BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL 2.1. Definisi Investasi Investasi merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Investasi bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Sekali proses ini berjalan, ia akan senantiasa menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini berjalan melewati 3 tingkatan (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan kemampuan untuk menabung;(2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang dapat diinvestasi swastakan; (3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi swasta dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukan modal juga berarti pembentukan keahlian karena keahlian kerapkali berkembang sebagai akibat pembetukan modal (Jhingan, 2007). Investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian (Sukirno, 2006). 2.2. Peranan Investasi 2.2.1. Model Vicious Circle Profesor Nurkse mengatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) pada pokoknya berasal dari fakta bahwa produktivitas total di negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak sempurna, dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran setan tersebut kalau dilihat dari sudut permintaan adalah rendahnya tingkat pendapatan nyata yang menyebabkan tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun 10 rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah (Gambar 6). Produktivitas rendah tercermin di dalam pendapatan yang rendah. Pendapatan nyata rendah berarti tingkat tabungan juga rendah. Tingkat tabungan yang rendah menyebabkan tingkat investasi rendah dan modal kurang. Kekurangan modal pada gilirannya bermuara pada produktivitas yang rendah. Dengan demikian lingkatan setan itu lengkaplah pula kalau dilihat dari sudut penawaran. Lingkaran ini dilukiskan di dalam Gambar 7, tingkat pendapatan rendah, yang mencerminkan rendahnya investasi dan kurangnya modal merupakan ciri umum kedua lingkaran tersebut (Jhingan, 2007). Produktivitas Rendah Kurang Modal Produktivitas Rendah Pendapatan Rendah Investasi Rendah Permintaan Rendah Gambar 6 Vicious Circle Permintaan Kurang Modal Investasi Rendah Pendapatan Rendah Tabungan Rendah Gambar 7 Vicious Circle Penawaran 2.2.2. Model Keynesian Permintaan efektif menentukan keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Permintaan efektif terdiri atas permintaan konsumsi dan permintaan investasi. Volume investasi tergantung pada efisiensi marginal dari modal dan suku bunga. Efisiensi marginal modal merupakan tingkat hasil yang diharapkan dari aktiva modal baru. Sedangkan suku bunga yang merupakan faktor kedua dari investasi tergantung pada kuantitas. Naiknya kecenderungan berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada pekerjaan tanpa kenaikan pada investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan, dan karena pendapatan meningkat, muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada 11 pendapatan dan pekerjaan. Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan berkonsumsi. Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh Keynes disebut multiplier K pengali. Rumusnya adalah : ∆Y = K. ∆I dan 1 – K mewakili kecenderungan marginal mengkonsumsi. Jadi K = MPC 2.2.3. Model Harrod-Domar Harrod dan Domar memberikan peranan kunci kepada invetasi di dalam proses perrtumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, ia menciptakan pendapatan, dan kedua, ia memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” dan yang kedua “dampak penawaran” (Sukirno, 2007). Domar membangun modelnya di sekitar pertanyaan ‘karena investasi di satu pihak menghasilkan pendapatan dan di pihak lain menaikan kapasitas produktif, maka pada laju berapakah investasi harus meningkat agar kenaikan pendapatan sama dengan kenaikan di dalam kapasitas produktif, sehingga pekerjaan penuh dapat dipertahankan?. Domar menjawab pertanyaan ini dengan mempererat kaitan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat melalui investasi. Domar menjelaskan sisi penawaran tersebut sebagai berikut jika I adalah laju investasi tahunan dan s adalah kapasitas produksi tahunan per dolar modal yang baru ditanam rata-rata (yang menggambarkan rasio kenaikan pendapatan nyata atau output terhadap kenaikan modal output marginal). Jadi kapasitas produktif dolar I yang diinvestasikan adalah I.s dollar per tahun. Tetapi sebagian investasi baru akan mengorbankan investasi lama, karena itu investasi baru akan bersaing dengan investasi lama di pasar tenaga buruh dan faktor-faktor lain. Sehingga kenaikan output tahunan dari perekonomia akan 12 sedikit lebih kecil daripada I.s. hal ini dapat dinyatakan dengan Iσ, dimana σ menggambarkan potensi netto produktivitas rata-rata soaial dari investasi (=∆Y/I). Oleh karena itu Iσ lebih kecil dari I.s. Sedangkan sisi permintaan dijelaskan dengan multiplier Keynesian. Misalkan kenaikan rata-rata pendapatan kita nyatakan dengan ∆Y, dana kenaikan dalam investasi dengan ∆I dan kecenderungan menabung dengan α (=∆ /∆Y). Maka kenaikan pendapatan itu akan sama dengan multiplaktor (1/α) kali kenaikan dalam investasi. ∆Y = ∆I Untuk mempertahankan tingkat ekulibrium pendapatan pada pekerjaan penuh, permintaan agregat harus sama dengan penawaran agregat, maka persamaan dasar modelnya adalah : ∆I = Iσ Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan I dan mengalikannya dengan α akan didapatkan sebagai berikut : ∆I I = ασ Persamaan ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan pekerjaan penuh laju pertumbuhan investasi autonomous netto (∆I/I) harus sama dengan ασ (MPS kali produktivitas modal). Inilah batas kecepatan laju investasi yang diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang mantap pada pekerjaan penuh. S,I S I + ∆I ∆I I S0 0 Ys0 = Y0 Ys1 Sumber : Ekonomi Pembangunan, 2007 Gambar 8 Teori Investasi Harord Domar dalam Grafik Y 13 Menurut Harord–Domar penananaman modal sebesar I menyebabkan pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal bertambah sebesar ∆Ys = ∆I. Di dalam Gambar 8 kenaikan tersebut berarti kenaikan kapasitas barangbarang modal dari Ys0 menjadi Ys1. Supaya kapasitas barang-barang modal yang telah menjadi Ys1 tersebut sepenuhnya digunakan, penanaman modal dalam tahun tersebut harus mencapai I + ∆I (Sukirno, 2007). Dari ketiga teori tersebut diatas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa peranan investasi sangat besar dalam mempengaruhi perekonomian suatu daerah, dampak dari investasi tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut yaitu produktivitas (sudut penawaran) tapi juga sisi permintaan yaitu menciptakan pendapatan bahkan menciptakan lapangan kerja, sehingga bisa dikatakan juga bahwa investasi mempunyai multiplier yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 2.3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi 2.3.1. Komisi Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya tarik daerah terhadap investasi lihat Gambar 9, yaitu : kelembagaan, keamanan politik sosial dan budaya, potensi ekonomi daerah, tenaga kerja, dan infrastruktur (KPPOD, 2004). 1. Kelembagaan Kelembagaan, mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsifungsi pemerintahan dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik, kepastian dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam Keamanan penelitian ini, faktor kelembagaan terbagi dalam 4 (empat) variabel, yaitu : a. Kepastian Hukum Yang dimaksud dengan kepastian hukum disini adalah adanya konsistensi peraturan dan penegakan hukum di daerah. Konsistensi peraturan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang dapat dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak terkesan setiap pergantian 14 pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan. Sedangkan penegakan hukum dilihat dari kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan peraturan tanpa membedakan subyek hukum. Termasuk dalam variabel kepastian hukum adalah keberadaan pungutan liar diluar birokrasi yang dapat terjadi baik di jalur distribusi maupun tempat produksi. Indikator lain dalam variabel ini adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif. Bilamana hubungan kedua unsur pemerintahan itu terjalin baik maka akan kondusif bagi kepastian hukum dalam pengertian luas (dalam praktik dunia usaha, aturan formal bisa terabaikan ketika terjadi perselisihan antar kedua unsur pemerintahan tersebut yang berimbas ke dunia usaha). b. Aparatur dan Pelayanan Yang dimaksud dengan aparatur di sini adalah orang/pejabat atau pegawai pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi administrasi pemerintah daerah, yaitu menyediakan pelayanan publik, infrastruktur fisik, serta merumuskan peraturan berupa aturan main dari aktivitas dunia usaha dan investasi. Indikator aparatur pemda dalam pemeringkatan ini adalah penggunaan wewenang aparat pemda dalam menjalankan peraturan. Sedangkan dari sisi pelayanan yang diberikan aparatur pemda dilihat kejelasan rantai birokrasi dalam hal pengurusan perizinan dan halhal lain terkait dengan dunia usaha serta perilaku aparat pemda dalam melakukan pelayanan. c. Kebijakan Daerah / Peraturan Daerah Pada prinsipnya peraturan/kebijakan daerah adalah kerangka acuan / aturan main secara formal yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam mengatur aktivitas dunia usaha dan investasi. Kebijakan Daerah dapat berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah (SK Bupati/Walikota) yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah, prosedur pelayanan kepada masyarakat, perizinan, dan lain-lain. Perda yang mengatur mengenai prosedur pelayanan terhadap dunia usaha/investasi yang menarik para investor antara lain yang memberikan kemudahan dalam 15 birokrasi pelayanan usaha, konsistensi kebijakan, harmonisasi antar produk hukum, tidak adanya hambatan-hambatan birokrasi dan sebagainya. Peraturan yang memuat pungutan yang baik semestinya tidak hanya sekedar ditujukan untuk peningkatan PAD tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi, filosofi pungutan dan dampak terhadap perekonomian berkelanjutan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut merupakan distrorsi bagi kegiatan usaha dan investasi. Distorsi dari pungutan tersebut bisa terjadi pada harga komoditas, hambatan lalu lintas perdagangan antar daerah, biaya produksi, ekonomi biaya tinggi akibat pungutan berganda atau yang melampaui kewajaran, dan sebagainya. d. Keuangan Daerah Yang dimaksud Keuangan Daerah dalam penelitian ini adalah kebijakan, strategi, dan teknik yang diterapkan oleh pemerintah daerah dalam upaya untuk memperoleh dana, serta pembelanjaan atau pengalokasian dana-dana tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan fungsi atau tugas pemerintahan yang diemban oleh pemda (pelayanan, pembangunan, dan lain-lain). Kebijakan pemerintah daerah dalam menggali dana dan mengelola dana yang telah mereka peroleh untuk peningkatan perekonomian daerahnya tersebut tertuang dalam APBD. Variabel keuangan daerah ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu struktur pungutan, dan komitment pemda dalam pembangunan. Struktur pungutan digunakan untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam memperoleh dana yang berasal dari pungutan yang dilakukan kepada masyarakat, seperti melalui pajak dan retribusi daerah serta pungutan lainnya. Dalam penelitian ini dilihat rasio antara retribusi terhadap pajak daerah, dengan asumsi bahwa rasio retribusi yang lebih kecil dari pajak akan mendukung dunia usaha, karena pada umumnya struktur pungutan dalam pajak relatif lebih jelas dibanding pungutan dalam retribusi. Sementara struktur pembelanjaan APBD digunakan untuk melihat komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pelayanan publik. Rasio anggaran pembangunan terhadap pengeluaran daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang merupakan 16 indikasi komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk mendukung kegiatan usaha, dan mendorong perekonomian daerah. 2. Keamanan, Sosial, Politik dan Budaya Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak atau akibat dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi kehidupan politik dan keamanan dan sebagainya. Kelompok variabel ini digunkan untuk mengukur seberapa kondusif aspek sosial, politik, keamanan, dan budaya dalam mendukung perekonomian daerah dan daya tarik investasi daerah. a. Keamanan Kondisi keamanan merupakan situasi keamanan di daerah yang mempengaruhi kegiatan usaha/investasi, yang dapat mendukung atau menghambat aktivitas usaha/investasi dan jaminan keselamatan jiwa maupun harta. Kondisi keamanan dapat diukur dari rasa aman dan tingkat gangguan keamanan terhadap dunia usaha maupun terhadap lingkungan masyarakat tempat usaha, serta kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan keamanan. b. Sosial Politik Kondisi sosial politik adalah keadaan di daerah yang merupakan hasil relasi antar pranata-pranata dalam satu sistem sosial di daerah, baik antar pranata politik dan pemerintahan, antar pranata sosial di masyarakat, maupun antar pranata formal dalam pemerintahan maupun antara elemen-elemen masyarakat. Beberapa aspek yang membentuk kondisi sosial politik daerah diantaranya adalah: keterbukaan birokrasi terhadap partisipasi dunia usaha dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kepentingannya, konflik sosial antar kelompok masyarakat, stabilitas politik, dan kegiatan unjuk rasa. 17 c. Budaya Masyarakat Budaya merupakan seperangkat ide atau gagasan yang dimiliki oleh sekelompok orang dalam wilayah tertentu, yang mendasari atau mengilhami perilaku atau tindakan orang, baik secara individu maupun kolektif dari anggota kelompok tersebut. Yang diperlukan oleh investor yang akan masuk ke suatu daerah adalah nilai-nilai budaya masyarakat yang terbuka terhadap masuknya dunia usaha, adanya kondisi dimana masyarakat tidak antipati terhadap suatu investasi usaha. Selain keterbukaan, perilaku nondiskriminatif dari masyarakat setempat dengan perlakuan yang sama kepada semua orang tanpa membedakan asal usul, ras, agama, gender dalam kegiatan di setiap sektor. Etos kerja masyarakat, dalam pengertian kemauan kerja keras, persaingan untuk berprestasi, jujur dan mau/mudah untuk dibina; juga menjadi pertimbangan investor untuk membuka usaha di suatu daerah. Bila masyarakat setempat mempunyai etos kerja yang baik maka akan memudahkan investor dalam rekrutmen pekerja tanpa harus mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah tersebut. Hal lain yang juga dipertimbangkan oleh investor adalah adat istiadat, khususnya adat istiadat masyarakat setempat yang tidak mengganggu produktivitas usaha. 3. Ekonomi Daerah Merupakan ukuran kinerja sistem ekonomi daerah secara makro. Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel utama makro ekonomi (seperti total outpu/ PDRB, tingkat harga, dan kesempatan kerja) yang membentuk struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah digunakan untuk mengukur daya dukung potensi ekonomi, (ketersediaan sumber daya alam, dan lain-lain), serta struktur ekonomi terhadap kegiatan usaha/investasi. a. Potensi Ekonomi Potensi ekonomi daerah : mencakup potensi fisik dan non fisik suatu daerah/wilayah seperti penduduk/manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya sosial. Faktor penduduk yang dianalisis dalam kaitannya dengan daya tarik investasi daerah pertama adalah kemampuan 18 masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dilihat dari PDRB perkapita. PDRB perkapita merupakan nilai PDRB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk di suatu daerah. Kedua, potensi ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi, yaitu rata-rata pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan dari suatu periode/tahun terhadap periode/tahun sebelumnya. Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan sebagai identifikasi potensi ekonomi yang menggambarkan kemampuan masyarakat setempat dalam cakupan yang luas. b. Struktur Ekonomi Nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu daerah, digunakan untuk melihat struktur ekonomi daerah yang bersangkutan. Basis struktur perekonomian terlihat dari kontribusi sektorsektor ekonomi tertentu terhadap nilai bruto seluruh sektor yang ada di daerah tersebut (nilai tambah sektoral). Berdasarkan kontribusi sektoral tersebut dapat dilihat apakah struktur ekonomi daerah yang bersangkutan berbasis sumber daya alam (primer), sudah terbiasa dalam kegiatan ekonomi produktif dan industrialisasi (sekunder), dan pada perdagangan, jasa, dan perbankan (tersier). Indikator-indikator struktur ekonomi tersebut penting bagi investor untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang telah berkembang di daerah yang bersangkutan. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja yang merupakan sumber daya manusia adalah komponen utama dari pembangunan karena pelaku utama pembangunan adalah manusia. Untuk melihat gambaran tentang berapa besar nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang diberikan oleh setiap pekerja pada suatu kegiatan ekonomi dapat dilihat dengan menghitung produktivitas tenaga kerja. Beberapa hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhi daya tarik terhadap investasi adalah : 19 a. Ketersediaan Tenaga Kerja Untuk kegiatan investasi/usaha diperlukan adanya tenaga kerja yang cukup tersedia, baik yang belum berpengalaman maupun yang sudah berpengalaman. Tenaga kerja tersebut dapat diperoleh dari daerah yang bersangkutan atau dengan mendatangkan dari daerah lain. Ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan usaha dilihat dari rasio jumlah penduduk usia produktif; rasio pencari kerja terhadap angkatan kerja; maupun tenaga kerja dengan basis pendidikan minimal SLTP yang sudah memiliki pengelaman kerja. b. Biaya Tenaga Kerja Yaitu tingkat kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah atau gaji untuk pekerjanya. Pedoman normatif pengupahan yang ditetapkan pemerintah UMP/UMK menjadi faktor penting bagi pengusaha dalam mengkalkulasi bisnisnya. Selain panduan normatif yang ada, investor juga membutuhkan ‘pasar ’ upah yang berlaku di daerah yang bersangkutan berupa upah yang sebenarnya diterima oleh para pekerja yang mungkin bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari UMP/UMK; asumsinya semakin kecil upah menjadi semakin menarik bagi investor. c. Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang dikaitkan dengan faktor ekonomi. Secara makro hanya dapat diperoleh produktivitas rata-rata pada sektorsektor ekonomi agregatif, bukan besarnya produksi barang dan jasa tetapi besarnya pertumbuhan ekonomi (PDRB). Produktivitas diukur berdasarkan besarnya PDRB di sektor tertentu dibagi dengan jumlah pekerja di sektor tersebut. Metode ini banyak kelemahan dan kurang akurat, namun demikian cara pengukuran seperti ini masih memadai kesempatan kerja. untuk menunjukkan kecenderungan produktivitas 20 5. Infrastruktur Fisik Yang dimaksud dengan infrastruktur fisik adalah berbagai instalasi dan kemudahan dasar (terutama sistem transportasi, komunikasi, dan listrik), yang diperlukan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran pergerakan orang, barang, dan jasa dari satu daerah ke daerah lain atau ke negara lain dalam suatu kegiatan usaha. Faktor infrastruktur fisik untuk penelitian ini dibagi menjadi dua variabel yaitu : a. Ketersediaan Infrastruktur Fisik Untuk kelancaran kegiatan usaha perlu didukung oleh ketersediaan infrastruktur fisik seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara, sarana komunikasi (telpon), dan sumber energi (listrik). b. Kualitas dan Akses terhadap Infrastruktur Fisik Infrastruktur fisik yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran kegiatan usaha. Untuk itu infrastruktur yang tersedia juga harus berada dalam kondisi baik. Kualitas infrastuktur selain memperlihatkan kondisi fisiknya yang siap dan layak untuk digunakan, juga ditunjukkan dengan kemudahan akses terhadap infrastruktur yang ada. Sumber : KPPOD 2005 Gambar 9 Daya Tarik Investasi KPPOD 21 2.3.2. Bank Dunia Dalam Laporan Pembangunan 2005, Bank Dunia lebih menekankan agar pemerintah memperbaiki kinerjanya dalam membangun fondasi dasar dari suatu iklim investasi yang baik melalui beberapa hal sebagai berikut (Gambar 10) : 1. Stabilitas dan kepastian hak Iklim investasi yang baik membutuhkan stabilitas ekonomi makro yang memadai sebelum kebijakan-kebijakan ekonomi mikro dapat memperoleh pijakan yang cukup besar. Tingkat inflasi yang rendah, defisit anggaran yang dipertahankan dan nilai tukar yang realistis kesemuanya merupakan hal-hal kunci. Selain itu pemerintah juga harus fokus dengan memperkuat keamanan dari hakhak atas properti yaitu melakukan verifikasi hak-hak atas tanah dan bentuk properti lainnya, memfasilitasi pelaksanaan kepatuhan terhadap kontrak atau perjanjian, mengurangi tingkat kriminalitas, dan mengakhiri pengambilalihan properti tanpa kompensasi. 2. Peraturan dan Perpajakan Cara-cara pemerintah dalam mengatur dan menerapkan perpajakan terhadap perusahaan-perusahaan dan transaksi-transaksi baik di dalam perbatasan maupun pada garis perbatasannya memainkan suatu peran yang besar dalam membentuk iklim investasi. Peraturan-peraturan yang baik ditujukan untuk mengatasi kegagalan-kegagalan pasar yang menghambat investasi produktif dan menyatukan kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. 3. Pendanaan dan Infrastruktur Pasar finasial apabila berfungsi dengan baik akan menghubungkan perusahaan dengan para pemberi pinjaman dan investor yang bersedia mendanai usaha-usaha mereka serta membagi sebagian dari resiko yang ada. Infrastruktur yang baik akan menghubungkan perusahaan-perusahaan dengan para konsumen dan pemasoknya serta membantu mereka untuk memanfaatkan teknik-teknik produksi modern. 22 4. Para Pekerja dan Pasar Tenaga Kerja Pemerintahan-pemerintahan di seluruh dunia memiliki tujuan yang sama untuk dapat menyediakan pekerjaan yang lenih banyak dan lebih baik bagi warganya. Pekerjaan adalah sumber utama pendapatan bagi masyarakat dan jalan utama bagi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Merancang suatu iklim investasi yang memberikan perusahaan-perusahaan kesempatan dan insentif untuk berkembang adalah hal yang mendasar guna menjawab tantangan tersebut. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja memainkan suatu peranan penting dalam upaya-upaya tersebut dengan membantun menghubungkan masyarakat dengan pekerjaan. Sumber : Laporan Pembangunan Bank Dunia 2005 Gambar 10 Faktor yang mempengaruhi iklim investasi Secara subtansi baik penelitian KPPOD dan Bank Dunia tidak terdapat perbedaaan yang signifikan, namun Bank Dunia lebih menekankan pada perlunya perbaikan iklim investasi oleh suatu pemerintahan. Perbaikan iklim investasi itu sendiri menurut Bank Dunia yang akan memicu datangnya investasi ke suatu daerah. Jadi Bank Dunia menilai bahwa seluruh faktor perbaikan iklim investasi menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara KPPOD menyoroti investasi lebih detil lagi tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor non ekonomi. 23 2.4. Manajemen Strategis Manajemen dirumuskan sebagai seni untuk menciptakan tujuan melalui usaha-usaha orang lain. Fungsi pokok manajemen adalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sesungguhnya berbagai kegiatan manusia menghendaki berbagai bentuk manajemen. Semakin kompleks kegiatan manusia, maka semakin kompleks jugalah tugas manajemen (Soesilo, 2002). Menurut Einsiedel, strategi berasal dari kata latin strategia (kantor dari Jenderal), dapat juga dinggap berasal dari kara Perancis strategos yang artinya adalah seni memperalat atau mempekerjakan tindakan-tindakan atau “strategems” menuju ke arah sebuah tujuan (Soesilo, 2002). Henry Mintzberg dengan pendekatan yang baru mengatakan bahwa strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus pengambilan keputusan atau tindakan. Dalam hal ini Mintzberg membedakan antara strategi yang direncanakan semula (deliberate strategy) yang mengutamakan kontrol dengan strategi yang muncul kemudian (emergent strategy) yang merupakan suatu proses belajar. Menurut Setiawan Hari Purnomo, manajemen strategis (Soesilo, 2002) adalah : • Merupakan proses • Berkesinambungan • Dapat dimodifikasi agar tujuan tercapai. Perencanaan strategis model Menon et al. (1999) menjelaskan bahwa pengembangan strategi merupakan proses interkatif yang dibangun dengan latar belakang organisasi yang memberikan keunikan suatu strategi. Pola pengembangan strategi tercermin dari keluasan ruang gerak organisasional untuk bereksperimen dengan budaya inovasi yang luas. Apapun corak organisasi yang ada, beberapa prose baku telah dikembangkan sebagai prasyarat pengembangan strategi harus berangkat dari adanya analisis siatuasi yang relevan dan komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai sumber daya dan kapalitas yang ada dalam organisasi, melalui sebuah proses integrasi lintas fungsi dan lintas bidang yang dapat menghasilkan sinergi proses yang baikdidukung kesiaan berkomitmen yang baik dan positif. Proses tersebut akan menghasilkan strategi kreatif yang akan mempunyai potensi dalam peningkatan kerja (lihat Gambar 11). 24 Gambar 11 Proses Perencanaan Strategi Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan, evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Sebagaimana tersirat dari definisi tersebut, manajemen strategis terfokus pada upaya memadukan manajamen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistemn informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi (David, 2004). Proses manajamen strategis terdiri dari tiga tahap (Gambar 12), yaitu perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi. Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan misi dan visi organisasi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan kelemhan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi, membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi, dan memilih strategi tertentu untuk digunakan. Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Sedangkan evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis, dimana para manajer harus benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi tertentu tidak dapat dilaksakan dengan baik (David, 2004). 25 Sumber : Manajemen Strategi, Fred David Gambar 12 Proses Manajemen Strategi (David, 2004) Proses perumusan strategi dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada. Kerangka kerja analisis perumusan strategi tertera pada Gambar 13 (David, 2004) yaitu : 1. Tahap Masukan Tahap masukan merupakan tahap yang membantu perencana strategi menuliskan berbagai penilaian atau asumsi secara kuantitaif pada tahap awal proses perumusan strategi. Membuat keputusan-keputusan kecil dalam matriks masukan mengenai pentingnya faktor-faktor eksternal dan internal membantu perencana strategi membuat dan mengevaluasi strategi-strategi alternatif secara lebih efektif dengan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal, Matriks Evaluasi Faktor 26 Internal dan Matrik Kompetitif/Persaingan. Penilaian intuitif yang baik selalu diperlukan dalam menentukan pembobotan dan pemeringkatan yang tepat. Gambar 13 Kerangka Analisis Proses Perumusan Strategi 2. Tahap Pencocokan Strategi kadang-kadang didefinisikan sebagai upaya memadukan sumber daya dan keterampilan internal dengan peluang dan risiko yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal. Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi dapat menggunakan matriks (IE), Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks BCG, Matriks Grand Strategy. Perangkat-perangkat ini tergantung pada informasi yang diperoleh dari tahap masukan untuk mencocokan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokan faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal merupakan kunci untuk membuat strateggi alternatif yang dapat dijalankan. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu y. 3. Tahap Keputusan Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analitis dalam literature yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternative yang dapat dijalankan. Teknik tersebut adalah Quantitative Strategy Planning Matrix (QSPM) yang merupakan tahap keputusan dari kerangka analisis perumusan strategi. Teknik tersebut secara 27 objektif menunjukkan strategi alternative yang paling baik. QSPM menggunakan masukan dari analisis Tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 untuk memutuskan secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan. QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategis dapat menilai secara objektif strategi alternative yang dapat dijalankan, didasarkan atas faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal yang telah dikenali terlebih dahulu. Sebagaimana alat-alat analitis perumusan strategi yang lain, QSPM juga memerlukan penilaian intuitif yang baik. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relative dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu, tetapi hanya strategistrategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relative terhadap satu sama lain. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan QSPM disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM Langkah 1. Langkah 2. Langkah 3. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan kekuatan/kelemahan internal kunci dari organisasi di kolom kirin QSPM. Informasi tersebut harus diambil langsung dari matriks EFE dan matriks IFE. Paling tidak sepuluh faktor keberhasilan eksternal dan sepuluh faktor keberhasilan internal harus dicakupkan dalam QSPM Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal kunci. Bobot tersebut sama denganyang ada di Matriks EFE dan Matriks IFE. Bobot tersebut disajikan pada kolom sebelah kanan kolom faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Memeriksa matriks-matriks pencocokan di Tahap 2, dan mengenali strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diterapkan. Tulislah strategi-strategi tersebut pada baris atas QSPM. Kelompokanlah strategi-strategi tersebut dalam rangkaian yang saling ekslusif jika mungkin. 28 Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM (Lanjutan) Langkah 4 Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukan daya tarik relative masingmasing strategi pada suatu rangkaian alternative tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau internal satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus dibandingakan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya nilai daya tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain, dengan memp[ertimbangkan faktor tertentu. Cakupan nilai daya tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik, dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut tidak, hal tersebut menunjukan bahwa masing-masing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat. Sumber : Fred David, 2004 2.5. Stakeholder Theory Stakeholder (pemangku kepentingan) secara sederhana dapat dijelaskan sebagai orang atau organisasi dengan sebuah kepentingan atau keterlibatan pada sesuatu dan hal ini mungkin berhubungan dengan urusan bisnis (seperti pemegang saham, konsumen, atau pekerja), sebuah organisasi (pemerintah daerah, pemerintah pusat atau pemerintah pederal) atau gabungan aktivitas yang berhubungan dengan sebuah lokasi dari kepentingan yang spesifik (berperahu di danau, main ski di gunung, jalan kaki atau bersepeda di taman). Pemangku kepentingan mempunyai kepentingan tentang sukses atau berjalannya sesuatu. Meskipun hal ini memberikan deskripsi yang lengkap bagi kelompok pemangku kepentingan yang tidak teridentifikasi siapa mereka (Tomsett, 2009). 29 Sumber : Tomsett, 2009 Gambar 14 Stakeholder Menurut Tomsett 2.6. Teori Analytical Hierarchy Process Berdasarkan pendekatan AHP, yang menjadi narasumber untuk melakukan pembobotan adalah seorang ahli (expert). Yang dimaksud dengan expert disini tidak harus seseorang yang pakar pada satu bidang keilmuan tertentu, melainkan orang yang tahu betul akan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam konteks pemeringkatan daya saing investasi daerah, expert yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang paham benar mengenai seluk beluk kegiatan investasi, dan sering terlibat atau berpengalaman dalam melakukan kegiatan investasi. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pendapat mengenai pertimbangan-pertimbangan yang melandasi seorang investor mau menanamkan modalnya di suatu daerah. Untuk itu, pemerintah daerah, DPRD Tk II pada komisi B, pengusaha, dan peneliti pada Litbang APINDO merupakan orang yang tepat untuk dijadikan responden dalam menentukan bobot pengaruh faktor dan variabel yang digunakan untuk pemeringkatan daya saing investasi daerah. Jumlah responden menjadi tidak penting dalam menentukan bobot (KPPOD, 2005). Yang lebih penting adalah kualitas atau pengetahuan responden 30 akan permasalahan yang dimaksud. Untuk itu, pengambilan sampel responden dilakukan secara purposif. Prinsip metode AHP digunakan untuk memberikan bobot tiap faktor dan variabel dengan perbandingan antar faktor dan variabel satu dengan lainnya. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor atau variabel menunjukkan suatu faktor atau variabel tertentu mengandung nilai lebih penting dibandingkan faktor atau variabel lainnya dalam menentukan tingkat kepentingan investasi suatu daerah. Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode yang digunakan untuk mengambil keputusan yang kompleks dengan menggunakan pendekatan matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970. Beberapa keunggulan dari AHP antara lain: 1) melibatkan persepsi seorang ahli yang mengerti persoalan sebagai bahan masukan; 2) mampu memecahkan masalah yang memiliki banyak tujuan (multi objectives) dan banyak kriteria (multi criterias); 3) mampu memecahkan persoalan yang kompeks dan tidak terkerangka akibat dari data yang minim. Adapun kelemahan AHP yang sebenarnya juga dapat berarti kelebihan adalah bahwa metode penyelesaian sederhana sehingga bagi beberapa orang sering dianggap kurang meyakinkan (Permadi, 1992). Menurut Saaty (1991), ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu: 1. Prinsip menyusun hirarki Pada bagian ini mencakup pertimbangan-pertimbangan ataupun langkahlangkah menuju suatu keputusan yang akan diambil. Sasaran utama yang merupakan suatu tujuan, disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki. Sehingga persoalan yang sangat kompleks dipecah menjadi bagian-bagiannya sehingga memudahkan pengambilan keputusan. 2. Prinsip menetapkan prioritas Untuk menetapkan prioritas perlu dilakukan perbandingan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya, sehingga dapat ditentukan peringkat elemenelemen menurut relatif pentingnya. 31 3. Prinsip konsistensi logis Pada prinsip ini harus konsisten terhadap pilihan yang telah diputuskan, dan elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten dengan kriteria yang logis. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10 persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki. 2.7. Hasil kajian Terdahulu Kuncoro dan Rahajeng (2005) melakukan kajian mengenai “Daya Tarik Investasi dan Pungli di Yogyakarta”. Dalam kajian itu dinyatakan bahwa ada perbedaan antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan peringkat bobot faktor penentu investasi yang dilakukan oleh KKPOD pada tahun 2003 untuk 200 Kabupaten/Kota di Indonesia. Menurut KPPOD faktor yang memiliki bobot terbesar adalah faktor Kelembagaan, diikuti oleh faktor Sosial Politik, Ekonomi Daerah. Kemudian faktor Tenaga Kerja dan faktor Infrastruktur Fisik yang memiliki bobot sama. Faktor-faktor di atas dibedakan menjadi faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi terdiri dari faktor Ekonomi Daerah dan faktor Tenaga Kerja, sedangkan faktor nonekonomi meliputi faktor Kelembagaan, Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik. Jadi menurut persepsi pelaku usaha di DIY daya tarik investasi di DIY relatif lebih dipengaruhi oleh faktor nonekonominya terutama Kelembagaan, Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik, dibandingkan dengan faktor ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga Kerja. Menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor ekonomi cenderung lebih “controllable” dibandingkan dengan faktor nonekonomi. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/ kegiatan berusaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor Infrastruktur Fisik, yang ketiga adalah faktor Sosial Politik. Berikutnya adalah faktor Ekonomi Daerah dan yang terakhir adalah faktor Tenaga Kerja. Komadin (2008) melakukan kajian mengenai “Strategi Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu”. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa Kabupaten Indramayu mengalami penurunan investasi. Data perkembangan realisasi investasi swasta selama periode tahun 2000-2005 sebanyak 14 proyek 32 dengan nilai investasi sebesar Rp 301 juta, meliputi PMDN sebanyak 4 proyek dengan nilai investasi Rp 125,5 milyar PMA sebanyak 9 proyek dengan nilai investasi USD 20,5 juta dan Non PMA/PMDN 1 proyek dengan nilai investasi Rp 50 milyar. Penurunan ini terlihat dari grafik turun naiknya jumlah investasi setiap tahun dan nilai proyek yang menurun. Selanjutnya investor lebih fokus pada industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian dan belum pada sektorsektor lainnya. Selain itu hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan bahwa prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu potensi ekonomi (0,351), zona dan kluster industri (0,246), dukungan birokrasi (0,164), jumlah tenaga kerja (0,104), letak strategis dan luas wilayah (0,076), dan budaya daerah (0,060). Prioritas elemen faktor kelemahan yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu kualitas infrastruktur rendah (0,378), kualitas SDM yang rendah (0,252), kurangnya promosi (0,160), pemekaran Kabupaten Indramayu (0,115), dan perda yang bermasalah (0,115). Prioritas elemen faktor peluang yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu pengembangan transportasi darat Jakarta – Cirebon (0,498), pembangunan Pelabuhan Samudera Cirebon (0,367), dan pembangunan Bendungan Jatigede Sumedang (0,135). Prioritas elemen faktor ancaman yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu adanya Persaingan dengan daerah lain (0,443), rendahnya dukungan perbankan (0,387), dan lambatnya penerbitan SPM (0,169). Sri Suneki (2006) melakukan kajian tentang “Determinan Investasi Swasta di Jawa Tengah”. Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa tengah adalah variabel PDRB, Angkatan kerja, dan Infrastruktur yang berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun tingkat suku bunga internasional (LIBOR) berpengaruh dengan arah negatif secara bersama-sama variabel tersebut mampu menjelaskan 61,07 persen variasi variabel PMA. Dari keempat variabel yang diteliti dalam PMDN maupun PMA, variabel angkatan kerja merupakan variabel yang berpengaruh dominan, oleh karena itu diperlukan langkah dan strategi untuk menarik minat investasi di Jawa Tengah dengan cara meningkatkan kualitas angkatan kerja melalui pendidikan, kecakapan dan ketrampilan yang memadai. 33 Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah pertama kajian ini selain mengukur tingkat pengaruh faktor yang mempengaruhi investasi swasta, juga melihat pelaku yang paling mempengaruhi investasi di Kabupaten Bogor. Kedua, dalam penelitian ini juga disampaikan strategi yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam kerangka peningkatan investasi dari beberapa faktor yang dapat dibedakan dengan faktor ekonomi dan non ekonomi. Ketiga, kajian ini juga menggunakan alat analisis AHP. Dengan AHP ini tingkat faktor-faktor pada berbagai level diuji konsistensinya. 2.8. Kebijakan Investasi Existing di Kabupaten Bogor 2.8.1. Visi dan Misi Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor tahun 2009-2013, Visi Kabupaten Bogor adalah Terwujudnya masyarakat Kabupaten Bogor yang bertakwa, berdaya, dan berbudaya menuju sejahtera. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Daerah No. 7 tahun 2009 tersebut dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta masukan-masukan dari stakeholders, maka Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menetapkan Visi sebagai berikut “terwujudnya pelayanan prima untuk menjamin iklim penanaman modal yang kondusif dan berdaya saing”. Makna visi adalah sebagai berikut : Pelayanan Prima adalah pelayanan yang dijalankan secara profesional berdasarkan kepada Standar Operasional Pelayanan (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Iklim Penanaman Modal adalah kondisi internal maupun eksternal yang mempengaruhi kegiatan penanaman modal. Kondusif adalah kondisi yang memungkinkan pelaku usaha menjalankan usahanya dengan nyaman dan aman. Berdaya saing adalah pelaku usaha yang mandiri, tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan menghasilkan produk unggulan. 34 2.8.2. Sasaran Strategis Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan yaitu sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oleh lembaga dalam jangka waktu tahunan, semesteran, triwulanan, dan bulanan. Sasaran menggambarkan hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Sasaran memberikan fokus pada penyusunan kegiatan sehingga bersifat spesifik, terinci, dapat dicapai, dan diupayakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur. Sasaran-sasaran strategis Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor adalah sesuatu dasar di dalam penilaian dan pemantauan kinerja sehingga merupakan alat pemicu bagi organisasi akan sesuatu yang harus dicapai, dan untuk itulah Badan Perizinan Terpadu Kabupatein Bogor telah merumuskan sasaran strategis berikut indikator keberhasilannya. Misi Pertama : Meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor Tabel 3 Sasaran Strategis Misi Pertama No 1 2. Sasaran Strategis Meningkatnya pertumbuhan investasi Meningkatnya PMA/PMDN melaporkan usahanya Indikator Kinerja 1. Jumlah PMA 2. Jumlah PMDN 3. Nilai realisasi investasi PMA 4. Nilai realisasi investasi kesadaran Jumlah LKPM yang dalam dilaporkan pengusaha kegiatan kepada Pemda Kabupaten Bogor Satuan Perusahaan Perusahaan Rp. Trilyun Rp. Trilyun buah Misi Kedua : 1. Meningkatkan kerjasama investasi dengan dunia usaha, antar daerah dan luar negeri 2. Meningkatkan kualitas data, informasi dan promosi investasi 35 Tabel 4 Sasaran Strategis Misi Kedua No 1 Sasaran Strategis Meningkatnya kerjasama investasi Indikator Kinerja Satuan 1. Dokumen kerjasma Dokumen dengan asosiasi pengusaha 2. Dokumen kerjasama Dokumen dengan luar negeri 2. Meningkatnya kualitas 1. Promosi yang Kali data, informasi dan promosi diikuti 2. Sistem informasi Aplikasi Misi Ketiga : 1. Meningkatkan kepastian hukum perizinan 2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan Tabel 5 Sasaran Strategis Misi Ketiga No. 1. 2. Sasaran Strategis Terjaminnya kepastian hukum atas dokumen izin yang diterbitkan Indikator Kinerja Satuan 1. Jenis perizinan yang Jenis ditangani 2. Dokumen kebijakan Dokumen Meningkatnya kualitas dan 1. Jenis perizinan yang Jenis profesionalisme pelayanan ditangani perizinan 2. Tingkat kepuasan Persen masyarakat terhadap pelayanan perizinan 3. Jangkauan pelayanan wilayah Misi Keempat: Meningkatkan pelayanan administrasi dan kerumahtanggaan institusi Tabel 6 Sasaran Strategis Misi Keempat No. 1. 2. 3. 4. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Meningkatnya pelayanan 1. Kelancaran administrasi perkantoran operasional BPT 2. Wawasan SDM aparatur BPT Meningkatnya sarana Meningkatnya kinerja prasarana kantor BPT Meningkatnya disiplin Tingkat kehadiran dan pegawai BPT kinerja pegawai Meningkatnya akuntabilitas Dokumen perencanaan kinerja badan dan keuangan yang disusun Satuan 1 instansi 1 instansi 1 instansi 1 instansi Dokumen 36 2.8.3. Program Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam Renstra Badan Perizinan Terpadu tahun 2009-2013, program dan kegiatan dikategorikan ke dalam program/kegiatan lokasilitas SKPD, program/kegiatan lintas SKPD, dan program/kegiatan kewilayahan dapat dilihat pada Gambar 15. a. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi Program ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga mampu menarik investor untu berinvestasi di Kabupaten Bogor serta mempertahankan investor yang sudah berinvestasi di Kabupaten Bogor. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagi berikut : 1) Koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman modal 2) Penyiapan kawasan investasi terpadu 3) Bimbingan teknis LKPM PMA/PMDN 4) Koordinasi pengendalian investasi PMA/PMDN 5) Monitoring, evaluasi dan pelaporan Surat Persetujuan (SP) penanaman modal 6) Penilaian PMA/PMDN 7) Koordinasi penanganan permasalahan PMA/PMDN di Kabupaten Bogor. b. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan 1) Penyusunan kebijakan teknis penanaman modal 2) Penyusunan kebijakan pelayanan penanaman modal 3) Penyusunan masterplan pengembangan penanaman modal c. Program peningkatan promosi dan kerjasama penanaman modal Program ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan intensitas promosi dan cakupan kerjasama investasi 1) Koordinasi dan kerjasama di bidang penanaman modal dengan instansi pemerintah, dunia usaha dan luar negeri. 2) Fasilitasi kerjasama penanaman modal 37 3) Penyelenggaraan eksebisi investasi 4) Penyelenggaraan pameran investasi 5) Promosi investasi melalui media elektronik d. Promosi peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi 1) Penyusunan sistem informasi penanaman modal dan perizinan 2) Pengelolaan data investasi dan perizinan 3) Updating potensi investasi dan perizinan e. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan 1) Evaluasi SOP pelayanan perizinan 2) Penyusunan naskah akademik produk hukum perizinan 3) Penyusunan naskah kajian penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu 4) Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) f. Program Pelayanan perizinan Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagai berikut : 1) Pelayanan perizinan usaha 2) Pelayanan Perizinan non usaha g. Program pengembangan pelayanan perizinan 1) Sosialisasi pelayanan keliling 2) Pelayanan perizinan keliling 3) Forum koordinasi pengelolaan perizinan 4) Penyusunan survey indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan 5) Penerapan ISO 6) Workshop manajemen strategi pelayanan perizinan h. Program pelayanan administrasi perkantoran 1) Penyediaan jasa surat menyurat perkantoran 2) Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik 3) Penyediaan jasa pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas/operasional 38 4) Penyediaan jasa kebersihan kantor 5) Penyediaan barang cetakan dan penggandaan i. Program peningkatan sarana dan prasarana perkantoran 1) Pembangunan dan pengembangan/renovasi gedung kantor 2) Pengadaan kendaraan dinas/operasional 3) Pengadaan peralatan kantor 4) Pengadaan perlengkapan kantor 5) Penyiapan sarana dan prasarana pelayanan perizinan j. Program peningkatan disiplin aparatur Pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu k. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur 1) Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang-undangan 2) Pembinaan mental dan rohani bagi aparatur 3) Peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM pelayanan investasi l. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan 1) Penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD 2) Penyusunan laporan keuangan semesteran 3) Penyusunan laporan akhir tahun dan keuangan 4) Penyusunan perencanaan anggaran 5) Penatausahaan keuangan SKPD 6) Penyusunan Renstra SKPD 7) Penyelenggaraan forum SKPD 8) Penyusunan Renja SKPD 9) Asistensi penatausahaan keuangan SKPD 39 Sumber : Renstra BPT Kabupaten Bogor, 2009 Gambar 15 Strategi Peningkatan Investasi di Kabupaten Bogor Rencana dan Strategi peningkatan investasi di kabupaten Bogor saat ini sudah banyak tercapai seperti pembuatan data peluang dan potensi investasi, pelayanan perizinan satu pintu, dan peningkatan perizinan menjadi ISO, hal ini disebabkan Renstra tersebut sudah berjalan selama 2 tahun sejak awal tahun 2009, sehingga perlu memasukan (insert) beberapa strategi atau kebijakan yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya tarik investasi di Kabupaten Bogor. 40 2.9. Kerangka Konseptual Bagi kaum klasik, pembentukan modal adalah pengeluaran yang akan mempertinggi jumlah barang-barang modal dalam masyarakat. Kalau kesanggupan itu bertambah, maka dengan sendirinya produksi dan pendapatan nasional akan bertambah tinggi dan pembangunan ekonomi akan tercipta (Sadono Sukirno, 2007) Persamaan dasar ekonomi makro sebagai berikut : Y = C + I + G + (X-M) Secara sederhana bisa kita lihat bahwa output daerah (PDRB) akan meningkat ketika terjadi peningkatan pada konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor bersih (X-M). Investasi swasta merupakan sumber petumbuhan output daerah yang relatif berkelanjutan karena mencakup aktivitas-aktivitas sektor swasta yang produktif (Widodo, 2006). Iklim investasi swasta yang baik akan mendorong tumbuhnya investor swasta yang produktif sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Hal ini akan menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dalam membangun iklim investasi yang baik yang perlu dilakukan adalah membangun hal-hal mendasar (Bank Dunia, 2005) yaitu : 1. Stabilitas dan kepastian hak 2. Peraturan dan perpajakan 3. Pendanaan dan infrastruktur 4. Para pekerja dan pasar tenaga kerja. Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi di Indonesia, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya tarik daerah terhadap investasi, yaitu: keamanan, budaya daerah, potensi ekonomi, keuangan daerah, infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peraturan daerah (KPPOD, 2005). Berdasarkan hubungan faktor-faktor tersebut di atas, maka kerangka pemikiran kajian tentang strategi peningkatan investasi swasta di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada gambar 16. 41 Gambar 16 Kerangka Konseptual Penelitian