UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK MENIRAN

advertisement
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans.
Melsi Pratiwi Yusni, Gustina Indriati1, Irdawati2
Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
ABSTRAC
Meniran ( Phyllanthus. niruri L. ) or known to the sidukuang anak a potent plant can treat
a variety of diseases . Meniran ( P. niruri L.) which contains antimicrobial flavonoid, saponin and
tanin that can inhibit the growth of C. albicans . Has done research on Power Test Inhibitory
Meniran Extract ( Phyllanthus niruri ) on growth of C. albicans . This study used a Completely
Randomized Design ( CRD ) with 7 treatments and 3 replications , treatment begins albothyl 2 %
of control ( A ), Concentration 5 % ( B ), concentration of 10 % ( C ), concentration of 30 % ( D ) ,
Concentration 40 % ( E ) , concentration of 50 % ( F ). Data processed by Analysis Of Variance (
ANNOVA ). This study aims to determine the inhibitory meniran extract ( P. niruri L.) on the
growth of C. albicans , and to determine the most effective concentration of meniran ( P. niruri
L.) on the growth of C. albicans has been done in the laboratory of the UNP . From the research
that has been done , it can be concluded that the extract meniran ( P. niruri L.) ranging from 5 %
concentration was able to inhibit the growth of C. albicans . The most effective concentration
present in a concentration of 20 % .
Keyword: Candida albicans, Extract, Phyllanthus niruri L.
A. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara beriklim tropis,
mempunyai tanaman obat yang sangat
beragam, sehingga tradisi penggunaan
tanaman obat sudah ada dari nenek moyang
yang dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai jenis penyakit. Obat tradisional
adalah ramuan dari tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari
penuturan orang-orang tua dan pengalaman,
meskipun perkembangan obat modern maju
pesat, namun pengobatan tradisional tak
pernah surut dari arus kemajuan teknologi
kedokteran (Aziddin dan Syarifuddin 1990)
Meniran (P. niruri L) merupakan
tumbuhan yang berasal dari Asia tropik yang
tersebar di seluruh daratan Asia termasuk
Indonesia. Meniran (Phyllanthus niruri L.)
tumbuh di daerah dataran rendah hingga
daratan tinggi dengan ketinggian 1.000
meter diatas permukaan laut. Tumbuhan
meniran memiliki tinggi 40 – 100 cm,
tumbuh secara liar ditempat yang berbatu,
dan berlembab seperti di tepi sungai, pantai,
semak, tanah telantar diantara rerumputan,
hutan. Meniran mempunyai akar tunggang
dan sepasang bunga yaitu, bunga jantan
yang keluar di bawah ketiak, daun dan
bunga betina yang keluar di atas ketiak daun
(Kardinan dan Kusuma, 2004).
Meniran (P. niruri L.) memiliki batang
berwarna hijau muda atau hijau tua, setiap
cabang atau ranting terdiri dari 8- 25 helai
daun. Daunnya berwarna hijau, berbentuk
lonjong dan tersusun majemuk. Ukuran
daunnya 0,5 – 2 x 0,25 – 0,5 cm. Buah
berstruktur licin, bulat piph dengan diameter
2 – 2,5 cm. Di beberapa daerah Indonesia,
meniran dikenal dengan sidukuang anak,
sidukung anak (Sumatera Barat); nama
ba’metano, sidukung anak, baket sikolop
(Sumatera); meniran ijau, merah, memeniran
(Jawa);
bolobungo,
sidukung
anak
(Sulawesi); serta gosau ma dungi, gosau ma
dungi rosiha, belalang babiji (Maluku) (
Kardinan dan Kusuma, 2004).
Tumbuhan meniran memiliki kandungan
antimikroba yaitu flavonoid, saponin dan
tanin yang berkhasiat mengobati penyakit.
Menurut
Wibowo
(2013),
meniran
dimanfaatkan sebagai
obat hepatitis,
malaria, disentri, diare, peradangan pada
kelenjer kemih, dan ditambahkan oleh
Soejono, (2006) bahwa tumbuhan meniran
(P. niruri L.) juga dapat dimanfaatkan
sebagai pelancar air seni dan obat sariawan.
Sariawan merupakan pembengkakan
atau peradangan yang terjadi di lapisan
mukosa mulut. Daerah yang bisa terkena
sariawan antara lain: pipi, gusi, lidah, bibir,
dan langit-langit mulut. Selain itu, sariawan
juga bisa menyebabkan pendarahan,
bengkak, dan warna memerah. Gejala
sariawan berupa rasa sakit atau rasa terbakar
selama 1-2 hari, yang kemungkinan dapat
menimbulkan luka di rongga mulut. Rasa
sakit dan panas pada sariawan ini membuat
susah makan dan minum yang disebabkan
oleh Candida albicans (Putra, 2013).
C. albicans merupakan salah satu
mikroorganisme yang terdapat pada kulit
dan selaput lendir seperti vagina, mulut, atau
rectum. Infeksi yang disebabkan Candida
disebut kandidiasis. Kandidiasis dapat
ditekan
pertumbuhannya
dengan
menggunakan antiseptik seperti albothyl.
Kandidatrush
yang
dikenal
dengan
stomamatitis apthosa atau sariawan, yang
terjangkit adalah bayi, wanita hamil, gizi
buruk, dan penderita HIV (Volk dan
Wheeler, 1989).
Desfita (2011) dalam Noorhamdani
dkk.,(2013) menggunakan esktrak herba
meniran menggunakan pelarut n-heksana
dan etil asetat menunjukan adanya hambatan
pada C.
albicans. Dengan pelarut nheksana, rata-rata zona hambat yang
dihasilkan pada konsentrasi 10% sebesar
10,32 mm. Sementara pada pelarut etil
asetat, rata-rata zona hambat yang dihasilkan
konsentrasi 10% sebesar 10,6 mm.
Pada daerah Pariaman, tumbuhan
meniran (P. niruri L.) digunakan sebagai
obat sariawan dengan cara merebus meniran
dan meminum rebusan tersebut, akan tetapi,
belum diketahui secara pasti sejauh mana
daya hambat meniran terhadap C. albicans.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
telah dilakukan penelitian tentang uji daya
hambat ekstrak meniran (P. niruri L.)
terhadap pertumbuhan C. albicans”.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
penulis membatasi masalah yang akan
diteliti yaitu terbentuknya zona bening atau
hambat yang terbentuk dalam medium SDA,
yang ditambahkan ekstrak P. niruri L.
dengan berbagai konsentrasi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstrak meniran (Phyllanthus
niruri L.) dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans ?
2. Berapa konsentrasi efektif dari
ekstrak meniran (Phyllanthus niruri
L.)
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan C. albicans ?
Hipotesis
1. Ekstrak meniran (P. niruri L.) dapat
menghambat pertumbuhan
C. albicans.
2. Terdapat konsentrasi yang paling
efektif dari ekstrak meniran (P.
niruri L.) dalam menghambat
pertumbuhan C. albicans.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
3. 1.Untuk mengetahui kemampuan
ekstrak meniran (Phyllanthus niruri
L.) dalam menghambat pertumbuhan
C. albicans.
4. 2. Untuk melihat konsentrasi yang
paling efektif dari meniran (P. niruri
L.) dalam menghambat pertumbuhan
C. albicans.
Kegunaan Penelitian
1. Penulis
mengharapkan
hasil
penelitian ini dapat memberikan
informasi kepada masyarakat tentang
manfaat meniran (P. niruri L.).
2. Informasi tentang alternatif lain
terhadap obat-obatan.
3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan
bagi pembaca.
B. Metode Penelitian
a. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah di lakukan pada bulan
Desember
2013
di
laboratorium
Mikrobiologi Universitas Negeri Padang.
b. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cawan petri, tabung reaksi, lampu
spiritus, mikropipet, gelas ukur, jarum ose,
timbangan, labu erlenmeyer, autoklaf, gelas
piala, pipet tetes, pisau, kompor listrik,
camera, drill glass, inkubator, kertas saring,
pipet ukur, vortex, Lumpang dan alu, jangka
sorong, pinset dan kain kasa.
Bahan – bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah esktrak Meniran yang
masih segar, alkohol 70%, aquades, kertas
koran, kertas label, aluminium foil, albothyl,
kapas, plastic wrap, Sabouraud Dextrosa
Agar (SDA) dan biakan C. albicans.
c. Rancangan Penelitian
Biakan Candida albicans diperoleh dari
Laboratorium
Kedokteran
UNAND.
Penelitian
dilakukan
untuk
menguji
kemampuan ekstrak meniran (P. niruri L.)
dalam menghambat pertumbuhan C.
albicans dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan
dan 3 ulangan yaitu: Kontrol Albhothyl 2%,
Ekstrak meniran 5%, Ekstrak meniran 10%,
Ekstrak meniran 20%, Ekstrak meniran
30%, Ekstrak meniran 40%, Ekstrak
meniran 50%.
d. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a) Sterilisasi Alat
Semua alat yang digunakan dicuci bersih
dan dikeringkan, setelah itu dibungkus
dengan
kertas
koran.
Sterilisasi
menggunakan autoclave pada temperatur
1210 C pada tekanan 15 psi. Untuk jarum ose
dan pinset disterilisasikan dengan pemijaran
b) Pembuatan Medium SDA
Dalam penelitian ini menggunakan
medium Sabouraud Dextrosa Agar (SDA)
bahan medium ditimbang sebanyak 21 gram,
selanjutnya dimasukan kedalam gelas kimia
dan ditambah aquades sebanyak 700 ml.
Selanjutnya untuk mencegah kontaminasi
bakteri ditambah 0,75 g kloromfenicol dan
dipanaskan
sampai
mendidih,
lalu
dimasukan kedalam Erlenmeyer dan ditutup
dengan
aluminium
foil
kemudian
disterilisasikan dalam autoklaf pada suhu
1210 C pada tekanan 15 psi selama 15 menit.
c) Pembuatan
Ekstrak
Meniran
(Phyllanthus niruri)
Meniran (P. niruri L.) yang digunakan
adalah meniran yang segar yang diambil di
kawasan rumah penduduk, di jalan Rawa
Gede Gunung Pangilun Padang. Meniran
yang diambil adalah meniran yang masih
segar dan bagian diambil adalah daun,
batang dan buah. Kemudian, bahan baku
dicuci sampai bersih dengan air, dipotongpotong dan digerus dengan lumpang dan alu,
selanjutnya di saring dengan kain kasa.
d) Pembuatan Kertas Cakram
Kertas cakram dibuat dengan kertas
saring yang terdiri dari 4 lapis dengan
menggunakan pelubang kertas yang
berdiameter 5 mm dan di sterilisasi.
e) Peremajaan Suspensi Jamur
Setelah biakan murni C. albicans
diperoleh, selanjutnya dilakukan peremajaan
dengan cara medium SDA dituang kedalam
tabung reaksi kemudian didinginkan, pada
saat mendinginkan medium SDA tersebut
dimiringkan, sehingga terbentuk medium
agar miring. Selanjutnya diambil satu ose
biakan murni C. albicans dan di
inokulasikan kedalam medium agar miring
selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 370 C.
f) Penyediaan Suspensi Jamur
Biakan C. albicans yang berumur 48
jam, diambil sebanyak 1 ose selanjutnya
disuspensikan ke dalam aquades 9 ml, lalu
divortex sampai kekeruhannya sama dengan
standar McFarland 0,5 (9 X 109 sel/ml).
g) Pengenceran Konsentrasi
Pengenceran hasil ekstraksi tumbuhan
meniran (P. niruri L.) dalam berbagai
konsentrasi dengan cara sebagai berikut :
1. Konsentrasi 5% :0,5 ml ekstrak
tumbuhan meniran + 9,5 ml aquades.
2. Konsentrasi 10% : 1 ml ekstrak
tumbuhan meniran + 9 ml aquades.
3. Konsentrasi 20% : 2 ml ekstrak
tumbuhan meniran + 8 ml aquades.
4. Konsentrasi 30% : 3 ml ekstrak
tumbuhan meniran + 7 ml aquades.
5. Konsentrasi 40% : 4 ml ekstrak
tumbuhan meniran + 6 ml aquades.
6. Konsentrasi 50% : 5 ml
ekstrak
tumbuhan meniran + 5 ml aquades
7. Albothyl 2% : 0,2 ml albothyl + 9,8
ml aquades .
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah dibuat pengenceran 5%, 10%,
20%, 30%, 40%, 50%. Masing-masing
tabung reaksi diisi medium SDA dan
dibiarkan membeku. Suspensi yang sama
kekeruhannya dengan Mc farland 0,5 (9
x109 sel/ml). Diinokulasikan sebanyak 200
µl kepermukaan medium, dan diratakan
dengan drill glass. Selanjutnya kertas
cakram dicelupkan kedalam tabung reaksi,
yang berisi ekstrak meniran (P. niruri L.)
yang sudah diencerkan sesuai perlakuan.
Angkat kertas cakram menggunakan pinset
steril, tunggu sampai air meniran tidak
menetes lagi dari cakram, kemudian letakan
cakram diatas media agar. Demikian juga
dengan Albhothyl. Selanjutnya diinkubasi
pada suhu 370 C selama 48 jam.
3. Pengamatan
Parameter yang diamati pada saat
penelitian adalah diameter zona hambat
jamur. Zona hambat akan terlihat sebagai
daerah jernih disekitar cakram. Pengukuran
zona dilakukan menggunakan jangka sorong
dengan skala 0,05 mm, jika zona bebas
jamur tidak terbentuk bulat penuh maka
diameter dipakai menghitung rata-rata
diameternya.
e. Analisis Data
Data dianalisis dengan ANOVA
(Analysis of variance) (Hanafiah, 2004).
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan
mengenai uji daya hambat ekstrak meniran
(P. niruri L.) terhadap pertumbuhan C.
albicans, dan di dapatkan hasil seperti Tabel
1.
Tabel 1.Rata-rata zona hambat ekstrak
meniran
terhadap
pertumbuhan C. albicans
Perlakuan
A. Albothil
2%
B. Konsentrasi
5%
C. Konsentrasi
10%
D. Konsentrasi
20%
E. Konsentrasi
30%
F. Konsentrasi
40%
Rata-rata diameter
zona hambat (mm)
1,38 mm
1,12 mm
1,24 mm
1,58 mm
1,19 mm
1,18 mm
G. Konsentrasi
1,85 mm
50%
Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat
bahwa ekstrak meniran (P. niruri L.) dari
konsentrasi 5% sampai konsentrasi 50%
dapat menghambat petumbuhan.
C. albicans, meskipun dari hasil analisis
statistic tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara masing-masing perlakuan (lampiran
1). Terlihat pada perlakuan konsentrasi 50%
mempunyai
kecenderungan
rata-rata
diameter hambat yang paling besar,
sedangkan
zona
hambat
yang
kecenderungannya paling kecil di dapatkan
pada perlakuan B.
2. Pembahasan
Dapat dilihat pada Tabel di atas, hasil
penelitian dengan menggunakan ekstrak
meniran (P. niruri L.) pada tiap perlakuan
mampu menghambat pertumbuhan C.
albicans, hal ini dapat dilihat dari rata-rata
diameter zona hambat C. albicans. Pada
perlakuan B (konsentrasi 5%) sudah dapat
menghambat pertumbuhan C. albicans,
dengan daya hambat 1,12 mm. Pada
perlakuan G (konsentrasi 50%) merupakan
merupakan konsentrasi yang memiliki
kecenderungan zona hambat paling besar
yaitu 1,85 mm.
Pada konsentrasi 50% mekanisme yang
menyebabkan
penghambatan
dalam
pertumbuhan jamur diduga disebabkan
adanya interaksi senyawa fenol dan
turunannya dengan sel jamur. Senyawasenyawa ini berikatan dengan protein pada
jamur melalui ikatan non spesifik
membentuk
kompleks
protein-fenol,
Sebagaimana yang dikemukan oleh zat
tersebut berkoagulasi dengan protein seluler
dan juga menyebabkan membran sitoplasma
mengalami lisis (Dinda, 2008 dalam
Ariyanti, dkk., 2012).
Menurut Dwidjoseputro (1994), senyawa
fenol masuk ke dalam sel bakteri melewati
dinding sel bakteri dan membran sitoplasma,
di dalam sel bakteri senyawa fenol
menyebabkan penggumpalan (denaturasi)
protein penyusun protoplasma sehingga
dalam keadaan demikian metabolisme
menjadi inaktif, dan pertumbuhan bakteri
menjadi terhambat.
Dari hasil penelitian yang diperoleh,
pada tiap perlakuan yang diperoleh tidak
selalu mengalami peningkatan yang sama.
Seperti yang terlihat dari gambar di bawah
ini:
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1,85
1,58
1,38
1,12
1,24
1,19 1,18
Gambar 3. Histogram rata-rata diameter
zona hambat ekstrak meniran (P. niruri L.)
terhadap C. albicans. A= Albothyl,
B=Konsentrasi 5%, C =Konsentrasi 10%,
D=Konsentrasi 20%, E = Konsentrasi 30%,
F = Konsentrasi 40%, G = Konsentrasi 50%.
Kenaikan zona hambat yang tidak teratur
kemungkinan dapat disebabkan oleh
beberapa kemungkinan. Kemungkinan I,
terjadinya fluktuasi karena jenis bahan aktif
yang terkandung pada meniran memiliki
mekanisme yang berbeda. Menurut Pelczar
dan Chan (1988) masing-masing jenis zat
aktif antimikroba mempunyai mekanisme
yang
berbeda
dalam
menghambat
pertumbuhan jamur, contoh flavonoid
berfungsi merusak susunan dan perubahan
mekanisme permeabilitas dari dinding sel
bakteri, tanin dapat menekan perkembangan
jamur
dengan
cara
menghambat
pembentukan
sel
baru
sehingga
terganggunya
pembelahan
sel
yang
menyebab pertumbuhan jamur menjadi
abnormal,
saponin
bekerja
dengan
mengganggu stabilitas membran sel jamur
sehingga sel jamur menjadi lisis (Sjahid,
2008).
Kemungkinan
2,
pada
waktu
pengeringan kertas cakram yang tidak sama,
Menurut Panagan dan Nirman (2009) kertas
cakram yang pengeringannya cukup lama,
saat diletakkan di atas media pembenihan
mikroba, maka luas daerah zona hambatnya
kecil, sedangkan kertas cakram yang
pengeringannya sebentar, saat diletakkan
diatas media pembenihan mikroba, larutan
yang masih menempel langsung menyebar
disekeliling kertas cakram, dan cepat
berdifusi media agar sehingga membentuk
zona hambat yang besar.
Kemungkinan 3, terjadinya diameter
daya hambat tidak selalu naik sebanding
dengan naiknya konsentrasi antibakteri,
kemungkinan ini terjadi karena perbedaan
kecepatan difusi senyawa antibakteri pada
media agar serta jenis dan konsentrasi
senyawa antibakteri yang berbeda juga
memberikan diameter zona hambat yang
berbeda (Dewi, 2010)
Pada perlakuan B (konsentrasi 5%)
merupakan konsentrasi yang memiliki
kecenderungan zona hambat yang paling
kecil yaitu 1,12 mm. Kecilnya zona hambat
disebabkan karena senyawa antimikroba
yang terkandung di dalam ekstrak meniran
dalam jumlah sedikit. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mangunwardoyo, dkk.,
(2009)
Kecilnya
konsentrasi
yang
didapatkan menyebabkan senyawa yang
terkandung didalam ekstrak tidak dapat
merusak dinding sel C. albicans.
Konsentrasi efektif ekstrak meniran (P.
niruri L.) ditunjukkan pada konsentrasi 20
% karena lebih baik dari pada kontrol
albhotil 2%. Dan juga merupakan
konsentrasi yang menghasilkan zona hambat
yang besar bila dibandingkan dengan
konsentrasi 30% dan 40%. Konsentrasi
efektif adalah konsentrasi kecil yang mampu
menunjukkan zona hambat yang besar
sebagaimana yang dinyatakan oleh Bibiana
(1994) dalam Chotimah (2007) bahwa zat
antimikroba bersifat menghambat apabila
digunakan dalam konsentrasi rendah dan
bersifat mematikan apabila digunakan dalam
konsentrasi yang tinggi.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa ekstrak meniran
(P. niruri L.) mulai dari konsentrasi 5%
sudah dapat menghambat pertumbuhan
Candida albicans. Konsentrasi yang paling
efektif terdapat pada konsentrasi 20%.
2. Saran
Masyarakat
dapat
menggunakan
meniran (P. niruri L.) sebagai obat
tradisional yaitu sebagai obat sariawan,
untuk menggantikan penggunaan obat kimia.
Daftar Pustaka
Ariyanti, N. K. Ida G .D. Sang K. S. 2012.
Daya Hambat Ekstrak Kulit Daun
Lidah Buaya (Aloe barbadensis
Miller)
Terhadap
Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus Atcc
25923 Dan Escherichia coli Atcc
25922. Jurnal Biologi XVI (1) : 1 – 4.
Aziddin Y dan
Syarifuddin. 1990.
Pengobatan Tradisional Daerah
Kalimantan Selatan. Jakarta :
Depdikbud .
Chotimah, B. C. 2007. Pengaruh Ekstrak
Kulit Batang Bruguiera gymnorrhiza
Terhadap
Pertumbuhan
Bakteri
Staphylococcusaureus, Streptococcus
pyogenes, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli. Skripsi .
Malang:Universitas Islam Negeri
Malang.
Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) Terhadap
Bakteri Pembusuk Daging. Skripsi.
Jurusan Biologi FMIPA, Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Hanafiah. A. K. 2004. Rancangan
Percobaan Teori Aplikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Kardinan, A dan FR Kusuma. 2004.
Meniran Penambah Daya Tahan
Tubuh Alami. Jakarta.: Agromedia
Pustaka.
Mangunwardoyo W. E. Cahyaningsih , T.
Usia. 2009. Ekstraksi dan Identifikasi
Senyawa
Antimikroba
Herba
Meniran (Phyllanthus niruri L.).
Jurnal. Ilmu Kefarmasian Indonesia,
Vol. 7. No. 2. Hal. 57-63.
Noorhamdani , H. Aurora, A. Aldiani. 2013.
Uji Efektivitas Antimikroba Ekstrak
Daun Meniran (Phyllanthus Niruri)
Terhadap Bakteri E. Coli Secara In
Vitro. Laporan Penelitian. Bandung:
FKUB .
Panagan, A dan N, Syarif. 2009. Uji Daya
Hambat Asap Cair Pirolisis Kayu
Pelawan (Tristatia abavata)Terhadap
Bakteri E. coli. Jurnal. Penelitian
Sains . Edisi Khusus (C ). Vol. 9.
No.12-06.
Pelczar, M dan Chan.1988. Dasar-Dasar
Mikrobiologi
Jakarta: Universitas
Indonesia Prees.
Putra. S. R. 2013. Ajaibnya Daun Sukun
Berantas
Berbagai
Penyakit.
Jogjakarta : FlashBooks.
Sjahid. L. R. 2008. Isolasi Dan Identifikasi
Flavonoid Dari Daun Dewandaro
(Eugenia
uniflora)
Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhamadiyah
Surakarta.
Soejono
T.
2006.
Gulma
dalam
Agroekosistem Peranan, Masalah,
dan
Pengelolaannya.
Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar.
Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Volk dan Wheeler, 1989. Mikrobiologi
Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Wibowo, S. 2013. Herbal Ajaib. Pustaka
Makmur : Perpustakaan Nasional RI.
Download