Strategi peningkatan investasi swasta di

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DAN KERANGKA KONSEPTUAL
2.1. Definisi Investasi
Investasi merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses
pembangunan ekonomi. Investasi bahkan disebut sebagai kunci utama menuju
pembangunan ekonomi. Sekali proses ini berjalan, ia akan senantiasa
menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini berjalan melewati 3
tingkatan (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan
kemampuan untuk menabung;(2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk
menggalakan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang
dapat diinvestasi swastakan; (3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi
swasta dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukan modal juga
berarti pembentukan keahlian karena keahlian kerapkali berkembang sebagai
akibat pembetukan modal (Jhingan, 2007).
Investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang
modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan
digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain,
investasi
berarti
kegiatan
perbelanjaan
untuk
meningkatkan
kapasitas
memproduksi suatu perekonomian (Sukirno, 2006).
2.2. Peranan Investasi
2.2.1. Model Vicious Circle
Profesor Nurkse mengatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan (vicious
circle of poverty) pada pokoknya berasal dari fakta bahwa produktivitas total di
negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak
sempurna, dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran setan tersebut kalau dilihat
dari sudut permintaan adalah rendahnya tingkat pendapatan nyata yang menyebabkan
tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun
10 rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali menyebabkan modal kurang dan
produktivitas rendah (Gambar 6). Produktivitas rendah tercermin di dalam
pendapatan yang rendah. Pendapatan nyata rendah berarti tingkat tabungan juga
rendah.
Tingkat tabungan yang rendah menyebabkan tingkat investasi rendah dan
modal kurang. Kekurangan modal pada gilirannya bermuara pada produktivitas yang
rendah. Dengan demikian lingkatan setan itu lengkaplah pula kalau dilihat dari sudut
penawaran. Lingkaran ini dilukiskan di dalam Gambar 7, tingkat pendapatan rendah,
yang mencerminkan rendahnya investasi dan kurangnya modal merupakan ciri umum
kedua lingkaran tersebut (Jhingan, 2007).
Produktivitas Rendah
Kurang Modal
Produktivitas Rendah
Pendapatan Rendah
Investasi Rendah
Permintaan Rendah
Gambar 6 Vicious Circle Permintaan
Kurang Modal
Investasi Rendah
Pendapatan Rendah
Tabungan Rendah
Gambar 7 Vicious Circle Penawaran
2.2.2. Model Keynesian
Permintaan efektif menentukan keseimbangan pekerjaan dan pendapatan.
Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama
dengan penawaran agregat. Permintaan efektif terdiri atas permintaan konsumsi
dan permintaan investasi. Volume investasi tergantung pada efisiensi marginal
dari modal dan suku bunga. Efisiensi marginal modal merupakan tingkat hasil
yang diharapkan dari aktiva modal baru. Sedangkan suku bunga yang merupakan
faktor kedua dari investasi tergantung pada kuantitas. Naiknya kecenderungan
berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada pekerjaan tanpa kenaikan pada
investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan, dan karena
pendapatan meningkat, muncul permintaan yang lebih banyak atas barang
konsumsi yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada
11 pendapatan dan pekerjaan. Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi
menyebabkan kenaikan yang berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan
berkonsumsi. Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh
Keynes disebut multiplier K pengali.
Rumusnya adalah :
∆Y = K. ∆I dan 1 –
K
mewakili kecenderungan marginal
mengkonsumsi.
Jadi K =
MPC
2.2.3. Model Harrod-Domar
Harrod dan Domar memberikan peranan kunci kepada invetasi di dalam
proses perrtumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki
investasi. Pertama, ia menciptakan pendapatan, dan kedua, ia memperbesar
kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang
pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” dan yang kedua “dampak
penawaran” (Sukirno, 2007).
Domar membangun modelnya di sekitar pertanyaan ‘karena investasi di
satu pihak menghasilkan pendapatan dan di pihak lain menaikan kapasitas
produktif, maka pada laju berapakah investasi harus meningkat agar kenaikan
pendapatan sama dengan kenaikan di dalam kapasitas produktif, sehingga
pekerjaan penuh dapat dipertahankan?.
Domar menjawab pertanyaan ini dengan mempererat kaitan antara
penawaran agregat dengan permintaan agregat melalui investasi. Domar
menjelaskan sisi penawaran tersebut sebagai berikut jika I adalah laju investasi
tahunan dan s adalah kapasitas produksi tahunan per dolar modal yang baru
ditanam rata-rata (yang menggambarkan rasio kenaikan pendapatan nyata atau
output terhadap kenaikan modal output marginal). Jadi kapasitas produktif dolar I
yang diinvestasikan adalah I.s dollar per tahun.
Tetapi sebagian investasi baru akan mengorbankan investasi lama, karena
itu investasi baru akan bersaing dengan investasi lama di pasar tenaga buruh dan
faktor-faktor lain. Sehingga kenaikan output tahunan dari perekonomia akan
12 sedikit lebih kecil daripada I.s. hal ini dapat dinyatakan dengan Iσ, dimana σ
menggambarkan potensi netto produktivitas rata-rata soaial dari investasi (=∆Y/I).
Oleh karena itu Iσ lebih kecil dari I.s.
Sedangkan sisi permintaan dijelaskan dengan multiplier Keynesian.
Misalkan kenaikan rata-rata pendapatan kita nyatakan dengan ∆Y, dana kenaikan
dalam investasi dengan ∆I dan kecenderungan menabung dengan α (=∆ /∆Y).
Maka kenaikan pendapatan itu akan sama dengan multiplaktor (1/α) kali kenaikan
dalam investasi.
∆Y = ∆I
Untuk mempertahankan tingkat ekulibrium pendapatan pada pekerjaan
penuh, permintaan agregat harus sama dengan penawaran agregat, maka
persamaan dasar modelnya adalah :
∆I = Iσ
Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan I dan mengalikannya
dengan α akan didapatkan sebagai berikut :
∆I
I
= ασ
Persamaan ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan pekerjaan
penuh laju pertumbuhan investasi autonomous netto (∆I/I) harus sama dengan ασ
(MPS kali produktivitas modal). Inilah batas kecepatan laju investasi yang
diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang mantap pada pekerjaan penuh.
S,I
S
I + ∆I ∆I
I S0
0
Ys0 = Y0
Ys1
Sumber : Ekonomi Pembangunan, 2007
Gambar 8 Teori Investasi Harord Domar dalam Grafik
Y
13 Menurut Harord–Domar penananaman modal sebesar I menyebabkan
pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal bertambah sebesar ∆Ys
= ∆I. Di dalam Gambar 8 kenaikan tersebut berarti kenaikan kapasitas barangbarang modal dari Ys0 menjadi Ys1. Supaya kapasitas barang-barang modal yang
telah menjadi Ys1 tersebut sepenuhnya digunakan, penanaman modal dalam tahun
tersebut harus mencapai I + ∆I (Sukirno, 2007).
Dari ketiga teori tersebut diatas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa
peranan investasi sangat besar dalam mempengaruhi perekonomian suatu daerah,
dampak dari investasi tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut yaitu produktivitas
(sudut penawaran) tapi juga sisi permintaan yaitu menciptakan pendapatan bahkan
menciptakan lapangan kerja, sehingga bisa dikatakan juga bahwa investasi
mempunyai multiplier yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
2.3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi
2.3.1. Komisi Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi,
sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya tarik daerah
terhadap investasi lihat Gambar 9, yaitu : kelembagaan, keamanan politik sosial
dan budaya, potensi ekonomi daerah, tenaga kerja, dan infrastruktur (KPPOD,
2004).
1. Kelembagaan
Kelembagaan, mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsifungsi pemerintahan dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik,
kepastian dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam Keamanan
penelitian ini, faktor kelembagaan terbagi dalam 4 (empat) variabel, yaitu :
a. Kepastian Hukum
Yang dimaksud dengan kepastian hukum disini adalah adanya konsistensi
peraturan dan penegakan hukum di daerah. Konsistensi peraturan
ditunjukkan dengan adanya peraturan yang dapat dijadikan pedoman untuk
suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak terkesan setiap pergantian
14 pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan.
Sedangkan penegakan hukum dilihat dari kinerja aparat penegak hukum
dalam melakukan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan
peraturan tanpa membedakan subyek hukum. Termasuk dalam variabel
kepastian hukum adalah keberadaan pungutan liar diluar birokrasi yang
dapat terjadi baik di jalur distribusi maupun tempat produksi. Indikator lain
dalam variabel ini adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif. Bilamana
hubungan kedua unsur pemerintahan itu terjalin baik maka akan kondusif
bagi kepastian hukum dalam pengertian luas (dalam praktik dunia usaha,
aturan formal bisa terabaikan ketika terjadi perselisihan antar kedua unsur
pemerintahan tersebut yang berimbas ke dunia usaha).
b. Aparatur dan Pelayanan
Yang dimaksud dengan aparatur di sini adalah orang/pejabat atau pegawai
pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi administrasi pemerintah
daerah, yaitu menyediakan pelayanan publik, infrastruktur fisik, serta
merumuskan peraturan berupa aturan main dari aktivitas dunia usaha dan
investasi. Indikator aparatur pemda dalam pemeringkatan ini adalah
penggunaan wewenang aparat pemda dalam menjalankan peraturan.
Sedangkan dari sisi pelayanan yang diberikan aparatur pemda dilihat
kejelasan rantai birokrasi dalam hal pengurusan perizinan dan halhal lain
terkait dengan dunia usaha serta perilaku aparat pemda dalam melakukan
pelayanan.
c. Kebijakan Daerah / Peraturan Daerah
Pada prinsipnya peraturan/kebijakan daerah adalah kerangka acuan / aturan
main secara formal yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah daerah
dalam mengatur aktivitas dunia usaha dan investasi. Kebijakan Daerah
dapat berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah (SK
Bupati/Walikota) yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah,
prosedur pelayanan kepada masyarakat, perizinan, dan lain-lain. Perda yang
mengatur mengenai prosedur pelayanan terhadap dunia usaha/investasi yang
menarik para investor antara lain yang memberikan kemudahan dalam
15 birokrasi pelayanan usaha, konsistensi kebijakan, harmonisasi antar produk
hukum, tidak adanya hambatan-hambatan birokrasi dan sebagainya.
Peraturan yang memuat pungutan yang baik semestinya tidak hanya sekedar
ditujukan untuk peningkatan PAD tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip
ekonomi,
filosofi
pungutan
dan
dampak
terhadap
perekonomian
berkelanjutan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut merupakan distrorsi
bagi kegiatan usaha dan investasi. Distorsi dari pungutan tersebut bisa
terjadi pada harga komoditas, hambatan lalu lintas perdagangan antar
daerah, biaya produksi, ekonomi biaya tinggi akibat pungutan berganda atau
yang melampaui kewajaran, dan sebagainya.
d. Keuangan Daerah
Yang dimaksud Keuangan Daerah dalam penelitian ini adalah kebijakan,
strategi, dan teknik yang diterapkan oleh pemerintah daerah dalam upaya
untuk memperoleh dana, serta pembelanjaan atau pengalokasian dana-dana
tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan fungsi
atau
tugas
pemerintahan
yang
diemban
oleh
pemda
(pelayanan,
pembangunan, dan lain-lain). Kebijakan pemerintah daerah dalam menggali
dana dan mengelola dana yang telah mereka peroleh untuk peningkatan
perekonomian daerahnya tersebut tertuang dalam APBD. Variabel keuangan
daerah ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu struktur pungutan, dan
komitment pemda dalam pembangunan. Struktur pungutan digunakan untuk
melihat upaya pemerintah daerah dalam memperoleh dana yang berasal dari
pungutan yang dilakukan kepada masyarakat, seperti melalui pajak dan
retribusi daerah serta pungutan lainnya. Dalam penelitian ini dilihat rasio
antara retribusi terhadap pajak daerah, dengan asumsi bahwa rasio retribusi
yang lebih kecil dari pajak akan mendukung dunia usaha, karena pada
umumnya struktur pungutan dalam pajak relatif lebih jelas dibanding
pungutan dalam retribusi. Sementara struktur pembelanjaan APBD
digunakan untuk melihat komitmen pemerintah daerah dalam melakukan
pelayanan publik. Rasio anggaran pembangunan terhadap pengeluaran
daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang merupakan
16 indikasi komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan
infrastruktur fisik yang diperlukan untuk mendukung kegiatan usaha, dan
mendorong perekonomian daerah.
2. Keamanan, Sosial, Politik dan Budaya
Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak
atau akibat dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan
segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi
kehidupan politik dan keamanan dan sebagainya. Kelompok variabel ini
digunkan untuk mengukur seberapa kondusif aspek sosial, politik, keamanan,
dan budaya dalam mendukung perekonomian daerah dan daya tarik investasi
daerah.
a. Keamanan
Kondisi
keamanan
merupakan
situasi
keamanan
di
daerah
yang
mempengaruhi kegiatan usaha/investasi, yang dapat mendukung atau
menghambat aktivitas usaha/investasi dan jaminan keselamatan jiwa
maupun harta. Kondisi keamanan dapat diukur dari rasa aman dan tingkat
gangguan keamanan terhadap dunia usaha maupun terhadap lingkungan
masyarakat tempat usaha, serta kecepatan aparat dalam menanggulangi
gangguan keamanan.
b. Sosial Politik
Kondisi sosial politik adalah keadaan di daerah yang merupakan hasil relasi
antar pranata-pranata dalam satu sistem sosial di daerah, baik antar pranata
politik dan pemerintahan, antar pranata sosial di masyarakat, maupun antar
pranata formal dalam pemerintahan maupun antara elemen-elemen
masyarakat. Beberapa aspek yang membentuk kondisi sosial politik daerah
diantaranya adalah: keterbukaan birokrasi terhadap partisipasi dunia usaha
dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kepentingannya, konflik
sosial antar kelompok masyarakat, stabilitas politik, dan kegiatan unjuk
rasa.
17 c. Budaya Masyarakat
Budaya merupakan seperangkat ide atau gagasan yang dimiliki oleh
sekelompok orang dalam wilayah tertentu, yang mendasari atau mengilhami
perilaku atau tindakan orang, baik secara individu maupun kolektif dari
anggota kelompok tersebut. Yang diperlukan oleh investor yang akan masuk
ke suatu daerah adalah nilai-nilai budaya masyarakat yang terbuka terhadap
masuknya dunia usaha, adanya kondisi dimana masyarakat tidak antipati
terhadap
suatu
investasi
usaha.
Selain
keterbukaan,
perilaku
nondiskriminatif dari masyarakat setempat dengan perlakuan yang sama
kepada semua orang tanpa membedakan asal usul, ras, agama, gender dalam
kegiatan di setiap sektor. Etos kerja masyarakat, dalam pengertian kemauan
kerja keras, persaingan untuk berprestasi, jujur dan mau/mudah untuk
dibina; juga menjadi pertimbangan investor untuk membuka usaha di suatu
daerah. Bila masyarakat setempat mempunyai etos kerja yang baik maka
akan memudahkan investor dalam rekrutmen pekerja tanpa harus
mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah tersebut. Hal lain yang juga
dipertimbangkan oleh investor adalah adat istiadat, khususnya adat istiadat
masyarakat setempat yang tidak mengganggu produktivitas usaha.
3. Ekonomi Daerah
Merupakan
ukuran
kinerja
sistem
ekonomi
daerah
secara
makro.
Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel utama
makro ekonomi (seperti total outpu/ PDRB, tingkat harga, dan kesempatan
kerja) yang membentuk struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah
digunakan untuk mengukur daya dukung potensi ekonomi, (ketersediaan
sumber daya alam, dan lain-lain), serta struktur ekonomi terhadap kegiatan
usaha/investasi.
a. Potensi Ekonomi
Potensi ekonomi daerah : mencakup potensi fisik dan non fisik suatu
daerah/wilayah seperti penduduk/manusia, sumber daya alam, sumber daya
buatan dan sumber daya sosial. Faktor penduduk yang dianalisis dalam
kaitannya dengan daya tarik investasi daerah pertama adalah kemampuan
18 masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dilihat dari PDRB
perkapita. PDRB perkapita merupakan nilai PDRB atas dasar harga berlaku
dibagi jumlah penduduk di suatu daerah. Kedua, potensi ekonomi dilihat
dari laju pertumbuhan ekonomi, yaitu rata-rata pertumbuhan nilai PDRB
atas dasar harga konstan dari suatu periode/tahun terhadap periode/tahun
sebelumnya. Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan
sebagai identifikasi potensi ekonomi yang menggambarkan kemampuan
masyarakat setempat dalam cakupan yang luas.
b. Struktur Ekonomi
Nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu
daerah,
digunakan
untuk
melihat
struktur
ekonomi
daerah
yang
bersangkutan. Basis struktur perekonomian terlihat dari kontribusi sektorsektor ekonomi tertentu terhadap nilai bruto seluruh sektor yang ada di
daerah tersebut (nilai tambah sektoral). Berdasarkan kontribusi sektoral
tersebut dapat dilihat apakah struktur ekonomi daerah yang bersangkutan
berbasis sumber daya alam (primer), sudah terbiasa dalam kegiatan ekonomi
produktif dan industrialisasi (sekunder), dan pada perdagangan, jasa, dan
perbankan (tersier). Indikator-indikator struktur ekonomi tersebut penting
bagi investor untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang telah berkembang di
daerah yang bersangkutan.
4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja yang
merupakan sumber daya manusia adalah komponen utama dari pembangunan
karena pelaku utama pembangunan adalah manusia. Untuk melihat gambaran
tentang berapa besar nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang diberikan oleh
setiap pekerja pada suatu kegiatan ekonomi dapat dilihat dengan menghitung
produktivitas tenaga kerja. Beberapa hal yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhi daya tarik terhadap investasi
adalah :
19 a. Ketersediaan Tenaga Kerja
Untuk kegiatan investasi/usaha diperlukan adanya tenaga kerja yang cukup
tersedia,
baik
yang
belum
berpengalaman
maupun
yang
sudah
berpengalaman. Tenaga kerja tersebut dapat diperoleh dari daerah yang
bersangkutan atau dengan mendatangkan dari daerah lain. Ketersediaan
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan usaha dilihat dari rasio
jumlah penduduk usia produktif; rasio pencari kerja terhadap angkatan
kerja; maupun tenaga kerja dengan basis pendidikan minimal SLTP yang
sudah memiliki pengelaman kerja.
b. Biaya Tenaga Kerja
Yaitu tingkat kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai biaya
yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah atau gaji
untuk pekerjanya. Pedoman normatif
pengupahan yang ditetapkan
pemerintah UMP/UMK menjadi faktor penting bagi pengusaha dalam
mengkalkulasi bisnisnya. Selain panduan normatif yang ada, investor juga
membutuhkan ‘pasar ’ upah yang berlaku di daerah yang bersangkutan
berupa upah yang sebenarnya diterima oleh para pekerja yang mungkin bisa
lebih tinggi atau lebih rendah dari UMP/UMK; asumsinya semakin kecil
upah menjadi semakin menarik bagi investor.
c. Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan
yang dikaitkan dengan faktor
ekonomi. Secara makro hanya dapat
diperoleh produktivitas rata-rata pada sektorsektor ekonomi agregatif, bukan
besarnya produksi barang dan jasa tetapi besarnya pertumbuhan ekonomi
(PDRB). Produktivitas diukur berdasarkan besarnya PDRB di sektor
tertentu dibagi dengan jumlah pekerja di sektor tersebut. Metode ini banyak
kelemahan dan kurang akurat, namun demikian cara pengukuran seperti ini
masih
memadai
kesempatan kerja.
untuk
menunjukkan
kecenderungan
produktivitas
20 5. Infrastruktur Fisik
Yang dimaksud dengan infrastruktur fisik adalah berbagai instalasi dan
kemudahan dasar (terutama sistem transportasi, komunikasi, dan listrik), yang
diperlukan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan
kelancaran pergerakan orang, barang, dan jasa dari satu daerah ke daerah lain
atau ke negara lain dalam suatu kegiatan usaha. Faktor infrastruktur fisik untuk
penelitian ini dibagi menjadi dua variabel yaitu :
a. Ketersediaan Infrastruktur Fisik
Untuk kelancaran kegiatan usaha perlu didukung oleh ketersediaan
infrastruktur fisik seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara,
sarana komunikasi (telpon), dan sumber
energi (listrik).
b. Kualitas dan Akses terhadap Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran kegiatan
usaha. Untuk itu
infrastruktur yang tersedia juga harus berada dalam
kondisi baik. Kualitas infrastuktur selain memperlihatkan kondisi fisiknya
yang siap dan layak untuk digunakan, juga ditunjukkan dengan kemudahan
akses terhadap infrastruktur yang ada.
Sumber : KPPOD 2005 Gambar 9 Daya Tarik Investasi KPPOD
21 2.3.2. Bank Dunia
Dalam Laporan Pembangunan 2005, Bank Dunia lebih menekankan agar
pemerintah memperbaiki kinerjanya dalam membangun fondasi dasar dari suatu
iklim investasi yang baik melalui beberapa hal sebagai berikut (Gambar 10) :
1. Stabilitas dan kepastian hak
Iklim investasi yang baik membutuhkan stabilitas ekonomi makro yang
memadai sebelum kebijakan-kebijakan ekonomi mikro dapat memperoleh pijakan
yang cukup besar. Tingkat inflasi yang rendah, defisit anggaran yang
dipertahankan dan nilai tukar yang realistis kesemuanya merupakan hal-hal kunci.
Selain itu pemerintah juga harus fokus dengan memperkuat keamanan dari hakhak atas properti yaitu melakukan verifikasi hak-hak atas tanah dan bentuk
properti lainnya, memfasilitasi pelaksanaan kepatuhan terhadap kontrak atau
perjanjian, mengurangi tingkat kriminalitas, dan mengakhiri pengambilalihan
properti tanpa kompensasi.
2. Peraturan dan Perpajakan
Cara-cara pemerintah dalam mengatur dan menerapkan perpajakan
terhadap perusahaan-perusahaan dan transaksi-transaksi baik di dalam perbatasan
maupun pada garis perbatasannya memainkan suatu peran yang besar dalam
membentuk iklim investasi. Peraturan-peraturan yang baik ditujukan untuk
mengatasi kegagalan-kegagalan pasar yang menghambat investasi produktif dan
menyatukan kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat.
3. Pendanaan dan Infrastruktur
Pasar finasial apabila berfungsi dengan baik akan menghubungkan
perusahaan dengan para pemberi pinjaman dan investor yang bersedia mendanai
usaha-usaha mereka serta membagi sebagian dari resiko yang ada. Infrastruktur
yang baik akan menghubungkan perusahaan-perusahaan dengan para konsumen
dan pemasoknya serta membantu mereka untuk memanfaatkan teknik-teknik
produksi modern.
22 4. Para Pekerja dan Pasar Tenaga Kerja
Pemerintahan-pemerintahan di seluruh dunia memiliki tujuan yang sama
untuk dapat menyediakan pekerjaan yang lenih banyak dan lebih baik bagi
warganya. Pekerjaan adalah sumber utama pendapatan bagi masyarakat dan jalan
utama bagi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Merancang suatu
iklim investasi yang memberikan perusahaan-perusahaan kesempatan dan insentif
untuk berkembang adalah hal yang mendasar guna menjawab tantangan tersebut.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja
memainkan suatu peranan penting dalam upaya-upaya tersebut dengan
membantun menghubungkan masyarakat dengan pekerjaan.
Sumber : Laporan Pembangunan Bank Dunia 2005
Gambar 10 Faktor yang mempengaruhi iklim investasi
Secara subtansi baik penelitian KPPOD dan Bank Dunia tidak terdapat
perbedaaan yang signifikan, namun Bank Dunia lebih menekankan pada perlunya
perbaikan iklim investasi oleh suatu pemerintahan. Perbaikan iklim investasi itu
sendiri menurut Bank Dunia yang akan memicu datangnya investasi ke suatu
daerah. Jadi Bank Dunia menilai bahwa seluruh faktor perbaikan iklim investasi
menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara KPPOD menyoroti investasi
lebih detil lagi tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor non ekonomi.
23 2.4. Manajemen Strategis
Manajemen dirumuskan sebagai seni untuk menciptakan tujuan melalui
usaha-usaha orang lain. Fungsi pokok manajemen adalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan. Sesungguhnya berbagai kegiatan manusia
menghendaki berbagai bentuk manajemen. Semakin kompleks kegiatan manusia,
maka semakin kompleks jugalah tugas manajemen (Soesilo, 2002).
Menurut Einsiedel, strategi berasal dari kata latin strategia (kantor dari
Jenderal), dapat juga dinggap berasal dari kara Perancis strategos yang artinya
adalah seni memperalat atau mempekerjakan tindakan-tindakan atau “strategems”
menuju ke arah sebuah tujuan (Soesilo, 2002).
Henry Mintzberg dengan pendekatan yang baru mengatakan bahwa
strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus pengambilan keputusan atau
tindakan. Dalam hal ini Mintzberg membedakan antara strategi yang direncanakan
semula (deliberate strategy) yang mengutamakan kontrol dengan strategi yang
muncul kemudian (emergent strategy) yang merupakan suatu proses belajar.
Menurut Setiawan Hari Purnomo, manajemen strategis (Soesilo, 2002)
adalah :
• Merupakan proses
• Berkesinambungan
• Dapat dimodifikasi agar tujuan tercapai.
Perencanaan strategis model Menon et al. (1999) menjelaskan bahwa
pengembangan strategi merupakan proses interkatif yang dibangun dengan latar
belakang
organisasi
yang
memberikan
keunikan
suatu
strategi.
Pola
pengembangan strategi tercermin dari keluasan ruang gerak organisasional untuk
bereksperimen dengan budaya inovasi yang luas. Apapun corak organisasi yang
ada, beberapa prose baku telah dikembangkan sebagai prasyarat pengembangan
strategi harus berangkat dari adanya analisis siatuasi yang relevan dan
komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai sumber daya dan kapalitas
yang ada dalam organisasi, melalui sebuah proses integrasi lintas fungsi dan lintas
bidang yang dapat menghasilkan sinergi proses yang baikdidukung kesiaan
berkomitmen yang baik dan positif. Proses tersebut akan menghasilkan strategi
kreatif yang akan mempunyai potensi dalam peningkatan kerja (lihat Gambar 11).
24 Gambar 11 Proses Perencanaan Strategi
Manajemen
strategis
dapat
didefinisikan
sebagai
ilmu
tentang
perumusan, pelaksanaan, evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Sebagaimana tersirat dari definisi
tersebut, manajemen
strategis terfokus pada upaya memadukan manajamen,
pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan,
serta sistemn informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi (David,
2004).
Proses manajamen strategis terdiri dari tiga tahap (Gambar 12), yaitu
perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi. Perumusan
strategi mencakup kegiatan mengembangkan misi dan visi organisasi,
mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan
kelemhan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi,
membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi, dan memilih strategi
tertentu untuk digunakan.
Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan
menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan
mengalokasikan sumber daya sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan.
Sedangkan evaluasi
strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis,
dimana para manajer harus benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi
tertentu tidak dapat dilaksakan dengan baik (David, 2004).
25 Sumber : Manajemen Strategi, Fred David
Gambar 12 Proses Manajemen Strategi (David, 2004)
Proses perumusan strategi dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis,
yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Tahap akhir analisis
kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil. Keputusannya
didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif,
terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang
signifikan dengan kondisi yang ada. Kerangka kerja analisis perumusan strategi
tertera pada Gambar 13 (David, 2004) yaitu :
1. Tahap Masukan
Tahap masukan merupakan tahap yang membantu perencana strategi
menuliskan berbagai penilaian atau asumsi secara kuantitaif pada tahap awal
proses perumusan strategi. Membuat keputusan-keputusan kecil dalam matriks
masukan mengenai pentingnya faktor-faktor eksternal dan internal membantu
perencana strategi membuat dan mengevaluasi strategi-strategi alternatif secara
lebih efektif dengan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal, Matriks Evaluasi Faktor
26 Internal dan Matrik Kompetitif/Persaingan. Penilaian intuitif yang baik selalu
diperlukan dalam menentukan pembobotan dan pemeringkatan yang tepat.
Gambar 13 Kerangka Analisis Proses Perumusan Strategi
2. Tahap Pencocokan
Strategi kadang-kadang didefinisikan sebagai upaya memadukan sumber daya
dan keterampilan internal dengan peluang dan risiko yang diciptakan oleh
faktor-faktor eksternal. Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi
dapat menggunakan matriks (IE), Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks
BCG, Matriks Grand Strategy. Perangkat-perangkat
ini tergantung pada
informasi yang diperoleh dari tahap masukan untuk mencocokan peluang dan
ancaman eksternal
dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokan
faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal merupakan kunci untuk
membuat strateggi alternatif yang dapat dijalankan.
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai IFE yang diberi
bobot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu y.
3. Tahap Keputusan
Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya
ada satu teknik analitis dalam literature yang dirancang untuk menetapkan daya
tarik relatif dari tindakan alternative yang dapat dijalankan. Teknik tersebut
adalah Quantitative Strategy Planning Matrix (QSPM) yang merupakan tahap
keputusan dari kerangka analisis perumusan strategi. Teknik tersebut secara
27 objektif
menunjukkan
strategi alternative
yang
paling
baik.
QSPM
menggunakan masukan dari analisis Tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari
analisis Tahap 2 untuk memutuskan secara objektif strategi alternatif yang
dapat dijalankan.
QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategis dapat menilai secara
objektif strategi alternative yang dapat dijalankan, didasarkan atas faktor-faktor
keberhasilan kritis eksternal dan internal yang telah dikenali terlebih dahulu.
Sebagaimana alat-alat analitis perumusan strategi yang lain, QSPM juga
memerlukan penilaian intuitif yang baik.
Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relative dari berbagai strategi
yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis
eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif
dari masing masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif
dari masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap
jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap
jumlah dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu, tetapi hanya strategistrategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relative terhadap satu sama
lain. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan QSPM
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM
Langkah 1.
Langkah 2.
Langkah 3.
Membuat daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan
kekuatan/kelemahan internal kunci dari organisasi di
kolom kirin QSPM. Informasi tersebut harus diambil
langsung dari matriks EFE dan matriks IFE. Paling tidak
sepuluh faktor keberhasilan eksternal dan sepuluh faktor
keberhasilan internal harus dicakupkan dalam QSPM
Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal
kunci. Bobot tersebut sama denganyang ada di Matriks EFE
dan Matriks IFE. Bobot tersebut disajikan pada kolom sebelah
kanan kolom faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan
internal.
Memeriksa matriks-matriks pencocokan di Tahap 2, dan
mengenali strategi-strategi alternatif yang harus
dipertimbangkan organisasi untuk diterapkan. Tulislah
strategi-strategi tersebut pada baris atas QSPM.
Kelompokanlah strategi-strategi tersebut dalam rangkaian
yang saling ekslusif jika mungkin.
28 Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM (Lanjutan)
Langkah 4
Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan
sebagai angka yang menunjukan daya tarik relative masingmasing strategi pada suatu rangkaian alternative tertentu. Nilai
Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing
faktor eksternal atau internal satu per satu, sambil mengajukan
pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi
yang dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah
ya, maka strategi tersebut harus dibandingakan secara relatif
dengan faktor kunci. Khususnya nilai daya tarik harus
diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukan
daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain, dengan
memp[ertimbangkan faktor tertentu. Cakupan nilai daya tarik
adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar
menarik, dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas
pertanyaan tersebut tidak, hal tersebut menunjukan bahwa
masing-masing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas
pilihan khusus yang dibuat.
Sumber : Fred David, 2004
2.5. Stakeholder Theory
Stakeholder (pemangku kepentingan) secara sederhana dapat dijelaskan
sebagai orang atau organisasi dengan sebuah kepentingan atau keterlibatan pada
sesuatu dan hal ini mungkin berhubungan dengan urusan bisnis (seperti pemegang
saham, konsumen, atau pekerja), sebuah organisasi (pemerintah daerah,
pemerintah pusat atau pemerintah pederal) atau gabungan aktivitas yang
berhubungan dengan sebuah lokasi dari kepentingan yang spesifik (berperahu di
danau, main ski di gunung, jalan kaki atau bersepeda di taman). Pemangku
kepentingan mempunyai kepentingan tentang sukses atau berjalannya sesuatu.
Meskipun hal ini memberikan deskripsi yang lengkap bagi kelompok pemangku
kepentingan yang tidak teridentifikasi siapa mereka (Tomsett, 2009).
29 Sumber : Tomsett, 2009
Gambar 14 Stakeholder Menurut Tomsett
2.6. Teori Analytical Hierarchy Process
Berdasarkan pendekatan AHP, yang menjadi narasumber untuk
melakukan pembobotan adalah seorang ahli (expert). Yang dimaksud dengan
expert disini tidak harus seseorang yang pakar pada satu bidang keilmuan tertentu,
melainkan orang yang tahu betul akan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam
konteks pemeringkatan daya saing investasi daerah, expert yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah orang-orang yang paham benar mengenai seluk beluk
kegiatan investasi, dan sering terlibat atau berpengalaman dalam melakukan
kegiatan investasi. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pendapat
mengenai pertimbangan-pertimbangan yang melandasi seorang investor mau
menanamkan modalnya di suatu daerah. Untuk itu, pemerintah daerah, DPRD Tk
II pada komisi B, pengusaha, dan peneliti pada Litbang APINDO merupakan
orang yang tepat untuk dijadikan responden dalam menentukan bobot pengaruh
faktor dan variabel yang digunakan untuk pemeringkatan daya saing investasi
daerah. Jumlah
responden menjadi tidak penting dalam menentukan bobot
(KPPOD, 2005). Yang lebih penting adalah kualitas atau pengetahuan responden
30 akan permasalahan yang dimaksud. Untuk itu, pengambilan sampel responden
dilakukan secara purposif.
Prinsip metode AHP digunakan untuk memberikan bobot tiap faktor dan
variabel dengan perbandingan antar faktor dan variabel satu dengan lainnya.
Bobot yang lebih besar dari suatu faktor atau variabel menunjukkan suatu faktor
atau variabel tertentu mengandung nilai lebih penting dibandingkan faktor atau
variabel lainnya dalam menentukan tingkat kepentingan investasi suatu daerah.
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode yang digunakan
untuk mengambil keputusan yang kompleks dengan menggunakan pendekatan
matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Metode ini dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty pada tahun 1970. Beberapa keunggulan dari AHP antara lain: 1)
melibatkan persepsi seorang ahli yang mengerti persoalan sebagai bahan
masukan; 2) mampu memecahkan masalah yang memiliki banyak tujuan (multi
objectives) dan banyak kriteria (multi criterias); 3) mampu memecahkan
persoalan yang kompeks dan tidak terkerangka akibat dari data yang minim.
Adapun kelemahan AHP yang sebenarnya juga dapat berarti kelebihan adalah
bahwa metode penyelesaian sederhana sehingga bagi beberapa orang sering
dianggap kurang meyakinkan (Permadi, 1992).
Menurut Saaty (1991), ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan
dengan analisis logis eksplisit, yaitu:
1. Prinsip menyusun hirarki
Pada bagian ini mencakup pertimbangan-pertimbangan ataupun langkahlangkah menuju suatu keputusan yang akan diambil. Sasaran utama yang
merupakan suatu tujuan, disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen
pokoknya, dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi, dan
seterusnya secara hirarki. Sehingga persoalan yang sangat kompleks dipecah
menjadi bagian-bagiannya sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
2. Prinsip menetapkan prioritas
Untuk menetapkan prioritas perlu dilakukan perbandingan antara satu aspek
dengan aspek yang lainnya, sehingga dapat ditentukan peringkat elemenelemen menurut relatif pentingnya.
31 3. Prinsip konsistensi logis
Pada prinsip ini harus konsisten terhadap pilihan yang telah diputuskan, dan
elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten
dengan kriteria yang logis. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10
persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki.
2.7. Hasil kajian Terdahulu
Kuncoro dan Rahajeng (2005) melakukan kajian mengenai “Daya Tarik
Investasi dan Pungli di Yogyakarta”. Dalam kajian itu dinyatakan bahwa ada
perbedaan antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di Daerah
Istimewa Yogyakarta
dengan peringkat bobot faktor penentu investasi yang
dilakukan oleh KKPOD pada tahun 2003 untuk 200 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Menurut KPPOD faktor yang memiliki bobot terbesar adalah faktor
Kelembagaan, diikuti oleh faktor Sosial Politik, Ekonomi Daerah. Kemudian
faktor Tenaga Kerja dan faktor Infrastruktur Fisik yang memiliki bobot sama.
Faktor-faktor di atas dibedakan menjadi faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
Faktor ekonomi terdiri dari faktor Ekonomi Daerah dan faktor Tenaga Kerja,
sedangkan faktor nonekonomi meliputi faktor Kelembagaan, Infrastruktur Fisik
dan Sosial Politik. Jadi menurut persepsi pelaku usaha di DIY daya tarik investasi
di DIY relatif lebih dipengaruhi oleh faktor nonekonominya terutama
Kelembagaan, Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik, dibandingkan dengan faktor
ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga Kerja. Menurut persepsi pelaku
usaha di DIY, faktor ekonomi cenderung lebih “controllable” dibandingkan
dengan faktor nonekonomi. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor
Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/
kegiatan berusaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor Infrastruktur Fisik, yang
ketiga adalah faktor Sosial Politik. Berikutnya adalah faktor Ekonomi Daerah dan
yang terakhir adalah faktor Tenaga Kerja.
Komadin (2008) melakukan kajian mengenai “Strategi Peningkatan
Investasi di Kabupaten Indramayu”. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa
Kabupaten Indramayu mengalami penurunan investasi. Data perkembangan
realisasi investasi swasta selama periode tahun 2000-2005 sebanyak 14 proyek
32 dengan nilai investasi sebesar Rp 301 juta, meliputi PMDN sebanyak 4 proyek
dengan nilai investasi Rp 125,5 milyar PMA sebanyak 9 proyek dengan nilai
investasi USD 20,5 juta dan Non PMA/PMDN 1 proyek dengan nilai investasi
Rp 50 milyar. Penurunan ini terlihat dari grafik turun naiknya jumlah investasi
setiap tahun dan nilai proyek yang menurun. Selanjutnya investor lebih fokus
pada industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian dan belum pada sektorsektor lainnya. Selain itu hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan
bahwa prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing
investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu potensi ekonomi (0,351),
zona dan kluster industri (0,246), dukungan birokrasi (0,164), jumlah tenaga kerja
(0,104), letak strategis dan luas wilayah (0,076), dan budaya daerah (0,060).
Prioritas elemen faktor kelemahan yang paling mempengaruhi daya saing
investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu kualitas infrastruktur
rendah (0,378), kualitas SDM yang rendah (0,252), kurangnya promosi (0,160),
pemekaran Kabupaten Indramayu (0,115), dan perda yang bermasalah (0,115).
Prioritas elemen faktor peluang yang paling mempengaruhi daya saing investasi
Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu pengembangan transportasi darat
Jakarta – Cirebon (0,498), pembangunan Pelabuhan Samudera Cirebon (0,367),
dan pembangunan Bendungan Jatigede Sumedang (0,135). Prioritas elemen faktor
ancaman yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu
secara berurutan yaitu adanya Persaingan dengan daerah lain (0,443), rendahnya
dukungan perbankan (0,387), dan lambatnya penerbitan SPM (0,169).
Sri Suneki (2006) melakukan kajian tentang “Determinan Investasi
Swasta di Jawa Tengah”. Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa faktor yang
mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa tengah adalah variabel PDRB,
Angkatan kerja, dan Infrastruktur yang berpengaruh positif dan signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun tingkat suku bunga internasional
(LIBOR) berpengaruh dengan arah negatif secara bersama-sama variabel tersebut
mampu menjelaskan 61,07 persen variasi variabel PMA. Dari keempat variabel yang
diteliti dalam PMDN maupun PMA, variabel angkatan kerja merupakan variabel
yang berpengaruh dominan, oleh karena itu diperlukan langkah dan strategi untuk
menarik minat investasi di Jawa Tengah dengan cara meningkatkan kualitas angkatan
kerja melalui pendidikan, kecakapan dan ketrampilan yang memadai.
33 Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah
pertama kajian ini selain mengukur tingkat pengaruh faktor yang mempengaruhi
investasi swasta, juga melihat pelaku yang paling mempengaruhi investasi di
Kabupaten Bogor. Kedua, dalam penelitian ini juga disampaikan strategi yang perlu
dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam kerangka peningkatan investasi dari
beberapa faktor yang dapat dibedakan dengan faktor ekonomi dan non ekonomi.
Ketiga, kajian ini juga menggunakan alat analisis AHP. Dengan AHP ini tingkat
faktor-faktor pada berbagai level diuji konsistensinya.
2.8. Kebijakan Investasi Existing di Kabupaten Bogor
2.8.1. Visi dan Misi
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bogor tahun 2009-2013, Visi Kabupaten Bogor adalah Terwujudnya
masyarakat Kabupaten Bogor yang bertakwa, berdaya, dan berbudaya menuju
sejahtera.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Daerah No. 7 tahun
2009 tersebut dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta masukan-masukan
dari stakeholders, maka Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menetapkan
Visi sebagai berikut “terwujudnya pelayanan prima untuk menjamin iklim
penanaman modal yang kondusif dan berdaya saing”.
Makna visi adalah sebagai berikut :
Pelayanan Prima adalah pelayanan yang dijalankan secara profesional
berdasarkan kepada Standar Operasional Pelayanan (SOP) dan Standar Pelayanan
Minimal (SPM).
Iklim Penanaman Modal adalah kondisi internal maupun eksternal yang
mempengaruhi kegiatan penanaman modal.
Kondusif adalah kondisi yang memungkinkan pelaku usaha menjalankan
usahanya dengan nyaman dan aman.
Berdaya saing adalah pelaku usaha yang mandiri, tenaga kerja yang memiliki
keterampilan dan menghasilkan produk unggulan.
34 2.8.2. Sasaran Strategis
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan yaitu sesuatu yang akan
dicapai atau dihasilkan oleh lembaga dalam jangka waktu tahunan, semesteran,
triwulanan, dan bulanan. Sasaran menggambarkan hal yang ingin dicapai melalui
tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Sasaran
memberikan fokus pada penyusunan kegiatan sehingga bersifat spesifik, terinci,
dapat dicapai, dan diupayakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur.
Sasaran-sasaran strategis Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
adalah sesuatu dasar di dalam penilaian dan pemantauan kinerja sehingga
merupakan alat pemicu bagi organisasi akan sesuatu yang harus dicapai, dan
untuk itulah Badan Perizinan Terpadu Kabupatein Bogor telah merumuskan
sasaran strategis berikut indikator keberhasilannya.
Misi Pertama :
Meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor
Tabel 3 Sasaran Strategis Misi Pertama
No
1
2.
Sasaran Strategis
Meningkatnya
pertumbuhan investasi
Meningkatnya
PMA/PMDN
melaporkan
usahanya
Indikator Kinerja
1. Jumlah PMA
2. Jumlah PMDN
3. Nilai
realisasi
investasi PMA
4. Nilai
realisasi
investasi
kesadaran Jumlah LKPM yang
dalam dilaporkan pengusaha
kegiatan kepada
Pemda
Kabupaten Bogor
Satuan
Perusahaan
Perusahaan
Rp. Trilyun
Rp. Trilyun
buah
Misi Kedua :
1. Meningkatkan kerjasama investasi dengan dunia usaha, antar daerah dan luar
negeri
2. Meningkatkan kualitas data, informasi dan promosi investasi
35 Tabel 4 Sasaran Strategis Misi Kedua
No
1
Sasaran Strategis
Meningkatnya kerjasama
investasi
Indikator Kinerja
Satuan
1. Dokumen kerjasma Dokumen
dengan
asosiasi
pengusaha
2. Dokumen kerjasama Dokumen
dengan luar negeri
2.
Meningkatnya
kualitas 1. Promosi
yang Kali
data, informasi dan promosi
diikuti
2. Sistem informasi
Aplikasi
Misi Ketiga :
1. Meningkatkan kepastian hukum perizinan
2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan
Tabel 5 Sasaran Strategis Misi Ketiga
No.
1.
2.
Sasaran Strategis
Terjaminnya
kepastian
hukum atas dokumen izin
yang diterbitkan
Indikator Kinerja
Satuan
1. Jenis perizinan yang Jenis
ditangani
2. Dokumen kebijakan Dokumen
Meningkatnya kualitas dan 1. Jenis perizinan yang Jenis
profesionalisme pelayanan
ditangani
perizinan
2. Tingkat
kepuasan Persen
masyarakat terhadap
pelayanan perizinan
3. Jangkauan pelayanan wilayah
Misi Keempat:
Meningkatkan pelayanan administrasi dan kerumahtanggaan institusi
Tabel 6 Sasaran Strategis Misi Keempat
No.
1.
2.
3.
4.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatnya pelayanan 1. Kelancaran
administrasi perkantoran
operasional BPT
2. Wawasan
SDM
aparatur BPT
Meningkatnya
sarana Meningkatnya kinerja
prasarana kantor
BPT
Meningkatnya
disiplin Tingkat kehadiran dan
pegawai BPT
kinerja pegawai
Meningkatnya akuntabilitas Dokumen perencanaan
kinerja badan
dan keuangan yang
disusun
Satuan
1 instansi
1 instansi
1 instansi
1 instansi
Dokumen
36 2.8.3. Program
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
Dalam Renstra Badan Perizinan Terpadu tahun 2009-2013, program dan
kegiatan
dikategorikan
ke
dalam
program/kegiatan
lokasilitas
SKPD,
program/kegiatan lintas SKPD, dan program/kegiatan kewilayahan dapat dilihat
pada Gambar 15.
a. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi
Program ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif
sehingga mampu menarik investor untu berinvestasi di Kabupaten Bogor serta
mempertahankan investor yang sudah berinvestasi di Kabupaten Bogor.
Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagi berikut :
1) Koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman modal
2) Penyiapan kawasan investasi terpadu
3) Bimbingan teknis LKPM PMA/PMDN
4) Koordinasi pengendalian investasi PMA/PMDN
5) Monitoring, evaluasi dan pelaporan Surat Persetujuan (SP) penanaman
modal
6) Penilaian PMA/PMDN
7) Koordinasi penanganan permasalahan PMA/PMDN di Kabupaten Bogor.
b. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan
1) Penyusunan kebijakan teknis penanaman modal
2) Penyusunan kebijakan pelayanan penanaman modal
3) Penyusunan masterplan pengembangan penanaman modal
c. Program peningkatan promosi dan kerjasama penanaman modal
Program ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan intensitas promosi dan
cakupan kerjasama investasi
1) Koordinasi dan kerjasama di bidang penanaman modal dengan instansi
pemerintah, dunia usaha dan luar negeri.
2) Fasilitasi kerjasama penanaman modal
37 3) Penyelenggaraan eksebisi investasi
4) Penyelenggaraan pameran investasi
5) Promosi investasi melalui media elektronik
d. Promosi peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi
1) Penyusunan sistem informasi penanaman modal dan perizinan
2) Pengelolaan data investasi dan perizinan
3) Updating potensi investasi dan perizinan
e. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan
1) Evaluasi SOP pelayanan perizinan
2) Penyusunan naskah akademik produk hukum perizinan
3) Penyusunan naskah kajian penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu
4) Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
f. Program Pelayanan perizinan
Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan perizinan terpadu satu
pintu di Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor.
Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagai berikut :
1) Pelayanan perizinan usaha
2) Pelayanan Perizinan non usaha
g. Program pengembangan pelayanan perizinan
1) Sosialisasi pelayanan keliling
2) Pelayanan perizinan keliling
3) Forum koordinasi pengelolaan perizinan
4) Penyusunan survey indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
perizinan
5) Penerapan ISO
6) Workshop manajemen strategi pelayanan perizinan
h. Program pelayanan administrasi perkantoran
1) Penyediaan jasa surat menyurat perkantoran
2) Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik
3) Penyediaan jasa pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas/operasional
38 4) Penyediaan jasa kebersihan kantor
5) Penyediaan barang cetakan dan penggandaan
i. Program peningkatan sarana dan prasarana perkantoran
1) Pembangunan dan pengembangan/renovasi gedung kantor
2) Pengadaan kendaraan dinas/operasional
3) Pengadaan peralatan kantor
4) Pengadaan perlengkapan kantor
5) Penyiapan sarana dan prasarana pelayanan perizinan
j. Program peningkatan disiplin aparatur
Pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu
k. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur
1) Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang-undangan
2) Pembinaan mental dan rohani bagi aparatur
3) Peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM pelayanan investasi
l. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan
keuangan
1) Penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD
2) Penyusunan laporan keuangan semesteran
3) Penyusunan laporan akhir tahun dan keuangan
4) Penyusunan perencanaan anggaran
5) Penatausahaan keuangan SKPD
6) Penyusunan Renstra SKPD
7) Penyelenggaraan forum SKPD
8) Penyusunan Renja SKPD
9) Asistensi penatausahaan keuangan SKPD
39 Sumber : Renstra BPT Kabupaten Bogor, 2009
Gambar 15 Strategi Peningkatan Investasi di Kabupaten Bogor
Rencana dan Strategi peningkatan investasi di kabupaten Bogor saat ini
sudah banyak tercapai seperti pembuatan data peluang dan potensi investasi,
pelayanan perizinan satu pintu, dan peningkatan perizinan menjadi ISO, hal ini
disebabkan Renstra tersebut sudah berjalan selama 2 tahun sejak awal tahun 2009,
sehingga perlu memasukan (insert) beberapa strategi atau kebijakan yang sangat
diperlukan dalam meningkatkan daya tarik investasi di Kabupaten Bogor.
40 2.9. Kerangka Konseptual
Bagi kaum klasik, pembentukan modal adalah pengeluaran yang akan
mempertinggi
jumlah
barang-barang
modal
dalam
masyarakat.
Kalau
kesanggupan itu bertambah, maka dengan sendirinya produksi dan pendapatan
nasional akan bertambah tinggi dan pembangunan ekonomi akan tercipta (Sadono
Sukirno, 2007)
Persamaan dasar ekonomi makro sebagai berikut :
Y = C + I + G + (X-M)
Secara sederhana bisa kita lihat bahwa output daerah (PDRB) akan
meningkat ketika terjadi peningkatan pada konsumsi (C), investasi (I),
pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor bersih (X-M). Investasi swasta
merupakan sumber petumbuhan output daerah yang relatif berkelanjutan karena
mencakup aktivitas-aktivitas sektor swasta yang produktif (Widodo, 2006).
Iklim investasi swasta yang baik akan mendorong tumbuhnya investor
swasta yang produktif sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi
kemiskinan. Hal ini akan menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat. Dalam membangun iklim investasi yang baik yang perlu dilakukan
adalah membangun hal-hal mendasar (Bank Dunia, 2005) yaitu :
1. Stabilitas dan kepastian hak
2. Peraturan dan perpajakan
3. Pendanaan dan infrastruktur
4. Para pekerja dan pasar tenaga kerja.
Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi di
Indonesia, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya
tarik daerah terhadap investasi, yaitu: keamanan, budaya daerah, potensi ekonomi,
keuangan daerah, infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peraturan daerah
(KPPOD, 2005).
Berdasarkan hubungan faktor-faktor tersebut di atas, maka kerangka
pemikiran kajian tentang strategi peningkatan investasi swasta di Kabupaten
Bogor dapat dilihat pada gambar 16.
41 Gambar 16 Kerangka Konseptual Penelitian
Download