BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi akuntan adalah bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, baik dalam bidang akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah dan akuntan sebagai pendidik. Profesi akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi yang terorganisasi (Jiwo, 2011). Seiring dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat yang semakin lama semakin kompleks, sejalan pula dengan perkembangan profesi akuntansi yang berhubungan dengan jenis jasa akuntansi yang diperlukan. Salah satu bidang profesi dalam bidang akuntansi yang sangat dibutuhkan oleh banyak masyarakat berbagai kalangan belakangan ini adalah konsultan pajak. Peranan pajak dalam penerimaan negara sangatlah penting karena sebagian besar sumber penerimaan negara berasal dari sektor pajak. Berdasarkan UU RI No. 16 tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–besarnya kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu setiap tahun pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengeksensifisikan dan mengintensifikasikan perpajakan. Berawal pada tahun 1983 yang merupakan titik tolak reformasi perpajakan, perubahan besar terjadi dalam sistem perpajakan di Indoensia. Yang sebelumnya menerapkan sistem 1 2 officialassessment diubah menjadi sistem self assessment. Pada sistem self assessment ini memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri (Siwy, 2015). Indonesia memiliki sistem perpajakan dengan kompleksitas yang tinggi, baik dari banyaknya jumlah peraturan perpajakan yang berlaku dan pembaruan peraturan yang cukup sering dilakukan dari waktu ke waktu. Dan hal ini semakin menyulitkan para wajib pajak dalam mengikuti perkembangan peraturan pajak dan memenuhi kewajiban pajaknya (Siwy, 2015). Begitu pula saat ditetapkannya sistem self assessment yang diterapkan di Indonesia ini juga cukup menyulitkan wajib pajak dalam menjalankan hal-hal tersebut sehigga wajib pajak membutuhkan pihak lain yang dinilai lebih mengetahui dan memahami secara jelas tatacara pelaksanaan kewajiban perpajakan. (Siwy, 2015) Dan salah satu alternatif yang sering menjadi pilihan bagi wajib pajak adalah dengan menggunakan jasa konsultan pajak yang dapat membantu wajib pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang konsultan pajak tidak hanya harus menguasai tentang akuntansi perpajakan saja, melainkan juga harus memahami setiap aturan yang berlaku agar bisa menjadi konsultan pajak yang memiliki integritas yang tinggi dan profesional. Konsultan pajak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi yang cukup besar terhadap kepatuhan perpajakan para wajib pajak dikarenakan pengetahuan konsultan pajak atas sistem perpajakan lebih dibandingkan para wajib pajak. Hal 3 ini menyebabkan wajib pajak mempunyai ekspektasi bahwa dengan menggunakan jasa konsultan pajak dapat memenuhi kewajibannya dengan jumlah seminimal mungkin. Wajib pajak membutuhkan jasa konsultan pajak karena beberapa pertimbangan diantaranya adalah untuk mengefesiensikan jumlah pembayaran pajak, mengurus administrasi pembayaran pajak, hingga menyelesaikan sengketa perpajakan antara wajib pajak dengan fiskus sebagai kuasa wajib pajak. Pengambilan keputusan etis oleh bagi konsultan pajak diperlukan dalam rangka meraih kepercayaan masyarakat terhadap kualitas bidang jabatan tersebut tanpa melihat kepada individu pelaksananya. Seorang konsultan pajak dalam membuat keputusan etis pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan atas nilai-nilai etika yang dipahaminya dan membuat suatu keputusan yang adil dan tindakan yang diambil itu dapat mencerminkan kebenaran atau keadaan yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seorang praktisi dalam pengambilan keputusan etis. Pengambilan keputusan etis tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor individu, tetapi juga oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat berupa faktor organisasional, kultural dan situsional. Salah satu faktor individu yang mungkin dapat mempengaruhi pengambilan keputusan etis adalah adanyya sifat machiavellian. Machiavellian adalah sebuah sikap agresif, dan kecenderungan untuk mempengaruhi serta mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan pribadinya (Richmon 2001). 4 Berbeda dengan profesi bisnis, bagi profesi akuntan memiliki kepribadian machiavellian justru menjadi ancaman. Seorang yang berprofesi menjadi akuntan dituntut untuk mempunyai tanggung jawab etis yang bahkan lebih dari tanggung jawab profesi lainnya. Namun penelitian mengenai hubungan sifat machiavellian dengan kecenderungan sikap etis profesi akuntan belum banyak dilakukan. Richmond (2003) menemukan bahwa Skala Machiavellian (Skala Mach IV) merupakan instrumen yang tepat untuk mengukur kecenderungan sikap etis akuntan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa akuntan dengan skala Machiavellian tinggi cenderung menerima sikap-sikap yang secara etis diragukan. Dengan kata lain variabel machiavellian mempunyai kemampuan untuk memprediksi kecenderungan sikap etis akuntan. Prinsip-prinsip moral diperlukan juga oleh suatu profesi, dimana seseorang yang profesional diharapkan bersikap lebih tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya. Etika profesi mencakup standar-standar sikap bagi seorang profesional yang didesain baik praktikal maupun idealistik. Jadi meskipun etika profesi didesain untuk mendorong sikap yang ideal, namun juga harus realistik dan dapat diterapkan. (Shafer dan Simmons 2008 dalam Siwy 2015) menyatakan bahwa konsultan pajak yang terlibat dalam penghindaran pajak kurang meyakini nilai etika dan tanggung jawab sosial perusahaan. Terdapat aspek penting yang mempengaruhi keyakinan akan pentingnya etika dan tanggung jawab sosial. Pandangan tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan perusahaan secara jangka panjang. 5 Sebagai contoh apabila konsultan pajak percaya bahwa kepentingan ekonomi jangka panjang perusahaan dicapai dengan reputasi tanggung jawab sosial, maka mereka cenderung tidak akan melakukan penghindaran pajak. Begitu pula sebaliknya, apabila konsultan pajak kurang memiliki keyakinan pentingnya perilaku etis maka menurut mereka akan menganggap wajar penghindaran atau pengelakan pajak, khususnya dalam menghadapi tekanan dari klien yang meminta untuk meminimalisasi pajak (Siwy, 2015). Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Disamping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih mudah untuk memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua konsultan pajak. Banyak pertimbangan-pertimbangan yang juga harus dipikirkan oleh konsultan pajak sebelum mengambil keputusan. Profesi akuntansi terutama profesi konsultan pajak selalu berhadapan dengan tekanan untuk mempertahankan standar etika yang tinggi di tengah kompetisi yang terus meningkat. Dari pertimbanganpertimbangan dengan segala konsekuensi yang mungkin muncul dapat mempengaruhi seorang konsultan pajak dalam pengambilan keputusan. Preferensi risiko merupakan kecenderungan individu dalam mengambil risiko terhadap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan etis merupakan sebuah proses dalam menentukan sebuah keputusan yang sesuai dengan etika. Dan hasil 6 dari proses tersebut adalah sebuah keputusan yang dapat berupa saran perpajakan dan produk akhir perpajakan meliputi Surat Pemberitahuan (SPT) serta laporan yang berkaitan dengan perencanaan perpajakan (tax planning). Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Saffer dan Simmons (2008), Richmon (2001), Jiwo (2011), Kusuma et. al (2016) yang bertujuan untuk meneliti dan mengetahui pengaruh faktor-faktor individual tersebut terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak. Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya, dengan mempertimbangkan bahwa di Kota Surabaya memiliki cukup banyak konsultan pajak yang terdaftar sebagai anggota IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), sehingga cukup besar kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap kode etik profesi maupun peluang adanya dilema etika dalam jasa yang diberikan oleh konsultan pajak tersebut kepada klien. Kota Surabaya adalah salah satu kota yang memiliki konsultan pajak yang terdaftar dalam IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) dengan jumlah yang cukup besar. Anggota dari asosiasi IKPI dipilih karena secara kelembagaan asosiasi tersebut sudah berjalan cukup lama dan memiliki anggota hampir di seluruh daerah di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Individual Dalam Pengambilan Keputusan Etis Oleh Konsultan Pajak”. Dari judul tersebut, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat machiavellian, pentingnya persepsi etika dan tanggung jawab sosial, pertimbangan etis, dan preferensi risiko sebagai variabel independen 7 dan pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak sebagai variabel dependennya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Sifat Machiavellian berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak? 2. Apakah Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggungjawab Sosial berbengaruh terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak? 3. Apakah Pertimbangan Etis berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak? 4. Apakah Preferensi Risiko berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji: 1. Pengaruh Sifat Machiavelian terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak 2. Pengaruh Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggungjawab Sosial terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak 8 3. Pengaruh Pertimbangan Etis terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak 4. Pengaruh Preferensi Risiko terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah: a. Manfaat Praktis Dengan mengetahui hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak b. Manfaat Teoretis Untuk melengkapi penelitian serupa yang telah dilakukan terdahulu serta untuk membuktikan apakah variabel-variabel yang telah ditentukan oleh peneliti dapat berpengaruh dan akan tetap mendukung hasil dari penelitian sebelumnya atau bahkan dapat memberikan hasil yang berbeda. Untuk memberikan pengetahuan bagi peneliti mengenai pengaruh sifat machiavellian, persepsi pentingnya etika dan tanggungjawab sosial, pertimbangan etis, dan preferensi risiko terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. 9 c. Manfaat Kebijakan Memberikan kontribusi terhadap meningkatnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya berperilaku etis, dan bertanggung jawab secara sosial khususnya bagi ikatan profesi akuntansi untuk menjaga pemahaman etika para konsultan pajak. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian terhadap konsultan pajak ini dilakukan di Kota Surabaya, dengan pertimbangan bahwa jumlah konsultan pajak yang terdaftar dalam IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) cukup besar. Maka penelitian ini dilakukan dibeberapa Kantor Konsultan Pajak dan Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Surabaya dengan mempertimbangkan jumlah KAP yang relatif banyak, maka cukup besar kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap kode etik profesi maupun peluang adanya dilema etika dalam jasa-jasa yang diberikan oleh KAP maupun KPP tersebut.