BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004). Anak adalah aset yang sangat penting bagi negara dan bangsa Indonesia untuk menuju bangsa yang sehat, maju dan sejahtera (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Masa pertumbuhan dan perkembangan adalah masa masa yang penting bagi balita. Pertumbuhan anak balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius karena jumlah balita di negara ini cukup tinggi (Riskesdas, 2013). Jumlah populasi balita di Indonesia sebesar 24.053.816 anak, 10% dari jumlah populasi yang ada (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Namun pada kenyataannya peningkatan jumlah balita tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas kesehatan pada balita, salah satunya dalam aspek pertumbuhan, dimana dari tahun ke tahun permasalahan mengenai pertumbuhan balita di Indonesia masih saja ditemukan (Hadi, 2005). Dilihat berdasarkan target Renstra tahun 2013 masih ada 29,88% balita Indonesia belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Dari data Profil Kesehatan Indonesia 2014, masih ada sekitar 19,7% anak balita di Indonesia yang belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar berupa penimbangan berat badan di posyandu. Indikator pertumbuhan bagi anak adalah status gizi. Penelitian tentang status gizi pada anak balita (usia 1- 5 tahun) yang telah dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa balita dengan berat badan kurang adalah 150 juta atau 26,6 %. Faktor faktor yang mengakibatkan tingginya prevalensi gizi buruk di negara Asia Selatan termasuk India yaitu karena berat badan lahir rendah (BBLR), masalah kesehatan ibu, keterlambatan pengenalan makanan, keiskinan dan kondisi lingkuan yang lebih merata di daerah kumuh. Faktor lain yang berpengaruh adalah seperti usia perkawinan, jarak anak, pola keluarga, tingkat pendidikan, ekonomi, adat dan kepercayaan (Mitta et al.,2007). Studi tentang status gizi pada anak balita di Jirel Nepal merupakan salah satu indikator utama kesehatan dan untuk mengetahui besar nya masalah gizi buruk (Chapagain, et al.,2005). Walaupun secara umum prevalensi gangguan pertumbuhan balita di Indonesia mengalami penurunan, tetapi masih terdapat kesenjangan antara provinsi satu dengan yang lainnya. Saat ini masih ditemukan daerah dengan kasus gizi kurang dan buruk sebanyak 18 provinsi, 15 provinsi dengan kasus anak pendek, dan 19 provinsi dengan prevalensi anak kurus diatas rata-rata nasional (Riskesdas, 2010). Pada tahun 2013 ditemukan data balita dengan prevalensi berat kurang (underweight) adalah 19,6% terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan 2010 (17,9%) terlihat meningkat (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Prevalensi balita kurang gizi di DIY masih cukup tinggi, yaitu sebesar 8,45 %. Dari keempat kabupaten yang terdapat di Yogyakarta, Kabupaten Kota Yogyakarta lah yang belum memenuhi target pencapaian (<1%), sedangkan di 2 Kabupaten Kota Yogyakarta masih 1,35% (DinKes, 2013). Sekitar 7,26% balita di Kota Yogyakarta mengalami gizi kurang dan berdasar indikator berat badan/umur sebanyak 10,51% balita masuk kategori pendek. Salah satu wilayah yang terdapat balita dengan masalah gizi kurang dan balita pendek cukup banyak adalah wilayah Puskesmas Mantrijeron (DinKes, 2013). Dari hasil studi pendahuluan di Mantrijeron menunjukkan bahwa masih banyak orangtua yang belum memahami tentang pertumbuhan anaknya. Banyak anak yang masih mengalami berat badan kurang dan masalah pertumbuhan namun orangtua kurang mempedulikanya. Menurut data pada tahun 2015 yang diperoleh dari Puskesmas Mantrijeron menujukkan masih terdapat kasus gizi buruk pada balita (1 anak), dan masih banyak yang mengalami gizi kurang, yakni sejumlah 59 anak. Orangtua atau pengasuh wajib mempelajari pertumbuhan dan perkembangan anak, mengenal, memantau serta melakukan stimulasi. Hal tersebut wajib dilakukan karena masa pertumbuhan dan perkembangan anak relatif pendek dan merupakan masa yang akan menentukan kualitas hidup pada saat dewasa kelak (Kemenkes RI, 2012). Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui pertumbuhan tersebut, penimbangan balita setiap bulan sangat diperlukan. Penimbangan dapat dilakukan di berbagai tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain (Riskesdas, 2013). 3 Melihat keadaan balita yang masih memprihatinkan maka perlu strategi untuk mengatasinya. Pada tahun 2012 UNICEF bersama WHO menyediakan strategi yaitu pelatihan CCD (Care for Child Development) sebagai materi konseling yang diberikan tenaga kesehatan kepada caregiver tentang pengasuhan balita. Konseling ini diberikan untuk meningkatkan kualitas interaksi caregiver dan anak. Kader sebagai perwujudan peran serta aktif dari masyarakat sangat dibutuhkan kontribusinya dalam membantu upaya peningkatan kualitas interaksi caregiver dengan anak (WHO,2012) Penelitian di Mantrijeron Yogyakarta menunjukkan ada nya perbaikan atau peningkatan baik pada status pertumbuhan maupun sebelum dilakukan intervensi konseling CCD dengan sesudah dilakukan intervensi konseling CCD selama tiga bulan. Selain itu juga terdapat perbedaan yang bermakna antara status pertumbuhan balita kelompok intervensi dengan status pertumbuhan balita kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh dari program pelatihan CCD pada kader terhadap status pertumbuhan (Oktavianto, 2015). Penerapan CCD sudah terbukti efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak serta berdampak positif bagi orangtua/caregiver, lingkungan dan petugas kesehatan. (WHO & UNICEF, 2013). Konseling yang dilakukan kader terlatih ini kepada pengasuh balita akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan para pengasuh dalam melakukan stimulasi pertumbuhan balitanya atau dengan kata lain kualitas asuhan yang dilakukan ibu/pengasuh baik. Di Indonesia masih sedikit sekali penelitian terkait konseling CCD, hanya beberapa penelitian yang ditemukan. Dalam penelitian Oktavianto (2015), 4 menunjukkan data terdapat perbaikan pada status pertumbuhan antara pertumbuhan balita sebelum dan sesudah intervensi konseling CCD yakni terdapat 31 balita yang mengalami peningkatan skor Z, awalnya terdapat 1 balita (1,7%) yang status nutrisinya sangat kurus menjadi tidak ada. Begitu juga awalnya terdapat 14 balita (23,3%) yang status nutrisinya kurus menjadi 5 balita saja (8,3%) setelah diberikan intervensi. Program CCD ini menyarankan keluarga untuk bermain dan berkomunikasi dengan anak, sehingga mereka belajar memahami dan sensitif terhadap kebutuhan anak serta dapat berespon terhadap kebutuhan anak tersebut. Dari dasar manfaat CCD inilah yang membuat anak menjadi sehat dan tumbuh kembangnya menjadi lebih optimal (UNICEF, 2013). Kader di Kecamatan Mantrijeron sudah diberikan pelatihan CDD pada JuniSeptember (Oktavianto, 2015). Berdasarkan studi pendahuluan di kelurahan Suryodiningratan, terdapat peningkatan status gizi pada 5 balita gizi kurang yang diberi konseling oleh kader, namun konseling CCD oleh kader kepada pengasuhbalita tidak berkelanjutan. Maka juga diperlukan mencari tahu faktor lain yang mempengaruhi status gizi selama satu tahun ini dan faktor yang menghambat konseling kader pada orang tua. Hal ini yang menjadikan pentingnya dilakukan hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap status gizi balita satu tahun setelah mendapatkan konseling kader di Kecamatan Mantrijeron. 5 B. Rumusan Masalah Dari uraian dari latar belakang penelitian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap status gizi balita satu tahun setelah mendapatkan konseling di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap status gizi balita satu tahun setelah mendapatkan konseling di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Gambaran konseling kader pada pengasuh balita di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. b. Gambaran status gizi balita setelah satu tahun mendapatkan konseling di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. c. Hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap status gizi balita satu tahun setelah mendapatkan konseling di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. . 6 D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap status gizi balita satu tahun setelah mendapatkan konseling di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta sehingga mendapatkan data yang berguna untuk pertumbuhan balita yang optimal. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat : 1. Bagi kader kesehatan (khususnya kader posyandu) Memberikan masukan kepada kader kesehatan tentang pentingnya mengetahui faktor faktor karakteristik balita dan pengasuh yang mempengaruhi status gizi balita yang mendapatkan konseling, sehingga dapat mencegah dampak yang lebih buruk. 2. Bagi pengasuh/caregiver Memberikan masukan kepada pengasuh, dapat melakukan perawatan dalam rangka meningkatkan status gizi balita serta memberikan dukungan penuh berupa pengasuhan dan perawatan balita (pemberian makan yang sesuai umur). 3. Bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya Memberikan masukan kepada perawat agar data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dalam menerapkan terkait optimalisasi peningkatan status gizi balita. 7 4. Bagi penelitian selanjutnya Memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya agar hasil dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan referensi ataupun dikembangkan lagi dalam bentuk penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif terkait dengan faktor faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita yang mendapatkan mendapatkan konseling. E. Keaslian Penelitian Belum banyak penelitian tentang hubungan karakteristik balita dan pengasuh terhadap pertumbuhan balita satu tahun setelah mendapatkan konseling yang pernah dilakukan di Indonesia, namun terdapat penelitian yang sejenis atau hampir sama yang pernah dilakukan antara lain: 8 Tabel 1. Keaslian Penelitian No Judul Tujuan Metodologi 1. (Persulessy, 2011) Hubungan tingkat pendapatan dan pola makan dengan status gizi balita di daerah nelayan distrik Jayapura Utara Kota jayapura Mengetahi hubungan tingkat pendapatan dan pola makan dengan status gizi balita. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Responden berjumlah 162 balita (usia 12-59 bulan). 2. (Erni et al.,2008)Pola makan, asupan zat gizi dan status gizi anak balita di Nyogan Kabupaten Muaro Jambi. Mengetahui adakah pengaruh pola makan, asupan zat gizi dan status gizi anak balita. 3. (Nuburi, 2010) Pengaruh komunikasi informasi dan edukasi gizi (KIE Gizi) tentang pola pemberian makan balita dengan pemfaatan kearifan lokal terhadap pengetahuan dan perilaku ibu balita gizi kurang penduduk asli di Papula Jayapura Mengetahui Rancangan hubungan penelitian komunikasi experiment informasi dan edukasi gizi (KIE Gizi) tentang pola pemberian makan balita dengan pemfaatan kearifan lokal terhadap pengetahuan dan perilaku ibu balita gizi kurang Hasil Penelitian Tingkat pendapatan dengan status gizi menunjukkan hubungan yang bermakna dengan nilai p=0,000 (p<0,005). Pola makan dengan status gizi menunjukkan hubungan yang bermakna yaitu p=0,010 (p<0,05). Rancangan Ada hubungan bermakna penelitian cross antara asupan gizi sectional. dengan status gizi anak Responden balita. balita Persamaan Perbedaan Variabel yang diteliti tentang status gizi. Rancangan penelitian. Variabel bebas yang diteliti tingkat pendapatan dan pola makan. Design penelitian dan metode penelitian juga berbeda. Variabel yang diteliti tentang status gizi. Rancangan penelitian. Variabel bebas yang diteliti. Responden penelitian. Ada pengaruh KIE Gizi Variabel yang Responden. Quasi dengan memanfaatkan diteliti edukasi Rancangan kearifan lokal terhadap gizi penelitian pengetahuan ibu balita gizi. KIE Gizi tidak berpengaruh terhadap perilaku ibu balita. 9