2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Adapun komposisinya adalah sebagai berikut: a. 50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 ha. b. 26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 ha. c. 24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 ha. Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya. Total luas keseluruhan wilayah Kepulauan Seribu kurang lebih hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897.71 ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 km2 (www.pulauseribu.net 2009). Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta (Noor 2003). Tipe iklim di 11 pulau permukiman adalah tropika panas dengan suhu maksimum 32 °C, suhu minimum 21,6 °C dan suhu rata-rata 27 °C serta kelembaban udara 80%. Cuaca baik di Kepulauan Seribu adalah sekitar bulan Maret, April sampai dengan Mei. Curah hujan cukup tinggi dimana bulan terbasah yaitu pada Januari. Curah hujan yang tercatat mencapai 100-400 mm. Curah hujan bermusim yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu Musim Barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan Musim Timur (musim angin timur serta kering). Musim-musim tersebut mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan penduduk maupun bagi kegiatan-kegiatan lainnya serta kondisi wilayah. Hal tersebut mempengaruhi kegiatan nelayan yang akan sangat terganggu pada saat musim Angin Barat (www.pulauseribu.net 2009). Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monson yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan AprilMei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 720 knot/jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember- 4 Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan November-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus (Noor 2003). Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0–2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1–1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok, dan Pulau Tikus (Noor 2003). Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28.530 °C. Pada musim Timur suhu permukaan berkisar antara 28,5-31 °C. Salinitas permukaan berkisar antara 30–340/00 pada musim barat maupun pada musim timur (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998 in Noor 2003). 2.2. Deskripsi Mamalia Laut Mamalia laut yang termasuk ke dalam ordo cetacea merupakan mamalia yang hidup di air laut dan beberapa hidup di daerah sungai (Mead & Gold 2002 in Hendrian 2007). Lumba-lumba yang termasuk ke dalam kelompok mamalia laut memiliki aktivitas atau tingkah laku harian sebagai bentuk adaptasi. Beberapa jenis lumbalumba melakukan aktivitas melompat ke udara dan menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching merupakan suatu tanda untuk menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan, dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok (Carwardine 1995). Lumba-lumba yang tergolong dalam kelompok mamalia memiliki tingkah laku yang beragam. Dalam aktivitas renang, lumba-lumba sering menunjukkan keberadaannya dengan melompat ke atas permukaan air. Menurut Karczmarski & Cockcroft (1999) in Karczmarski et al. dikelompokkan menjadi empat, antara lain: (2000) tingkah laku lumba-lumba dapat 5 1. Foraging/ feeding yaitu perilaku berupa menyelam dengan arah tak tentu di satu lokasi, muncul ke permukaan dan bernafas berkali-kali, mengejar ikan, dan memakannya. 2. Travelling yaitu melakukan renang ke arah tertentu dan melakukan penyelaman secara berkelompok, muncul ke permukaan air, dan mengejar ikan secara berkelompok. 3. Resting yaitu perilaku istirahat, terkadang terlihat mengapung, jarang muncul ke permukaan, dan sesekali melakukan renang secara pelan. 4. Socializing dan playing yaitu perilaku agresif seperti melompat keluar air, berenang di gelombang pada daerah selancar, dan renang secara cepat dengan merubah arah tujuan atau sering bersentuhan tubuh dengan lumbalumba lain. Weber & Thurman (2001) in Ali (2006) menyatakan bahwa lumba-lumba dan pesut kebanyakan pemakan ikan, walaupun terkadang memakan cumi-cumi. Lumbalumba memangsa makanannya dengan gigi dan kemudian menelannya. Lumba-lumba yang masih kecil memakan ikan kecil dan cumi-cumi di daerah epipelagik di perairan laut terbuka, beberapa spesies lumba-lumba memakan ikan dasar di perairan dangkal dekat pantai, teluk, dan sungai. Untuk melanjutkan proses regenerasi, lumba-lumba melakukan proses kawin. Pada proses kawin, terlebih dahulu dilakukan proses percumbuan. Untuk mendapatkan pasangan, lumba-lumba jantan di dalam satu kelompok melakukan pertarungan. Lumba-lumba yang telah mendapatkan pasangan dan siap untuk kawin akan terpisah dari kelompok. Perkawinan dan melahirkan anak terjadi sepanjang tahun, tetapi puncak musim kelahiran terjadi pada musim panas (Priyono 2001). 2.3. Habitat dan Penyebaran Lumba-lumba hampir ditemukan di perairan laut seluruh dunia. Beberapa spesies lumba-lumba hidup pada perairan tawar atau sungai seperti lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris) dan lumba-lumba Sungai Gangga (Platanista gangetica). Lumba-lumba sering memanfaatkan teluk-teluk dan muara-muara sebagai tempat mencari makan, kawin dan istirahat (Priyono 2001). Distribusi lumba-lumba di dunia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan termasuk kondisi oseanografi, seperti salinitas, suhu permukaan laut (Selzer & Payne 1998 in Ali 2006), dan kedalaman laut (Ross et al. 1987 in Ali 2006). 6 Menurut Spalding et al. (2001) in Ali (2006) lumba-lumba sesekali dijumpai di sekitar ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan daerah yang paling penting bagi beberapa spesies ikan karang. Ikan-ikan karang yang berukuran kecil, krustase, dan cumi-cumi yang masuk ke dalam kelompok moluska hidup pada daerah terumbu karang yang merupakan makanan untuk lumba-lumba. 2.3.1. Kedalaman Kedalaman laut akan membuat bentuk permukaan dasar laut menjadi beberapa bagian. Perbedaan kedalaman akan mempengaruhi aktivitas lumba-lumba di dalam air. Pada kedalaman 200-300 m lumba-lumba umumnya melakukan aktivitas berupa mencari makan. Pada kedalaman 2-7,2 m ditemukan lumba-lumba yang melakukan proses percumbuan atau kawin. Suara yang ditimbulkan oleh mesin kapal dapat menyebabkan terganggunya sistem navigasi dari lumba-lumba. Umumnya, lumbalumba jenis ini lebih memilih menghindar atau mengubah arah tujuan, dan menyelam ke kedalaman yang lebih dalam untuk menghindari kecelakaan seperti tertabrak dengan kapal (Karczmarski et al. 1997). 2.3.2. Kecepatan arus permukaan Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa air laut menuju kestabilan yang terjadi secara terus-menerus (Gross 1972 in Akbar 2008). Arus perairan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan alur pelayaran bagi kapal-kapal. Arus juga dapat dimanfaatkan oleh lumba-lumba dalam aktivitas renang. Beberapa spesies lumba-lumba dijumpai berenang di depan atau samping kapal dengan memanfaatkan arus yang dihasilkan dari kapal. Arus yang terdapat di perairan dimanfaatkan lumba-lumba untuk menghemat energi saat melakukan aktivitas renang (Andersen 1969). 2.3.3. Suhu Suhu merupakan faktor penting dalam proses biologis bagi organisme dan proses ekologis di sekitarnya. Adanya perubuhan iklim yang berdampak terhadap peningkatan suhu permukaan laut mengakibatkan terganggunya jalur migrasi dan waktu migrasi dari lumba-lumba. Sebagian dari paus dan lumba-lumba hidup pada perairan yang hangat. Migrasi yang dilakukan mamalia ke daerah ekuator dari arktik 7 dan antartika bertujuan untuk mendapatkan makanan dan untuk beradaptasi terhadap suhu hangat (Andersen 1969). 2.3.4. Salinitas Salinitas menggambarkan konsentrasi seluruh ion yang terdapat di perairan (Boyd 1988 in Effendi 2003). Beberapa jenis lumba-lumba memiliki toleransi terhadap salinitas. Hal ini dapat diketahui dengan aktivitas beberapa lumba-lumba yang mampu berenang atau mencari makan sampai ke wilayah estuari. Menurut Gawarkiewicz et al. (1998) in Ali (2006) distribusi lumba-lumba dibatasi oleh gradien salinitas di permukaan laut. 2.3.5. Pasang surut air laut Pasang surut terjadi akibat adanya gaya gravitasi antara bulan, bumi, dan matahari. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap kondisi biota laut yang berada di perairan dangkal atau pantai dan biota yang berada di tengah laut atau laut lepas (Jong Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Pada air surut, mamalia laut lebih banyak ditemukan di daerah laut terbuka (offshore). Pada saat air surut, arus air surut akan membawa makanan bagi biota laut yang hidup ditengah laut. Arus laut saat air surut akan membawa fitoplankton, zooplankton, dan ikan-ikan kecil ke tengah laut, sehingga terjadi supply makanan di daerah tengah laut (Jong Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Pada saat kondisi air pasang, arus laut akan kembali membawa biota yang menjadi supply makanan ke daerah perairan dangkal (Jong Huat 2003 in www.ofish.com 2010). 2.3.6. Nekton Nekton atau yang biasa disebut ikan memiliki peranan penting dalam kehidupan di dalam air. Keberadaan ikan di dalam perairan memiliki peran sebagai konsumen dalam rantai makanan. Lumba-lumba yang menjadi konsumen tingkat tinggi atau predator sangat tergantung terhadap keberadaan ikan untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Beberapa jenis lumba-lumba seperti Delphinus delphis memakan ikan ukuran kecil seperti sardin, dan anchovi (www.longbeachmarine.org 2010). Selain ikan kecil, lumba-lumba juga memakan cumi-cumi (Hutabarat & Evans 1985). 8 2.4. Migrasi Mamalia Migrasi merupakan aktivitas pergerakan dari suatu tempat menuju tempat yang lain. Beberapa kelompok mamalia laut melakukan migrasi ke suatu perairan pada kondisi tertentu termasuk lumba-lumba. Migrasi dipengaruhi oleh wilayah yang biasa dijadikan tempat aktivitas lumba-lumba. Weiss (2010) in www.fieldtripearth.org (2010) mengatakan bahwa jenis lumba-lumba hidung botol memiliki tipe pola menetap di suatu wilayah. Berdasarkan kepada wilayahnya, jenis lumba-lumba hidung botol memiliki tipe menetap, yaitu menetap pada musim tertentu, dan menetap sejenak pada wilayah tertentu. Migrasi yang dilakukan oleh lumba-lumba lebih disebabkan adanya perbedaan suhu air dan pergerakan ikan mangsa. Migrasi yang dilakukan oleh sebagian kelompok mamalia bertujuan untuk mendapatkan makanan. Suhu perairan yang hangat seperti di daerah tropis sering dijadikan tujuan migrasi. Baker et al. (1986) in www.dolphin-institute.org (2010) menyatakan terdapat jenis paus saat musim dingin di wilayah Hawai melakukan migrasi ke wilayah yang bersuhu hangat untuk mencari makan.