17 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Konsep dan Definisi Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan
memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan
maupun non makan. Kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat
konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah yang dikeluarkan
untuk konsumsi orang perbulan. Apabila tingkat konsumsi seseorang berada
dibawah jumlah rata - rata konsumsi normal, dapat dikatakan termasuk dalam
katagori miskin. Sedangkan menurut Nehen (2012:193) penduduk miskin adalah
penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar atau yang berada di bawah garis kemiskinan kurang
dari US$ 1 paritas daya beli (PPP) per hari dalam dollar.
Menurut Todaro (2009:57), suatu kemiskinan dapat diukur dengan
membandingkan tingkat konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah
rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi orang perbulan. Pada dasarnya definisi
kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
a) Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan
kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan
demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan
17
orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh
kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat
menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan
tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini
dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan
untuk menjamin kelangsungan hidup.
b) Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang
sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih
rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar
ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah
maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan
miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah
distribusi pendapatan.
Kemiskinan
menurut
Drewnowski
(Epi
Supiadi,
2003),
mencoba
menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan
(the level of living index). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk
menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a. Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/ nutrisi,
perlindungan/ perumahan (shelter/ housing) dan kesehatan.
18
b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan,
penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security).
c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya
(Ichwanmuis, 2011).
2.1.2
Ukuran Kemiskinan
Badan Pusat Satatistik (BPS, 2014)
menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah
garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin (PM). Garis kemiskinan
merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Persentase penduduk miskin di
suatu provinsi dihitung dengan:
%PMp =
PMp
(1)
Pp
Dimana:
% PMp : Persentase penduduk miskin di provinsi p
PMp
: Jumlah penduduk miskin di provinsi p
Pp
: Jumlah penduduk di provinsi p
Sedangkan Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada
pendapatan seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1,25
per hari dan US$ 2 per hari masuk dalam kategori miskin (worldbank, 2009).
19
2.1.3
Penyebab Kemiskinan
Menurut Widodo, dkk (2011), fokus utama dari masalah kemiskinan adalah
masalah aksesibilitas. Aksesibilitas berarti kemampuan seseorang atau sekelompok
orang dalam masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan
dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga
negara. Bila seseorang atau sekelompok orang yang tergolong miskin, mempunyai
daya aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai kebutuhan dan
layanan dibandingkan dengan mereka yang termasuk golongan menengah ataupun
golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat miskin yaitu:
1) akses untuk mendapatkan makanan yang layak, 2) akses untuk mendapatkan
sandang yang layak, 3) akses untuk mendapatkan rumah yang layak, 4) akses untuk
mendapatkan layanan kesehatan, 5) akses untuk mendapatkan layanan pendidikan,
6) akses kepada leisure dan entertainment, dan 7) akses untuk mendapatkan kualitas
hidup yang layak.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan disuatu negara tergantung pada 2 faktor
utama yaitu: (1) Tingkat pendapatan nasional rata - rata , dan (2) lebar sempitnya
kesenjangan distribusi pendapatan. Bila Pendapatan nasional perkapita suatu negara
sangat tinggi, namun distribusi pendapatanya tidak merata , maka tingkat
kemiskinannya akan tetap parah. Demikian juga sebaliknya, bila pemerataan
distribusi pendapatan suatu negara sangat baik, tetapi pendapatan nasionalnya
sangat rendah , maka kemiskinan akan tetap ada bahkan semakin meluas (Todaro,
2006: 230).
20
Ukuran kemiskinan yang sering digunakan untuk melihat fenomena
kemiskinan disuatu daerah adalah insiden kemiskinan. Insiden kemiskinan dapat
diartikan sebagai persentase penduduk yang memiliki pendapatan (atau proksi
pendapatan) kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup. Walaupun demikian, kemiskinan memiliki banyak dimensi selain dimensi
pendapatan. Dimensi lain kemiskinan dapat dilihat dari peluang memperoleh
kesehatan dan umur panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan
lain-lain. Intinya adalah kemiskinan sangat terkait dengan sempitnya kesempatan
seseorang dalam menentukan pilihan-pilihannya dalam hidup (Nugroho, 2012).
Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya
kesempatan yang
dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan
manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya
beli. Dengan hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas
pembangunan manusia yang baik idealnya memiliki persentase penduduk miskin
yang rendah (IPM, 2007).
2.1.4 Konsep dan Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Boediono (1981:1) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang. Sedangkan Sukirno (2012:422)
menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Secara sederhana
21
pertumbuhan ekonomi dapat diartikan pula sebagai proses terjadinya kenaikan
produk nasional bruto atau pendapatan nasional riil. Sedangkan laju pertumbuhan
ekonomi yaitu peningkatan PDRB tanpa memperhatikan apakah peningkatan itu
lebih besar atau kecil (Sukirno, 2010:50).
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya tergantung pada satu
faktor, tetapi bergantung pada semua faktor. Sehingga Pertumbuhan ekonomi dapat
dirumuskan sebagai berikut;
Y
= 𝒇(L, K, R, T, dan S)
(2)
Keterangan:
L.K
= direct input ( Input Secara Langsung)
R,T,S = indirect input ( Input Secara Tidak Langsung)
L
= labour / tenaga kerja
K
= capital / modal
R
= resources / sumber daya alam
T
= technological skill / Teknologi
S
= social climate / faktor sosial
Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan formula
pada persamaan berikut (Arsyad, 2010:24) :
(3)
Keterangan:
Gt = Tingkat pertumbuhan ekonomi (persen)
Yrt = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun t
Yrt-1 = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun sebelumnya
Menurut Ishengoma and Robert (dalam Septyana, 2013) tingkat pertumbuhan
ekonomi yang negatif dapat meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
22
Sebaliknya jika, semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang diperlukan, semakin
cepat tercapai target dalam pengurangan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penggerak utama dalam menurunkan dan meningkatkan angka kemiskinan
yang ada. Adanya pertumbuhan ekonomi mencerminkan tingkat keberhasilan
dalam pembangunan ekonomi di suatu daerah.
Menurut Perry, (dalam Santosa, 2013) pertumbuhan ekonomi sangatlah
penting dalam penggentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi memberikan
manfaat yang cepat menyebar keseluruh segmen dalam masyarakat. Pandangan ini
berdasarkan teori trickle Down yang sangat dominan pada era 1950-an dan 1960an. Teori ini menyebutkan adanya aliran menetes kebawah, dari kelompok kaya ke
kelompok miskin melalui fungsi – fungsi dalam ekonomi. Pertumbuhan harus
beriringan dan terencana, dalam mengupayakan terciptanya kemerataan
kesempatan dan pembangunan hasil – hasil pembangunan daerah.
Menurut Sukirno (2011:429) ada beberapa faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi, yakni:
1. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya
Kekayaan Alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan
iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat
diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia.
Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan
perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi.
Ketika pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan
untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara
23
mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka
hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan
ekonomi akan tumbuh pesat.
2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul
dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber
dari akibat pertambahan itu terhadap pasar. Perkembangan penduduk
menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan
perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini maka perkembangan
penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam
produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya
pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi
oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah
menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang
menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah
tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu
jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi.
3. Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi
Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan keefisienan
pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya
dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di
dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan
24
beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan
pesatnya pertumbuhan ekonomi.
4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat
Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat
tidak ingin menggunakan cara modern dalam melakukan proses produksi.
Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap
pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan
untuk investasi.
2.1.5 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
1) Teori Simon Kuznet
Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermanfaat apabila diiringi
dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet
menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan distribusi pendapatan adalah semakin tinggi koefisien gini
akan semakin rendah distribusi pendapatan (Boediono, 2008:61). Menurut
Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan
distribusi pendapatan cenderung meningkat. Tahap berikutnya ditribusi
pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi
pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah
25
ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang
mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang
didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan
pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke
sektor jasa (Arsyad, 2010:292).
2) Teori Walt Whitman Rostow
Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima
tahapan (Arsyad, 2004:47) yaitu:
a. Masyarakat
tradisional
merupakan
masyarakat
yang
fungsi
produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif
masih primitif yang didasarkan pada teknologi pra-Newton dan cara
hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun.
Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat
produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu, sebagian
besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian.
b. Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa
dimana masyarakat
mempersiapkan dirinya
untuk mencapai
pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya
pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis.
c. Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang
drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya
kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-
26
pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara
teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi.
Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal
landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang
bisa menciptakan pembangunan ekonomi.
d. Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat
sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir
semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru
muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan
mengalami kemunduran.
e. Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah
lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan
konsumsi dan kesejahtraan masyarakat bukan lagi kepada masalah
produksi.
2.1.6 Konsep Indeks Pembangunan Manusia
Indikator kesejahteraan masyarakat yang disusun oleh United Nations
Development Programme (UNDP) dikenal dengan Human Development Index
(HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut (UNDP), pembangunan
manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a
process of enlarging people’s choices”) . Secara konsep atau definisi pembangunan
manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas.
UNDP menyatakan konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya
dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, tidak hanya dari pertumbuhan
27
ekonominya (Human Development Report, 1995:103), dalam pembangunan
manusia ada sejumlah premis penting yang mesti diperhatikan yaitu :
1. Dalam Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.
2. Pembangunan yang dimaksud bertujuan memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karenanya konsep pembangunan manusia seharusnya terpusat pada penduduk
secara keseluruhan, bukan pada aspek ekonomi saja.
3. Fokus Pembangunan manusia bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan
(kapabilitas)
manusia
tetapi
juga
dalam
upaya-upaya
memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.
4. Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu: pemerataan,
kesinambungan, produktivitas, dan pemberdayaan.
5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan
dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Sedangkan Todaro (2006) menerangkan adanya tiga komponen universal
sebagai tujuan utama dalam pembangunan manusia yang meliputi:
1. Kecukupan, yaitu merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan
dasar adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan menghentikan
kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan
keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan menyebabkan keterbelakangan
absolut.
2. Jati diri, yaitu merupakan komponen dari kehidupan yang serba lebih baik
adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri
28
sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak mengejar sesuatu, dan seterusnya.
Semuanya itu terangkum dalam self esteem (jati diri).
3. Kebebasan dari sikap menghamba, yaitu merupakan kemampuan untuk
memiliki nilai universal yang tercantum dalam pembangunan manusia adalah
kemerdekaan manusia. Kemerdekaan dan kebebasan di sini diartikan sebagai
kemampuan berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran dari
aspek-aspek materil dalam kehidupan. Dengan adanya kebebasan kita tidak
hanya semata-mata dipilih tapi kitalah yang memilih.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit yang
juga
merupakan
indikator
yang
dapat
menggambarkan
perkembangan
pembangunan manusia secara terukur dan representative. IPM juga digunakan
untuk mengidentifikasi apakah sebuah negara tergolong negara maju, negara
berkembang atau negara terbelakang serta sebagai acuan untuk mengukur pengaruh
dari sebuah kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup di suatu negara maupun
wilayah. Pada dasarnya, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi
memiliki kaitan yang sangat erat terhadap tercapainya pembangunan manusia,
karena peningkatan pembangunan manusia akan mendukung peningkatan
produktivitas kerja melalui pengisian tenaga kerja dan usaha-usaha produktif
sehingga meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan yang ada
(UNDP 1960).
29
2.1.7 Komponen dan Pengukuran Pembangunan Manusia
Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur dimensi IPM adalah sebagai
berikut (UNDP, Human Development Report:1993) :
1. Longevity, diukur melalui variabel angka harapan hidup pada saat lahir atau
life expectancy of birth dan angka kematian bayi per seribu penduduk atau
infant mortality rate.
2. Educational Achievement, diukur melalui dua indikator, yakni melek huruf
penduduk usia 15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan lama rata-rata
bersekolah bagi penduduk 25 ke atas (the mean years of schooling).
3. Access to resource, dapat diukur secara makro melalui PDB riil perkapita
dengan terminologi purchasing power parity (PPP) dalam dolar AS serta dapat
pula dilengkapi dengan tingkatan angkatan kerja. Tabel 2.1 menunjukkan nilai
perhitungan minimum (terburuk) dan maksimum (ideal) indikator komposit
IPM.
Tabel 2.1 Kondisi Ideal dan Terburuk Indikator Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
Faktor
Kelangsungan
hidup
Kondisi
Komponen
Ideal
Terburuk
Angka Harapan Hidup (thn)
85,5
25,0
Angka Melek Huruf (persen)
100,0
0,0
Rata-rata lama sekolah (thn)
15
0
Konsumsi rill perkapita (Rp)
732.720
300.000
Pengetahuan
Daya Beli
Sumber: UNDP,Human Development Report 1993 (dalam Mudrajat,2006)
30
Dari Tabel 2.1, terlihat bahwa untuk menghitung indeks harapan hidup
digunakan nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka
tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan
terendah 25 tahun (standar UNDP). Usia harapan hidup dapat lebih panjang jika
status kesehatan, gizi, dan lingkungan yang baik. Dari sisi pengetahuan, rata-rata
lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun dihabiskan oleh penduduk yang berusia
15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah
dijalani.
Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum
yang ditargetkan adalah setara Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangkan
pengeluaran perkapita memberikan gambaran tingkat daya beli PPP (Purchasing
Power Parity) masyarakat, dan nilai idealnya adalah 732.720 (dalam rupiah ) dan
minimal 300.000 (dalam rupiah ). Nilai tersebut merupakan standar UNDP yang
menunjukkan tingkat pengeluaran perkapita rata- rata masyarakat yang
dikatagorikan ideal dan kurang ideal. Rumus umum yang biasa digunakan dalam
menghitung Indeks Pembangunan Manusia yaitu:
IPM =
1
3
(Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)
Dimana:
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
X3 = Indeks Standar Hidup Layak
31
(4)
Tabel 2.2 Kriteria Indeks Pembangunan Manusia
Status Pembangunan Manusia
IPM
Rendah
<50
Menengah Bawah
50-65,9
Menengah Atas
66-79,9
Tinggi
>80
Sumber: www.lebakkab.go.id (diakses 2 Juli 2015)
2.1.8 Indikator Komposit Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
1) Pengeluaran Konsumsi
Indonesia menggunakan rata-rata pengeluaran konsumsi (atau
pengeluaran per kapita riil) yang disesuaikan (adjuisted real per capita
expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity)
dalam melihat indikator hidup layak masyarakat disuatu daerah. Berbeda
dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah
disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup
layak. Indikator konsumsi perkapita digunakan untuk mengukur layak atau
tidaknya standar hidup manusia dalam suatu wilayah. Indikator ini dapat
dipengaruhi oleh pengetahuan serta peluang yang ada untuk merealisasikan
pengetahuan dalam berbagai kegiatan produktif sehingga menghasilkan
output baik berupa barang maupun jasa sebagai pendapatan. Kemudian
pendapatan akan menciptakan pengeluaran atau konsumsi. Dengan
demikian pengeluaran perkapita akan memberikan gambaran tingkat daya
beli PPP (Purchasing Power Parity) masyarakat, dan sebagai salah satu
32
komponen yang digunakan dalam melihat status pembangunan manusia di
suatu wilayah.
2) Kesehatan (Angka Harapan Hidup)
Angka Harapan Hidup (AHH) diartikan sebagai umur yang mungkin
dicapai seseorang yang lahir pada tahun tertentu. Angka harapan hidup
dihitung menggunakan pendekatan tak langsung (indirect estimation). Ada
dua jenis data yang digunakan dalam penghitungan Angka Harapan Hidup
(AHH) yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH).
Sementara itu untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan nilai
maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka tertinggi
sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah
25 tahun (standar UNDP).
Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang
diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan
informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun, variabel
tersebut diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus
hidup sehat masyarakat.
Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena
ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga
fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai
faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau
sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh
individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan
33
kesejahteraan. Oleh karena itu, kesehatan dianggap sebagai modal dan
memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun
untuk masayarakat, sehingga dalam pembangunan manusia, kualitas SDM
mesti memiliki tingkat kesehatan yang tinggi dalam menunjang tingkat
produktivitas yang tinggi.
3) Pendidikan (Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah)
Angka melek huruf menjadi salah satu indikator yang dapat mengukur
kesejahteraan sosial yang merata dengan melihat tinggi rendahnya
persentase penduduk yang melek huruf. Tingkat melek huruf ini sendiri
dijadikan ukuran untuk kemajuan suatu bangsa. Angka Melek Huruf (AMH)
adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas
( Yunita, 2012).
Sedangkan indikator rata-rata lama sekolah mengindikasikan tingginya
tingkat pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin
tinggi rata-rata lama sekolah menunjukkan
semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dijalani atau yang telah ditempuh . Secara umum asumsi
yang berlaku bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin tinggi pula kualitas seseorang, baik pola pikir maupun pola
tindakannya. Tobing (dalam Hastarini, 2005), mengemukakan bahwa orang
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya
waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik
dibanding dengan orang yang pendidikannya lebih rendah.
34
2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan
mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan
tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya
menurut penelitian Deni Tisna (2008) menyatakan bahwa PDRB sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.
Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat
keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat
kecukupannya (sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif
dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah
menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin
(growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu
dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau
sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan
peran pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang
boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur.
Dollar dan Kray (dalam Agussalim, 2006) juga berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi akan
memberikan manfaat kepada warga miskin jika
pertumbuhan ekonomi tersebut disertai dengan berbagai kebijakan seperti
penegakan hukum, disipin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional dan
strategi penanggulangan kemiskinan. Negara yang berhasil dalam pertumbuhan
ekonomi kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan angka
35
kemiskinan, apalagi jika terdapat dukungan kebjakan dan lingkungan kelembagaan
yang tepat.
2.1.10 Hubungan Angka Harapan Hidup Terhadap Kemiskinan
Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Dalam membandingkan tingkat
kesejahteraan antar kelompok masyarakat sangatlah penting untuk melihat angka
harapan hidup. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap
individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis
mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Selanjutnya,
Lincolin (1999) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari
pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi
kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari kebijakan ini adalah perbaikan
kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin: kesehatan yang lebih
baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan
output energi.
2.1.11 Hubungan Rata-rata Lama Sekolah Terhadap Kemiskinan
Pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan penting dalam menggurangi
kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan
produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun secara langsung melalui
pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan
36
pendapatan mereka (Lincolin, 1999). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong
peningkatan produktivitas seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang
lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih
tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi
kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya, seseorang yang memiliki produktivitas
yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat
diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
2.1.12 Hubungan Angka Melek Huruf Terhadap Kemiskinan
Tingkat melek huruf dapat dijadikan ukuran kemajuan suatu bangsa. Menurut
Simmons (dikutip dari Todaro dan Smith, 2006), pendidikan merupakan cara untuk
menyelamatkan diri dari kemiskinan. Selanjutnya, Todaro dan Smith (2006)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar.
Pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas
agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam
penelitian Hermanto dan Dwi (2007) diketahui bahwa pendidikan mempunyai
pengaruh paling tinggi terhadap kemiskinan dibandingkan variabel pembangunan
lain seperti jumlah penduduk, PDRB, dan tingkat inflasi.
2.1.13 Hubungan Pengeluaran Perkapita Terhadap Kemiskinan
Terdapat tiga dimensi dari ukuran kualitas hidup manusia yakni pertama
dimensi kesehatan, kedua dimensi pendidikan dan yang ketiga adalah standar hidup
37
layak. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya
ekonomi. Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok
yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Tingkat
kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil perkapita,
yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat
inflasi pada periode yang sama. Penelitian Apriliyah (2007) menunjukkan bahwa
konsumsi perkapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Melakukan pengkajian dari hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat
membantu peneliti dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai
pendekatan spesifikasi. Selain itu, dengan mempelajari hasil – hasil penelitian
terdahulu dapat memberikan pemahaman komprehensif mengenai posisi peneliti.
Seperti penelitian yang dilakukan Okta Ryan Pranata Yudha (2013) yang
berjudul
“Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi,
Upah
Minimum,
Tingkat
Pengangguran Terbuka, dan Inflasi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Tahun
2009-2011 ”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan
ekonomi, upah minimum, tingkat pengangguran terbuka, inflasi dan kemiskinan
serta alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier data panel dengan
metode FEM. Hasil penelitian ini variabel pertumbuhan ekonomi dan
pengangguran terbuka mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap
38
kemiskinan sedangkan, upah minimum dan inflasi mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kemiskinan. Persamaan dengan penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Sementara
perbedaanya adalah lokasi penelitian ini di Indonesia Tahun 2009-2011 sedangkan
yang digunakan kabupaten kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013.
Penelitian yang dilakukan Fatkhul Mufid Cholili (2014) yang berjudul
“Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi
Kasus 33 Provinsi Di Indonesia)”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kemiskinan, PDRB, IPM dan pengangguran serta alat analisis yang
digunakan adalah analisis panel data. Hasil penelitian ini Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia dan
Pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Indonesia. Persamaan dipenelitian ini adalah menganalisis
pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan. Perbedaannya
adalah lokasi penelitian ini di Indonesia di 33 provinsi sedangkan yang digunakan
adalah kabupaten kota di Provinsi Bali Tahun 2005 -2013
Penelitian yang dilakukan Merdekawati dan Budiantara (2013) yang berjudul
“Pemodelan Regresi Spline Truncated Multivariabel Pada Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi laju pertumbuhan ekonomi, alokasi
39
belanja daerah untuk bantuan sosial, persentase buta huruf, tingkat pengangguran
terbuka, persentase gizi buruk balita, tingkat pendidikan kurang dari SMP, rumah
tangga dengan kelayakan papan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Jawa Tengah menggunakan
regresi spline. Regresi spline yang dipilih adalah yang memiliki titik knot dengan
nilai GCV minimum. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa dengan regresi spline
terbaik adalah regresi spline linier menggunakan tiga titik knot. Faktor yang
berpengaruh signifikan pada kemiskinan adalah adalah laju pertumbuhan ekonomi,
alokasi belanja tidak langsung untuk bantuan sosial, persentase buta huruf, tingkat
pengangguran terbuka, persentase gizi buruk balita, tingkat pendidikan kurang dari
SMP, rumah tangga dengan akses air bersih, dan rumah tangga dengan kelayakan
papan. Model regresi spline linier menghasilkan R2 sebesar 99,9 persen. Persamaan
penelitian ini adalah variabel yang digunakan dalam meneliti kemiskinan adalah
pertumbuhan ekonomi dan alokasi belanja daerah untuk bantuan sosial dimana
termasuk ke dalam bagian belanja tidak langsung. Perbedaannya adalah pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi spline dan lokasi penelitian pada
Jawa Tengah sedangkan yang digunakan yaitu teknik analisis pengembangan dari
regresi berganda yaitu pendekatan data panel.
Penelitian yang dilakukan oleh Herwanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007)
dengan judul “Dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah
penduduk miskin”. Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan
ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah
dengan menggunakan metode Panel Data. Hasil penelitiannya menyimpulkan
40
bahwa kenaikan PDRB mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, kenaikan
jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, kenaikan
inflasi mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, kenaikan share
pertanian dan industri mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, dimana
pengaruh tingkat pendidikan SMP lebih besar dari pada pengaruh share pertanian.
Kenaikan Dummy krisis mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan.
Persamaan penelitian ini adalah variabel yang digunakan dalam meneliti
kemiskinan adalah tingkat pendidikan. Perbedaanya adalah lokasi penelitian ini di
Indonesia pada 33 provinsi sedangkan yang digunakan adalah kabupaten kota di
Provinsi Bali Tahun 2005 -2013.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada perumusan masalah dan tinjauan pustaka di atas
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1) Pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata- rata lama sekolah, angka
melek huruf dan pegeluaran perkapita berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali.
2) Pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata- rata lama sekolah, angka
melek huruf dan pegeluaran perkapita berpengaruh negatife dan signifikan
secara parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali .
41
Download