Templat tugas akhir S1

advertisement
ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PASAR CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN
DHIENAR MEIDAWATI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan
Konsumen Pasar Ciputat Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Dhienar Meidawati
NIM H34080048
ABSTRAK
DHIENAR MEIDAWATI. Analisis Kepuasan Konsumen Pasar Ciputat Kota
Tangerang Selatan. Dibimbing oleh SUHARNO.
Pasar Ciputat adalah pasar tradisional yang menghadapi berbagai masalah
dan menimbulkan masalah selama bertahun-tahun. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis karakteristik konsumen, keputusan pembelian konsumen, dan kepuasan
konsumen yang hasilnya berimplikasi terhadap bagaimana seharusnya Pasar Ciputat
direnovasi dan direvitalisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA), dan Costumer
Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan penelitian, mayoritas konsumen Pasar Ciputat
adalah konsumen perempuan berusia produktif yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga, berdomisili di Ciputat dan berasal dari kalangan menegah ke bawah. Tingkat
kepuasan konsumen terhadap atribut Pasar Ciputat berdasarkan CSI sebesar 62.4
persen yang dapat dikategorikan puas. Terdapat lima atribut Pasar Ciputat yang
memerlukan perbaikan yaitu zonanisasi barang, mobilitas pengunjung dalam pasar,
kondisi bangunan pasar, dan penataan PKL.
Kata kunci: karakteristik konsumen, keputusan pembelian konsumen, kepuasan
konsumen, Pasar Ciputat
ABSTRACT
DHIENAR MEIDAWATI. Level of Consumer Satisfaction Analysis on Ciputat
Traditional Market. Supervised by SUHARNO.
For years, Ciputat Traditional Market faces various problems and causes
problems. This study aimed to analyze the characteristics of consumers, consumer
purchasing decisions, and customer satisfaction which results have implications
on how Ciputat Traditional Market should be renovated and revitalized. The
method used in this research is descriptive analysis, Importance Performance
Analysis (IPA), and Customer Satisfaction Index (CSI). Based on research, the
majority of consumers Ciputat market are women work as housewives, live in
Ciputat and come from the middle class and lower class. The level of customer
satisfaction by CSI is 62.4 percent and is categorized as satisfied. There are five
attributes that need improvement, those are goods classification, the mobility of
visitors in the market, conditions of the market building, and arrangement of street
vendors.
Keywords: characteristics of consumers, consumer purchasing decisions, and
customer satisfaction, Ciputat Traditional Market
ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PASAR CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN
DHIENAR MEIDAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah kepuasan konsumen, dengan judul Analisis Kepuasan
Konsumen Pasar Tradisional Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen
pembimbing atas semua masukan,arahan, waktu, motivasi dan kesabaran yang
telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada dosen penguji utama Tintin Sarianti, SP. MM dan dosen
penguji komisi pendidikan Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss. yang sudah
memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga
kepada Arif Karyadi Uswandi, SP selaku wali akademik selama penulis kuliah di
Departemen Agribisnis serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak
membantu selama perkuliahan dan juga selama penyusunan skripsi ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, suami, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada pengelola Pasar Ciputat yang telah membantu selama
penelitian. Terima kasih juga kepada Hera, Vaudhan, Yulinda, Tsamaniatul,
Layra, Jauhar, Haris, yang telah banyak membantu dan dukunganya dalam
menyelesaikan skripsi, teman-teman HIPMA, teman-teman agribisnis (khususnya
untuk Lorenta, Iriana, Yulinda, Fitri), teman-teman agribisnis minor AGH, pihak
yang terlibat dalam penulisan skripsi ini saya ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dhienar Meidawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
1
3
6
6
6
6
KERANGKA PEMIKIRAN
9
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pasar Tradisional
Permasalahan Utama Pasar Tradisional
Daya Tarik Pasar Tradisional
Indikator Pengelolaan Pasar Tradisional yang Berhasil
Konsumen
Karakteristik Konsumen
Perilaku Konsumen
Kepuasan Konsumen
Jasa dan Karakteristik Jasa
Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Pengukuran Kepuasan Konsumen
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Desain Penelitian
Metode Penarikan Sampel
Identifikasi Atribut
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Uji Validitas dan Reliabilitas
Importance Performance Analysis (IPA)
Customer Satisfaction Index (CSI)
9
9
9
11
11
12
12
13
13
14
1t
15
15
17
17
18
18
18
19
21
21
21
21
22
25
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Status Pasar Ciputat
Daya Tampung dan Daya Dukung Pasar Ciputat
Permasalahan Utama Pasar Ciputat
Permasalahan Hukum
Permasalahan Sosial Ekonomi
Permasalahan Kebersihan
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Konsumen Pasar Ciputat
Perilaku Konsumsi oleh Responden Konsumen Pasar Ciputat
Analisis Kepuasan Konsumen
Prioritas Perbaikan Atribut Pasar Ciputat
Implikasi Manajerial dalam Peningkatan Kepuasan Konsumen
Pasar Ciputat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
26
27
27
28
28
28
29
30
30
30
30
33
35
36
42
42
42
43
43
45
RIWAYAT HIDUP
38
3
DAFTAR TABEL
1 Alasan yang Menjadikan Konsumen Pasar Tradisional sebagai Tempat
Berbelanja
2 Penggunaan Sarana Ruang Dagang di Pasar Ciputat Tahun 2012
3 Atribut Penelitian
4 Skor Penilaian Tingkat Kepentingan Kerja dan Kinerja
5 Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index dan Interpretasinya
6 Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Umum Konsumen Pasar
Ciputat
7 Sebaran Perilaku Konsumsi oleh Responden Konsumen Pasar Ciputat
8 Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Pasar Ciputat
9 Nilai Rataan Atribut Pasar Ciputat Berdasarkan Tingkat Kepentingan
dan Tingkat Kinerja
3
4
19
23
26
31
35
36
37
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Model Pengembangan Pasar Tradisional
Bagan Alur Kerangka Operasional
Diagram Kartesius Tingkat Kepentingan-Kepuasan
Kartesius Importance Performance Analysis Pasar Ciputat
5
17
24
38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
2 Dokumentasi
46
47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran pasar tradisional dalam perekonomian Indonesia sangat vital. Pasar
tradisional merupakan salah satu bagian penting dari usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Berdasarkan data Asosiasi Pemerintah Kabupaten/Kota
Seluruh Indonesia (APKASI)1 dan Komisi Pengusaha Persaingan Usaha (KPPU)
tahun 2010, terdapat 13.450 pasar tradisional di Indonesia yang menyerap sekitar
12.650.000 pedagang yangumumnya merupakan pedagang skala mikro dan kecil.
Data tersebut turut menunjukkan bahwa dari sudut pandang ekonomi makro, pasar
tradisional memiliki keunggulan dalam penyediaan pilihan kesempatan usaha dan
penyediaan lapangan kerja. Di luar jumlah tersebut, masih terdapat tenaga kerja
pendukung seperti tenaga kebersihan, keamanan, buruh angkut barang dan lainlain.
Peran pasar tradisional tidak hanya sebatas penyerapan tenaga kerja. Usaha
mikro, kecil, dan menengah di berbagai sektor dapat memanfaatkan pasar
tradisional untuk memasarkan produk pertanian, perkebunan, maupun industri
rumah tangga lainnya. Pasar tradisional dapat meningkatkan penghasilan pelaku
UMKM. Sebagai salah satu bagian rantai pemasaran, pasar tradisional berperan
dalam mendistribusikan barang kebutuhan pokok. Di samping itu, pemerintah
menjadikan pasar tradisional sebagai indikator inflasi untuk mengendalikan harga.
Pasar tradisional bahkan memberikan kontribusi terhadap nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Non Migas pada harga dasar konstan 2000 yang lebih
besar dibandingkan pasar modern (Departemen Perdagangan & INDEF 2007).
Seiring berjalannya waktu, pasar tradisional menghadapi tantangan dan
masalah. Meningkatnya pertumbuhan pasar modern mengakibatkan volume usaha
pasar tradisional mengalami penurunan (Susilo & Taufik 2006). Pertumbuhan
pangsa pasar ritel modern di Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Selatan
dan Asia Tenggara, yakni sebesar 1,5 persen per tahun pada tahun 2000 hingga
tahun 2009 (Nielsen 2010). Hasil temuan kualitatif Suryadarma et al. (2007)
menunjukkan bahwa kondisi ini sebenarnya bersumber pada kondisi internal pasar
tradisional. Manajemen pasar tradisional saat ini sangat buruk. Uang sewa yang
dinilai cukup tinggi dan retribusi resmi yang ditarik dari pedagang tidak
dikembalikan dalam bentuk perawatan dan perbaikan fasilitas. Dari sisi layout
bangunan, zonanisasi barang dagangan tak dilakukan secara jelas sehingga dapat
ditemukan berbagai jenis barang dagangan bercampur dan saling berdampingan.
Hal ini membuat pengunjung kebingungan dalam mencari barang yang diinginkan.
Sebagian besar pasar tradisional juga tidak didukung oleh pembuangan air yang
baik, sehingga pasar seringkali becek karena air menggenang. Para pedagang juga
tidak bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan pasar. Karakter dan perilaku
pedagang turut memperburuk kondisi pasar. Kejujuran pedagang dalam berdagang
1
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2010. Panduan Pasar Ramah Segar
(Pengembangan Pasar Tradisional dalam Rangka Peningkatan Daya Saing). Jakarta: Kemendagri.
2
masih rendah sehingga banyak ditemui pedagang yang melakukan kecurangan
seperti penipuan timbangan dan menjual barang yang tak layak dikonsumsi.
Keadaan pasar tradisional yang tidak beraturan bertolak belakang dengan
karakteristik gaya hidup masyarakat yang menginginkan kenyamanan.
Peningkatan penetrasi pasar modern berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan
per kapita, pangsa penduduk usia kerja (yang berarti menunjukkan faktor
kemampuan dan permintaan), permintaan akan peningkatan kenyamanan (Ahmad
2007; Agustina 2007; USDA 2011). Pasar modern dianggap mampu memberikan
kenyamanan dalam berbelanja seperti yang diinginkan oleh konsumen karena
selain adanya fasilitas yang memadai dan terawat, juga menerapkan one stop
shopping.
Berdasarkan kondisi tersebut, masyarakat di wilayah perkotaan lebih
memilih untuk tidak berbelanja di pasar tradisional. Lokasi pasar yang jauh dari
pemukiman warga turut memperparah keadaan. Masyarakat perkotaan memiliki
pilihan substitusi berbelanja bahan makanan atau suatu barang di pasar modern
dan pedagang keliling. Berkurangnya pengunjung mengakibatkan pedagang pasar
tradisional kerap kali keluar dari pasar dan menjadi pedagang keliling atau turut
berpartisipasi dalam pasar kaget.
Di sisi lain, pasar tradisional sebenarnya tidak benar-benar ditinggalkan
konsumennya. Pasar tradisional masih memiliki target pasar yang didominasi
lapisan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini terbukti dari banyaknya
pedagang kaki lima (PKL) dan pengunjung di sekitar lokasi bangunan pasar yang
terlihat selalu ramai. Terdapat banyak pedagang di sekitar pasar tradisional,
namuntidak menempati lokasi bangunan pasar tradisional yang secara legal telah
disediakan pemerintah daerah. Salah satu faktor pemicu keengganan pedagang
masuk ke dalam wilayah pasar adalah kondisi fisik pasar tradisional yang tidak
memberikan kenyamanan berbelanja, sehingga pengunjung kerap mendatangi
pedagang yang berada di wilayah luar pasar.
Dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya kinerja dan mengganggu
peran strategis pasar tradisional. Penurunan omset dan keuntungan yang diterima
para pedagang di pasar tradisional terjadi di banyak daerah khususnya di wilayah
perkotaan, disamping juga terjadi penurunan jumlah pegawai (Putra 2004;
Departemen Perdagangan & INDEF 2007; Ningsih 2007; Rosfadhila 2007;
Hutabarat 2009; dan Hadiwiyono 2011). Menurut Serikat Pedagang Pasar
Indonesia (SPPI)2, setidaknya 1,625 juta pedagang pasar tradisional mengalami
kebangkrutan (2007-2008). Pada 2010 terjadi penurunan jumlah pedagang
sebanyak 2,4 juta pedagang atau turun 1,5% dibandingkan pada 2009. 3 Data dari
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebutkan bahwa dalam waktu 4
tahun (2007-2011) jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia turun dari 13.540
pasar tradisional menjadi 9.950. Ditinggalkannya pasar tradisional oleh para
pedagang mengindikasikan sepinya pengunjung dan akan menyebabkan efek
domino seperti munculnya pasar kaget dan pedagang kaki lima (PKL) ilegal,
2
Sulistyawati RL. 2013. Di Indonesia 1,625 Juta Pe12dagang Pasar Bangkrut Akibat Pasar
Modern. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisni10s/13/06/09/mo4fs1-di-indonesia1625-juta-pedagang-pasar-bangkrut-akibat-pasar-modern [1 Agustus 2013]
3
Rubiyantoro Y. 2011. Nielsen: Jumlah Minimarket Tumbuh 42% pada 2010.
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/4689/Nielsen-Jumlah-Minimarket-Tumbuh-42-Pada2010 [20 Januari 2012]
3
kekacauan tata kota, menurunnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
lain-laindan lain-lain.
Pasar tradisional memiliki keunggulan yang berpotensi membuat
masyarakat tertarik berbelanja di pasar tradisional. Beberapa alasan tersebut patut
dijadikan bahan pijakan pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional (Tabel
3), karena pasar tradisional masih dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Tabel 1. Alasan Konsumen Menjadikan Pasar Tradisional sebagai Tempat
Berbelanja
Alasan
Hasil Survei (%)
Harga lebih murah
80
Harga dapat ditawar
67
Jarak lebih dekat ke rumah
32
Lebih banyak pilihan produk segar
21
Menyediakan semua kebutuhan
15
Menawarkan ragam produk segar yang lengkap
12
Suasana yang lebih hidup
10
Produk segar dapat dibeli dalam jumlah
9
fleksibel
Buka lebih awal
8
Sumber: Survey AC Nielsen (2007) dalam Kemendagri (2010)
Pasar tradisional di Indonesia memerlukan revitalisasi. Revitalisasi yang
dicerminkan dalam bentuk pelayanan dan bangunan fisik akan menarik minat
kunjungan dan pembelian di pasar tradisional. Pasar tradisional yang ramai
pengunjung akan semakin menghidupkan suasana jual beli karena akan ada
banyak pedagang yang tertarik untuk berdagang di ruang dagang pasar tradisional
yang disediakan dan menghasilkan keuntungan, sehingga akan mampu bertahan di
dalamnya. Agar kondisi tersebut tercapai, revitalisasi harus disesuaikan dengan
keinginan konsumen sehingga perusahaan pengelola pasar tradisional akan
mampu merumuskan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar tradisional.
Perumusan Masalah
Salah satu pasar tradisional yang tidak dikelola dengan baikkacau selama
bertahun-tahun dan memerlukan revitalisasi adalah Pasar Ciputat yang
berlokasi di Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Pengelolaan
Pasar Ciputat dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Niaga Kerta Raharja.
Pasar ini dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pada tahun
1988 di atas tanah yang dialihfungsikan dan bangunan pasar didirikan pada tahun
1992.
Dilihat dari sisi pemanfaatan fasilitas ruang dagang di Pasar Ciputat,
jumlahnya sangat kecil. Ruang yang disediakan untuk berdagang terdiri atas kios,
los, dan lapak yang terdapat dalam bangunan berlantai tiga tingkat. Pedagang
yang terdapat di dalam bangunan Pasar Ciputat tersebut banyak yang
meninggalkan Pasar Ciputat dan lebih memilih untuk berjualan di area sekitar
pasar. Kondisi pasar yang sepi pedagang dapat dilihat dari data jumlah kios, los,
4
dan lapak yang terpakai (Tabel 2). Dari tiga lantai yang tersedia, lantai kedua dan
ketiga sangat sepi pedagang dan pembeli. Pemandangan yang terlihat adalah kioskios tertutup yang rusak, usang, dan kotor.
Tabel 2. Penggunaan Sarana Ruang Dagang di Pasar Ciputat Tahun 2012
Jenis Sarana
Kondisi
Jumlah
Persentase
Sedia
1.126
36.85% Kios Buka
Kios
Buka
463
63,15% Kios Tutup
Tutup
711
Sedia
238
10,5% Los Buka
Los
Buka
35
89,5% Los Tutup
Tutup
213
Sedia
276
24,28% Lapak Buka
Lapak
Buka
67
75,72% Lapak Tutup
Tutup
209
Sumber: Pengelola Pasar Ciputat (2012), diolah
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa penggunaan sarana ruang dagang
Pasar Ciputat masih rendah. Dari keseluruhan sediaan ruang dagang, hanya 36.85
persen kios yang buka, 10.5 peren los buka, dan 24.28 persen lapak buka.
Informasi pemanfaatan sarana ruang dagang tersebut menunjukkan bahwa Pasar
Ciputat telah ditinggalkan oleh banyak konsumen. Konsumen tidak lagi masuk
mendatangi pasar untuk berbelanja. Pedagang yang merasa dirugikan oleh
ketiadaan konsumen tidak akan bertahan berdagang di dalam pasar. Para
pedagang memilih untuk keluar dari pasar dan berjualan sebagai pedagang kaki
lima (PKL) di area sekitar Pasar Ciputat. Alasan mengapa masih ada pedagang
yang bertahan di dalam bangunan pasar adalah karena enggan kehilangan
pelanggan yang telah hapal dengan posisi dagang yang cukup strategis.
Penataan pasar tradisional di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang sangat kompleks karena melibatkan tiga pihak. Ketiga pihak
tersebut adalah para pelaku pasar yang terdiri atas pedagang, pembeli, pemerintah
(Gambar 2). Tiap pelaku pasar perlu mengakomodasi kepentingannya sendiri dan
menyesuaikan dengan kepentingan kedua pihak lain. Dua pelaku utama pasar
adalah pedagang sebagai pelaku operasional dan pemerintah sebagai pelindung,
pembina, dan pengelola pasar. Di sisi lain, terdapat dua jenis konsumen pasar
yang perlu diakomodasi pemerintah yaitu pedagang dan pembeli. Pola hubungan
ketiga pelaku pasar ini cenderung menimbulkan trade off dan permasalahan pada
pengembangan pasar tradisional di Indonesia. Ketiga elemen tersebut adalah
kunci yang harus berjalan selaras agar pasar tradisional di Indonesia tetap
bertahan, mengalami pertumbuhan, dan perkembangan. Penyelesaian masalah
tidak dapat ditanggung hanya oleh satu pihak.
5
(A)
Pedagang AB
(B)
Pembeli
A
B
ABC
A
BC
AC
(C)
Pemerintah
Gambar 1. Model Pengembangan Pasar Tradisional
Sumber: Agustiar (1996) dalam Mattanete (2008)
Dari sisi pemerintah sebagai pemilik dan pengelola pasar, Pasar Ciputat
masih ada dalam kondisi ketidakjelasan status kepemilikan. Pasar Ciputat terdapat
di wilayah pemekaran sejak tahun 2008, Kota Tangerang Selatan, namun hak
pengelolaan belum juga diserahterimakan oleh pemerintah Kabupaten Tangerang
ke pemerintah Kota Tangerang Selatan hingga tahun 2014. Akibatnya, pemerintah
Kota Tangerang Selatan tidak dapat berbuat banyak dalam melakukan perubahan
padahal pemda Kota Tangerang Selatan berencana untuk benar-benar memaksa
dan menertibkan para PKL di luar bangunan Pasar Ciputat agar mau menempati
ruang dagang yang tersedia. Dari sisi pedagang, sebagian besar pedagang
mengaku enggan pindah ke dalam bangunan pasar. Penyebabnya adalah sepinya
pengunjung, harga sewa yang tinggi, dan buruknya kondisi ruang dagang.
Wilayah Pasar Ciputat hingga tahun 2015 masih dipenuhi orang-orang yang
berbelanja, namun hal ini terjadi di lingkar luar bangunan pasar. Bagian dalam
pasar sepi pengunjung.
Salah satu kunci untuk menghidupkan kembali suasana Pasar Ciputat yang
ramai dengan kegiatan jual beli adalah meningkatkan jumlah dan minat
pengunjung Pasar Ciputat. Dengan banyaknya konsumen yang datang ke dalam
bangunan pasar akan mendorong pedagang untuk berdagang di dalam pasar atau
menempati area yang telah disediakan oleh pengelola dan tidak menjadi pedagang
kaki lima. Untuk menarik kembali pengunjung datang, diperlukan revitalisasi
pasar dengan pengelolaan yang profesional. Revitalisasi tersebut harus berupa
tindak lanjut dari hal-hal yang dianggap menarik atau penting bagi konsumen
(pengunjung/ pembeli) untuk datang berbelanja di Pasar Ciputat. Berdasarkan
uraian tersebut maka penelitian ini diperlukan untuk menjawab beberapa
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik umum dan perilaku konsumsi konsumen Pasar
Ciputat?
2. Bagaimana penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan Pasar Ciputat?
3. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan konsumen
Pasar Ciputat?
6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen Pasar Ciputat.
2. Menganalisis penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan Pasar Ciputat.
3. Memformulasikan implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan
konsumen Pasar Ciputat.
Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan sebagai
aplikasi dari teori yang didapatkan selama perkuliahan dan juga sebagai
referensi penelitian selanjutnya.
2. Bagi pengelola Pasar Ciputat dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan,
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data mengenai konsumen
dan masukan untuk perbaikan pengelolaan Pasar Ciputat.
3. Bagi pedagang, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai mengenai pembeli agar pedagang bisa menyesuaikan keputusankeputusan bertindak dalam berdagang yang berimplikasi terhadap kenaikan
pendapatan.
4. Bagi institusi pendidikan, Dinas Perdagangan dan pihak lain yang
berkepentingan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
informasi yang berguna untuk penelitian lain dan lanjutan, serta untuk
pengembangan pasar daerah lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen,
menganalisis proses keputusan pembelian, kepuasan konsumen dan merumuskan
strategi pengembangan Pasar Ciputat. Terdapat dua pihak berkepentingan yang
mengkonsumsi jasa pasar tradisional, yakni pedagang dan pembeli, namun yang
dimaksud dan diteliti pada penelitian ini adalah pembeli. Pemilihan konsumen
tersebut didasarkan pada tidak memperhitungkan jenis produk agribisnis atau nonagribisnis, karena keduanya terdapat pada Pasar Ciputat.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian-penelitian mengenai kepuasan konsumen terhadap atributatribut produk dan jasa telah banyak dilakukan. Penelitian kepuasan konsumen
pasar tradisional juga pernah dilakukan. Pasar tradisional termasuk dalam
perusahaan yang menyediakan fasilitas jasa sehingga penilaian kepuasan
konsumen mengacu terhadap kinerja jasa yang diberikan suatu pasar tradisional.
Penilaian terhadap kinerja pasar tradisional bisa juga dilakukan terhadap produk
7
(barang) yang diperdagangkan, meskipun sebenarnya pasar tradisional
menyediakan jasa pelayanan fasilitas tempat untuk bertemunya pedagang
menjajakan dagangan dan pembeli.
Mattanete (2008) meneliti kepuasan konsumen terhadap pengelolaan Pasar
Citeureup I dan strategi pengembangannya. Konsumen yang diteliti disini adalah
para pedagang Pasar Citeureup I. Pedagang juga merupakan jenis konsumen pasar
tradisional, namun memanfaatkan fasilitas pasar tradisional untuk menjual barang
dagangan. Mattanete melakukan penelitian tersebut berdasarkan fakta bahwa
jumlah penggunaan sewa lapak, kios, radius, dan kaki lima atau jumlah pedagang
semakin menurun dari tahun ke tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dimensi tangible (kenyataan/ bentuk fisik) pasar tradisional oleh merupakan hal
yang dianggap penting untuk dikelola meskipun demikian kepuasan pedagang
terhadap dimensi ini rendah. Untuk itu, berdasarkan analisis Importance
Performance Analysis (IPA) yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki oleh
Pasar Citeureup I didominasi oleh kondisi fisik dan kebersihan pasar. Secara
keseluruhan tingkat kepuasan pedagang berdasarkan Customer Satisfaction Index
(CSI adalah 56,023 persen atau cukup puas. Dalam memformulasikan strategi,
Mattanete menggunakan Matriks faktor internal dan eksternal (IFE-EFE Matrix/
Internal Factors Evaluation-External Factor Evaluation Matrix), analisis matriks
Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT), dan analisis Matriks
Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix –
QSPM). Prioritas strategi yang terpilih untuk pengembangan Pasar Citeureup I
adalah penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I, peningkatan kualitas
pelayanan untuk menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di Pasar
Citeureup I, dan menyelenggarakan suatu event (acara) pada waktu-waktu tertentu.
Berdasarkan prioritas strategi pengembangan yang dirumuskan, terlihat jelas
bahwa fokus utama adalah menarik pengunjung, sehingga kepuasan pengunjung
akan pasar tradisional juga perludikaji. Berbeda dengan penelitian Mattanete,
objek penelitian pada Pasar Ciputat dilakukan pada pengunjung pasar.
Istiningtyas (2008) menganalisis kebijakan dan strategi pengembangan di
Pasar Tradisional Bogor. Hasil analisis PHA menunjukkan bahwa aspek yang
paling penting dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional yaitu aspek
ekonomi, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek teknis. Kriteria-kriteria yang
penting dalam aspek ekonomi yaitu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan pedagang dan masyarakat dan meningkatkan PAD. Kriteria-kriteria
yang penting dalam aspek manajemen yaitu penataan dan pembinaan PKL,
meningkatkan manajemen pengelolaan pasar tradisional secara profesional,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan membentuk pasar tradisional
menjadi usaha yang efisien. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek sosial
yaitu terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi konsumen,
menciptakan pasar yang berdaya saing kompetitif. Kriteria-kriteria yang penting
dalam aspek teknis yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar dan kondisi fisik
pasar yang lebih bersih dan rapi.
Fissamawati (2009) juga meneliti tentang keputusan konsumen pasar
tradisional, khususnya dalam pembelian sayuran di Pasar Tradisional Baru Bogor
dan menganalisis kepuasan konsumen tersebut terhadap atribut sayuran di Pasar
Baru. Konsumen yang dijadikan responden adalah pembeli eceran yang memakai
sayuran untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tujuan dari penelitian tersebut
8
adalah menganalisis penilaian konsumen sayuran terhadap tingkat kepentingan
dan kinerja dari atribut-atribut sayuran di pasar tradisional Pasar Baru Bogor,
pedagang sayur keliling dan swalayan, serta tingkat kepuasan konsumen dalam
keputusan pembelian sayuran di Pasar Baru Bogor. Dari 30 orang yang menjadi
responden, sebanyak 73,33persen merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja
sehingga memiliki waktu untuk berbelanja di pasar tradisional. Sebanyak
30persen dari total responden, keluarganya memiliki pendapatan di bawah Rp
1.000.000 per bulan dan sebanyak 23,33persen responden memiliki pendapatan
keluarga diantara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Hal menjadi pertimbangan
terbesar responden untuk pergi ke Pasar Baru adalah bahwa harga sayuran yang
ditawarkan di Pasar Baru lebih murah dibandingkan di pasar swalayan dan
pedagang keliling, juga karena jenis sayuran di Pasar Baru lebih beragam.
Fissamawati mengukur tingkat kepentingan konsumen menggunakan Importance
Performance Analysis (IPA) dan kepusan konsumen menggunakan Customer
Satisfaction Index (CSI). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kualitas sayuran,
harga sayuran, keamanan tempat parkir, dan keragaman sayuran merupakan
atribut-atribut penting yang menentukan konsumen untuk berbelanja sayuran.
Secara keseluruhan konsumen menyatakan puas terhadap pembelian sayuran di
Pasar Baru dengan CSI sebesar 69,07 persen. Hal ini mendukung hasil survei AC
Nielsen dimana sayuran merupakan salah satu produk penting pada pasar
tradisional.
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner pada penelitian Fissamawati (2009)
menunjukkan bahwa dalam sebulan 36,67 persen dari total responden melakukan
pembelian sayuran di Pasar Baru lebih dari delapan kali, sebanyak 6,67 persen
melakukan pembelian 5-6 kali, dan 26,67 persen sebanyak 3-4 kali. Frekuensi
pembelian tersebut mengindikasikan konsumen telah mengenal lama mengenai
Pasar Baru di mana apabila konsumen ingin membeli sayuran di Pasar Baru,
konsumen sebenarnya hanya mengandalkan pengalaman atau tidak lagi
memerlukan proses keputusan pembelian yang mendetail. Penulis berkeyakinan
bahwa pembelian berulang sayuran oleh responden tersebut di Pasar Baru adalah
karena kedekatan lokasi pasar dengan tempat tinggal. Hal ini turut menguatkan
hasil penelitian Survey AC Nielsen (2007) dalam Kemendagri (2010) tentang
alasan kunjungan ke pasar tradisional. Penulis juga tidak berfokus pada konsumen
sayuran seperti yang dilakukan Fissamawati, karena fokus penelitian ini adalah
untuk merekomendasikan strategi yang tepat untuk perbaikan pengelolaan Pasar
Ciputat secara umum. Baik Fissamawati dan penulis sama-sama menggunakan
Customer Satisfaction Index (CSI) untuk menggambarkan tingkat kepuasan
konsumen dan Importance Performance Analysis (IPA) untuk menilai tingkat
kepentingan konsumen.
Hasil penelitian-penelitian tersebut turut menjadi acuan peneliti dalam
penentuan atribut yang akan digunakan dalam penelitian. Fokus terbesar atribut
yang digunakan adalah pada dimensi tangible dan keberadaan PKL di luar pasar.
9
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pasar Tradisional
Pasar tradisional menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007
adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar.
Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam kegiatan operasional seharihari, dimana para pedagang diharuskan membayar biaya retribusi setiap hari.
Karakteristik pasar tradisional di Indonesia adalah terdiri atas lapak kecil/kios
yang dimiliki atau disewa oleh para pedagang kecil (150-680 kios per pasar).4
Luas lapak atau kios sekitar 2-10 m2 dan barang-barang yang dijual berupa bahanbahan segar, barang-barang produksi rumah tangga, dan barang-barang pokok
rumah tangga (Collett & Wallace 2006 dalam Suryadarma et al 2007).
Sebagian besar pasar tradisional di Indonesia menjual produk makanan,
meskipun ada beberapa pengecualian pasar tradisional di Jakarta, yang dikenal
sebagai pusat barang elektronik, pusat tekstil dan pusat kedokteran (Aye &
Widjaya 2005). Pasar tradisional masih menjadi pemasok utama makanan,
khususnya di luar daerah perkotaan di Jawa. Produk-produk yang dijual biasanya
merupakan produk-produk sisa dan juga yang telah gagal dalam pemeriksaan
kualitas (quality control). Harga yang berlaku pada pasar tradisional menjadi
referensi bagi harga di sektor modern (World Bank 2007).
Pasar tradisional merupakan spot market di mana transaksi jual beli
terjadi pada satu ruang dan waktu yang sama di antara penjual dan pembeli secara
langsung. Definisi ini membedakannya dengan pasar modern di mana konsumen
melayani diri sendiri tanpa ada tatap muka secara langsung dengan penjual meski
transaksi terjadi pada ruang dan waktu yang sama.
Pada Pasar Ciputat terdapat pedagang dengan banyak jenis barang
dagangan seperti peralatan rumah tangga, kebutuhan sandang, bahan makanan,
makanan siap saji, dan lain-lain. Pasar Ciputat termasuk pasar tradisional basah
(wet market) karena pada umumnya produk yang dijual adalah produk segar yang
belum diolah.
Permasalahan Utama Pasar Tradisional
Permasalahan utama yang ada pada pasar tradisional di Indonesia adalah
berasal dari pedagang di pasar tradisional itu sendiri dan pengelolaan serta
manajemen pasar. 5 Permasalahan yang berakar dari pedagang yaitu:
4
5
Suryadarma D. 2011. Are Supermarkets to Blame for The Decline of Traditional Food
Traders?
A
Case
Study
of
Indonesia.
http://www.crawfordfund.org/assets/files/conference/conf2011/Daniel_Suryadarmadecline_of_traditional_food_traders.pdf [2 Februari 2012]
www.usdrp-indonesia.org/files/downloadCategory/72.pdf [2 Februari 2012]
10
1.
Jumlah pedagang yang ingin berjualan di pasar tradisional semakin
meningkat, yang berarti bahwa kebutuhan tempat juga semakin meningkat.
Tidak tersedianya tempat akan menimbulkan pemaksaan dan pengabaian
tata ruang pasar.
Kesadaran para pedagang yang rendah terhadap kedisiplinan, kebersihan
2.
dan ketertiban. Kondisi ini dikarenakan para pedagang yang umumnya
berpendidikan rendah, sedangkan para pengelola pasar membiarkannya
tanpa ada tindakan proses edukasi atau pelatihan secara berkala terhadap
pada pedagang.
3.
Pemahaman yang rendah terhadap perilaku konsumen. Para produsen dan
pedagang tidak bisa perubahan selera konsumen karena terbatasnya
pengetahuan dan informasi.
Permasalahan yang terdapat pada pengelolaan dan manajemen pasar
tradisional yaitu:
1.
Visi dan misi tidak jelas dalam menentukan arah dan bentuk pasar
tradisional yang akan dikembangkan ke depan. Masih ada pasar yang buka
pada hari pasaran (Slamet 2009).
2.
Pengelola pasar belum berfungsi dan bertugas secara efektif dalam
melakukan pembinaan terhadap pedagang, menciptakan kondisi pasar
yang kondusif dan layak, serta mengupayakan kelancaran distribusi barang
sehingga tercipta kestabilan harga barang. Pasar tradisional lambat dan
kurang responsif dalam memenuhi aneka kebutuhan masyarakat, dagangan
siap saji pun terkesan kurang higienis (Slamet 2009). Kecenderungan
orientasi pemerintah daerah masih lebih mengarah pada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah daripada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
3.
Standard Operation Procedure (SOP) yang tidak jelas. Masih banyak
salah kelola yang tidak sesuai SOP dan pelanggaran yang terjadi namun
tidak ada sanksi yang tegas.
Manajemen keuangan yang tidak akuntabel dan transparan. Pengelola
4.
mudah menyatakan terjadinya kondisi yang rugi walau fakta di lapangan
menunjukan bahwa sangat potensial untuk mendapatkan keuntungan.
5.
Kurang perhatian terhadap pemeliharaan sarana fisik. Bangunan yang
seharusnya mampu bertahan lebih dari 25 tahun menjadi kumuh dan
memiliki umur ekonomis lebih singkat akibat tidak dilakukan
pemeliharaan yang tepat dan berkala. Saat musim hujan, pasar akan
menjadi lembab dan becek (Ediati 2009; Slamet 2009).
6.
Pedagang kaki lima yang tidak tertib. Banyak pedagang kaki lima yang
tidak tertampung dalam pasar (Slamet 2009). Pedagang kaki lima
cenderung menempati pinggiran jalan untuk menjajakan dagangannya.
Premanisme. Praktek premanisme mengganggu kelancaran dan efisiensi
7.
transaksi antara pembeli dan penjual. Yang menjadi korban secara
langsung adalah para pedagang karena adanya praktek pemerasan, secara
tak langsung konsumen akan merasakan akibatnya karena barang dijual
dengan harga yang lebih tinggi.
8.
Tidak ada pengawasan terhadap barang yang dijual dan standardisasi
ukuran dan timbangan. Pengawasan yang sulit terhadap barang yang dijual
di pasar tradisional dikarenakan sifat pasar yang terbuka.
11
9.
10.
11.
Kurang tersedianya fasilitas umum yang memadai seperti tempat parkir yang
sempit, toilet yang kotor dan kadang tidak berfungsi dengan baik, tempat
pembuangan sampah sementara yang tak terurus dan menimbulkan bau
menyengat, serta koridor atau lorong yang sempit.
Penataan los/kios/lapak yang tidak beraturan. Tata letak dan pengelompokkan
pedagang masih jauh dari kenyamanan (Slamet 2009). Pengelola pasar tidak
bertindak tegas dalam bertindak untuk memberlakukan sanksi terhadap
pelanggar pemakai ruangan yang bukan peruntukannya.
Pasar yang becek, berbau tidak sedap, keamanan yang tidak terjamin, dan
praktek dagang yang tidak sehat menimbulkan kekecewaan dan
ketidakpercayaan konsumen sehingga konsumen memilih meninggalkan pasar
tradisional (Zumrotin 2002 dalam Mattanete 2008).
Daya Tarik Pasar Tradisional
Slamet (2009) menyatakan bahwa pasar tradisional memiliki kelebihan
daya tarik bagi masyarakat, yaitu:
1.
Memiliki keunggulan persaingan alamiah. Terdapat ikatan emosional
antara pedagang dan pelanggan yang menyebabkan kelanggengan
berdagang di pasar tradisional.
2.
Tempat yang strategis, dekat dengan hunian penduduk.
3.
Harga barang relatif lebih murah dan terdapat sistem tawar-menawar.
Indikator Pengelolaan Pasar Tradisional yang Berhasil
Prestasi keberhasilan pengelolaan pasar tradisional umumnya dilihat dari
pemasukan retribusi, padahal seharusnya harus dapat dilihat secara berimbang
antara pemasukan pasar dengan dampak eksternalitas ekonomi bagi masyarakat
(Slamet 2009). Indikator keberhasilan pengelolaan pasar tradisional berdasarkan
Buku Putih Pasar Tradisional Departemen Perdagangan, yaitu:
1.
Manajemen yang transparan. Konsekuen dengan peraturan dan tegas
dalam menegakkan sanksi jika terjadi pelanggaran.
Adanya sistem keamanan dengan satuan pengamanan pasar bekerja
2.
dengan penuh tanggung jawab dan bisa melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan para penyewa/pedagang.
3.
Kebersihan terjaga dengan tidak adanya sampah disembarang tempat.
Tempat sampah harus tersedia bagi pengunjung dan pedagang.
Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara
dilakukan secara berkala oleh armada pengangkut sampah.
4.
Tercipta ketertiban di dalam pasar dengan dijalankannya peraturan oleh
para pedagang.
5.
Pemeliharaan bangunan pasar dilakukan baik oleh pedagang dan pengelola.
Pedagang turut membantu manajemen pasar memelihara saluran air,
ventilasi udara, lantai pasar, kondisi kios, dan lain-lain.
6.
Pasar sebagai sarana pendukung interaksi sosial, dimana orang-orang
dapat berkumpul untuk berinteraksi dan berekreasi dalam suasana damai
dan harmonis.
7.
Pemeliharaan pelanggan oleh pedagang agar para pelanggan merasa betah
berbelanja dan kembali berbelanja di pasar tradisional. Tidak ada praktek
penipuan seperti dalam penggunaan timbangan dsb. Pasokan barang dijaga
12
8.
9.
10.
selalu tersedia dan harga dijaga kompetitif sesuai dengan kualitas dan jenis
barang yang dijual.
Produktifitas pasar cukup tinggi, agar pemanfaatan pasar sebagai tempat
kegiatan transaksi menjadi optimal. Terjadi pembagian waktu yang cukup
rapi dan tertib: (a) Pukul 05.30 s/d 09.00 pasar diperuntukkan bagi para
pedagang kaki lima khusus makanan sarapan/jajanan pasar; (b) Pukul
04.00 s/d 17.00 pasar diperuntukkan bagi para pedagang kios & lapak dan
penjualan makanan khas; (c) Pukul 06.00 s/d 24.00 pasar diperuntukkan
bagi para pedagang ruko; (d) Pukul 16.00 s/d 01.00 pasar diperuntukkan
bagi para pedagang kafe tenda.
Penyelenggaraan kegiatan (event).
Promosi dan “hari pelanggan”. Daya tarik pasar harus diciptakan dengan
karakteristik dan keunikan agar pelanggan tetap setia berbelanja di pasar
tradisional. Hal yang bisa dilakukan misalnya adalah program penjualan
barang dengan promosi. Manajemen pasar bekerjasama dengan para
pedagang menentukan hari–hari tertentu sebagai “hari pelanggan”, dimana
para pedagang melakukan kegiatan yang unik.
Konsumen
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
mendefinisikan konsumen sebagai orang yang memakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sumarwan (2004)
menjelaskan bahwa istilah konsumen sering diartikan menjadi dua jenis konsumen
yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu
merupakan pembeli produk atau jasa akhir, sering disebut sebagai konsumen akhir.
Konsumen organisasi biasanya meliputi yayasan, lembaga sosial, organisasi bisnis,
industri, perguruan tinggi, dan lain-lain. Semua organisasi tersebut membeli
produk dan jasa untuk menjalankan organisasinya. Pada industri, produk dan jasa
yang dibeli kemudian dihgunakan sebagai bahan baku untuk diolah kembali dan
menghasilkan produk atau jasa baru.
Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen mampu mempengaruhi perilaku. Sumarwan (2004)
menerangkan, perbedaan budaya telah menyebabkan adanya perbedaan kelompok,
termasuk di dalamnya kelompok konsumen berdasarkan perbedaan karakteristik
demografi, ekonomi, dan sosial. Variabel-variabel karakteristik demografi yaitu
usia, agama, suku bangsa, Warga Indonesia Keturunan, pendapatan, jenis kelamin,
status pernikahan, jenis keluarga, pekerjaan, lokasi geografi, jenis rumah
tangga, dan kelas sosial. Karakteristik ekonomi konsumen dapat terlihat dari
pendapatan dan besarnya pengeluaran. Keadaan sosial konsumen terbagi ke dalam
beberapa tingkatan kelas yang sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi,
interaksi, dan politik (Gilbert & Kahl dalam Engel et al dalam Sumarwan 2004).
Pendidikan merupakan hal yang paling mempengaruhi perilaku konsumen dalam
keputusan pembelian. Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
cenderung akan melakukan pencarian informasi lebih banyak dan selektif sebelum
memutuskan melakukan pembelian barang atau jasa.
13
Perilaku Konsumen
Menurut Engel et al (1995), perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi),
dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului
dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh
lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan
meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, atau situasi. Perbedaan
individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi, ketelibatan, pengetahuan,
sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Proses psikologis pengolahan
informasi, pembelajaran, perubahan sikap, dan perilaku. Ketiga faktor tersebut
berimplikasi pada proses keputusan konsumen dan strategi pemasaran.Menurut
Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004), perilaku konsumen diartikan
sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
diharapkan akan memuaskan kebutuhan . Perilaku konsumen terdiri dari semua
tindakan konsumen untuk memperoleh, menggunakan, dan membuang barang
atau jasa. Sebelum bertindak, seseorang seringkali mengembangkan keinginan
berperilaku yaitu keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu
dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa,
berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan,
tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan kegiatan evaluasi. Dengan studi perilaku konsumen dapat
diketahui bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan
sumber daya yang tersedia seperti waktu, uang, usaha, dan energi. Dengan
memahami sebab dan cara konsumen mengambil keputusan konsumsi, pemasar
dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik agar konsumen mau
memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut.
Kepuasan Konsumen
Bagaimana tingkat kesesuaian permintaan atau harapan konsumen dengan
yang disediakan oleh perusahaan akan memunculkan kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap produk tersebut. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginan
konsumen maka perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa memiliki
kewajiban untuk menyediakan dan melayani permintaan konsumen.
Menurut Oliver (1997) dalam Umar (2003), kepuasan konsumen
didefenisikan sebagai evaluasi purnabeli dimana persepsi terhadap kinerja dan
produk yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum
pembelianSedangkan menurut Kotler (2005) mendefenisikan kepuasan sebagai
perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi
atas produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Engel et al (1994) menyatakan
bahwa kepuasan adalah evaluasi pasca pembelian dimana pilihan konsumen
tersebut memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Bila alternatif yang dipilih
tidak memenuhi keinginan konsumen maka akan menimbulkan ketidakpuasan
konsumen. Engel membagi tingkat penialaian konsumen menjadi tiga bagian,
yaitu:
1.
Pengakuan Positif.
14
Pengakuan positif menggambarkan prestasi suatu perusahaan lebih baik
dari pada yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan positif menunjukkan
bahwa perusahaan memberikan kepuasan terhadap konsumen.
2.
Pengakuan Sederhana
Pengakuan sederhana menggambarkan bahwa prestasi suatu perusahaan
sama dengan yang diharapkan konsumen. Pengakuan sederhana memberikan
kepuasan kepada konsumen dan memungkinkan untuk terjadinya pembelian
ulang.
3.
Pengakuan Negatif
Pengakuan negatif menunjukkan bahwa prestasi yang diperoleh
perusahaan lebih buruk dari yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan negatif
disebabkan oleh ketidakpuasan konsumen dan membuat konsumen tidak akan
melakukan pembelian ulang.
Jasa dan Karakteristik Jasa
Jasa merupakan suatu pemberian kinerja atau tindakan tak kasat mata dari
satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti 2003). Menurut Kotler (2007), jasa
dirumuskan sebagai suatu tindakan atau unjuk kerja yang di tawarkan oleh salah
satu pihak ke pihak lain yang secaran prinsip ketidaknyataan (intangible) dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait
dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. Jasa memiliki empat ciri utama
yaitu:
1.
Ketidaknyataan (intangibility)
Jasa adalah tidak nyata, tidak dapat dilihat, di rasakan, di raba, di dengar
atau di cium sebelum produknya di konsumsi. Pembeli akan mencari tanda/bukti
dari mutu jasa tersebut dari tempat orang, peralatan, bahan komunikasi, bahan
simbol-simbol dan harga yang dilihat untuk meyakinkan diri.
2.
Keadaan tidak dapat terpisahkan (inseparability)
Jasa-jasa umumnya di produksi secara khusus dan di konsumsi pada waktu
bersamaan. Jika jasa di berikan oleh seseorang maka orang tersebut baik penyedia,
maupun konsumen akan mempengaruhi jasa tersebut.
Keragaman (variability)
3.
Sifat jasa-jasa akan beragam karena tergantung kepada siapa yang
menyediakan jasa dan kapan serta di mana jasa tersebut di sediakan. Di sini
pembeli jasa akan berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali
membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4.
Keadaan tidak tahan lama (perishability)
Keadaan tidak tahan lama dan jasa-jasa bukanlah suatu masalah jika
permintaannya adalah stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan
sebelumnya. Jika permintaan terhadapnya adalah berfluktuasi, maka perusahaan
jasa menghadapi masalah yang sulit.
Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Para konsumen sepakat bahwa kunci yang memastikan baiknya kualitas
pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat memenuhi atau melebihi apa yang
diharapkan dari produk jasa (Zeithaml et al. 1990). Skala kualitas pelayanan
dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan konsumen dari jasa dan persepsi
15
dari pelayanan aktual yang diberikan. Berikut adalah lima dimensi yang
mendasarinya:
1.
Tangibles (keberwujudan), berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan,
karyawan, dan peralatan komunikasi.
Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
2.
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
3.
Responsiveness (cepat tanggap), yaitu kemauan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayan yang cepat.
4.
Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari
karyawan serta kemampuan
untuk memberikan kepercayaan atau
keamanan.
5.
Emphaty (empati), yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang
diberikan perusahaan kepada konsumen.
Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (2000) terdapat empat perangkat alat atau metode untuk
mengukur kepuasan konsumen. Keempat perangkat tersebut yaitu:
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang fokus pada pelanggan akan memberikan kemudahan bagi
pelanggannya untuk menyalurkan kritik dan saran. Sistem yang digunakan tiap
perusahaan bisa saja berbeda seperti layanan telepon bebas pulsa maupun
menggunakan situs web dan e-mail sebagai alat komunikasi dua arah.
Survei Kepuasan Konsumen
2.
Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung melalui survey berkala dengan bertanya langsung atau mengirim daftar
pertanyaan konsumen yang ditetapkan sebagai responden. Dengan surey, perusahaan
juga dapat mengetahui keinginan konsumen untuk membeli ulang dan mengukur
kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk suatu perusahaan kepada
orang lain.
3.
Belanja Siluman (Ghost Shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna
melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli produk
perusahaan dan pesaingnya. Pembelanja siluman juga dapat menyampaikan masalah
tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan dapat mengatasi situasi
tersebut dengan baik atau tidak.
4.
Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Analisis pelanggan yang hilang penting dilakukan untuk mempelajari alasan
konsumen berhenti membeli atau berganti pemasok. Perusahaan juga perlu
mengetahui seberapa besar tingkat kehilangan tersebut. Jika tingkat kehilangan
pelanggan meningkat menunjukkan bahwa perusahaan gagal dalam memuaskan
pelanggannya.
Kerangka Pemikiran Operasional
Seiring berjalannya waktu, terjadi persaingan bisnis yang semakin kreatif
dimana penyedia jasa atau perusahaan berlomba-lomba memainkan struktur
konsumen yang ada. Kepuasan konsumen adalah yang dituju dan menjadi
prioritas utama. Tingkat kepentingan dan harapan konsumen serta pelaksanaan
16
atau kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah sesuai. Perusahaan harus
memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para konsumen, agar merasa
puas untuk data mempertahankan kelangsungan usaha bahkan memenangkan
persaingan.
Pasar tradisional adalah sektor publik yang tanggung jawab
pengelolaannya dipegang oleh pemerintah daerah. Di dalamnya terdapat
keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang berkaitan bagaimana pasar
akan berjalan. Kebijakan yang dibuat ada yang bersinggungan langsung dan tidak
langsung kepada dua tipe konsumen pasar tradisional, yakni pedagang dan
pengunjung pasar. Dalam hal yang berkaitan dengan pedagang, pengelolaan
diutamakan dengan menyeimbangkan antara kewajiban dan hak yang diterima
pedagang, meski pada akhirnya bertahannya para pedagang akan ditentukan
dengan keramaian pengunjung pasar.
Mengingat betapa pentingnya peran pasar tradisional, tugas pemerintah
sebagai pengelola adalah membuat pengunjung menyukai untuk datang ke pasar
tradisional. Ramainya pengunjung akan berpengaruh terhadap kelangsungan
keberadaan pedagang dan naiknya pendapatan daerah. Dengan meningkatkan
pengelolaan pasar, nantinya akan berdampak kepada sejauh mana tingkat
kepuasan, terutama tingkat kepuasan pengunjung di lingkungan pasar. Pengelola
Pasar Ciputat harus memiliki pengetahuan terkait dengan karakteristik konsumennya,
memperhatikan tingkat kepuasan konsumen, serta memahami faktor-faktor yang
dianggap penting dan menjadi pertimbangan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian.
Penelitian ini akan dilakukan melalui survey lapangan kepada konsumen
(pengunjung) Pasar Ciputat. Analisis yang digunakan untuk menjawab tingkat
kinerja dan harapan konsumen tersebut melalui Importance Performence Analysis,
sedangkan untuk mengetahui tingkat kepuasan menggunakan metode Costumer
Satisfaction Index. Pada tingkat kepuasan konsumen akan dilakukan pembobotan
terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada atribut Pasar Ciputat
menurut konsumen, sehingga akan diperoleh indeks kepuasan konsumen secara
keseluruhan. Atribut yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua belas buah,
yakni kelengkapan produk, zonanisasi produk, mobilitas pengunjung dalam
pasar,kondisi bangunan pasar, kondisi kebersihan pasar, bangunan pasar
bertingkat, keamanan pasar, penataan pedagang kaki lima, pedagang informatif,
kejujuran pedagang, harga murah, dan harga dapat ditawar. Gambar kerangka
pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
17
Pasar Tradisional Ciputat Tangerang
Selatan
Bagian dalam bangunan pasar sepi
pedagang dan pengunjung, bagian luar wilayah
bangunan ramai pengunjung.
Pengelola Pasar Ciputat memerlukan
pengetahuan tentang perilaku konsumen
(pengunjung) untuk mempertahankan pelanggan.
Analisis Deskriptif
Karakteristik
Konsumen
Importance
Performance Analysis
(IPA)
Perilaku Konsumsi
Konsumen
Customer Satisfaction
Index (CSI)
Kepuasan Konsumen
Rekomendasi strategi pengelolaan Pasar
Ciputat.
Gambar 2. Bagan Alur Kerangka Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kondisi Pasar Ciputat Kota Tangerang Selatan merupakan suatu keadaan
yang secara umum dihadapi pasa tradisional lain di Indonesia. Dipilihnya Pasar
Ciputat, diantara banyak pasar tradisional lain dengan kondisi serupa, sebagai
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
Pasar Ciputat berada pada lokasi strategis yakni di perbatasan Tangerang Selatan dan
Jakarta Selatan dan mudah dijangkau. Selama bertahun-tahun, pasar ini tidak
18
mengalami perubahan yang signifikan. Jalanan di wilayah Pasar Ciputat
menghadapi kemacetan yang salah satunya bersumber dari keberadaan PKL.
Gundukan sampah organik dan non organik yang bercampur memenuhi pasar dan
jalan raya. Gedung pasar sudah sangat kumuh dan sepi penghuni (pedagang),
namun wilayah luar gedung pasar ramai PKL. Buruknya kondisi Pasar Ciputat ini
kontras terhadap pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan moden di Ciputat yang
mampu menyediakan barang kebutuhan yang sama, sehingga perbaikan kualitas
pelayanan Pasar Ciputat perlu diperbaiki. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung melalui wawancara dan
pengisian kuesioner kepada pihak pengelola Pasar Ciputat dan pengunjung pasar
sebagai responden. Data sekunder yang digunakan merupakan data dari instansi
dan literatur terkait lainnya yang relevan dengan penelitian sebagai pelengkap
data primer.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian metode deskriptif dan metode
survei. Metode deskriptif dilakukan dengan pencarian fakta dengan interpretasi
terhadap sifat-sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu. Metode
deskriptif digunakan untuk mendapatkan karakteristik konsumen Pasar Ciputat.
Penelitian ini juga menggunakan metode survei berupa sampel. Metode survei
digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dari karakteristik perilaku dan kepuasan
konsumen Pasar Ciputat.
Metode Penarikan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non
probability sampling, dimana setiap pengunjung Pasar Ciputat yang terpilih
sebagai responden atau sampel dalam penelitian ini tidak memiliki peluang atau
kemungkinan sama. Metode non probability sampling yang digunakan yaitu
convenience sampling yang merupakan suatu model yang memilih responden
berdasarkan kemudahan atau kenyamanan peneliti dalam mendapatkan dan
menemukan contoh untuk dipilih. Metode ini dipakai karena Adapun kriteriakriteria responden yang menggunakan teknik conveninece sampling, yaitu :
1.
Konsumen sudah pernah berkunjung ke Pasar Ciputat lebih dari dua kali
dalam sebulan dan bersedia mengisi kuesioner.
2.
Responden berumur diatas 16 tahun dengan alasan pada usia remaja lanjut
tersebut (16-18 tahun), responden dianggap telah dapat menentukan
pilihan secara rasional (Sumarwan et al 2011).
3.
Pada satu rombongan keluarga, hanya satu orang yang berhak mengisi
kuesioner agar jawaban dalam kuesioner tidak saling mempengaruhi yakni
orang yang menjadi bertugas mengambil keputusan pembelian dalam
keluarga.
4.
Dalam satu rombongan teman atau kenalan, maka yang dipilih adalah
orang yang merekomendasikan untuk berkunjung ke Pasar Ciputat.
19
5.
Jumlah sampel penelitian pada penelitian berjumlah 100 orang. Menurut
Siagian (2002), syarat minimal sampel data dan terdistribusi normal dalam
statistik adalah 30 sampel, sehingga 100 orang sudah memenuhi syarat
minimal.
Aktifitas di Pasar Ciputat sudah dimulai sejak subuh dan para pedagang
lapak atau kiosnya ketika barang dagangan habis atau pengunjung pasar sudah
sepi. Penulis mencoba mengambil data responden dari keseluruhan waktu aktif
pasar yakni dari subuh hingga pukul tiga sore. Keengganan konsumen untuk
menjadi responden di waktu-waktu tertentu mengakibatkan data yang terkumpul
hanya berasal dari konsumen yang berkunjung ke Pasar Ciputat pada kisaran
pukul 06.00 pagi hingga pukul 11.00 siang (WIB).
Identifikasi Atribut
Atribut yang digunakan dalam penelitian ini merupakan intisari dari
dimensi penilaian kualitas pelayanan jasa dan bauran pemasaran. Atribut yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori, penelitian terdahulu, dan
mempertimbangkan hasil observasi lapangan. Terdapat duabelas atribut yang
dipakai pada penelitian ini yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Atribut Kepuasan Konsumen Pasar Tradisional Ciputat
No.
Atribut Penelitian
1
Kelengkapan produk
2
Zonanisasi produk
3
Mobilitas pengunjung dalam pasar
4
Kondisi bangunan pasar
5
Kondisi kebersihan pasar
6
Bangunan pasar bertingkat
7
Keamanan pasar
8
Penataan PKL
9
Pedagang informative
10
Kejujuran pedagang
11
Harga murah
12
Harga dapat ditawar
Terdapat lima dimensi penilaian kualitas pelayanan jasa, yakni tangibles
(keberwujudan), reliability (keandalan), responsiveness (cepat tanggap),
assurance (jaminan), dan emphaty (empati). Dalam penelitian ini, tidak semua
dimensi diatur sebagai atribut penelitian, seperti dimensi empati dan
responsieness. Objek penelitian kepuasan ini adalah konsumen yang datang
berkunjung membeli barang dari pedagang, sehingga ada bagian dimana
konsumen tidak bersinggungan langsung dengan perngelola atau perusahaan pasar
sebagai penyedia jasa. Jasa yang disediakan oleh pengelola pasar tercermin dalam
fasilitas fisik pasar, maka untuk dimensi tangibles, wujud tersebut terakomodasi
dalam atribut kelengkapan produk, zonanisasi produk, mobilitas pengunjung
dalam pasar, kondisi bangunan pasar, kondisi kebersihan pasar, dan bangunan
pasar bertingkat. Dimensi assurance tercermin secara tidak langsung pada atribut
20
pedagang informatif dan kejujuran pedagang karena pendidikan etika berdagang
masih menjadi kewajiban pihak pengelola pasar untuk diberikan kepada para
pedagang. Atribut keamanan pasar termasuk dalam dimensi assurance yang
mewakili hubungan langsung antara pengelola pasar dengan konsumen pasar.
Atribut harga murah dan harga dapat ditawar mewakili dimensi reliability. Atribut
ini dipilih berdasarkan karakteristik khas pasar tradisional yang sudah menjadi
rahasia umum, yakni harganya yang cenderung lebih murah dibandingkan di
tempat lain dan harga yang fleksibel karena dapat ditawar.
Berdasarkan bauran pemasaran (7P), tidak semua elemen bauran
pemasaran dapat diformulasikan menjadi atribut penelitian. Pertama, elemen
bauran pemasaran harga (price) diwakili oleh atribut harga murah dan harga dapat
ditawar. Kedua, bauran pemasaran orang (people) diwakili oleh atribut pedagang
informatif dan kejujuran pedagang. Ketiga, elemen produk diwakili oleh atribut
kelengkapan produk. Keempat, elemen tempat (place) diwakili oleh atribut
zonanisasi produk, kondisi bangunan pasar, kondisi kebersihan pasar, dan
bangunan pasar bertingkat. Kelima, elemen orang (people) diwakili oleh atribut
pedagang informative dan kejujuran pedagang. Keenam, elemen proses (process)
diwakili oleh atribut mobilitas pengunjung dalam pasar. Elemen promosi tidak
dijadikan atribut penelitian karena pengelola Pasar Ciputat tidak pernah
mengaakan kegiatan promosi sehingga tidak ada yang perlu dinilai dari elemen ini
oleh responden penelitian.
Selain penentuan atribut berdasarkan dimensi kualitas pelayanan jasa dan
bauran pemasaran, penulis juga mempertimbangkan hasil observasi lapangan.
Atribut-atribut penelitian dibangun berdasarkan permasalahan utama yang
dihadapi Pasar Ciputat. Banyak faktor pada Pasar Ciputat yang sebenarnya dapat
dinilai oleh responden penelitian, namun penulis mempertimbangkan banyak
sedikitnya jumlah konsumen yang memiliki pengalaman dengan faktor-faktor
tersebut. Sebagai contoh, Pasar Ciputat dilengkapi dengan fasilitas mushola dan
toilet. Berdasarkan pengamatan, sangat jarang sekali ada konsumen Pasar Ciputat
yang menggunakan mushola dan toilet ketika berkunjung ke Pasar Ciputat. Akan
sangat menyulitkan penulis jika harus menyaring satu per satu calon responden
dengan menanyakan apakah konsumen pernah menggunakan mushola dan toilet
untuk mendapatkan 100 responden pernah memakai fasilitas tersebut sehingga
dapat memberikan penilaiannya.
Penentuan atribut penelitian juga didasarkan pada hasil penelitian
terdahulu. Tujuannya adalah agar hasilnya dapat dijadikan perbandingan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian objek terkini. Atribut kelengkpaan produk,
harga murah, dan harga dapat ditawar diambil dari hasil survey AC Nielsen
(2007) yang menyatakan bahwa hal-hal tersebut merupakan beberapa alasan
konsumen berbelanja di pasar tradisional. Atribut bangunan pasar bertingkat
diambil dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa struktur bangunan pasar
bertingkat menciptakan sejumlah persoalan. Struktur bertingkat yang ada saat ini
dinilai mengganggu keamanan dan kenyamanan pedagang dan pembeli. 6 Di
6
Budiyati S. 2007. Pasar Tradisional dengan Struktur Bangunan Bertingkat: Siapa yang
Diuntungkan?
SMERU
Newsletter
22
(April-Juni):
17-20
http://www.smeru.or.id/newslet/2007/news22.pdf [10 Desember 2011].
21
antaranya yakni konstruksi anak tangga ke lantai atas atau bawah yang tinggi dan
curam, ruang-ruang berdagang yang sempit, kurang tersedianya tempat sampah,
air bersih, saluran air, pengaturan ruang udara/ventilasi, dan tempat parkir.
Metode Pengumpulan Data
Data responden didapatkan melalui wawancara terhadap konsumen terpilih.
Pertanyaan yang diajukan mengacu pada kuisioner yang telah disiapkan. Yang
pertama dilakukan adalah screening yang bertujuan untuk mengambil konsumen
yang cocok dengan kriteria penelitian. Apabila memenuhi kriteria, maka
konsumen tersebut akan diambil sebagai responden dan akan dilanjutkan ke
pengisian identitas diri untuk mengetahui karakteristik konsumen Pasar Ciputat.
Pengisian kuesioner dilanjutkan ke pertanyaan mengenai proses keputusan
pembelian dan kepuasan konsumen. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di
dalam kuesioner dibuat dalam bentuk pertanyaan dengan menggunakan skala
likert.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yaitu suatu penganalisaan kasus, kondisi sosial,
perilaku manusia, dan sebagainya dengan cara member gambaran atau penjelasan
secara naratif. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk
menjabarkan gambaran umum perusahaan, karateristik pengunjung yang
berkunjung ke Pasar Ciputat, proses pengambilan keputusan, dan tingkat kepuasan.
Data yang dianalisis secara deskriptif disajikan dalam suatu alinea uraian secara
naratif atau dalam tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden.
Uji Validitas dan Realibilitas
Variabel-variabel dalam kuesioner penelitian perlu diuji terlebih dahulu,
agar kesimpulan penelitian nantinya tidak keliru dan tidak memberikan gambaran
yang jauh berbeda dari keadaan sesungguhnya (Suliyanto 2005). Pengujian
kuesioner dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian kelayakan
kuesioner dilakukan kepada 30 responden konsumen. Hal ini dikarenakan bahwa
ukuran minimum sampel yang digunakan sebagai desain penelitian adalah 30
orang (Gay & Umar 2003).
Penentuan atribut dilakukan dengan penelusuran dan berdasarkan studi
literatur, penelitian terdahulu, dan wawancara dengan pihak pengelola Pasar
Ciputat. Atribut-atribut mutu pelayanan yang terdapat pada kuesioner merupakan
penjabaran dan penyesuaian dari dimensi kualitas jasa.
1.
Uji Validitas
Kuesioner yang disusun periset dalam pengumpulan data harus mengukur
apa yang ingin diukurnya (Umar 2005). Uji validitas digunakan untuk mengetahui
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya (Suliyanto 2005). Apabila terdapat konsistensi antara variabel satu
dengan variabel lainnya, maka validitas tercapai.
22
Pada penelitian ini, pengujian validitas kuesioner dilakukan dengan
menggunakan software SPSS 16.0 for Windows. Validitas suatu atribut dapat
diketahui pada hasil output SPSS pada tabel berjudul Item-Total Statistics,
tepatnya dari nilai Corrected Item-Total Correlation. Suatu atribut dikatakan valid
jika nilai Corrected Item-Total Correlation lebih dari 0,3 dan dikatakan tidak
valid jika nilainya kurang dari 0,3 (Nugroho 2005). Atribut yang tidak valid
kemudian harus dihilangkan dari kuisioner dan tidak ditanyakan kepada
responden pada saat pengambilan data dalam penelitian. Berdasarkan uji validitas
yang dilakukan terhadap 12 atribut pertanyaan dalam kuesioner, 12 atribut
pertanyaan memiliki validitas yang baik.
2.
Uji Realibilitas
Menurut Suliyanto (2005), reliabilitas pada dasarnya merupakan sejauh
mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Jika pengukuran dilakukan secara
berulang dan tetap menghasilkan hasil pengukuran yang relatif sama, maka alat
ukur tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Pengujian
reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji reliabilitas
internal dimana uji ini dapat menghilangkan kelemahan-kelemahan pada uji
reliabilitas eksternal sehingga uji ini menjadi lebih praktis dan efisien dengan satu
kali pengetesan (Suliyanto 2005).
Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik Cronbach karena skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
Linkert (1-5). Perhitungan reliabilitas menggunakan bantuan software SPSS 16.0
for Windows. Reliabilitas suatu atribut dapat dilihat pada tabel Reliability
Coefficients sebagai hasil output SPSS. Nilai koefisien reliabilitas Alpha
Cronbach berkisar antara 0-1. Koefisien reliabilitas yang dianggap baik adalah
dengan nilai lebih besar dari 0,7. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas,
semakin reliabel sebuah kuesioner.
Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semua
atribut Pasar Ciputat dinyatakan sangat reliabel karena memiliki Alpha 0.847
berada pada rentang Alpha 0.81 – 1.00. Dengan demikian semua atribut dalam
penelitian ini sudah konsisten dalam pengukurannya.
Important Performance Analysis (IPA)
Teknik IPA digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat kepentingan
dan tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja atribut yang melekat pada
produk atau jasa. Dalam teknik IPA, penggunaan diagram kartesius diperlukan
untuk menjabarkan unsur-unsur tingkat kesesuaian kepentingan dan kepuasan.
Penilaian tingkat kepentingan dan kinerja jasa oleh konsumen disusun
berdasarkan nilai skor skala 5 tingkat (Likert) (Tabel 4), yang sengaja dirancang
agar konsumen menjawab dalam berbagai tingkatan pada variabel-variabel yang
menguraikan jasa (Supranto 2006). Penggunaan skala likert digunakan untuk
mengkonversi data kualitatif (ordinal) menjadi data kuantitatif.
23
Tabel 4. Skor Penilaian Tingkat Kepentingan Konsumen dan Tingkat
Kinerja Pasar Ciputat
Skor (Nilai)
Kepentingan
Kinerja
1
Sangat Tidak Penting
Sangat Tidak Baik
2
Tidak Penting
Tidak Baik
3
Cukup Penting
Cukup Baik
4
Penting
Baik
5
Sangat Penting
Sangat Baik
Sumber: Supranto (2006)
Skor yang diperoleh dari penilaian persepsi kinerja Pasar Ciputat
merefleksikan tanggapan konsumen setelah adanya pengalaman melakukan
konsumsi atau atribut aktual yang dirasakan oleh pedagang dan konsumen. Skor
penilaian tingkat kepentingan merupakan penilaian seberapa penting atributatribut yang melekat pada Pasar Ciputat dianggap penting oleh atau dapat
dikatakan sebagai seberapa besar kepentingan terhadap suatu atribut. Kedua
variabel tersebut diwakili huruf X dan Y, dimana X adalah tingkat
kinerja/kepuasan, sedangkan Y adalah tingkat kepentingan pedagang dan
konsumen.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan kinerja maka
dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian. Tingkat kesesuaian
akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan konsumen (Supranto 2006). Rumus yang digunakan yakni (Supranto
2006):
Keterangan:
Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan
Yi = Skor penilaian kepentingan konsumen
Jika Tki <100 persen, maka kinerja produk atau jasa[ belum sesuai dengan
keinginan anggota. Jika Tki ≥100 persen, maka kinerja telah sesuai dengan
keinginan anggota.
Skor penilaian tingkat kinerja dan kepentingan kemudian masing-masing
dijumlahkan dan dibagi oleh jumlah responden. Hasilnya akan membentuk
diagram, berupa rata-rata skor kinerja ( ) untuk sumbu horizontal dan rata-rata
skor kepentingan ( ) untuk sumbu vertikal. Formulasinya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
= Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kepuasan
= Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden
24
Sebelum tingkat kepuasan dan kepentingan dipetakan dalam diagram
kartesius, perlu dihitung terlebih dahulu rata-rata skor tingkat kepuasan dan
kepentingan terhadap seluruh atribut. Rumusnya yaitu:
Keterangan:
= Rata-rata skor tingkat kepuasan
= Rata-rata skor tingkat kepentingan
K = Jumlah atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen
Hasil perhitungan tersebut Setelah rata-rata skor tersebut didapatkan,
selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut dipetakan dalam digram kartesius.
Menurut Rangkuti (2008), diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi
menjadi empat bagian atau kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis yang
berpotongan tegak lurus pada titik (
, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
(Kepentingan
)
T
inggi
Kuadran I
Prioritas Utama
Attibutes to Improve
Re
ndah
Kuadran II
Pertahankan
Prestasi
Maintain
Performance
Kuadran III
Prioritas Rendah
Attributes to
Maintain
Kuadran IV
Berlebihan
Main Priority
T
(Kepuasan
)
inggi
Gambar 3. Diagram Kartesius Tingkat Kepentingan-Kepuasan
Sumber: Supranto (2006); Rangkuti (2008)
Setiap kuadran pada diagram kartesius tersebut mengandung makna
interpretasi. Supranto (2006) dan Rangkuti (2008) mengemukakan pengertian dari
masing-masing kuadran tersebut, yakni:
1.
Kuadran I
Kuadran I memuat bahwa atribut dinilai penting namun pelaksanaan atau
kinerja atribut masih rendah. Hal ini dianggap konsumen mengecewakan atau tak
memuaskan. Keinginan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak manajemen
perusahaan. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen, perusahaan perlu
meningkatkan kinerja atribut.
25
2.
Kuadran II
Kuadran II memuat atribut yang dinilai penting dan kinerja atribut yang
dianggap berhasil dilaksanakan perusahaan sesuai dengan yang dirasakan oleh
konsumen. Tingkat kepuasan konsumen dinilai relatif tinggi, sehingga perusahaan
wajib mempertahankan atribut yang ada pada kuadran II.
3.
Kuadran III
Kuadran III memuat atribut-atribut yang ada dianggap kurang penting dan
kurang memuaskan. Pada kuadran ini, peningkatan variabel perlu dikaji kembali
karena pengaruhnya yang tidak terlalu besar terhadap kepuasan konsumen dan
pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja.
4.
Kuadran IV
Kuadran IV memuat atribut yang dianggap kurang penting oleh pelanggan
tetapi kinerjanya atau pelaksanaannya dinilai berlebihan, meski dianggap kurang
penting tetapi sangat memuaskan. Atribut-atribut yang kurang penting ini dapat
dikurangi sehingga perusahaan dapat menghemat biaya.
Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) atau indeks kepuasan pelanggan
merupakan salah satu alat ukur yang dapat mendukung analisis IPA. CSI
diperlukan sebagai alat ukur yang mampu mempresentasikan atau untuk
mengetahui kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan melihat tingkat
kepentingan dari atribut-atribut produk atau jasa. Hasilnya akan berguna untuk
pengembangan program pemasaran untuk kepuasan konsumen (Supranto 2006).
Berdasarkan Aritonang (2005) metode pengukuran CSI meliputi tahap-tahap
berikut:
1.
Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score
(MSS). Nilai ini berasal dari rata-rata kepentingan dan rata-rata tingkat
kinerja tiap responden.
2.
3.
Keterangan:
n = Jumlah responden
Yi = Nilai kepentingan atribut Y ke-i
Xi = Nilai kepentingan atribut X ke-i
Menentukan Weight Factors (WF) yang merupakan fungsi dari Mean
Importance Score atau nilai dari rata-rata tingkat kepentingan (MIS-i)
masing-masing atribut terhadap total MIS seluruh atribut yang dinyatakan
dalam bentuk persen.
Menentukan Weight Score (WS) yang merupakan fungsi dari Mean
Satisfaction Score (MSS) dikali dengan Weight Factor (WF).
26
4.
Menghitung Customer Satisfaction Index yaitu fungsi dari jumlah WS
dibagi skala maksimal yang digunakan (penelitian ini menggunakan skala
maksimal 5), kemudian dikalikan 100 persen.
Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria
tingkat kepuasan konsumen. Angka indeks pada kriteria nilai CSI ditentukan
menggunakan skala numerik dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Rs = Rentang skala
M = Skor tertinggi
n = Skor terendah
b = Jumlah kelas
Rentang kepuasan yang digunakan ada pada kisaran 0%-100% dimana
100% menunjukkan kepuasan tertinggi. Skala maksimal yang digunakan pada
penelitian ini adalah 5, dengan demikian rentang skalanya adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan rentang skala yakni sebesar 20%, maka
diperoleh rentang skala penilaian kepuasan (Tabel 5).
Tabel 5. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index dan Interpretasinya
Angka Indeks
Interpretasi
0% < CSI ≤ 20%
Sangat Tidak Puas
20% < CSI ≤ 40%
Tidak Puas
40% < CSI ≤ 60%
Cukup Puas
60% < CSI ≤ 80%
Puas
80% < CSI ≤ 100%
Sangat Puas
Definisi Operasional
Variabel-variabel dalam penelitian bisnis menggambarkan suatu fenomena
yang harus diperjelas arti dan kandungannya. Hal ini dikarenakan variabel ilmu
bisnis umumnya tidak dapat diukur langsung. Definisi operasional diperlukan
untuk menggambarkan variabel agar pandangan setiap pembaca menjadi sama.
1.
Konsumen adalah orang dengan usia ≥ 16 tahun yang pernah berbelanja dan
berapa di Pasar Ciputat yang berperan dalam pembelian.
2.
Responden adalah konsumen Pasar Ciputat yang berusia ≥ 16 tahun, pernah
berbelanja di Pasar Ciputat dua kali atau lebih, dan bersedia mengisi
kuesioner.
3.
Usia adalah rentang waktu responden dari lahir hingga saat ini.
4.
Jenis kelamin adalah identitas responden dalam berperilaku sebagai
perempuan atau laki-laki.
5.
Status pernikahan adalah ikatan kewajiban terhadap rumah tangga responden
saat ini telah menikah atau belum menikah.
27
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Jenis pekerjaan adalah pencaharian yang dijadikan pokok penghidupan atau
sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah responden saat ini.
Pendidikan terakhir adalah pendidikan terakhir yang telah ditempuh
responden.
Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima responden selama satu
bulan terakhir berdasarkan pekerjaan yang dijalani.
Jenis barang yang sering dibeli adalah jenis barang yang paling sering dibeli
pada keseluruhan kunjungan konsumen di Pasar Ciputat.
Kelengkapan barang adalah tersedianya beraneka macam pilihan produk di
Pasar Ciputat.
Zonanisasi produk adalah pembagian wilayah dagang yang ditentukan
oleh manajemen Pasar Ciputat berdasarkan jenis barang dagangannya.
Mobilitas pengunjung dalam pasar adalah kondisi jalan sebagai tempat
berlalu lalang pengunjung
Kondisi bangunan pasar adalah kondisi fisik bangunan pasar Ciputat yang
dinilai berdasarkan faktor penerangan, sirkulasi udara, tinggi langit-langit,
Kondisi kebersihan pasar adalah kondisi yang mencerminkan ada atau
tidaknya sampah yang dibuang di sembarang tempat dan ada atau tidaknya
air yang menggenang dan ketersediaan tempat pembuangan sampah
sementara (TPS).
Bangunan pasar bertingkat adalah keadaan bangunan pasar yang dibuat
bertingkat untuk menampung para pedagang.
Keamanan pasar adalah kondisi pasar yang bebas dari tindak kejahatan
kriminal dan terdapat petugas keamanan yang siaga untuk menertibkan
wilayah pasar serta sigap terhadap pengaduan konsumen.
Penataan PKL adalah keadaan pengaturan pedagang kaki lima yang
berefek terhadap mobilitas pengunjung dan kerapihan pasar.
Pedagang informatif adalah karakteristik pedagang yang bersedia dan
mampu memberikan informasi secara jelas tentang barang dagangannya.
Kejujuran pedagang adalah karakteristik yang dimiliki pedagang yang
jujur dan dapat dipercaya tanpa melakukan kecurangan terhadap atas
barang yang dijual, seperti tidak mengurangi timbangan, jujur dengan
kondisi barang yang dijual, dan lain-lain.
Harga murah adalah perbandingan harga jual barang di Pasar Ciputat yang
lebih terjangkau dibandingkan engan harga jual di pasar modern dan pasar
tradisional atau jenis pedagang lain.
Harga dapat ditawar adalah kondisi harga barang dagangan di Pasar
Ciputat yang fleksibel yakni dapat ditawar.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Status Pasar Ciputat
Pasar Ciputat dibangun pada tahun 1992 oleh PD Pasar Niaga Kerta
Raharja Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang di atas lahan seluas 5.670 m2.
Pembangunan Pasar Ciputat didasarkan pada kebutuhan akan pusat perdagangan
di Ciputat yang telah menjadi suatu kawasan strategis dan menjadi salah satu
28
pusat lalu lintas menuju Jakarta. Di tahun yang sama, Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang melakukan Perjanjian Kerjasama dengan PT. Betania Multi
Sarana dalam pembangunan pusat perbelanjaan dan peremajaan pasar, serta
terminal Ciputat (Perjanjian Kerjasama Bersyarat Nomor 551.221755-Um/1992
dan Nomor 004/BMS/VI/1992).
Pada tahun 2004, ditetapkan klasifikasi Pasar Ciputat, berdasarkanSurat
Keputusan (SK) Bupati Tangerang Nomor 511.2/Kep.249-Huk/2004 tentang
Penetapan Klasifikasi Pasar Daerah Kabupaten Tangerang. Berdasarkan SK
tersebut Pasar Ciputat dikategorikan sebagai Pasar Kelas I. Hal ini didasarkan
pada corak berdagangnya yang berupa eceran dan waktu kegiatan yang dilakukan
pada siang/ malam hari.
Daya Tampung dan Daya Dukung Pasar Ciputat
Pada dasarnya, Pasar Ciputat telah memenuhi fungsi suatu pasar dengan
kemampuannya menampung dan mendukung kegiatan jual beli antara pedagang
dan masyarakat. Daya tampung Pasar Ciputat menjelaskan kemampuannya dalam
menyediakan fasilitas dan menampung sejumlah masyarakat yang
memanfaatkannya. Daya dukung Pasar Ciputat merupakan bentuk pemanfaatan
masyarakat akan daya tampung dan fasilitas yang tersedia.
Dari lahan seluas 5.670 m2, sebanyak 85 persen lahan dibangun bagunan
pasar dan 25 persen lahan dibiarkan terbuka. Bangunan pasar terdiri atas tiga
lantai seluas 14.516 m2. Tiap lantai dihubungkan dengan tangga yang curam dan
sempit. Pembagian lantai adalah sebagai berikut:
Lantai basement (berada di bawah permukaan tanah) seluas 4.839 m2,
1.
terdiri dari:
- Blok AK yang berisi kios-kios (terletak di bagian timur)
- Blok BK yang berisi kios-kios (terletak di bagian barat)
- Blok BL yang berisi los-los (terletak di bagian barat)
2. Lantai dasar seluas 4.839 m2, yang terdiri dari:
- Blok CK yang berisi kios-kios (terletak di bagian timur)
- Blok DK yang berisi kios-kios (terletak di bagian barat)
3.
Lantai atas seluas 4.839 m2, yang terdiri dari:
- Blok EK yang berisi kios-kios (terletak di bagian timur)
- Blok FK yang berisi kios-kios (terletak di bagian timur)
- Blok GK yang berisi kios-kios (terletak di bagian barat)
Di dalam bangunan, terdapat fasilitas MCK sebanyak lima unit di lantai
paling atas. Area terbuka dimanfaatkan untuk kebutuhan parkir kendaraan, ruang
terbuka hijau dan non hijau, sirkulasi pengunjung dan barang, gudang, dan tempat
pembuangan sampah sementara (TPS).
Pembuatan gedung tiga lantai Pasar Ciputat telah didasarkan pada sistem
zonanisasi produk. Lantai basement Pasar Ciputat diperuntukkan barang dagangan
berupa sembako dan produk agribisnis segar seperti daging dan sayuran. Lantai
dasar dan atas diperuntukkan pedagang dengan barang dagangan non pangan,
seperti sepatu, kosmetik, baju, celana, kerudung, dan lain-lain. Seiring berjalannya
waktu, terjadi percampuran para pedagang beda jenis produk di tiap lantainya. Hal
ini menimbulkan ketidaknyamanan berbelanja pada konsumen. Konsumen
menjadi kesulitan dalam menemukan letak barang yang dijual.
29
Permasalahan Utama Pasar Ciputat
Permasalahan Hukum
Sumber dari segala sumber permasalahan Pasar Ciputat adalah
ketidakjelasan kepemilikan Pasar Ciputat. Pokok masalah dalam hal status
kepemilikan adalah belum diserahterimakan pengelolaan Pasar Ciputat oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Daerah Kota
Tangerang Selatan. Aset Pasar Ciputat harus dipindahtangankan dari Pemerintah
Daerah Kabupaten Tangerang dengan adanya pembentukan Kota Tangerang
Selatan pada 2008 (Undang-Undang No. 51 Tahun 2008). Kegiatan dan lokasi
pasar Ciputat secara hukum tidak lagi berada di Kabupaten Tangerang, tetapi
berada di wilayah Kota Tangerang Selatan, tepatnya di Kecamatan Ciputat Timur.
Hal ini mendasari bahwa pengelolan dan aset dikuasai Pemda Kota Tangerang
Selatan. Penyerahan aset dan dokumen kepada Pemda Kota Tangerang Selatan
harus dilakukan paling lambat lima tahun sejak pelantikan Pejabat Walikota.
Hingga tahun 2015, Pasar Ciputat masih menghadapi permasalahan hukum.
Enam tahun berselang terhitung sejak pelantikan pejabat walikota pada tahun
2009, status hukum aset dan pengelolaan Pasar Ciputat belum secara resmi
dimiliki Pemda Kota Tangerang Selatan. Pemda Kabupaten Tangerang belum rela
kehilangan pendapatan daerah yang berasal dari Pasar Ciputat. Status hukum yang
mengambang memberi dampak terhadap kepentingan ekonomi Kota Tangerang
Selatan dan menjadikan kebijakan pengelolaan pasar tidak fokus.
Selain konflik antar pemerintah daerah, terdapat pula sengketa atau konflik
hukum dengan PT. Betania Multi Sarana. Berdasarkan perjanjian Kerjasama
Bersyarat No. 551.22/1755-Um/1992 dan No. 004/BMS/VI/ 1992 tentang
Kerjasama Pembangunan Pusat Perbelanjaan dan Peremajaan Pasar serta
Terminal Ciputat antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT. Betania Multi
Sarana. Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Bersyarat tersebut, hak pengelolaan
pasar dan bangunan menjadi milik Pemda Kabupaten Tangerang sedangkan PT.
Betania Multi Sarana hanya memiliki hak pemakaian/ pemanfaatan/ penggunaan
bangunan selama masa perjanjian (30 tahun). Pungutan pajak dan retribusi tetap
masuk ke kas Pemda Kabupaten Tangerang. Yang terjadi adalah, pungutan pajak
dan retribusi dikuasai oleh PT. Betania Multi Sarana akibat adanya perbedaan
penafsiran antara kedua belah pihak mengenai hak-hak yang telah diatur dalam
perjanjian. Berdasarkan Surat Peringatan I PD. Pasar Niaga Kerta Raharja
tertanggal 26 Agustus 2010, kerugian Pemda Kabupaten Tangerang dari
kehilangan retribusi pasar dan parkir selama 12 tahun (1997-2009) adalah sebesar
Rp 6.480.432.000.
Permasalahan Sosial Ekonomi
Dunia bisnis dari waktu ke waktu semakin dinamis dan kreatif. Pasar
Ciputat menghadapi gempuran eksternal dengan keberadaan pasar modern yang
memiliki fungsi dasar sama seperti pasar tradisional, namun mampu memberikan
kenyamanan dan kemudahan lebih bagi konsumen. Di Ciputat, telah berdiri pasarpasar modern baik berukuran besar (hypermarket) maupun kecil (minimarket),
seperti Tip Top, Giant, Carrefour, Ramayana, Makro, Alfamart, Indomaret, dan
lain-lain. Dari sisi konsumen, terjadi pergeseran tuntutan gaya hidup. Dengan
semakin membaiknya kondisi keuangan, maka pola hidup cenderung akan
30
semakin meningkat. Konsekuensinya adalah terjadi perubahan standard konsumen
akan kenyamanan berbelanja, keamanan, kualitas, dan lain-lain. Terdapat pula
permasalahan yang bersumber dari pihak luar yang mengintervensi hubungan
pengelola pasar dengan para pedagang.
Permasalahan Kebersihan
Dalam masalah kebersihan, belum ada kerjasama dan kesadaran yang baik
dari semua stakeholder Pasar Ciputat. Pedagang tidak memiliki kesadaran untuk
membuang sampah pada tempat yang disediakan. Sampah cenderung diletakkan
dimana saja. Dari sisi pengelola, tidak ada keteraturan jadwal pengangkutan dan
ketegasan penegakan peraturan dan penindakaan pelanggaran pembuangan
sampah. Tempat penampungan sampah sementara pun tidak dibagi berdasarkan
jenis sampah organik dan non organik. Menumpuknya sampah menyebabkan
turunnya sanitasi lingkungan dan menimbulkan bau tidak sedap.
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL)
Menjamurnya PKL di luar gedung Pasar Ciputat bersumber pada beberapa
hal. Pertama, tingginya harga sewa kios di dalam gedung. Sebagian besar kioskios tersebut tidak dimiliki secara langsung oleh pedagang, namun dimiliki oleh
investor yang membeli untuk kemudian disewakan kembali dengan harga yang
lebih tinggi. Banyak pedagang mengakui tidak sanggup untup membayar harga
sewa kios atau lapak di dalam gedung yang bernilai belasan juta per tahun. Para
pedagang banyak yang lebih memilih berdagang sebagai PKL dengan pungutan
harian berjualan yang murah. Kedua, sedikitnya jumlah konsumen yang masuk ke
dalam gedung pasar. Banyak pedagang tidak mau ambil risiko merugi dengan
mengeluarkan uang sewa yang tinggi namun tidak mampu menjual barang karena
ketiadaan pengunjung/ konsumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Konsumen Pasar Ciputat
Latar belakang konsumen dapat menjadi faktor bagi konsumen memilih
untuk berbelanja di Pasar Ciputat. Memiliki pengetahuan mengenai perbedaan
pada latar belakang konsumen dapat membantu pengelola Pasar Ciputat dalam
membuat suatu perencanaan bisnis terutama dalam menentukan strategi
pemasaran. Informasi mengenai karakteristik konsumen penting untuk dimiliki
suatu perusahaan agar teknik pemasaran dan penjualan tepat sasaran. Konsumen
yang menjadi responden dipilih saat sedang melakukan kunjungan di Pasar
Ciputat dan setidaknya pernah melakukan pembelian minimal sebanyak dua kali.
Jumlah responden diambil sebanyak 100 orang. Karakteristik responden dapat
menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang sosial dan ekonomi dari
setiap responden. Karakteristik yang menjadi faktor pembeda antar responden
antara lain usia, jenis kelamin, domisili, status pernikahan, pendidikan terakhir,
pekerjaan, dan pendapatan rata-rata per bulan (uang saku bagi pelajar). Data
31
sebaran responden berdasarkan karakteristik umum konsumen Pasar Ciputat dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Responden Pasar Ciputat Berdasarkan Karakteristik Demografi
Karakteristik Umum
Kategori
Modus (%)
Usia
17 – 25 tahun
11
26 – 35 tahun
32
36 – 45 tahun
28
46 – 55 tahun
29
56 – 65 tahun
1
>65 tahun
1
Jenis Kelamin
Perempuan
97
Laki-laki
3
Domisili
Kecamatan Ciputat
96
Luar Kecamatan Ciputat
4
Status Pernikahan
Belum menikah
0
Menikah
100
Pendidikan Terakhir
SD
5
SLTP
5
SLTA
88
Diploma
0
Sarjana
2
Pascasarjana
0
Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa
0
Pegawai Negeri/BUMN
1
Pegawai Swasta
0
Ibu Rumah Tangga
96
Wirausaha
3
Pensiunan
0
Pendapatan/Uang
<Rp 500.000
10
Saku per bulan
Rp 500.000 – Rp 1.499.000
79
Rp 1.500.000 – Rp 2.499.000
9
Rp 2.500.000 – Rp 3.499.000
2
Rp 3.500.000 – Rp 4.500.000
0
Lebih dari Rp 4.500.000
0
Usia
Depkes RI (2009) mengkategorikan usia manusia menjadi masa balita (0 –
5 tahun), masa kanak – kanak (5 – 11 tahun), masa remaja awal (12 – 16 tahun),
masa remaja akhir (17 – 25 tahun), masa dewasa awal (26 – 35 tahun), masa
dewasa akhir (36 – 45 tahun), masa lansia awal (46 – 55 tahun), masa lansia akhir
(56 – 65 tahun), dan masa manula (lebih dari 65 tahun). Dalam penelitian ini usia
terendah dibatasi pada 17 tahun karena dianggap sudah bisa memberikan
penilaian. Hasil survei pada Tabel 6 menunjukkan bahwa usia produktif
mendominasi usia responden konsumen Pasar Ciputat.
32
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil survey, dari 100 orang responden didapatkan bahwa
konsumen Pasar Ciputat didominasi oleh perempuan, dengan rincian sebanyak 97
orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Hal ini dapat menunjukkan kegiatan
perbelanjaan diserahkan kepada perempuan dan atau barang-barang yang dijual di
Pasar Ciputat lebih menarik perhatian kaum perempuan.
Domisili
Pasar Ciputat lebih banyak didatangi konsumen yang berdomisili di
wilayah Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Data menunjukkan
sebanyak 96% responden berdomisili di Kecamatan Ciputat. Pasar Ciputat
dikategorikan sebagai Pasar Kelas 1 dimana sifat kegiatannya bercorak eceran.
Dengan banyaknya konsumen yang tinggal di Ciputat, dapat menunjukkan bahwa
pemenuhan kebutuhan sehari-hari bisa didapatkan secara eceran di Pasar Ciputat
yang lokasinya dekat dari tempat tinggal sehingga tidak memerlukan waktu lama
dalam menjangkaunya.
Status Pernikahan
Keseluruhan responden konsumen Pasar Ciputat diketahui telah menikah.
Hal ini didukung dengan dominasi data usia yang berada pada rentang produktif
dan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan Terakhir
Biasanya semakin tinggi pendidikan, maka akan semakin tinggi seleranya.
Konsumen Pasar Ciputat didominasi oleh lulusan SMA sebanyak 88%, diikuti
lulusan SD dan SMP masing-masing sebanyak 5%, dan lulusan S1 sebanyak 2%.
Menurut Sumarwan (2011), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara
berpikir, cara pandang, dan persepsinya dalam suatu masalah. Konsumen yang
memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat rensponsif terhadap informasi dan
mempengaruhi konsumen dala menentukan pilihan produk maupun merek.
Pekerjaan
Sebanyak 96% konsumen berprofesi sebagai ibu rumah tangga, 1%
pegawai negeri/BUMN, dan sebanyak 3% berwirausaha. Hal ini dapat
menunjukkan keputusan pembelian terbanyak berada pada tangan para istri.
Pendapatan atau Uang Saku
Menurut Asian Development Bank (2010), masyarakat akan dikategorikan
sebagai golongan menengah ke bawah jika memiliki pendapatan Rp 500.000 – Rp
2 500.000, golongan menengah dengan pendapatan Rp 2.500.000 – 3.500.000,
dan golongan menengah atas mempunyai pendapatan lebih dari Rp 3.500.000 per
bulannya. Data menunjukkan, konsumen Pasar Ciputat banyak datang dari
golongan menengah ke bawah. Ada sebanyak 10% konsumen berpendapatan
dibawah Rp 500.000,
75% berpendapatan pada kisaran Rp 500.000 – Rp
1.499.000, dan 9% berpendapatan pada kisaran Rp 1.500.000 – Rp 2.499.000.
33
Perilaku Konsumsi dari Konsumen Pasar Ciputat
Setiap konsumen memiliki perilaku dan karakteristik yang berbeda dalam
menggunakan produk dan jasa Pasar Ciputat. Perilaku konsumsi produk dan jasa
yang diamati dari setiap responden meliputi sumber informasi, motivasi
berbelanja di Pasar Ciputat, frekuensi berbelanja di Pasar Ciputat, posisi
lapak/kios pedagang waktu berbelanja di Pasar Ciputat, dan jenis produk yang
sering dibeli.
Informasi mengenai keberadaan dan produk-produk yang ditawarkan oleh
Pasar Ciputat dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti internal dan eksternal.
Sumber internal berdasarkan pada pengalaman pribadi, sedangkan sumber
eksternal dapat bersumber dari teman, keluarga, media masa, dan lain-lain.
Sebaran responden berdasarkan sumber informasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Sebanyak 100% konsumen mendapatkan informasi tentang Pasar Ciputat dan
pengetahuan produk-produk yang dijual di dalamnya berdasarkan sumber internal
atau pengalaman pribadi. Kebiasaan dan pengalaman berbelanja di Pasar Ciputat
membuat konsumen telah memiliki informasi yang cukup tentang barang apa saja
yang dapat ditemui, kisaran harga jual produk, letak-letak pedagang barang
tertentu dan pedagang langganan.
Setiap konsumen memiliki alasan yang berbeda-beda saat berbelanja di
Pasar Ciputat. Peneliti melihat motivasi berbelanja berdasarkan tujuan
penggunaan produk yang dibeli di Pasar Ciputat dan alasan kenapa membeli di
Pasar Ciputat. Untuk pertanyaan alasan kenapa membeli di Pasar Ciputat, peneliti
menyediakan tujuh alasan bagi responden untuk dipilih sebagai alasan utama.
Tujuh alasan yang disediakan antara lain jenis dan kelengkapan barang, suasana
tempat, harga, pelayanan lokasi (jarak), kejujuran pedagang, dan kualitas barang.
Dari tujuh alasan tersebut hanya tiga alasan yang dipilih oleh 100 responden,
yakni faktor harga (89%), jarak ke Pasar Ciputat (8%), dan jenis dan kelengkapan
barang (3%).
Konsumen mengenali kebutuhan pribadi (keluarga) akan barang konsumsi
perlu dipenuhi setiap hari. Hal ini diperkuat dengan data bahwa sebanyak 100%
responden beralasan datang ke lokasi perdagangan adalah untuk mencari atau
membeli barang yang dibutuhkan untuk keperluan pribadi. Motif ini diperkuat
fakta bahwa demografi konsumen didominasi oleh para ibu rumah tangga yang
membutuhkan bahan makanan segar untuk diolah setiap harinya. Produk
agribisnis segar bersifat mudah rusak (perishable) sehingga hanya memiliki umur
pendek untuk layak dikonsumsi, sehingga biasanya konsumen tidak menumpuk
bahan makanan di rumah namun lebih memilih membeli kembali tiap harinya.
Pasar Ciputat adalah pasar yang didalamnya dapat ditemui barang
kebutuhan sehari-hari dan vital, seperti bahan makanan. Kebutuhan akan makanan
merupakan kebutuhan harian yang tidak bisa untuk tidak dipenuhi. Hasil
penelitian berupa ada sebanyak 87% konsumen melakukan kunjungan setiap hari
ke Pasar Ciputat adalah bentuk kewajaran dalam memenuhi kebutuhan makan
manusia. Terdapat pula 5% konsumen yang berkunjung sekali seminggu, 3%
berkunjung tiga kali seminggu, 1% berkunjung sebanyak 4 kali, dan 3%
berkunjung sebanyak 6 kali. Bagi konsumen yang tidak setiap hari datang ke
Pasar Ciputat, konsumen biasanya melakukan kunjungan di hari kerja. Waktu
34
utama konsumen berkunjung ke Pasar Ciputat adalah di pagi hari, yakni di awal
waktu kegiatan manusia dimulai sehingga bagi yang berbelanja bahan makanan
dapat mengolahnya untuk suguhan siang dan malam hari di rumah.
Beraneka ragam jenis barang dapat ditemui di Pasar Ciputat, mulai dari
produk segar, berbagai macam produk pangan dan sandang, serta peralatan rumah
tangga. Pedagang produk agribisnis segar adalah yang paling mendominasi
pemakai lahan dagang di kios-kios dan lapak-lapak, sehingga dalam satu sapuan
panangan mata yang terlihat seperti hanya produk agribisnis segar. Produk
agribisnis segar pula yang ternyata banyak dibeli sebagai tujuan utama kedatangan
para konsumen ke Pasar Ciputat.
Pedagang-pedagang yang letak lapaknya terdapat di luar bangunan pasar
lebih menarik konsumen, yaitu sebanyak 92% konsumen. Di luar bangunan pasar,
produk agribisnis segar adalah yang paling banyak dijual. Barang kebutuhan lain
seperti sandang juga dapat ditemui meskipun tidak sebanyak pedagang produk
agribisnis segar. Hal ini sesuai dengan pengakuan konsumen bahwa tujuan utama
berkunjung ke Pasar Ciputat adalah membeli produk agribisnis segar, seperti
sayuran, ikan, daging, dan bumbu. Konsumen-konsumen tersebut mengakui
terkadang tetap masuk ke dalam bangunan pasar untuk melihat-lihat membeli
barang yang tidak dijual di lapak luar. Alasan lain yang mendasari pemilihan
posisi lapak pedagang di luar bangunan pasar adalah udara terbuka. Konsumen
tidak merasa nyaman masuk ke dalam bangunan pasar yang berlangit-langit
pendek, sumpek, sempit, gelap dan ditambah percampuran berbagai macam bau
tidak enak.
35
Tabel 7. Sebaran Perilaku Konsumsi dari Konsumen Pasar Ciputat
Perilaku Konsumsi
Keterangan
Persentase (%)
Sumber Informasi
Sendiri (Internal)
100
Pihak lain (Eksternal)
0
Tujuan Penggunaan
Untuk Pemakaian Pribadi
100
Untuk Diperdagangkan Kembali
0
Alasan
Memilih Jenis dan Kelengkapan Barang
3
Mengunjungi
Pasar Suasana Tempat
0
Ciputat
Harga
89
Pelayanan
0
Lokasi (Jarak)
8
Kejujuran Pedagang
0
Kualitas
0
Frekuensi Kunjungan ke 1 Kali
5
Pasar Ciputat dalam 2 Kali
0
Seminggu
3 Kali
3
4 Kali
1
5 Kali
0
6 Kali
3
7 Kali
87
Letak Pedagang di Pasar Dalam Bangunan Pasar
8
Ciputat
Luar Bangunan Pasar/PKL
92
Jenis Barang yang Sering Produk Agribisnis Segar
100
Dibeli
Makanan dan Minuman Kemasan
0
Jajanan Pasar
0
Peralatan Rumah Tangga
0
Sandang
0
Hari Kunjungan
Hari Kerja Saja
13
Hari Libur Saja
0
Hari Kerja dan Hari Libur
87
Tidak Tentu
0
Waktu
Kunjungan Subuh (04.00 – 06.00 WIB)
0
(Pukul)
Pagi hari (06.00 s/d 11.00 WIB)
100
Siang hari (11.00 s/d 15.00 WIB)
0
ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN
Indeks Kepuasan Konsumen
Setiap produk barang atau jasa yang dipasarkan memiliki atributnya
masing-masing yang dapat mempengaruhi citra dan penjualan. Perusahaan harus
berusaha untuk mengetahui tingkat kepentingan atribut bagi konsumen, karena
atribut-atribut tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh perusahaan. Tingkat
kepentingan konsumen merupakan penilaian seberapa penting suatu atribut yang
melekat pada suatu produk barang atau jasa bagi konsumen. Dengan mengetahui
36
tingkat kepentingan konsumen, perusahaan dapat menyesuaikan dengan kinerja
yang harus dilakukan. Dengan menggunakan metode Importance and
Performance Analysis (IPA) maka dapat diketahui atribut yang mana yang akan
menjadi prioritas untuk diperbaiki dan ditingkatkan oleh perusahaan.
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 12, nilai dari Costumer
Satisfaction Index (CSI) untuk Pasar Ciputat adalah sebesar 62.4 persen. Nilai ini
berada pada rentang 0.61 – 0.80. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum indeks
kepuasan konsumen Pasar Ciputat berada pada kriteria “puas” berdasarkan
kriteria-kriteria yang diatur penulis. Nilai CSI sebesar 62.4 persen menunjukkan
bahwa masih ada sebesar 37.6 persen kepuasan konsumen yang belum terpenuhi
pada kinerja atribut Pasar Ciputat. Hal ini perlu menjadi perhatian pihak
pengelola Pasar Ciputat untuk memperbaiki kinerja atribut yang belum memenuhi
harapan konsumen agar tercipta kepuasan konsumen 100 persen.
Tabel 8. Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Pasar Ciputat
Atribut
Kelengkapan
Produk
Zonanisasi Produk
Mobilitas
Pengunjung dalam
Pasar
Kondisi
Kebersihan Pasar
Kondisi Bangunan
Pasar
Bangunan
Pasar
Bertingkat
Keamanan pasar
Penataan PKL
Pedagang
Informatif
Kejujuran
Pedagang
Harga Murah
Harga
Dapat
Ditawar
Jumlah
Rata-rata
A1
Rataan
Skor
Kepentingan
4.4
Rataan Skor
Kinerja
4.5
Weight
Factors
(%)
8.58
Weight
Score
0.39
A2
A3
4.23
4.29
2.6
2.02
8.26
8.37
0.21
0.17
A4
4.18
1.9
8.15
0.15
A5
4.42
1.66
8.61
0.14
A6
3.24
1.86
6.32
0.12
A7
A8
A9
4.1
4.36
4.41
4.05
1.79
4.01
7.99
8.49
8.60
0.32
0.15
0.34
A10
4.44
3.96
8.65
0.34
A11
A12
4.69
4.54
4.72
4.03
9.14
8.85
0.43
0.36
100%
3.12
51.3
37.06
4.28
3.09
CSI = (3.12/5) x 100% = 62.4%
Prioritas Perbaikan Atribut Pasar Ciputat
37
Nilai Costumer Satisfaction Index (CSI) Pasar Ciputat baru mencapai 62.4
persen dari 100 persen. Kesenjangan kepuasan yang cukup besar yakni 37.6
persen mengindikasikan perlunya pihak pengelola Pasar Ciputat untuk
memperbaiki kinerja atribut – atribut untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas perbaikan
atribut adalah dengan metode Importance Perfomance Analysis (IPA). Metode ini
akan menampilkan kinerja atribut yang harus diperbaiki melalui diagram kartesius
yang terbagi dalam empat kuadran. Letak atribut dalam kuadran diperoleh dari
nilai rata – rata kepentingan dan nilai rata – rata kinerja atribut. Nilai rata-rata
kepentingan dan nilai rata-rata kinerja atribut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 9. Nilai Rataan Atribut Pasar Ciputat Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan
Tingkat Kinerja
Rataan
Rataan
Atribut
Skor
Skor
Kepentingan
Kinerja
Kelengkapan Produk
A1
4.4
4.5
Zonanisasi Produk
A2
4.23
2.6
Mobilitas Pengunjung dalam Pasar
A3
4.29
2.02
Kondisi Kebersihan Pasar
A4
4.18
1.9
Kondisi Bangunan Pasar
A5
4.42
1.66
Bangunan Pasar Bertingkat
A6
3.24
1.86
Keamanan pasar
A7
4.1
4.05
Penataan PKL
A8
4.36
1.79
Pedagang Informatif
A9
4.41
4.01
Kejujuran Pedagang
A10
4.44
3.96
Harga Murah
A11
4.69
4.72
Harga Dapat Ditawar
A12
4.54
4.03
Jumlah
51.3
37.06
Rataan
4.28
3.09
Diagram kartesius Importance Performance Analysis (IPA) untuk atribut –
atribut Pasar Ciputat dapat dilihat pada Gambar 4. Sumbu X menggambarkan
tingkat kinerja atribut dan sumbu Y menggambarkan tingkat kepentingan atribut.
Garis tengah kepentingan dalam diagram kartesius diambil dari nilai rataan
keseluruhan tingkat kepentingan konsumen (3.902), sedangkan garis tengah
kinerja diambil dari nilai rataan keseluruhan tingkat kinerja (3.09) sehingga akan
terbagi menjadi empat kuadran. Nilai rataan keseluruhan tingkat kepentingan
(harapan) konsumen adalah acuan yang digunakan peneliti untuk memenuhi
kepuasan konsumen. Masing-masing kuadran dalam diagram kartesius
menggambarkan keadaan yang berbeda.
38
A
A
A
8
1
11 A
A
5
12
A
3
A
4
A
10
A
9
A
A
2
7
A
6
Keterangan:
A1. Kelengkapan Produk
A2. Zonanisasi Produk
A3.Mobilitas Pengunjung dalam
Pasar
A4. Kondisi Kebersihan Pasar
A5. Kondisi Bangunan Pasar
A6. Bangunan Pasar Bertingkat
A7. Keamanan Pasar
A8. Penataan PKL
A9. Pedagang Informatif
A10. Kejujuran Pedagang
A11. Harga Murah
A12. Harga Dapat Ditawar
Gambar 4. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis Pasar Ciputat
Kuadran I (Prioritas Utama)
1.
Mobilitas Pengunjung dalam Pasar (A3)
Setiap harinya Pasar Ciputat dikunjungi ribuan orang. Fakta lapangan
bahwa letak lapak antar pedagang begitu dekat satu sama lain membuat
pengunjung semakin berdesak-desakan dalam berlalu lalang. Di dalam bangunan
pasar pun, letak antar kios begitu berdekatan daan diperparah oleh pedagang yang
memanfaatkan jalan untuk meletakkan stock barang sehingga jalan semakin
sempit. Konsumen menginginkan kenyamanan dalam berlalu lalang dan hal ini
belum dapat dipenuhi oleh Pasar Ciputat. Kondisi selasar jalan dapat dilihat pada
Lampiran 2.
2.
Kondisi Bangunan Pasar (A5)
Bangunan Pasar Ciputat telah berdiri sejak tahun 1992. Kondisinya kini
sangat suram dan kotor. Bangunan sangat tidak terawat dengan adanya kerusakan
dimana-mana. Penerangan di dalam bangunan juga sangat minim. Sirkulasi udara
yang tidak baik dan langit-langit rendah membuat suasana dalam pasar menjadi
sumpek. Konsumen menganggap kondisi bangunan pasar adalah sesuatu yang
penting untuk diciptakan dan dijaga. Kondisi yang begitu buruk membuat
konsumen kecewa dan tidak puas. Konsumen menilai penting atribut kondisi
bangunan pasar. Pengakuan bahwa konsumen lebih memilih berbelanja pada
pedagang yang letaknya berada di luar bangunan pasar memperkuat hasil bahwa
39
atribut ini penting untuk diperhatikan. Hal ini pula yang turut menyebabkan
banyaknya kios dalam gedung yang kosong atau tidak diisi pedagang. Kondisi
bangunan dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.
Penataan PKL (A8)
Jumlah pedagang kaki lima (PKL) yang sangat banyak merupakan salah
satu masalah utama Pasar Ciputat. PKL inilah yang menjadi salah satu penyebab
kemacetan lalu lintas Ciputat. Para pedagang mengaku terpaksa berjualan di luar
gedung pasar atau kaki lima karena dua alasan, yakni tidak sanggup membayar
sewa kios yang tinggi dan sulitnya mendapatkan pembeli. Kesulitan mendapat
pembeli berhubungan dengan keengganan pengunjung untuk masuk ke dalam
gedung pasar. Pengelola perlu mengakomodasi para PKL yang memiliki
kemampuan rendah dalam membayar sewa dengan merenovasi bangunan pasar
agar disenangi pengunjung dan menyediakan lebih banyak lapak dengan harga
sewa rendah.
Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
1.
Kelengkapan Produk (A1)
Pasar tradisional secara umum memiliki konsep one stop shopping, yakni
tempat dimana semua jenis barang dapat ditemui sehingga dalam satu kali
kunjungan pengunjung dapat memilih dan membeli barang yang dicari dalam satu
tempat tanpa perlu pergi ke tempat lain. Jenis barang yang diperdagangkan di
Pasar Ciputat berupa produk agribisnis segar, aneka sandang, kosmetik, perhiasan,
dan makanan olahan atau jajanan pasar. Konsumen menilai kelengkapan atau
keberagaman produk yang tersedia di pasar sebagai sesuatu yang penting.
Konsumen menganggap barang yang diperdagangkan di Pasar Ciputat telah
beragam dengan penilaian kepuasan akan keberagaman ini lebih tinggi dari
harapan konsumen.
2.
Pedagang yang Informatif (A9)
Saat konsumen tidak mengerti dan tidak yakin akan spesifikasi barang
yang akan dibeli dari pedagang, biasanya konsumen akan bertanya untuk
mendapatkan informasi yang lebih detail. Jawaban yang jelas sangat diperlukan
oleh konsumen. Pedagang yang mengerti bahwa cara menjawab dan jawaban yang
diberikan akan berpengaruh besar terhadap keyakinan konsumen untuk membeli.
Konsumen Pasar Ciputat pun menganggap sikap pedagang yang informatif
merupakan hal penting. Konsumen dinilai puas terhadap sikap pedagang di Pasar
Ciputat yang informatif. Meskipun merasa puas, konsumen mengaku pernah
menemui pedagang yang kurang informatif. Ada kalanya pedagang tidak
menjawab pertanyan yang diajukan sama sekali dan ada kalanya pertanyaan
dijawab namun dijawab secara diplomatis. Untuk mempertahankan kepuasan
konsumen dan mengatasi beberapa pedagang yang tidak informatif, pihak
pengelola pasar memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi berdagang
kepada para pedagang secara berkala.
3.
Kejujuran Pedagang (A10)
Salah satu kejahatan yang dilakukan pedagang adalah tidak jujur. Demi
meraup keuntungan dan menghindari kerugian, biasanya pedagang yang tidak
jujur akan melakukan cara-cara licik. Konsumen Pasar Ciputat menganggap
pedagang yang jujur adalah hal penting. Berdasarkan diagram kartesius,
40
konsumen dinilai puas terhadap kejujuran pedagang di Pasar Ciputat. Beberapa
bentuk dari kejujuran tersebut adalah mengembalikan uang kembalian sesuai
dengan jumlah yang benar, ukuran timbangan yang tidak dikurangi, menjual
barang yang layak, dan lain-lain. Bagi konsumen yang merasa dicurangi, biasanya
pada pembelian berikutnya akan mencari pedagang lain di pasar. Edukasi etika
berdagang wajib diberikan kepada para pedagang oleh pihak pengelola pasar
untuk mempertahankan kepuasan ini. Sidak timbangan dan barang yang dijual
juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada oknum pedagang nakal.
4.
Harga Murah (A11)
Berdasarkan hasil penelitian, harga murah merupakan motif utama
konsumen berbelanja di Pasar Ciputat. Hal ini terbukti dengan penilaian
konsumen bahwa harga murah adalah sesuatu yang penting. Konsumen merasa
puas dengan harga murah yang ditawarkan oleh pedagang-pedagang di Pasar
Ciputat. Harga murah yang ditawarkan bisa jadi dipengaruhi oleh harga pasar
yang berlaku secara umum, sehingga pedagang tidak secara bebas menentukan
harga sendiri untuk mendapat keuntungan lebih. Dalam menjaga kesensitifitasan
harga pasar, pihak pengelola melakukan update berkala harga bahan-bahan
sembako yang ditulis pada sebuah papan besar di kantor pengelola untuk
dijadikan acuan.
Harga Dapat Ditawar (A12)
5.
Salah satu karakteristik pasar tradisional yang menjadi daya tariknya
adalah harga yang dapat ditawar. Ketika konsumen tidak puas dengan harga yang
ditawarkan pedagang, maka konsumen akan mengajukan banding. Konsumen
juga menginginkan harga yang dapat ditawar atau didiskon ketika melakukan
pembelian banyak. Konsumen Pasar Ciputat menganggap atribut ini penting, dan
konsumen merasa puas. Apabila ada pedagang yang tidak ingin ditawar, alasan
utamanya adalah bahwa pedagang tersebut telah mengikuti harga pasaran. Dalam
hal ini, sebenarnya tidak banyak yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola dan
pedagang mengingat harga yang dipatok sudah murah dan salah satu karakter
konsumen adalah selalu menginginkan harga termurah. Sebagai bentuk apresiasi
terhadap konsumen dan dalam rangka promosi, Pasar Ciputat dapat sesekali
melakukan kegiatan promosi berupa pembagian kupon potongan.
Kuadran III (Prioritas Rendah)
Zonanisasi Barang (A2)
1.
Pasar Ciputat adalah pasar tradisional yang di dalamnya dapat ditemui
beraneka macam barang, baik yang berbau, bersifat basah, bersifat kering, mudah
busuk, dan lain-lain. Percampuran barang dengan karakteristik berbeda akan
mempengaruhi kualitas barang dagangan. Pedagang daging perlu dikelompokkan
dengan sesama pedagang daging. Pedagang ikan perlu dikelompokkan dengan
pedagang ikan. Pedagang sayur perlu dikelompokkan dengan pedagang sayur,
pedagang pakaian dengan pedagang pakaian, dan seterusnya. Selanjutnya,
kelompok pedagang ikan jangan sampai diletakkan berdekatan dengan pedagang
pakaian. Konsumen menilai penting untuk memisahkan area pasar berdasarkan
jenis barang yang dijual, namun karena atribut ini berada di bawah skor rataan
kepentingan maka atribut ini dianggap bukan merupakan prioritas, Secara umum,
konsumen menilai belum puas terhadap zonanisasi barang dagangan di Pasar
Ciputat. Masih terjadi percampuran produk meskipun secara teori pengelola telah
41
memetakan posisi dagang. Meskipun atribut ini bukan prioritas utama, namun
tetap dapat dilakukan perubahan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan
keteraturan di pasar,
2.
Kondisi Kebersihan Pasar (A4)
Kebersihan pasar dianggap hal yang penting bagi konsumen, namun
tingkat kepentingannya berada dibawah rataan sehingga atribut bukan merupakan
prioritas. Pasar Ciputat pun belum memuaskan konsumen dalam hal ini. Pasar
Ciputat terkenal dengan kekumuhan dan sampahnya. Di sepanjang jalan, terdapat
gundukan sampahorganik dan non organik. Genangan air hujan yang terjadi akibat
buruknya drainase mengakibatkan sampah-sampah tersebut makin menimbulkan
bau tak sedap. Pasar Ciputat telah memiliki area penampungan sampah sementara,
namun sampah-sampah tersebut jarang diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Dinas kebersihan Kota Tangerang Selatan perlu lebih giat dalam menangani
permasalahan sampah ini karena selain tidak sedap dipandang mata dan dihirup
baunya, dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dan mengontaminasi
produk agribisnis segar yang dijual.
3.
Bangunan asar Bertingkat (A6)
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata – rata kepentingan dan kinerja
atribut ini masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai keseluruhan harapan
konsumen. Artinya, konsumen tidak terlalu mementingkan atribut ini karena pasar
dengan lantai bertingkat menurut konsumen cukup menyusahkan. Konsumen
tidak senang untuk turun naik tangga ketika berbelanja di pasar tradisional. Desain
pasar bertingkat tidak cocok bagi konsumen Pasar Ciputat.
Kuadran IV (Berlebihan)
Atribut yang masuk ke dalam kuadran ini adalah keamanan pasar. Pasar
tradisional merupakan area publik yang dikunjungi ribuan orang per harinya.
Wilayah pasar yang merupakan kegiatan jual beli atau proses pertukaran uang
sehingga kejahatan criminal dapat terjadi. Konsumen Pasar Ciputat menilai
keamanan di pasar merupakan sesuatu yang penting sehingga konsumen memiliki
perasaan tenang dalam berkunjung atau bertransaksi. Secara umum, konsumen
menganggap atribut keamanan pasar adalah penting, namun karena nilainya
berada di bawah rata-rata nilai kepentingan dan memiliki kinerja yang
memuaskan, maka atribut ini dianggap berlebihan. Konsumen mengaku telah
merasa aman melihat fakta bahwa selama berkunjung ke Pasar Ciputat konsumen
tidak pernah mengalami kasus kriminal seperti pencopetan.
IMPLIKASI MANAJERIAL DALAM PENINGKATAN
KEPUASAN KONSUMEN PASAR CIPUTAT
Hasil analisis dari Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance
Performance Analysis (IPS) memaparkan mengenai atribut-atribut yang dianggap
penting untuk melekat pada Pasar Ciputat dan tingkat kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut tersebut. Informasi tersebut dapat digunakan juga untuk
merumuskan implikasi berupa saran-saran alternatif yang dapat meningkatkan
kepuasan konsumen Pasar Ciputat.
42
Atribut-atribut dinilai berdasarkan dimensi pada penilaian kualitas
pelayanan jasa, yakni tangibles (keberwujudan), reliability (keandalan),
responsiveness (cepat tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty (empati).
Terdapat atribut-atribut yang telah dinilai konsumen sesuai dengan kinerja atribut
tersebut dalam memberikan perasaan puas dan tidak puas. Atribut yang telah
membuat konsumen merasa puas perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi
kinerjanya. Untuk atribut yang masih kurang memuaskan konsumen agar
diperbaikin kinerjanya.
Atribut-atribut yang telah membuat konsumen merasa puas diantaranya
kelengkapan produk, pedagang informatif, kejujuran pedagang, harga murah,
keamanan pasar dan harga dapat ditawar. Sedangkan atribut yang kinerjanya
kurang dan memberikan kepuasan bagi konsumen diantaranya mobilitas
pengunjung dalam pasar, kondisi bangunan pasar, penataan PKL, zonanisasi
barang, kondisi kebersihan, pasar, dan bangunan pasar bertingkat.
Jasa yang disediakan oleh pengelola pasar tercermin dalam fasilitas fisik
pasar, maka untuk dimensi tangibles, wujud tersebut terakomodasi dalam atribut
kelengkapan produk, zonanisasi produk, mobilitas pengunjung dalam pasar,
kondisi bangunan pasar, kondisi kebersihan pasar, dan bangunan pasar bertingkat.
Semua atribut ini memiliki kepuasan yang cukup rendah, sehingga fokus
perbaikan Pasar Ciputat ada pada fisik bangunan. Ketika merenovasi bangunan
pasar, pengelola perlu melakukan perhitungan jarak lalu lintas pengunjung dengan
cermat. Untuk penerapan bagi pedagang di luar bangunan pasar, pengelola perlu
bertindak tegas dalam memberikan batasan-batasan jarak. Dalam hal zonanisasi
produk, pihak pengelola perlu bersikap konsisten dalam menegakkan
peraturannya sendiri dan juga bersikap tegas apabila ada pedagang nakal yang
berpindah tempat dari penempatan yang telah ditetapkan. Dari segi bangunan
pasar, banyak yang perlu ditata ulang. Jalan selasar yang dilalui pengunjung perlu
diperlebar dan dibebaskan dari barang dagang yang ditempatkan pedagang keluar
menjorok ke jalan agar pengunjung dapat berlalu lalang dengan lebih leluasa.
Pengelola perlu melakukan pemerlaharaan bangunan secara rutin agar tidak ada
tumpukan sampah di sembarang tepat, air yang menggenang, lampu mati, dan
kerusakaan. Bangunan juga sebaiknya tidak dibuat bertingkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Konsumen Pasar Ciputat didominasi oleh kelompok usia produktif,
1.
kalangan ekonomi menengah ke bawah, berstatus telah menikah,
perempuan berprofesi sebagai ibu rumah tangga, berpendidikan akhir
SLTA, dan berdomisili di Ciputat. Perilaku konsumen Pasar Ciputat
adalah datang berdasarkan sumber informasi internal, datang dengan
tujuan utama membeli produk agribisnis segar dan untuk konsumsi pribadi,
memiliki daya tarik harga murah sehingga menjadi alasan konsumen
membeli di Pasar Ciputat, konsumen datang berbelanja setiap hari, dan
43
2.
3.
konsumen lebih memilih untuk berbelanja dari pedagang yang berada di
luar gedung pasar karena merasa tidak nyaman untuk masuk ke dalam
gedung pasar. Kondisi Pasar Ciputat yang tidak terawat, kotor, dan tidak
beraturan masih memiliki konsumen dengan karakteristik tersebut. Hal ini
sesuai dengan daya tarik pasar tradisional yang memiliki daya tarik harga
barang murah dan lebih banyak tersedianya produk segar, sehingga apapun
kondisinya Pasar Ciputat masih memiliki segmentasi pasar.
Diukur dengan Costumer Satisfaction Index (CSI), kepuasan konsumen
yang baru terpenuhi adalah 62.4 persen dan termasuk dalam kategori puas.
Untuk mencapai kepuasan konsumen 100 persen, Pasar Ciputat harus
memperbaiki beberapa atribut yang sudah dipetakan dalam diagram
kartesius Importance Performance Analysis (IPA).
Atribut yang diprioritaskan untuk diperbaiki adalah zonanisasi barang
dagangan, mobilitas pengunjung dalam pasar, kondisi bangunan pasar, dan
penataan PKL.
Saran
Di tengah keterbatasan penelitian yang tidak mencakup keseluruhan
konsumen pasar sebagai objek penelitian, dari penelitian ini dapat ditarik
informasi penting yang harus dikerjakan pemerintah dalam mengejar pelayanan
yang ditawarkan pasar modern. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat saran untuk
Pasar Ciputat, yaitu secepat mungkin setelah permasalahan sengketa kepemilikan
Pasar Ciputat selesai antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang
Selatan, perlu dilakukan renovasi dan revitalisasi Pasar Ciputat. Sesuai dengan
hasil penilaian Importance Performance Analysis (IPA), renovasi dan revitalisasi
Pasar Ciputat dapat mempertimbangkan atribut-atribut yang dianggap penting
dan tidak memuaskan konsumen. Pengelola perlu memperhatikan pembuatan
bangunan pasar yang dapat menampung semua pedagang sehingga tidak ada lagi
PKL, yang memberikan kenyamanan pengunjung dan kemudahan mencari barang.
Faktor kebersihan juga perlu diperbaiki dengan menempatkan banyak TPS di
berbagai titik dan meningkatan intensitas pengangkutan sampah. Di masa depan
juga perlu dikaji mengenai kepuasan pedagang di Pasar Ciputat agar kebijakan
yang diambil pemerintah dapat menengahi berbagai kepentingan stakeholder
Pasar Ciputat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina D. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan
Jumlah Pasar Modern di Kota dan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
FEM IPB.
Aye L, Widjaya ER. 2005. Environmental and economic analyses of waste
disposal options for traditional markets in Indonesia [Internet]. [diunduh 2
Februari
2012].
Tersedia
pada:
http://www.aseanenvironment.info/Abstract/43004921.pdf
44
Ahmad T. 2007. Regulasi Persaingan Usaha di Industri Ritel. SMERU Newsletter
22. (April-Juni): 27-32 [Internet]. [diunduh 25 Mei 2013] Tersedia pada:
http://www.smeru.or.id/newslet/2007/news22.pdf
Aritonang R Lerbin R. 2005. Kepuasan Pelanggan Pengukuran dan Penganalisisan
dengan SPSS. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Ediati M. 2009. The Outburst of Modern Market Development (Hypermart, Mall
and The Kinds). TEKNIK 30 (3): 210-219
Engel JF, Blackweel RD, Winiard PW. 1994. Perilaku Konsumen Edisi Keenam
Jilid 1. Budiyanto FX, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Terjemahan dari: Consumer Behaviour 6th Edition.
Fissamawati F. 2009. Analisis Keputusan Pembelian Konsumen Sayuran di Pasar
Tradisional (Studi Kasus di Pasar Baru Nogor) [Skripsi]. Bogor (ID): FEM
IPB.
Gay, Umar K. 2003. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID):
Rineke Putra.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2010. Panduan Pasar Ramah
Segar (Pengembangan Pasar Tradisional dalam Rangka Peningkatan
Daya Saing). Jakarta (ID): Kemendagri.
Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas Jilid 2. Molan B,
penerjemah. Jakarta (ID): Indeks. Terjemahan dari: Marketing
Management 11th Edition.
Koler P, Keller KL. 2007. Manajemen Pemasaran Edisi Keduabelas Jilid 2. Molan
B, Penerjemah. Jakarta (ID): Indeks. Terjemahan dari: Marketing
Mangement 12th Edition.
Hadiwiyono. 2011. Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di
Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): FEM IPB.
Hutabarat MR. 2009. Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket
Terhadap Pasar Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan [skripsi].
Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Mattanete H. 2008. Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan
Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten
Bogor) [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pacific 2010 [Internet]. [diunduh 6
Maret
2012]
Tersedia
pada:
http://sg.nielsen.com/site/documents/2010RetailandShopperTrends2010.pd
f
Ningsih ES. 2007. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern Terhadap
Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor [skripsi]. Bogor
(ID): FEM IPB.
Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
[PP] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
[Internet]. [diunduh 25 Mei 2013]. Tersedia pada: www.usdrpindonesia.org/files/downloadContent/159.pdf
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen
Perdagangan, INDEF. 2007. Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan
45
Hipermarket Terhadap Ritel/Pasar Tradisional. Ringkasan Hasil Penelitian
Kerjasama. Jakarta (ID): Depdag, PT Indef Eramadani.
Putra A. 2004. Pengaruh Pengambangan Pasar Modern Terhadap Kehidupan
Pasar Tradisional di Pusat Pasar Medan [tesis]. Medan (ID): Program
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Rangkuti F. 2008. Measuring Customer Satisfaction: Teknik Mengukur dan
Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan & Analisis Kasus PLN-JP.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rosfadhila M. 2007. Mengukur Dampak Keberadaan Supermarket Terhadap
Pasar Tradisional. SMERU Newsletter 22 (April-Juni): 11-17 [Internet].
[diunduh
pada25
Mei
2013].
Tersedia
pada:
http://www.smeru.or.id/newslet/2007/news22.pdf
Slamet R. 2009. Analisa Daya Tarik dan Strategi Manajemen Pasar Tradisional.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Akuntansi Manajemen Pelita Ilmu 3 (1): 67-72
Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Supranto J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryadarma D, Poesoro A, Budiyati S, Akhmadi, Rosfadhila M. 2007. Dampak
Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah
Perkotaan di Indonesia. Jakarta: SMERU.
Susilo A, Taufik. 2006. Dampak Keberadaan Pasar Modern Terhadap Usaha Ritel
Koperasi/Waserda dan Pasar Tradisional. Jurnal Pengkajian Koperasi dan
UKM 6: 85-99.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2011. The Expansion of
Modern Grocery Retailing and Trade in Developing Countries. J
Economic Research Report Number 122 (July)
Umar H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
[UU] Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota
Tangerang Selatan di Provinsi Banten [Internet]. [diunduh 11 Desember
2011]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/87263592/UU-No-51Tahun-2008-Kota-Tangerang-Selatan
[UU] Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perilaku Konsumen [Internet].
[diunduh
27
Juli
2013].
Tersedia
pada:http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2006/08/25/perli
ndungan-konsumen-ok.pdf
World Bank. 2007. Horticultural Producers and Supermarket Development in
Indonesia. Jakarta: World Bank.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Case Processing Summary
N
C
Valid
30
ases
Exclu
ded
%
100.
0
0
a
Total
30
.0
100.
0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach
's Alpha
N of
Items
.847
12
Item-Total Statistics
Scale
VAR0
0001
VAR0
0002
VAR0
0003
VAR0
0004
VAR0
0005
VAR0
0006
VAR0
0007
VAR0
0008
Scale
Corrected
Cronbach
Mean if Item
Variance if Item
Item-Total
's Alpha if Item
Deleted
Deleted
Correlation
Deleted
44.4667
5.016
.550
.834
44.5000
5.086
.712
.831
44.4000
5.007
.374
.845
44.5333
4.947
.376
.846
44.8667
4.257
.432
.865
44.4667
4.671
.885
.814
44.4667
4.671
.885
.814
44.4667
4.671
.885
.814
47
VAR0
0009
VAR0
0010
VAR0
0011
VAR0
0012
44.5000
5.293
.452
.841
44.5000
5.293
.452
.841
44.2667
4.685
.420
.847
44.4333
4.737
.659
.825
Lampiran 2. Dokumentasi
Kondisi Badan Jalan Raya yang
Dipenuhi PKL
Kondisi
Sampah
Tangga
yang
Dipenuhi
Kios-kios yang Tutup Tidak Terpakai
Selasar Jalan yang Sempit dan
Dipenuhi
Barang
Dagangan
Mengganggu Mobilitas Pengunjung
48
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1990 dari ayah Sutarjo
dan Ibu Ida Halida. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisauk dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf pengurus divisi
marketing Eco-Agrifarma tahun 2008-2009, anggota Klub Kajian Pertanian
HIPMA 2009-2010, bendahara umum Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat
Agribisnis (HIPMA) periode 2010-2011, Leader of AIESEC IPB Expansion Team
pada 2010-2011, serta berbagai kepanitian acara kampus. Penulis juga mengikuti
kegiatan magang di perusahaan pembenihan dan ekspor yakni CV. Multi Global
Agrindo pada tahun 2010, menjadi staf pengajar dan pemasaran LPIA Ciputat
pada tahun 2011, dan menjalankan bisnis online sejak April 2012.
Download