manifestasi oral - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DIABETES MELLITUS
Pada tahun 250 sesudah Masehi, Aretaceus dari cappodocia (Asia Kecil)
menyebut penyakit tersebut dengan nama diabetes (berarti corong, atau mengalir),
yang mempunyai gejala-gejala : haus, kencing terus-menerus, mulut kering, kulit
kasar, dan berat badan berkurang.1 Pada abad ke-3 sampai ke-6 sesudah Masehi, para
ahli di Cina, Jepang, dan India melukiskan penyakit ini dengan gejala kencing
banyak, kental, dan manis.2 Pada tahun 1674, Thomas Willis menyatakan bahwa
kencing penderita penyakit ini mempunyai rasa madu, karenanya penyakit ini diberi
nama Diabetes Mellitus.3,5 Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia).
Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang ditandai dengan kekurangan
insulin baik relative maupun absolute yang mengakibatkan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein terganggu. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang
paling banyak dan paling
sering dijumpai pada manusia, dimana sebagian dari
penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa bahwa telah menderita
penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih spesifik.15-16
Klasifikasi diabetes mellitus yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan
Endokrinologi
Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM
menurut American Diabetes Association (ADA) 1997 adalah sebagai berikut.7,25
Universitas Sumatera Utara
a) Diabetes melitus tipe I
Dalam tipe ini, tubuh tidak dapat memproduksi insulin, sehingga tergantung
pada insulin. diabetes mellitus tipe 1 ini dapat muncul pada masa kanak-kanak dan
remaja. Tipe ini dapat muncul pada umur yang lebih tua yang disebabkan karena
kerusakan pankreas oleh karena alcohol, penyakit, operasi pankreas atau kegagalan
progresif dari sel beta pankreas.
b) Diabetes Melitus tipe II
Dikenal dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM),
yang disebabkan oleh kombinasi dari pada insufisiensi sel β pankreas dan resistensi
insulin dalam jaringan, terutama didalam otot skeletal dan sel-sel hepar.
c) Diabetes Melitus tipe lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan diabetes mellitus.
d)
Diabetes Melitus Gestasional,
Tipe ini timbul pada wanita hamil yang kemudian gejala menghilang setelah
melahirkan bayi biasanya dengan berat badan yang lebih besar dibanding dengan bayi
lain pada umumnya. Wanita yang telah menderita Gestasional Diabetes Mellitus
meningkatkan faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus tipe II.
Universitas Sumatera Utara
2.2 KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
Komplikasi diabetes mellitus berhubungan dengan terjadinya hiperglikemia
dan perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf perifer.18
Perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf perifer, dapat
berupa microangiopathy dan macroangiopathy. Kedua kelainan pada pembuluh darah
ini merupakan salah satu penyebab yang paling sering dijumpai dalam komplikasi
diabetes mellitus.15
2.2.1 Komplikasi Akut 14
a. Hipoglikemia
Dimana kadar gula darah < 60 mg/ dl dan merupakan komplikasi yang biasa
dari diabetes yang menggunakan insulin. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh
perasaan lapar yang tinggi, diikuti dengan iritabilitia, takikardia, palpitasi, keringat
dingin, pengurangan kemampuan mental dan diikuti dengan kegelisahan dan koma
jika tidak dirawat.
b. Diabetik Ketoasidosis
Simtom meliputi demam, malaise, sakit kepala, mulut kering, poliuria,
polidipsia, nausea, vomitus, sakit perut dan lesu.
c. Hipersomolar hiperglikemia non ketotik sindrom
Kondisi akut dari hiperglikemia (lebih cair 600 mg/dl) dengan tidak adanya
keton ditemukan pada diabetes mellitus tipe II, penderita memerlukan terapi insulin
dan cairan untuk menyempurnakan perawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Komplikasi Kronis 14
a. Diabetik retinopati
Rusaknya
pembuluh darah pada retina yang merupakan jaringan sensitif
cahaya di belakang mata yaitu berperan mengartikan cahaya kedalam impuls elektrik
yang diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh otak.
b. Katarak
Katarak adalah kristalisasi lensa yang opak sebagai hasil dari pengaburan
penglihatan normal. Penderita diabetes dua kali lebih besar terkena katarak
dibandingkan dengan yang non diabetes. Katarak cenderung berkembang pada usia
pertengahan.
c. Glaucoma
Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan didalam mata
yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif. Penderita orang
dengan diabetes 2 kali lebih besar keyakinan terkena glaucoma dibandingkan dengan
yang non diabetes.
d. Diabetic neuropati
Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan pada kaki sehingga
kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa kasus terjadi pada
tangan. Tanda awal dari penyakit ini adalah kekakuan, sakit, atau perasaan geli pada
kaki dan tangan.
e. Diabetik nefropati
Merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal. Setelah mengidap diabetes
selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita tipe 1 diabetes mellitus
Universitas Sumatera Utara
berkembang menjadi penyakit ginjal. Diabetes merusak pembuluh darah kecil di
ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyaring kotoran yang kemudian
diekresikan melalu urin. Penderita dengan gangguan ginjal harus melakukan
transplantasi ginjal atau cuci darah.
f. Stroke
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama, merokok, dan tingginya
tingkat kolesterol LDL yang tinggi adalah sebagai penyebab lainnya.
g. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah komplikasi yang biasa terlihat pada penderita
diabetes. Arterosklerosis adalah terpenting dari semua komplikasi kronis karena
merupakan 80 % dari penyebab kematian penderita diabetes. Beberapa diantaranya
adalah :
-
Penyakit jantung koroner
Merupakan perkembangan dari arterosklerosis di dalam arteri jantung yang
merupakan hasil dari obstruksi aliran darah ke otot jantung. Pengurangan dari
hiperlipidemia oleh kontrol glikemik yang baik membatasi komplikasi.
-
Akut miokardial infarksi
Diabetes meningkatkan resiko infarksi berulang sebanyak 100% dan
penyebab kematian jantung tiba-tiba 100-200%. Penderita yang selamat akan
mengalami kehilangan masa otot yang besar, sehingga dapat menyebabkan
Congestive Heart Failure (CHF) kronik, insiden meningkat 600% pada pria dan
950% pada wanita dengan diabetes dibandingkan dengan yang non diabetes.
Universitas Sumatera Utara
h. Penyakit vaskular perifer
Penyakit ini 4 kali lebih besar dibanding yang non diabetes. Disebabkan oleh ulser
yang tidak dirawat, sakit, dan amputasi pada orang dengan atau tanpa diabetes. Faktor
resiko meliputi hipertensi, merokok, hiperlipidemia, obesitas, dan riwayat keluarga.
i.
Komplikasi dental
Dihubungkan dengan kontrol glikemik yang buruk. Beberapa diantaranya
adalah penyakit periodontal, xerostomia dan infeksi.
2.3 DIABETES MELLITUS TIPE II
2.3.1 Definisi
Diabetes mellitus tipe-II dikenal sebagai diabetes mellitus pada orang dewasa,
biasanya muncul setelah umur diatas 35 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi karena
adanya perubahan pada sel pankreas dalam menghasilkan insulin yang disertai
adanya perubahan struktur molekuler pada membran reseptor insulin, sehingga
insulin tidak dapat bekerja dengan baik.16,17 Insulin adalah hormon yang dihasilkan
oleh sel-sel khusus (sel beta) dari pankreas, selain membantu glukosa memasuki selsel, insulin juga penting dalam mengatur peningkatan glukosa dalam darah. Setelah
makan, kadar glukosa darah akan meningkat dan untuk mengatasi peningkatan kadar
glukosa, biasanya pankreas melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah
untuk membantu glukosa memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah
setelah makan. Ketika kadar glukosa darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari
pankreas dihentikan. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia).18
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Etiopatogenesis
Diabetes mellitus tipe II juga disebut sebagai Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM), atau orang dewasa diabetes mellitus (AODM). Pada
diabetes mellitus tipe II, insulin diproduksi, tetapi tidak dapat digunakannya secara
adekuat, terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin. Pada beberapa
kasus, biasanya insulin diproduksi cukup banyak, hanya kemudian menjadi masalah
ketika sel-sel tubuh seperti sel lemak dan sel otot kurang peka terhadap insulin.
Diabetes mellitus tipe II dapat disebabkan berkurangnya insulin yang
dihasilkan dari beta sel dan merupakan faktor utama diabetes mellitus tipe II yang
pada akhirnya memerlukan terapi insulin. Hati pada pasien diabetes mellitus akan
terus memproduksi glukosa melalui proses yang disebut glukoneogenesis meskipun
kadar glukosa sudah meningkat.18
Pada keadaan diabetes mellitus tipe II, jumlah insulin bisa normal, bahkan
lebih banyak, tetapi jumlah reseptor insulin dipermukaan sel kurang. Pada diabetes
mellitus tipe II juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping
penyebab di atas, diabetes mellitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport
glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk
metabolisme energi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1: Skema etiopatogenesis diabetes mellitus tipe II
2.3.3 Tanda dan Gejala Umum
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat
perhatian ialah18,25 :
2.3.3.1 Keluhan Klasik :
2.3.3.1.1 Penurunan berat badan (BB)
Universitas Sumatera Utara
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu
sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
2.3.3.1.2 Poliuria
Poliuria adalah volume urin yang banyak dalam periode tertentu karena, kadar
glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering
dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
2.3.3.1.3 Polidipsia
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan dengan
menyebabkan rasa haus karena udara yang panas atau beban kerja yang berat
sehingga untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.
2.3.3.1.4 Polifagia
Universitas Sumatera Utara
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa
lapar.
2.3.3.2 Keluhan lain
2.3.3.2.1 Gangguan saraf tepi / kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga menganggu tidur.
2.3.3.2.2 Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat
melihat dengan baik.
2.3.3.2.3 Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudarah. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti
luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
2.3.3.2.4 Gangguan Ereksi
Universitas Sumatera Utara
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat
yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi manyangkut
kemampuan atau kejantanan seseorang.
2.3.3.2.5 Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
2.3.4 Diagnosa
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
≥200mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
Kedua, dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh
pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes
mellitus. Ketiga dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Meskipun TTGO
dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.7
Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, atau penderita yang
tidak mau berkerjasama akan timbul manifestasi oral yang berupa xerostomia,
sindroma mulut terbakar, meningkatnya insidensi dan keparahan penyakit
Universitas Sumatera Utara
periodontal, perubahan flora rongga mulut yang didominasi oleh jamur kandida
albikans dan luka bekas pencabutan gigi yang tidak sembuh-sembuh.
Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes mellitus harus diketahui
jenis diabetes yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, kontrol yang
memadai pada diabetesnya. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat
dikelompokkan ke dalam kategori kelompok resiko spesifik, yaitu21 :
a) Pasien dengan resiko rendah (Low Risk)
Pada penderita dengan resiko rendah, yaitu control metaboliknya baik dengan
obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimtomatik, tidak ada komplikasi
neurologic, vascular maupun infeksi, kadar gula darah puasa < 200mg/dL dan kadar
HbA1c< 7%.
b)
Pasien dengan resiko menengah (Moderate Risk)
Pasien ini memiliki simtom yang sama namun, berada dalam kondisi
metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis, dan
komplikasi diabetes yang terlihat. Glukosa darah puasa tidak lebih dari 250 mg/dL.
Pasien dengan konsentrasi HbA1c sekitar 7-9%.
c) Pasien dengan resiko tinggi (High Risk)
Universitas Sumatera Utara
Pada tipe penderita dengan resiko tinggi, memilik banyak komplikasi dan
kontrol metaboliknya sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau
ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat
meningkat tajam, terkadang
melampaui 250 mg/dL. Pasien dengan konsentrasi
HbA1c lebih dari 9% dan kontrol glukosanya yang buruk dalam waktu jangka
panjang dan mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut. Oleh
karena itu, dengan pemeriksaan intra oral dapat menjadi salah satu cara yang dapat
menunjang diagnosis awal untuk mengetahui apakah seseorang menderita penyakit
diabetes mellitus atau tidak.
2.3.5
Perawatan
Diabetes mellitus bukan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, dan
terapi yang dilakukan adalah dengan tujuan untuk menormalkan kadar gula darah,
untuk mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit diabetes mellitus tersebut.
Pengelolaan diabetes mellitus tipe II ini dimulai dengan24,25 :
2.3.5.1 Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani
Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani selama beberapa waktu(2-4
minggu) tujuannya untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah. Setiap makanan
yang mengandung karbohidrat(khususnya gula) merupakan hal yang paling beresiko
meningkatkan kadar gula darah.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5.2 Intervensi farmakologis
Apabila kadar glukosa darah belum mencapai batas normal, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Intervensi farmakologis ditambahkan jika
sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
dan terbagi atas tiga yaitu 5,7,23,25:
A)
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
i.
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
ii.
Penambahan sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
iii.
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
iv.
Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.
B)
Terapi insulin
i. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
ii. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa :
insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap
(premixed insulin).
Universitas Sumatera Utara
iii. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah harian.
C) Terapi Kombinasi.
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih, terapi dengan kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin
kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
Universitas Sumatera Utara
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin
saja.5,7,23,25
2.3.5.3 Pengetahuan tentang pemantauan mandiri
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.5,7,23,25
Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdaya penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam
menuju
perubahan perilaku.
Untuk
mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprenhensif dan upaya
peningkatan motivasi.5,7,23,25
2.3.5.4 Terapi Gizi Medis (TGM)
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Universitas Sumatera Utara
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.5,7,23,25
2.3.5.5 Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes mellitus tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi diabetes mellitus dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.5,7,23,25
2.4 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II
Pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat adanya manifestasi dalam
rongga mulut penderita, misalnya ginggivits dan periodontitis, disfungsi kelenjar
Universitas Sumatera Utara
saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut terbakar serta terjadinya
infeksi oral akut.13,18
2.4.1 Gingivitis dan periodontitis
Gingivitis merupakan inflamasi pada gusi yang mudah untuk disembuhkan,
dimana pada jaringan ginggiva terlihat kemerah-merahan disertai pembengkakan dan
bila disikat dengan sikat gigi akan berdarah. Gingivitis akan menimbulkan
terbentuknya periodontal pocket disertai adanya resorpsi tulang, sehingga gigi
goyang dan akhirnya tanggal.22
Gambar 2.2 : Periodontitis pada penderita Diabetes Mellitus 30
Gambar 2.3 : Gingivitis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva
Hiperglikemia mengakibatkan meningginya jumlah urin sehingga cairan
dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Dengan berkurangnya
saliva, dapat mengakibatkan terjadinya xerostomia.18 Dalam rongga mulut yang
sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, misalnya : Lactoferin,
perioxidase, lysozyme dan histidine yang berinteraksi dengan mukosa oral dan dapat
mencegah pertumbuhan kandida yang berlebihan.23 Pada keadaan dimana terjadinya
perubahan pada rongga mulut yang disebabkan berkurangnya aliran saliva, sehingga
enzim-enzim antimikroba dalam saliva tidak berfungsi dengan baik, maka rongga
mulut menjadi rentan terhadap keadaan mukosa yang buruk dan menimbulkan lesilesi yang menimbulkan rasa sakit. Pasien diabetes mellitus yang mengalami disfungsi
kelenjar saliva juga dapat mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan
sehingga mengakibatkan nafsu makan berkurang dan terjadinya malnutrisi.6,13
Gambar 2.4 : akibat xerostomia32
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 : Dry mouth in autoimmune disorders and diabetes 31
2.4.3 Infeksi kandidiasis
Kandidiasis oral merupakan infeksi bakteri oportunistik yang terjadi dalam
keadaan hiperglikemia karena keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi aliran saliva karena adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang
banyak, sehingga aliran saliva juga berkurang. Selain itu, juga menyebabkan
komplikasi berupa microangiopathy yang paling sering muncul pada penderita
diabetes mellitus terkontrol atau tidak terkontrol. Oleh itu, Kandidiasis dapat
ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila didukung berbagai faktor yang ada
pada penderita diabetes mellitus, seperti terjadinya defisiensi imun, berkurangnya
aliran saliva, keadaan malnutrisi dan pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene yang
buruk.13,23-24.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 : Kandidiasis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II
2.4.4 Sindroma mulut terbakar
Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tanda-tanda
klinis, walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan diabetes
mellitus tidak terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya sindroma mulut
terbakar yaitu berupa disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis dan kelainan pada
saraf.6,16 Adanya kelainan pada saraf akan mendukung terjadinya gejala-gejala
paraesthesias dan tingling, rasa sakit / terbakar yang disebabkan adanya perubahan
patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut.18
2.4.5 Infeksi oral akut
Pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan banyak komplikasi lain
yang masih belum dijumpai, hal ini memungkinkan terjadinya mekanisme patogen
yang berhubungan dengan infeksi-infeksi periodontal yang berperan penting dalam
perkembangan inf
Universitas Sumatera Utara
Download