manusia yang saling berinterelasi, interaksi,
dan interdependensi serta persebarannya menjadi perhatiannya. Aspek fisik
misalnya bentuk lahan, jenis batuan/tanah, iklim, struktur geologi, dan
10
lain-lain yang berkaitan dengan aspek manusia yang berada di atas atau di
sekitarnya, kaitan persebaran sumber daya alam dengan karakteristik
penduduk, sistem mata pencaharian, serta aspek-aspek sosial lainnya.
Berdasarkan struktur keilmuan geografi, maka geografi regional
bukanlah salah satu cabang dari geografi manusia ataupun geografi fisik.
Tetapi geografi regional merupakan bagian dari geografi yang bertugas
untuk menjelaskan secara komprehensif segala keterkaitan (asosiasi, relasi,
interelasi, interakasi, inter- dependensi) unsur fisik dan manusia yang ada
pada suatu region tertentu pada waktu tertentu. Asosiasi dan korelasi gejala
geografi di permukaan bumi secara dinamik, tidak hanya meliputi proses
keruangannya saja, melainkan pula meliputi kronologi berdasarkan urutan
waktunya. Dengan demikian, dalam melakukan pendekatan dan analisa
berdasarkan kerangka kerja geografi regional tidak hanya memperhatikan
faktor ruang, melainkan juga harus memperhatikan waktu sebagai faktor
historiknya.
Melalui pendekatan historic seorang ahli geografi akan dapat
memperhitungkan atau melakukan pendugaan terhadap kemungkinan
perubahan suatu gejala di dalam region. Kompetensi yang diharapkan dari
pembelajaran geografi regional ialah kemampuan mendeskripsikan wilayah
(regional discription), pendugaan wilayah (regional forecasting), analisis dan
sintesis wilayah dan melakukan evaluasi wilayah (regional evaluation)
dengan pendekatan keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah. Hal yang
biasanya
terjadi,
kompetensi
yang
dicapai
hanya
sampai
pada
mendeskripsikan wilayah, sehingga materi geografi regional terkesan
berupa kumpulan diskripsi wilayah yang kering dari makna.
11
C. Geografi Regional Indonesia
Gambar 2. Region Indonesia (belum ada batas dengan region lain)
Berdasarkan pengertian Geografi Regional di atas, dapat dinyatakan
bahwa Indonesia merupakan suatu region. Nama “Indonesia” untuk
kepulauan nusantara pertama kali diperkenalkan oleh JR. Logan pada tahun
1850. Indonesia sebagai bagian dari wilayah di permukaan bumi dianggap
sebagi suatu region berdasarkan kenyataan bahwa antar bagian wialayah
Indonesia mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu, misalnya keamaan
iklim, keamaan letak, kesamaan bahasa dan ideology, kesamaan budaya,
dan yang paling penting secara hukum antar bagian wilayah Indonesia
merupakan satu kesatuan hukum Negara yang berasal dari wilayah bekas
jajahan Hindia Belanda ditambah dua daerah istimewa, Derah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Bila dianalisis
lebih lanjut menurut kriteria/konsep ideal sebuah region, wilayah Indonesia
bukanlah satu region, tetapi menjadi beberapa region, kecuali apabila
kriteria pengklasifikasian region itu dibuat secara makro, misalnya kriteria
12
region berdasarkan iklim matahari, yang membagi dunia menjadi iklim
tropik (0 - 23,50 LU/LS), subtropik (23,50LU/LS - 66,50 LU/LS), dan iklim
polar (66,50 LU/LS - 900 LU/LS), maka seluruh bagian wilayah Indonesia
dapat dinyatakan sebagai suatu region iklim tropic.
Bentuk-bentuk wilayah negara dilihat dari fisiografisnya terdiri dari
bentuk kompak (contigous shape) dan tidak kompak (non-contigous shape).
Bentuk kompak terdiri dari bentuk membulat dan memanjang (sejajar
pantai dan tegak lurus pantai). Bentuk tidak kompak, terdiri dari bentuk
fragmental (kepulauan), terpecah (broken shape), tersebar (scattered shape),
dan lingkar laut (sircum marine). Region Indonesia merupakan kepulauan
(archipelagic state), yang berarti region ini berbentuk tidak kompak (noncontigues shape), tetapi terpisah-pisah oleh perairan. Meski demikian
perairan tersebut dalam konsep negara kesatuan tidak menjadi batas
pemisah antar wilayah/pulau karena adanya kesamaan/keseragaman
tertentu. Sebagai sebuah region yang luas (lebih dari 5 juta km2, dengan
luas daratan ± 2.206.833 km2), Indonesia harus mempunyai batas-batas
wilayah yang jelas dan dapat membedakan dengan wilayah lain. Batas
wilayah diperlukan untuk keperluan pengelolaan, pengawasan dan
perlindungan negara.
1. Batas Politik
Batas wilayah Republik Indonesia mengalami beberapa kali
perubahan secara politik dilandasi oleh :
a. Kesepakatan 1824 antara Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris.
Kedua Negara imperialis yang menguasai wilayah-wilayah jajahan di
banyak Negara ini memerlukan batas penguasaan agar tidak terjadi
konflik diantara mereka sendiri. Di wilayah yang kemudian disebut
Asia Tenggara menjelang Perang Dunia II ini, dahulu berkuasa
beberapa Negara imperalis, seperti Inggris, Belanda, Portugis. Untuk
keperluan pengaturan kekuasaan dalam rangka eksploitasi kekayaan
13
alam dan penduduk negeri jajahan Belanda dan Inggris membuat
kesepakatan batas wilayah jajahan, yakni Indonesia (Hindia Belanda)
di bawah kekuasaan Belanda, sementara Malaysia, Singapura dan
Filipina menjadi wilayah jajahan Inggris, dengan menggunakan
Thailand sebagai negeri pembatas (bufferstate).
b. Keputusan Pengadilan tetap International tahun 1928
c. Ordonansi 1939 (Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie)
Ordonansi ini membagi wilayah laut Indonesia menjadi Laut Teritorial
dan Laut Pedalaman. Saat itu, laut territorial dinyatakan sebagai
wilayah perairan yang membentang ke arah laut sampai jarak 3 mil
laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau, termasuk
karang-karang dan gosong-gosong yang ada di atas permukaan laut
pada waktu air surut. Sedangkan perairan pedalaman terdiri dari
semua perairan yang terletak pada bagian isi darat dari laut territorial,
termasuk sungai-sungai, terusan-terusan, danau-danau, dan rawarawa. Di luar wilayah perairan tersebut merupakan laut bebas, yang
terdapat diantara pulau-pulau nusantara. Kondisi ini sebagaimana
ditampilkan pada gambar 3 seiring dengan perkembangan waktu
disadari dapat menimbulkan kerawanan ekonomi, keamanan, dan
politik (Jacub Rais, dkk., 2004).
d. Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, menyatakan bahwa segala
perairan di sekitar, diantara, dan yang menghubungkan pulau-pulau
atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik
Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik
Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian daripada
perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia, lalu lintas yang
damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing terjamin
14
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan
keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang
diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada
pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan
undang-undang. Atas dasar Deklarasi Juanda, selanjutnya ditetapkan
UU No.4 Prp 60 tentang perairan Indonesia, yang intinya
menyatakan:
1) Kepulauan dan perairan Indoesia menjadi satu kesatuan,
sedangkan
laut
yangmenghubungkan
pulau
demi
pulau
merupakan bagian tak terpisahkan dari daratannya.
2) Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulai garis
pangkal menuju keluar
3) Di perairan pedalaman dijamin hak lintas damai bagi kendaraan
air asing yang diatur oleh peraturan tersendiri.
e. Undang-undang nomor 7 tahun 1976 tentang pengesahan penyatuan
Timor Timur ke NKRI dan pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I
Timor Timur, sebagai tindak lanjut pelaksanaan perjanjian New York
pada 5 Mei 1999, serta TAP MPR No VI/1978 tentang penyatuan
Timor Timur. Luas wilayah Indonesia berkurang karena lepasnya
Timor Timur berdasarkan Ketetapan MPR RI yakni Tap No.
V/MPR/1999 yang mengakui hasil jajak pendapat di Timor Timur
dimana mayoritas rakyat Timor Timur, sekitar 78,5%, menolak
tawaran otonomi khusus. Dasar keluarnya ketetapan ini adalah demi
menghargai hak asasi warga Timor Timur yang telah menunjukkan
kemauan mereka melepaskan diri dari Indonesia melalui jajak
pendapat tersebut.
15
Gambar 3. Ilustrasi wilayah NKRI menurut Ordonansi 1939 (Sumber:
Bakosurtanal 2002
f. Konvensi Hukum Laut International Tahun 1982
Pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS-United Nations
Convention on the Law of the Sea) III yang diselenggarakan pada 30
April 1982 di New York, Indinesia berhasil meyakinkan dunia
Internasional
mengenai
bentuk
Negara
kepulauan.
Menurut
Konvensi tersebut, dengan pengakuan sebagai Negara kepulauan
wilayah lautan Indonesia mencakup 75% dan daratannya 25%
termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, dimana batas region RI terdiri
dari 3 jenis batas laut, yakni :
1). Batas laut teritorial
16
Adalah batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar, dengan
jarak 12 mil keluar kearah laut bebas (lihat gambar 2). Garis dasar
yang dimaksud adalah garis khayal yang menghubungkan
titik=titik dari ujung-ujung pulau terluar. Jarak titik yang satu
dengan titik yang lain (terjauh) yang boleh dihubungkan dengan
garis dasar tidak melebihi 200 mil (1 mil=1609 m). Oleh karena
itu, antara P. Chritsmas (wilayah Australia) yang terletak di
sebelah selatan P. Jawa, tidak boleh menjadi dasar untuk
menentukan batas laut territorial dengan cara menarik garis
dasar dengan titik manapun di pantai Australia ke P. Chritsmas
(karena jarak dari pantai utara Australia dengan P. Chritsmas
lebih dari 200 mil). Sementara batas laut territorial di sebelah
timur Kalimantan Timur (tepatnya di sebelah timur Pulau
Sebatik) masih dalam penyelesaian.
Laut yang terletak pada bagian dalam garis dasar disebut laut
pedalaman. Suatu negara memiliki hak kedaulatan sepenuhnya
sampai batas Laut territorial, meski demikian suatu negara harus
menyediakan jalur pelayaran untuk lalu lintas damai, baik di atas
permukaan maupun di bawah permukaan air laut.
2). Batas landas kontinen
Landas kontinen (continental shelf) semula merupakan
konsep dalam geologi. Secara geologis suatu bagian lahan daratan
pantai akan menurun dari kemiringan kecil sampai ke bawah laut
tertentu menurun secara terjal ke dasar laut. Bagian lahan dasar
laut dengan kemiringan kecil tersebut dinamakan landas
kontinen (lihat gambar 4). Dasar lautan yang dari segi geologi
maupun morfologi merupakan kelanjutan dari kontinen atau
benuanya. Lautan yang ada di atasnya adalah laut dangkal,
dengan kedalaman kurang dari 150 meter (Dalam hal ini
17
Indonesia terletak diantara dua landas kontinen, yakni yakni
landas kontinen Asia dan Australia. Kewenangan dan hak sebuah
Negara
dalam
wilayah
landas
kontinen
adalah
dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam dan di
bawah wilayah landas koninen, tetapi dengan syarat tidak
mengganggu lalu lintas pelayaran damai.
Jarak batas landas kontinen dari garis dasar tidak tentu
jaraknya, tetapi maksimal 200 mil. Kalau ada dua negara atau
lebih menguasai lautan di atas landas kontinen, batas antar
negara-negara tersebut ditarik sama jaraknya dari garis dasar
masing-masing. Misalnya antara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura terjadi penguasaan wilayah laut yang berada pada
landas kontinen yang sama, maka antar Negara-negara tersebut
perlu ada kesepakatan mengenai batas lautnya.
Batas landas kontinen antara wilayah Republik Indonesia
dan Malaysia di Selat Malaka sebelah selatan, selain ditarik di
tengah-tengah antara Malaysia dan Republik Indonesia juga
berhimpit dengan batas Laut Territorial kedua negara. Batas
landas kontinen RI-Malaysia-Muangthai di Selat Malaka sebelah
utara bertemu dengan koordinat 980BT dan 60 LU.
Permasalahan batas landas kontinen pertama kali diajukan
oleh AS pada konvensi hukum laut international I tahun 1958,
mengingat banyaknya kekayaan pada wilayah ini. Penentuan
batas landas kontinen Negara-negera pantai ini oleh PBB
diberikan kesempatan hingga tahun 2009. Dalam penentuan
batas landas kontinen negera pantai diberi kesempatan untuk
menambah di luar 200 mil laut hingga mencapai 350 mil laut.
18
Gambar 4. Landas kontinen
3). Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Menurut UNCLOS 1982 pasal 55 dan 56 ayat 1a, Zone
ekonomi ekslusif (ZEE) suatu daerah di luar dan berdampingan
dengan laut territorial, ditentukan dengan cara menarik jarak
tidak lebih dari 200 mil dari garis dasar ke arah laut bebas.
Kewenangan suatu Negara pada ZEE adalah hak berdaulat untuk
mengeksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber daya alam, baik di laut maupun di bawah dasar laut dan
tanah di bawahnya, baik hayati maupun non-hayati dengan
kewajiban menghormati lalu lintas pelayaran damai.
ZEE hanya dimiliki oleh Negara kepulauan (arphilagic state),
oleh karena itu ketika terjadi sengketa wilayah antara Indonesia
dan Malaysia, khususnya dalam mengklaim blok Ambalat posisi
Indonesia sebenarnya sangat kuat karena Blok Ambalat berjarak
kurang lebih 70 mil dari Pulau Sipadan dan Ligitan (yang telah
berhasil diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayahnya).
19
Padahal hanya Negara kepulauan saja yang boleh menarik garis
sepanjang itu. Seperti diketahui bahwa Malaysia merupakan
bukan Negara kepulauan tetapi negara kontinen, sehingga tidak
berhak untuk menarik garis ke arah blok Ambalat.
g. Undang-undang No. 4 Prp 1960 tentang perairan Indonesia, yang
secara garis besar menyatakan bahwa:
1) Kepulauan dan perairan Indonesia menjadi satu kesatuan,
sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratnya,
untuk itu ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titiktitik terluar atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah
Indonesia. Perairan pada sisi dalam garis-garis pangkal/dasar
tersebut disebut perairan pedalaman.
2) Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulau dari garis
pangkal tersebut menuju ke luar.
3) Kedaultan Negara Republik Indonesia mencakup perairan
Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di
bawahnya, beserta sumber-sumber kekayaan yang terkandung di
dalamnya.
4) Di perairan pedalaman dijamin hak lalu lintas damai bagi
kendaraan air nasing yang pengaturannya ditentukan tersendiri.
h. Undang-undang No. 17 Tahun 1985, mengamanahkan perlunya
penanganan secara serius penataan batas-batas maritim dengan
negara-negara tetangga. Di laut Indonesia terdapat perbatasan
dengan
10 negara, yakni India, Singapura, Malaysia, Thailand,
Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste. Batas-batas
maritim yang harus diselesaikan adalah batas laut territorial, Zona
Tambahan (sampai 12 mil laut diukur dari batas laut territorial atau
24 mil laut diukur dari garis pangkal). Indonesia memiliki
20
kewenangan mengontrol pelanggaran terhadap aturan-aturan di
bidang bea cukai, keuangan, karantina kesehatan, pengawasan
imigrasi, dan menjamin pelaksanaan hukum di wilayahnya (Jalal,
2003).
Gambar ilustrasi batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
Gambar batas batas Negara kepulauan
.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
21
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
Gambar batas kepulauan Undonesia.
2. Batas Fisik
Batas wilayah Indonesia dengan wilayah negara lain berupa
daratan dan perairan (laut, selat, lautan bebas). Batas berupa daratan
misalnya di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini dan di
Kalimantan dengan Malaysia Timur. Perbatasan tersebut hanya berupa
patok dan tugu, yang seungguhnya sangat rentan terhadap kemungkinan
terjadinya penyusupan-penyusupan dari negara lain, misalnya perbatasan
22
Indonesia – Papua Nugini yang berupa garis perbatasan sepanjang kurang
lebih 900 km baru ditandai dengan patok-patok sebanyak 24 buah.
Bahkan di Kalimantan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia belum
jelas keadaannya di lapangan, oleh karena itu perlu dilakukan
pengukuran. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan dan dalam
rangka melindungi masyarakat, maka didirikan beberapa pos perbatasan.
Misalnya pos pengawas perbatasan di Longbawang Kalimantan Timur, Pos
Pengawas lintas batas di Entekong Kalimantan Barat, pos lintas batas di
Pulau serasan (Riau Kepulauan dekat Kalimantan Barat).
Batas fisik region Indonesia yang berupa perairan adalah
Samudera Hindia di sebelah selatan berbatasan dengan laut bebas dan
Pulau Chritsmas (Australia). Batas berupa laut juga terdapat di Selat
Malaka antara Indonesia-Malaysia-Muangthai (sebagaimana di bahas
dalam batas landas kontinen). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
hal batas ini adalah pemberian tanda dan pengawasan yang cukup dari
suatu negera, dimana pengawasan ini dapat pula didukung oleh rakyat.
Tanpa pengawasan dan batas yang memadai maka batas ini akan menjadi
tidak bermakna. Apalagi region Indonesia yang banyak berbatasan dengan
negera lain ditambah pula dengan garis pantai yang panjang, sehingga
kemungkinan terjadi penyusupan/inflitrasi sangat besar.
23
BAB II
PEMBAGIAN WILAYAH INDONESIA
Indonesia merupakan region dalam skala besar yang dasar
pengklasifikasian atau nomenclatur-nya lebih umum, sehingga apabila kita
hendak membagi region Indonesia menjadi beberapa region yang lebih
detail sangat dimungkinkan, misalnya region Indonesia dapat dibagi
menjadi region/rezim iklim, region budaya, region persebaran binatang,
region berdasarkan struktur geologisnya, dan lain-lain.
A. Regionalisasi Indonesia Dalam Berbagai Aspek
1. Region Administrasi
Secara administratif wilayah Indonesia dibagi menjadi 33 region
(tahun 1976 ada 27 region, tahun 1999 dengan melepasnya Propinsi
Timtim menjadi 26 region adminitratif, dan sejak tahun 1999 dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 22 tentang Otonomi Daerah sampai
saat ini region propinsi telah menjadi 33 region). Penambahan jumlah
propinsi sebanyak 7 buah, yakni Propinsi Kepulauan Riau (Kepri),
Propinsi Banten, Propinsi Gorontalo, Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi
Maluku Utara, Propinsi Irian dipecah menjadi 3 (Irian Jaya Barat,
Tengah, dan Timur) sehingga Pulau Papua bertambah 2 propinsi. Secara
administrative luas wilayah Indonesia adalah 5.000.000 m2, terdiri dari
2.206.833 km2 berupa daratan dan 3.000.000 km 2 berupa lautan.
2. Region Geologis
Untuk dapat memahami karakteristik geologisnya Indonesia,
perlu ditelusuri sejarah pembentukan awal kepulauan nusantara ini.
Rutten yang didukung oleh Van Bemellen menyatakan bahwa awal
pemebentukan kepulauan nusantara dapat ditelusuri dari bukti-bukti,
yakni dimuali dengan tenggelamnya Zone Anambas, yang merupakan
24
Kontinen Asal, diperkirakan terjadi pada pada 300 juta tahun yang lalu
(pada kurun geologi Devon). Tenggelamnya zone Anambas ini
mengakibatkan wilayah di sekitarnya mencari keseimbangannya sendiri.
Dalam rangka mencari keseimbangan itulah berturut-turut bagianbagian dari muka bumi ini ada yang timbul kembali dan ada yang
tenggelam secara perlahan-lahan dalam kurun waktu geologi tertentu
(Sandy, 1996).
Untuk sampai pada bentuknya yang sekarang, konon Landas
Kontinen Sunda (Indonesia bagian barat) telah mengalami delapan
kali/tahap pembentukan daratan (orogenesa). Di bagian Indonesia
timur kejadiannya hampir sama dengan bagian barat, Kontinen Asal di
bagian timur—oleh Van Bemmelen disebut Central Banda Basin atau
yang kita kenal dengan nama Laut Banda—mengalami pembentukan
sebanyak tujuh tahap. Berdasarkan perkembangan geologi tersebut,
dapat dinyatakan bahwa wilayah Indonesia merupakan titik temu dari
tiga gerakan lempeng bumi, yakni : (1) gerakan dari sistem Sunda di
barat; (2) gerakan dari sistem pinggiran di Asia Timur; (3) gerakan dari
sistem
Sirkum Australia. Ketiga gerakan tersebut menyebabkan
Indonesia menjadi jalur vulkanisme (pada jalur luar/outer) dan gempa
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia Indonesia.
Akibat banyaknya vulkan, maka tanah Indonesia menjadi tanah yang
subur sehingga dapat memberi penghidupan/bahan pangan bagi
penduduk, disamping kadangkala membawa malapetaka. Karena
Indonesia merupakan jalur vulakanisme (terangkai melalui sebuah
busur yang terbentang dari Pulau We sampai ke Indonesia bagian timur
(Maluku) dan juga Sulawesi, sampai ke Kepulauan Sangihe dan talaud,
maka di Indonesia terdapat banyak vulkan (gunung api), kurang lebih
berjumlah 129 vulkan.
25
Regionalisasi wilayah Indonesia berdasarkan kondisi geologisnya
secara detail dapat dilihat kembali pada catatan kuliah Geologi
Indonesia. Sebaran beberapa gunung api (vulkan) yang terkenal dapat
dilihat pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Sebaran Vulkan-vulkan Utama di Indonesia
3. Region Fauna dan flora
Region fauna menurut para ahli berkaitan dengan kondisi geologis. Ada
perbedaan yang nyata, antara dunia binatang dan dunia tumbuhan di
berbagai wilayah kepulauan nusantara. Ada 3 daerah fauna di Indonesia
yang pembagiannya dibatasi oleh garis Wallace, Weber, dan Lydeker.
Orang pertama yang melakukan regionalisasi flora dan fauna di
Indonesia adalah Alfred Russel Wallace seorang ahli ilmu alam yang
selama 8 tahun (1854-1862) melakukan penjelajahan di kepulauan
26
nusantara. Ia membatasi region berdasarkan tempat persebarannya,
yakni untuk wilayah Landas Kontinen Sunda (wilayah Indonesia bagian
barat) yang dibedakan dari region fauna-flora di sebelah timurya. Sesuai
dengan nama pemberi batasnya, garis tersebut dinamakan Garis
Wallace. Batas region flora-fauna di sebelah timur dibuat oleh Weber,
yakni untuk membedakan flora-fauna yang berada di landas kontinen
Sahul dengan flora-fauna di bagian timurnya. Garis tersebut dinamakan
garis Weber. Namun demikian, ternyata di landas kontinen Sahul ini
masih terdapat kekhasan lagi, terutama di Maluku-Halmahera, sehingga
diberi batas dengan garis Lydeker. Garis Lydeker membedakan florafauna landas Kontinen Sahul dengan region Australis. Fauna di
Indonesia bagian barat dikenal dengan kelompok fauna asiatis. Fauna di
Indonesia bagian tengah merupakan fauna peralihan antara fauna
Asiatis dengan fauna Australis. Fauna di Indonesia bagian timur
ditempati oleh fauna Australis (lihat gambar 5).
Gambar 5. Regionalisasi Flora-Fauna di Indonesia
27
4. Region budaya
Region budaya di Indonesia biasanya dibagi berdasar budaya suatu
suku/ras yang besar, misalnya Region Budaya Jawa, Region budaya
Sunda, Region Budaya Melayu, dan lain-lain. Budaya mempunyai
cakupan yang luas, sehingga region budaya dapat dibuat berdasarkan
unsure
budaya
tersebut,
misal:
unsur
bahasa,
kesenian,
mata
pencaharian, adat-istiadat, makanan khas, bentuk tempat tinggal, dan
lain-lain. Keterangan lebih rinci mengenai region budaya ini, lihat
kembali referensi mata kuliah Geografi Budaya !
Gambar 6. Regionalisasi wilayah berdasarkan bahasa
5. Region Aktivitas Penduduk
Aktivitas utama penduduk suatu wilayah kemungkinan berbeda dengan
aktivitas penduduk di wilayah lainnya. Oleh karena itu aktivitas
penduduk yang biasanya diidentikkan dengan mata pencaharian dapat
dijadikan dasar untuk melakukan regionalisasi, misalnya ada region
pertanian, region perdagangan, region nelayan, dan lain-lain.
28
6. Region iklim
Iklim adalah unsur geografis yang sangat penting dalam
mempengaruhi kehidupan manusia. Sangat pentingnya kedudukan
iklim ini didasarkan atas kenyataan bahwa manusia tidak dapat
menghindarkan diri dari pengruhnya dan tidak dapat pula manusia
mengendalikannya (Sandy, 1996).
Ada empat sifat dasar iklim di yang ditentukan oleh faktor-faktor
letak dan sifat kepulauan, yakni : pertama, Indonesia mempunyai iklim
yang panas (suhu rata-rata tahunan tinggi), karena letaknya di sekitar
garis katulistiwa. Kedua, kondisi Indonesia yang berupa kepulauan, yang
tentu saja diselingi laut dan selat yang menyelingi pulau-pulau tersebut
menyebabkan perbedaan suhu harian (amplitudo) antara siang dan
malam relative kecil, mengakibatkan pula kelembaban udara selalu
tinggi, bahkan di daerah-daerah yang dianggap kering seperti di Nusa
Tenggara Timur sekalipun kelembaban udara masih sekitar 70-80 %.
Dengan demikian, angin yang berhembus di Indonesia terasa nyaman,
tidak kering dan panas sebagaimana di Negara-negara yang jauh dari
laut atau negara-negara arid. Kedaan udara Indonesia yang selalu
lembab/basah inilah maka iklim Indonesia disebut iklim tropic basah.
Ketiga, letak kepulauan Indonesia yang berada diantara posisi
silang Benua Asia dan Australia, dengan musim yang berlawanan
menyebabkan berhembusnya angin musim di atasnya, serta membawa
pergiliran musim hujan dan musim kemarau di kepulauan Indonesia. Di
Indonesia hanya terdapat dua musim, karena letak Indonesia yang
berada diantara garis lintang yang menjadi tempat peredaran semu
matahari (disebut peredaran semu karena sesungguhnya bukan posisi
mataharinya yang berubah, tetapi posisi buminya yang berubah
terhadap matahari ketika bumi sedang berrevolusi mengitari matahari),
dimana posisi matahari ini mempengaruhi sistem tekanan udara dan
29
penguapan air laut yang merupakan bagian dari siklus hidrologi (hujan).
Keempat, Indonesia bebas dari angin siklon dan anti siklon, karena
angin siklon terjadi di daerah lintang ≥100 LU/LS.
Angin siklon adalah angin yang berputar memusat ke dalam.
Angin siklon di belahan bumi utara arah perputarannya berlawanan
dengan arah perputaran jarum jam, berarti sama dengan perputaran
angin anti siklon di belahan bumi selatan. Angin anti siklon adalah
angin yang arah perputarannya keluar. Angin anti siklon di belahan
bumi utara arah perputarannya sama dengan arah perputaran jarum
jam, sama dengan arah
perputaran angin siklon
di belahan bumi
selatan. Sebagaimana angin lainnya yang terjadi sesuai dengan hukum
tekanan, yakni angin bergerak dari tekanan maksimum ke tekanan
minimum. Angin siklon berputar memusat ke dalam karena di dalam
pusaran angin tersebut terdapat tekanan minimum, sementara angin
anti siklon terjadi perputaran angin kea rah luar karena di tengah
pusaran terdapat tekanan maksimum, sementara di sekitarnya tekanan
udara dalam kondisi minimum (lihat gambar 7 dan 8).
Gambar 7. Angin Anti Siklon
30
Gambar 8. Skema Angin Siklon dan Antisiklon
a. Siklon
b. Antisiklon
Keterangan :
- = tekanan minimum
+ = tekanan maximum
----------- = arah angin seharusnya
-------→ = arah angin karena pengaruh rotasi bumi
Gambar 9. Gerakan angin siklon dan antisiklon di Belahan Bumi utara dan selatan
31
Gambar 9. Siklon hasil rekaman Satelit Penginderaan Jauh
Gambar 10. Beberapa gejala angin siklon
32
Angin siklon secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua,
berdasarkan tempat terjadinya, yakni angin siklon tropis dan siklon
ekstratropis.
a. Angin siklon tropis
Adalah angin siklon yang bergerak di daerah yang terletak pada garis
lintang 100-200 LU/LS (daerah tempat terjadinya angin siklon dapat
dilihat pada gambar 7). Siklon ini sambil bergerak juga berputar di atas
samudera
dengan
kecepatan
sangat
tinggi
sehingga
dapat
menimbulkan gelombang air laut yang tinggi. Siklon ini dapat
mengganggu pelayaran, bila gerakan tersebut melewati pantai
biasanya akan mengakibatkan banjir, karena air laut yang masuk ke
daratan yang dibawa oleh angin siklon tersebut. Berdasarkan tempat
terjadinya angin siklon, maka wilayah Indonesia terbebas dari angin
siklon, karena sebagian besar wilayah Indonesia berada di bawah 100
LU/LS, kecuali Kepulauan Sangihe-Talaud yang kadang terkena ekor
siklon yang sering melanda Filipina. Angin siklon memiliki nama yang
berbeda-beda untuk masing-masing tempat. Di Indonesia kita
menyebutnya sebagai angin topan, di Samudera Pasifik Barat, orang
Jepng menyebutnya sebagai taifun, di Atlantic Timur disebut
Hurricans, di Samudera Hindia disebut Lena, dan di beberapa tempat
lain dinamai siklon Anna, Corrie, Diana, Dora, dan Elly.
33
Gambar 7. Daerah tempat terjadinya angin siklon tropic (gerakan angin
ditunjukkan oleh anak panah)
b. Angin siklon ekstra tropic
Adalah angin siklon yang terjadi di daerah yang terletak pada lintang
350-650 LU/LS. Angin ini terjadi karena massa udara tropic yang panas
dan lembab berpapasan dengan massa udara kering dan dingin yang
berasal dari daerah kutub, sehingga terjadi ketidakseimbangan yang
sangat, sehingga terjadi perputaran udara yang berkecepatan tinggi
(kurang lebih 400 km per jam). Contoh angin ekstra tropic misalnya
angin Tornado. Tornado biasanya berbentuk seperti awan yang
berbentuk corong, tornado mempunyai diameter corong kurang lebih
230 m, saat Tornado bergerak sambil berputar ia menyedot benda apa
saja yang dilewatinya menuju pada tempat/titik bertekanan sangat
rendah, kemudiannya menyemburkannya ke luar.
34
Gambar DKAT
Ambil dari diktat lama
35
Gambar DKAT bergerak ke utara
36
Disamping itu, wilayah Indonesia dilewati oleh pita daerah
konvergensi antar tropik (DKAT) atau ada yang menyebutnya ITCZ
(Intertropical Convergence Zone). DKAT merupakan daerah yang
menyerupai pita yang posisinya bergeser-geser mengikuti posisi semu
matahari (di sekitar equator) yang menjadi tempat terjadinya
konvergensi angin pasat yang berasal dari belahan bumi utara dan
selatan. DKIT ditandai oleh adanya konveksi aktif terutama dari awan
cumulus yang menjulang tinggi sampai mendekati lapisan tropopause
(Bayong Tjasyono, 1987). Di wilayah Indonesia DKAT pada bulan
Desember-Januari-Februari sebagian besar berada di bagian selatan
equator. Sementara pada bulan Juni-juli-Agustus pita ini berada di di
sebelah utara equator.
DKAT sebagai daerah konvergensi energy sehingga terjadi hujan
lebat menjadi penggerak sirkulasi umum udara di atmosfir tropis
melalui panas laten kondensasi yang dilepaskan. Sebagian energy yang
dilepaskan dibawa ke arah kutub sebagai energy potensial yang diubah
menjadi energy panas, terutama pada daerah subsidensi (sekitar lintang
30˚ LU/LS). Menurut Bayong Tjasyono (1987), subsidensi partikel ini
menyebabkan terjadinya kekurangan hujan di daerah subtropika.
Hadley
30˚ LS
Hadley
0˚
Gambar 9. Sirkulasi Hadley di daerah tropis
30˚ LS
37
Banyak para ahli klimatologi melakukan klaisifikasi iklim di
permukaan bumi ini, klasifikasi iklim biasanya didasarkan pada curah
hujan, ketinggian tempat, suhu, letak astronomis, pengaruh kekeringan,
dan lain-lain. Masalah klasifikasi iklim dan batas-batas iklim menjadi
kompleks dengan tidak adanya definisi yang sesuai dan kadang-kadang
tidak ada garis tunggal yang dapat menggambarkan batas iklim secara
memuaskan antara daerah iklim yang satu dengan daerah iklim yang
lainya.
a. Iklim Matahari
Pembagian iklim yang didasarkan pada garis lintang dan atas
kedudukan letak semu matahari terhadap permukaan bumi, dan
temperatur. Iklim ini dibagi menjadi 3, yakni : iklim tropis, iklim
sedang, dan iklim kutub.
1). Iklim tropik
Terletak diantara 23,50 LU/LS, dengan temperature bulan terdingin
lebih besar dari 180 C.
2). Iklim sedang
Terletak diantara 23,50 LU/LS – 66,50 LU/LS, temperature bulan
terdingin < 100 C.
3). Iklim Kutub, terletak di antara 66,50 C – 900 C.
Berdasarkan klasifikasi iklim matahari ini Indonesia termasuk beriklim
tropic, karena wilayah Indonesia berada di bawah lintang 33,5 baik di
utara maupun di selatan.
Disamping pembagian di atas, kini telah muncul sebuah
nomenclature baru tentang pembagian wilayah bumi berdasarkan
posisi matahari
38
Gambar 10. Pembagian daerah iklim matahri
Gambar 11. Posisi Bumi terhadap matahari pada tiap caturwulan
39
Gambar 10. Posisi semu matahari pada setiap catur wulan
b. Iklim Fisis
Klasifikasi iklim fisis didasarkan atas kondisi fisis permukaan
bumi, yang berupa daratan, lautan, pegnungan, dataran tinggi, dan
lain-lain. Iklim fisis dibagi menjadi 4 daerah iklim, yakni iklim
continental, iklim laut, iklim dataran tinggi, dan iklim pegunungan.
1). Iklim daratan/kontinental
Iklim daratan dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik daratan, ciri
dari iklim ini adalah amplitudo suhu harian besar, sedikit hujan,
udara kering, terdapat padang pasir.
2). Iklim laut
Iklim ini dicirikan oleh sifat-sifat amplitudo suhu harian kecil,
kelembaban udara tinggi, curah hujan reltif tinggi, variasi
tumbuhan yang heterogin.
40
3) Iklim Dataran tinggi
Ditunjukkan dengan sifat-sifat : amplitodo suhu harian dan
tahunan tinggi, udara kering (kelembaban angat rendah), dan
curah hujan yang sedikit.
4). Iklim Pegunungan
Iklim
pegunungan
memiliki
sifat
amplitodo
harian
kecil,
kelembaban tinggi, curah hujan cukup tinggi, dan udara yang
sejuk.
Berdasarkan klasifikasi iklim fisik ini wilayah Indonesia dapat
dinyatakan sebagai wilyah yang sebagian besar beriklim laut dan iklim
pegunungan, dan sebagian kecil dipewngaruhi oleh iklim darat
Australis.
c. Pembagian Iklim Menurut Junghun
Frans Wilhelm Junghun (1809-1864) seorang ahli klimatologi
berkebangsaan Jerman yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda,
mengadakan penelitian geologi dan botani di pedalaman Pulau Jawa
dan Sumatera. Berdasarkan hasil penelitiannya, Junghun membuat
klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat di
permukaan air laut (secara vertical). Ia membuat klasifikasi menurut
kriteria suhu dan vegetasi alam yang tumbuh di daerah tersebut. Ada 4
zone iklim yang dikemukakannya, yakni :
1). Zone Iklim Panas
Ditandai dengan ketinggian tempat antara 0 – 650 m, temperature
26,30 – 220 C, dan vegetasi utama yang hidupberupa padi, jagung,
kopi, dan karet.
2). Zone Iklim Sedang
Ditandai dengan ketinggian tempat antara 650 m – 1500 m,
temperature antara 220 C – 17,10 C, dan vegetasi utama yang
berkembang adalah teh, kina, sayuran, bunga-bungaan.
41
3). Zone Iklim Sejuk
Ditandai dengan ketinggian tempat antara 1500 m – 2500 m,
temperature antara 17,10 – 11,10 C, vegetasi yang masih dapat
tumbuh adalah teh, kopi, kina.
4). Zone Iklim Dingin
Ditandai dengan ketinggian tempat lebih dari 2500 m, temperature
kurang dari 11,10
C, vegetasi yang dapat dikembangkan hampir
tidak ada.
d. Pembagian Iklim Menurut Schmidt and Ferguson
Schmidt and Ferguson, masing-masing adalah ahli ilmu alam dan
ahli kehutanan, keduanya berkebangsaan Belanda. Mereka membuat
klasifikasi
iklim
berdasarkan
besarnya
curah
hujan.
Untuk
menentukan tipe iklim pada suatu daerah adalah dengan cara
membandingkan antara bulan basah, bulan kering, untuk menentukan
nilai quotient (Q). Penentuan nilai Q dengan menggunakan rumus :
Jumlah bulan kering
------------------------- X 100
Jumlah bulan basah
Kriteria bulan basah atau kering ditentukan menurut kriteria yang
Q=
dikemukakan oleh Mohr, yakni :
-
Bulan basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm
-
Bulan kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60
mm
-
Bulan yang curah hujannya antara 60 – 100 mm dinyatakan sebagi
bulan lembab.
Kelemahan dari klasifikasi ini adalah kenyataan bahwa terdapat
bulan-bulan basah yang dalam perhitungan terabaikan. Padahal
jumlahnya mungkin lebih banyak dari bulan basah atau bulan
kering.
42
Berdasarkan hasil perhitungan dengn rumus Q, Schmidt and
Ferguson menentukan jenis iklimnya yang diberi tanda dari iklim A
sampai H, sebagai berikut:
A
:0
≤ Q < 0,143
B
: 0,143
≤ Q < 0,333
C
: 0,333
≤ Q < 0,600
D
: 0,600 ≤ Q < 1,000
E
: 1,000
≤ Q < 1,670
F
: 1,670
≤ Q < 3,000
G
: 3,000 ≤ Q < 7,000
H
: 7,000 ≤ Q
Garis batas antara jenis iklim tersebut terletak pada harga:
e. Region Iklim di Indonesia menurut Koppen
B. Sifat Unsur-unsur iklim di Indonesia
Unsur iklim meliputi: temperatur udara, lengas udara, curah hujan,
angin, tekanan udara, dan penyinaran matahari. Pada bahasan berikut
unsur-unsur tersebut tidak disajikan secara sendiri sendiri tetapi secara
terpadu.
1. Gerakan angin
a. Gerakan umum angin di Indonesia adalah berupa angin musim
b. Gerakan angin setempat
1). Angin darat dan laut
Angin darat bertiup dari darat ke laut di malam-pagi hari. Angin
ini terjadi karena perbedaan tekanan udara darat dan laut. Ketika
43
malam hari daratan dalam kondisi dingin dengan tekanan udara
maksimum, sementara laut masih hangat dan tekanannya
minimum, sehingga angin bergerak dari darat ke laut. Ketika
siang hari terjadi sebaliknya.
2). Angin lembah dan angin gunung
Pada siang hari angin bergerak dari arah lembah ke atas (angin
lembah), karena ada pemanasan matahari menyebabkan bagian
atas pegunungan lebih cepat panas. Pada
malam hari ada
penurunan suhu secera lebih cepat pd bag atas, di bagian bawah
suhu relative lebih tinggi berakibat gerakan angin dari atas ke
bawah (angin gunung).
Pada musim kemarau yang cerah, angin yang turun suhunya begitu
rendah sampai menimbulkan embun bahkan pembekuan.
3). Angin jatuh (fohn)
a) Angin yang berhembus menuruni lereng, dalam kondisi kering
dan panas.
b) Mengapa bersifat kering dan panas?
Suhunya turun 0,5° C tiap turun 100 m (menurut teori Braak T=26,3
– 0,61h), disamping itu ketika bertiup mengalami pemenasan scr
dinamis sambil turun angin tersebut melepaskan kandungan
airnya, sehingga ketika jatuh dalam keadaan kering dan panas.
c) Nama-nama angin fohn, di daerah Laut Tengah dinamakan Siroco,
di Argentina bernama Zonda, di AS bag barat bernama Chinook.
d) Di Indonesia dinamai berbeda-beda utk masing2 daerah, spt :
Angin Gending di Probolinggo-Pasuruan, Angin Kumbang di
daerah Tegal, Brebes, Cirebon (dari lereng Gunung Slamet bag
utara kea rah Peg. Kumbang di Desa Cikeusal), Angin Brubu di
daerah Makassar (dr lereng G. Lompobatang), Angin Wambrau
44
(daerah Biak Papua), Angin Bohorok (Deli, Sumut) berasal dari
lereng peg. Bukit Barisan.
e) Angin puyuh, bertiup di daerah lintang terluar kep. Indonesia
f) Angin ini ada yang merusak tetapi ada yang menguntungkan
2. Suhu
Suhu di Indonesia tidak berubah secara signifikan karena musim, tetapi
berubah hanya karena berubahnya siang menjadi malam.
Suhu di Indonesia (dan daerah tropic umumnya) berubah :
a. Dalam waktu 24 jam (antara siang dan malam), terpanas jam 14.00
b. Menurut ketinggian tempat (ingat teori Braak)
3. Curah hujan
Banyak sedikitnya curah hujan yang jatuh di Indonesia tergantung:
a. Letak DKAT
Zone sabuk yang suhunya tertinggi dibanding daerah di sekitarnya,
karenanya disebut pula equator termal. Letal DKAT bergeser dari
utara ke selatan dan kembali lagi antara 23,5° LU/LS. DKAT
menyebabkan suhu tinggi dan penguapan tinggi, kelembababan
tinggi, dan curah hujan tinggi.
Gambar.
45
b. Bentuk medan
Medan berbukit/gunung memaksa angin untuk naik, pd kondisi
dimana angin sudah tidak sanggup menahan uap air inilah terjadi
hujan.
c. Arah lereng medan (exposure)
Lereng yang mengarah ke arah datangnya angin memperoleh lebih
banyak curah hujan. Lereng yang tidak menghadap arah angin
menjadi daerah bayangan hujan
d. Arah angin sejajar arah garis pantai
Arah angin yang demikian tidak menyebabkan suhunya turun,
sehingga tidak terjadi hujan, seperti di pesisir Pulau Jawa, Madura,
Pantai Barat Pulau Bali.
e. Jarak perjalanan angin di atas medan datar
Angin yang membawa hujan, berhembus dari atas perairan ke darat
Kalau medan datar yang dilalui lebar dan sifat permukaan tidak
berubah, maka hujan jatuh di daerah yang lebih dekat pantai.
Pola umum curah hujan di Kepulauan Indonesia dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1. Pantai barat tiap pulau selalu memperoleh jumlah hujan lebih banyak.
Hal ini terjadi karena angin yang membawa uap air (dapat meyebabkan
hujan) adalah angin muson barat yang bergerak ke dari barat ke timur.
Ketika angin muson barat melewati bagian pantai barat suatu pulau,
maka kandungan air yang dibawa oleh angin muson lebih dahulu
mengalami kondensasi di bagian barat dan jatuh di sebelah barat.
Sementara ketika angin terus bergerak ke timur kandungan uap airnya
makin sedikit, sehingga di bagian timur suatu pulau curah hujannya
sedikit.
46
2. Pulau Jawa, Madura, Bali NTB, NTT pulau-pulau sejajar yang hanya
dibatasi selat-selat kecil sehingga menyerupai satu pulau, sehingga
berlaku hukum bahwa di sebelah timur curah hujan lebih kecil. Bahkan
di Nusa Tenggara terdapat steppa dan sabana yang merupakan biota
iklim yang kurang curah hujannya.
3. Selain bertambah jumlahnya dari Timur ke Barat, jumlah curah hujan
juga bertambah dari dataran rendah ke pegunungan (jumlah terbesar pd
ketinggian 600-900 meter). Di daerah dataran uap air yang dibawa oleh
angin tidak mengalami kondensasi karena tidak ada variasi suhu yang
nyata, tetapi ketika angin bertiup melewati pegunungan yang suhunya
bervariasi (makin naik makin turun), maka uap air yang dibawa angin
mengalami kondensasi di daerah pegunungan.
4. Di daerah pedalaman semua pulau musim hujannya jatuh pd musim
pancaroba, juga di daerah rawa-rawa yang besar.
5. Bulan jumlah hujan maksimum sesuai dengan letak DKAT
6. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur
a. Pantai Barat P. Sumatera-Bengkulu hujan terbanyak Nopember
b. Lampung-Bangka (sedikit ke timur), pd bulan desember
c. P. Jawa (utara), Bali, NTB, NTT, pd januari-februari
d. Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku musim
hujannya berbeda yakni bulan Mei-Juni (ketika daerah lain di
Indonesia musim kemarau).
47
BAB III
FISIOGRAFIS WILAYAH INDONESIA
A. Gambaran Umum
Secara umum, Indonesia sebagai Negara kepulauan (archipelagic
state) fisigrafis wilayah Indonesia yang terdiri dari 18.210 pulau memiliki
kondisi fisiografis yang sangat kompleks, dari bentuk fisiografis yang
sederhana sampai bentuk yang kompleks. Sebagian wilayah Indonesia
berupa laut, yakni luas wilayah laut 5 juta km2, luas daratan sekitar 1,9 juta
km2 dan pantai tropical terpanjang di dunia, yakni 81.000 km2. Pembagian
wilayah fisiografis Indonesia secara menyeluruh sulit dilakukan mengingat
48
masing-masing pulau memiliki kompleksitas penampakan sendiri-sendiri.
Oleh karena itu beberapa ahli geologi acapkali membahas kondisi fisiografis
indoenesia secara umum berdasarkan pulau-puau besar.
B. Kondisi Geologis
1. Sejarah geologis wilayah Indonesia
Dalam kajian geografi regional, pembahasan kondisi regional dapat
dilakukan dengan satuan wilayah secara sempit maupun luas
a. w
b. Vulkanisme dan kegempaan
c. Potensi geologis
d. Pengaruh kondisi geologis terhadap kehidupan enduduk
C. Kondisi Geomorfologis
a. Pembagian wilayah geomorfologis
49
b. Pengaruh kondisi geomorfologis terhadap kehidupan penduduk
D. Kondisi Hidrologis
a. Sungai
b. Air tanah
c. Danau, rawa,
d. Laut
e. Pengaruh kondisi hidrologis terhadap kehidupan penduduk
E. Kondisi Meteorologis dan Klimatologis
a. Curah hujan
b. Temperatur
c. Angin
d. Kelembaban
e. Pengaruh Kondisi Meteorologis dan klimatologis terhadap kehidupan
penduduk
BAB III
SUMBER DAYA ALAM
A. Batasan Sumberdaya
Sumberdaya merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, karena sumberdaya dapat digunakan oleh Negara dan rakyatnya
untuk keperluan peningkatan kesejahteraan manusia. Untuk lebih
memahami
sumberdaya
dan manfaatnya
bagi kehidupan
manusia
diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang sumberdaya ini.
Sumberdaya adalah segala sesuatu, baik berupa benda nyata ataupun bukan
50
benda nyata, yang dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Secara garis besar sumberdaya menurut Sandy (1996) dapat dikalsifikasikan
menjadi
tiga,
yakni:
sumberdaya
alam,
sumberdaya
budaya,
dan
sumberdaya alam-budaya.
Sumberdaya alam adalah sumberdaya yang berasal dari benda fisik
(alam), seperti hutan, sumber-sumber barang tambang, tanah, air, hewan,
dan lain-lain. Sumberdaya budaya, yaitu sumberdaya yang berasal dari hasil
ciptaan manusia, tetapi tidak dalam bentuk benda nyata, seperti karya
sastra (puisi, novel, risalah, dan lain-lain), musik, lagu, karya ilmiah, dan
sebagainya. Sumberdaya alam-budaya, yakni sumberdaya buatan manusia
yang berupa benda nyata, misalnya: hasil kerajinan tangan, jalan raya,
jembatan, bendungan, kendaraan, dan sebagainya. Disamping klasifikasi
tersebut ada pula yang hanya membagi menjadi dua, yakni sumberdaya
alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM).
Menurut Sutikno (2001), sumberdaya alam meliputi: 1). semua aspek alam
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia; 2).
semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial
dapat memenuhi kebutuhan manusia; dan 3). Semua bahan alam yang
ditemukan manusia dan bermanfaat untuk kepentingan hidup manusia.
Jenis-jenis
sumberdaya
tersebut
biasa
juga
digolongkan
menjadi
sumberdaya yang bisa diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Adanya
perbedaan sifat tersebut menyebabkan perlakuan terhadap kedua jenis
sumberdaya tersebut berbeda. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui harus lebih hati-hati/hemat karena bila tidak hati-hati yang
akan menjadi korban adalah generasi mendatang.
B. Sumberdaya Alam
51
Sumberdaya
alam
di
permukaan
bumi
ini
berdasarkan
materi/bahannya dapat digolongkan menjadi sumberdaya fisik dan
sumberdaya hayati. Jenis dan sifat dari sumberdaya alam fisik dan hayati
dapat dilihat pada table 1. Pemahaman terhadap masing-masing jenis
sumberdsaya alam dan sifatnya dapat dijadikan sebagai dasar untuk
menentukan strategi dan penentuan prioritas pemanfaatan sumberdaya
alam.
Golongan
Fisik
Jenis
a. Udara
Sifat
Hampir tidak terbatas, dapat didaur
ulang
b. Air
Terbatas, dapat didaur ulang
c. Mineral
Terbatas, ada yang dapat didaur ulang
dan ada yang tidak dapat, sebagian ada
yang berbahaya bagi manusia
Hayati
a.
Dapat terbatas, dapat diperbaharui,
Tumbuhan/vegetasi
dapat punah, ada yang berbahaya bagi
manusia
b. Hewan & manusia
Dapat terbatas, dapat diperbarui, dapat
punah,
ada yang berbahaya bagi
manusia
c. Jasad renik
Dapat terbatas, dapat diperbarui, dapat
punah,
ada yang berbahaya bagi
manusia
Menurut Howe sebagaimana dikutip Sunarpi (2000 dengan perubahan),
sumberdaya alam utama Indonesia adalah:
1. Sumberdaya tanah
2. Sumberdaya air
52
3. Sumberdaya energi
4. Mineral-mineral non-energi
5. Sumberdaya hutan
6. Perikanan
7. Sumberdaya-sumberdaya laut lain
8. Sumberdaya Lingkungan
BAB IV
PENDUDUK INDONESIA
Penduduk merupakan sumber daya manusia yang sangat bermanfaat
dalam memajukan kesejahteraan. Hanya saja jumlah penduduk seringkali
tidak
diimbangi
dengan
kualitasnya,
sehingga
tidak
membawa
kemaslahatan dan bahkan membawa persoalan. Persoalan kependudukan
antar masing-masing negara berbeda. Di Jerman, Luxemburg, Austria
pertumbuhan penduduk minus. Sementara di negara lain berlebihan, dan
banyak
contoh
persoalan
lainnya.
Di
Indonesia
masalah-masalah
kependudukan yang mendasar diantaranya adalah:
1.Jumlah penduduk yang besar
Jumlah penduduk Indonesia yang besar kurang lebih 206 juta pada
tahun 2001 (BPS, 2001) atau 215.631.379 jiwa menurut hasil P4B (tahun
2004), sebenarnya merupakan potensi untuk dijadikan sebagai modal
53
pembangunan, tetapi kenyataannya jumlah penduduk yang besar ini
justru merupakan beban pembangunan karena tingkat ketergantungan
yang tinggi, tingkat produktivitas yang rendah, tingkat pendidikan
rendah, dan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.
Bila jumlah
penduduk yang besar ini produktif maka penduduk akan menjadi modal
tenaga untuk menggerakan pembangunan. Sebaliknya jika penduduk
hanya mengandalkan hidupnya pada sumber daya alam yang ada tanpa
berusaha
meningkatkan
nilai
kemanfaatannya
dan
melakukan
penghematan, maka penduduk yang besar akan membebani alam,
sehingga daya dukung alam akan semakin menurun. Jumlah penduduk
besar berkorelasi dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Bila tingkat pertumbuhan bisa ditekan maka jumlah penduduk bisa
dikendalikan.
2. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia tergolong tinggi.
Pada dekade 1961-1970 pertumbuhan penduduknya 2,15, dekade 19711980 mengalami kenaikan 0,17 persen hingga angka pertumbuhan
mencapai 2,32 persen yang tinggi. Baru pada dekade 1981-1990 angka
pertumbuhan mengalami penurunan sebanyak 0,35 persen, sehingga
angka pertumbuhan menjadi 1,97 persen, lalu pada decade terakhir
mengalami penurunan lagi hingga angka pertumbuhan hanya menjadi
1,35 persen (BPS, 2001).
Tingginya angka pertumbuhan penduduk
merupakan persoalan yang serius, karena makin tingginya tingkat
pertumbuhan berarti jumlah penduduknya makin besar, hal ini akan
membebani lahan (tekanan atas lahan makin tinggi) dan meningkatnya
tingkat kepadatan penduduk. Penyediaan prasarana pelayanan kepada
penduduk juga harus dipenuhi, yang itu berarti membutuhkan dana
yang tidak sedikit.
54
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Pertumbuhan Penduduk
N
o
1
2
3
4
5
6
Klasifikasi
Penduduk dalam keadaan tetap
Pertumbuhan lambat
Pertumbuhan moderat
Pertumbuhan cepat
Pertumbuhan sangat cepat
Ledakan
penduduk
(Population
explotion)
Tingkat pertumbuhan
(%)
0 (tidak ada
pertumbuhan)
< 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,5
1,5 – 2,0
> 2,0
3. Persebaran penduduk yang tidak merata
Penduduk Indonesia yang berjumlah 206 juta jiwa, sebanyak 60
persennya tinggal di Pulau Jawa, 40persen tersebar di seluruh pulau.
Padahal luas Pulau Jawa hanya 6,6 persen dari seluruh luas wilayah
Indonesia. Apalagi bila ditilik dari jumlah pulau yang dihuni. Dari
kurang lebih 18.210 buah pulau, hanya 922 yang dihuni. Berarti ada
17.278 pulau tidak dihuni. Pesebaran penduduk yang tidak merata ini
menimbulkan beberapa kerawanan. Dari aspek hankam, kerawanan
akan muncul karena banyak daerah-daerah yang tidak dapat diawasi.
Dilihat dari aspek ekonomi, pulau-pulau di luar Pulau Jawa-Bali yang
masih jarang atu tidak ada penguninya perkembangan ekonomi akan
berjalan lamban karena aspek-aspek produksi dan wilayah pemasaran
yang sempit sehingga para pelaku ekonomi enggan beraktivitas
ekonomi di sana, Disamping itu tenaga kerja untuk pembangunan juga
hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, akhirnya sumber daya alam di luar
Pulau Jawa kurang termanfaatkan secara optimal.. Sebaliknya bagi
Pulau Jawa sendiri akan timbul kepadatan penduduk tinggi, tingkat
pengangguran meningkat, dan angka kriminalitas sebagi ekses sosial
dari keterdesakan hidup senakin tinggi. Dampak terhadap lingkungan
55
di Pulau Jawa adalah menurunnya daya dukung dan kualitas
lingkungan, karena ekploitasi sumber daya alam yang terus menerus
dan tekanan penduduk atas lingkungan yang makin tinggi.
4. Struktur umur penduduk muda
Struktur penduduk adalah komposisi penduduk suatu daerah
atau negara menurut klasifikasi tertentu, seperti umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Misalnya, komposisi
penduduk menurut jenis kelamin (sex ratio),
atau perbandingan
Jumlah penduduk laki-laki tiap 100 wanita. Sex ratio 90 artinya terdapat
penduduk pria 90 jiwa tiap 100 wanita. Kaitannya dengan persoalan
kependudukan di Indonesia, yakni struktur penduduk muda, artinya
sebagian besar diantara penduduk Indonesia berusia muda (<15 tahun).
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
angka
kelahiran
tinggi,
angka
ketergantungan tinggi dan berarti tingkat kesejahteraan rendah.
Struktur penduduk muda ini dapat pula berarti angka harapan
hidupnya rendah.
Struktur penduduk menurut umur penduduknya, suatu negara
dapat digolongkan menjadi penduduk berstruktur muda (young
population structure) dan penduduk berstruktur tua (old population
structure). Penduduk berstruktur muda biaanya dimiliki oleh negaranegara berkembang termasuk di dalamnya adalah Indonesia, sebaliknya
penduduk berstruktur tua pada umumnya dimiliki oleh negara maju.
Struktur penduduk ini berkorelasi dengan Jumlah angkatan kerja,
pelayanan kesehatan, kesejahteraan dan lain-lain.
Struktur penduduk yang paling banyak dikenal adalah struktur
penduduk yang disusun berdasarkan umur dan jenis kelamin. Struktur
ini dikenal dengan sebutan piranida penduduk karena komposisi
penduduk tersebut divisualisasikan dalam bentuk piramida. Secara garis
besar ada 3 jenis piramida, yakni :
56
a. Piramida penduduk muda (kerucut)
Menggambarkan pertumbuhan penduduk yang tinggi, angka
kelahiran lebih tinggi dari kematian (L > M), biasanya angka
pertumbuhan  2 persen. Kebanyakan terjadi di negara berkembang.
b. Piramida penduduk dewasa (stasioner)/granat
Menggambarkan jumlah penduduk yang tetap, jumlah kelahiran
dan kematian seimbang (L=M). Pertumbuhan penduduk nol (zero
population growth), misal: Inggris, Jepang.
c. Piramida penduduk tua (Nisan)
Jumlah penduduk mengalami penurunan, karena jumlah kelahiran
lebih sedikit dari kematian (L < M). Misal:
Jerman, Austria,
Luxemburg.
5. Tingkat urbanisasi yang tinggi
Tingginya angka migrasi penduduk dari desa ke kota (urbanisasi)
didorong
oleh
keinginan
orang
desa
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya dengan mengadu nasib di kota. Besarnya angka
urbanisasi ditunjukkan dengan makin meningkatnya jumlah penduduk
kota di hampir semua provinsi. Kota-kota yang menjadi tujuan
urbanisasi adalah kota-kota besar (terutama DKI Jakarta, Surabaya,
Bandung, Semarang, dan Medan). Migrasi dapatmembawa dampak
positif dan negatif. Dampak positifnya dari tingginya urbanisasi adalah
makin meluasnya perkembangan wilayah kota, sector ekonomi kota
lebih menggeliat, tersedianya tenaga kerja murah di kota, meningkatkan
taraf ekonomi keluarga dan desa yang ditinggalkan (karena pada
umumnya pelaku urgbanisaasi membawa remitten ke desa asal).
6. Jumlah pengangguran yang tinggi
Jumlah angkatan kerja yang menganggur diperkirakan tiap tahun
meningkat
 2 persen.
Makin besarnya angka pengangguran
menimbulkan kerawanan sosial, tingkat kriminalitas tinggi dan
57
membebani negara. Banyaknya jumlah pengangguran ini terjadi karena
pertumbuhan tenaga kerja tidak seimbang dan pertumbuhan lapangan
kerja. Jumlah pengangguran tinggi juga berarti menambah angka
ketergantungan.
7. Kualitas penduduk yang masih rendah
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kualitas penduduk
diukur dari aspek fisik dan non-fisik. Kualitas penduduk ditunjukkan
oleh kondisi fisik, tingkat kesejahteraan, kesehatan, tingkat pendidikan,
dan lain-lain. Tampaknya kualitas penduduk Indonesia hingga kini
masih rendah, bahkan terjadinya krisis ekonomi semakin memperpuruk
kehidupan penduduk. Berdasarkan parameter kualitas kehidupan
penduduk yang dikemukakan oleh UNDP (United Nations Development
Program), yakni meliputi
dari aspek pendidikan, ekonomi, dan
kesehatan), kualitas penduduk yang ditunjukkan dengan nilai indeks
yang disebut HDI (Human development Index), ternyata sangat rendah.
Dari 174 negara di Asia yang disurvai pada tahun 2001 ini, Indonesia
berada pada urutan ke-109 (hanya setingkat di atas Vietnam).
C. Strategi mengatasi permasalahan kependudukan
Untuk mengatasi persoalan kependudukan (terutama yang berkaitan
dengan aspek demografik) perlu menganalisis sistem demografis dan aspekaspek utama pembentuknya. Jika terdapat sekelompok penduduk yang
memiliki cirri-ciri dan perilaku demografis dan kualitas hidup tertentu
sebagai suatu totalitas atau sebagai suatu sistem, maka sistem ini disebut
dengan makrosistem kependudukan. Makrosistem ini terdiri dari berbagai
komponen yang saling berpengaruh, berinteraksi dan saling tergantung,
sehingga menimbulkan ciri-ciri demografi dan kualitas hidup tertentu. Jika
komponen yang menentukan ciri dan perilaku demografi tersebut
58
dikelompokkan menjadi suatu sistem maka sistem ini dapat dikatakan
sebagai sistem demografik (Suryani, dkk., 1989).
Sistem demografik sebagi sebuah sistem bersifat terbuka, sehingga
ketiaga
subsistemnya
secara
bersama-sama
atau
sendiri-sendiri
berinteraksi dan saling bergantung dengan sistem-sistem di luar sistem
demografik, yakni sistem-sistem ideology, politik, ekonomi, sosial budaya,
dan sistem lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dengan menggunakan
model sistem inilah dapat dipahami mengapa jumlah penduduk yang tinggi
dengan laju pertumbuhan yang tinggi menimbulkan masalahperkembangan
ekonomi, sebaliknya dapat dipahami pula mengapa kondisi ekonomi yang
rendah berdampak pada mortalitas yang tinggi (Soerjani dkk, 1987).
Untuk memecahkan permasalahan kependudukan di Indonesia
dapat dilakukan beberapa pendekatan, yakni :
1. Pendekatan sistematis, merupakan pendekatan untuk mengurangi atau
menghilangkan masalah-masalah atau fenomena kependudukan yang
dianggap sebagai gangguan (ideologis, politis, ekonomis, sosial budaya,
hankam maupun seg-segi kehidupan lainnya) dalam kaitannya dengan
penggunaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hanya
saja pendekatan ini lebih bersifat simtomis dan tidak tertuju kepada
sebab-sebab yang pokok. Contoh pelksanaan pendekatan ini adalah
program transmigrasi untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau
Jawa, program gerkaan kembali ke desa (GKD) untuk mengurangi
gelandangan dan pengangguran di kota, dan lain-lain.
2. Pendekatan kausal, pendekatan untuk mempengaruhi subsistemsubsistem pokok dari sistem demografik, yaitu subsistem fertilitas,
mortalitas, dan migrasi/mobilitas. Pendekatan ini langsung tertuju pada
sebab-sebab pokok yang memberikan corak dan sifat penduduk.
Misalnya untuk mengurangi subsistem fertilitas (tingkat pertumbuhan
yang
tinggi)
dilakukan
program
keluarga
berencana,
untuk
59
mempengaruhi subsistem mortalitas maka dilakukan peningkatan
pelayanan kesehatan dan pemberian gizi kepada ibu hamil dan bayi.
3. Pendekatan integral, merupakan gabungan dari pendekatan sistematis
dan kausal yang dilaksanakan secara bersama-sama. Pendekatan ini
akan lebih efektif dalam menangani masalah kependudukan dengan
tetap berjalan secara serasi dengan usaha meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Pendekatan ketiga ini pulalah yang perlu banyak diterapkan
bila perkembangan penduduk telah mencapai tarap mengganggu
keberlangsungan hidup dan menghambat perbaikan kesejahteran hidup
penduduk. Pendekatan ini perlu digunakan ketika para penentu
kebijakan dihadapkan pada kesukatan membedakan apakah suatu
intervensi akan tertuju kepada sebab (kausal) ataukah kepada gejala
(sistem).
DAFTAR PUSTAKA
I Made Sandy, 1996. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Penerbit
Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia-PT. Indograph
Bakti.
Sunarpi, 2000.
Suparmat, 1989. Geografi Regional Negara Berkembang. Jakarta: Ditjen
Pendidikan Tinggi.
Sutikno, 2001.
Yakub Rais (ed), 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta: Pradnya
Paramitha
Download