1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument. Langkah awal perkembangan transaksi saham syariah pada pasar modal Indonesia tercatat dengan hadirnya Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII) pada bulan Juli tahun 2000. Jakarta islamic Index (JII) sendiri merupakan kelompok saham yang memenuhi kriteria investasi syariah Islam dalam pasar modal Indonesia. Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30 saham merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar. Walaupun masih terbilang baru dalam industri pasar modal Indonesia, namun sampai pada tahun 2016 kemarin kinerja Jakarta Islamic 2 Index cukup menjanjikan, hal tersebut dapat diterlihat dari pergerakan indeks saham syariah dan juga pertumbuhan kapitalisasi pasar JII yang pada kurun waktu 3 tahun terakhir cenderung terus mengalami peningkatan. Berikut pergerakan Harga Saham JII periode tahun 2014 - 2016 disajikan sebagaimana pada gambar berikut ini : Gambar 1.1 Pergerakan Harga Saham JII 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 Harga Saham Sumber: Data sekunder yang diolah, 2017. Dilihat dari gambar diatas, harga saham JII mengalami kenaikkan dan penurunan selama periode tahun 2014 – 2016, harga terendah terjadi pada harga 556,09 di bulan September 2019 yang merupakan titik terendah selama periode tersebut. Sedangkan harga tertinggi berada pada harga 746,87 di Bulan Agustus 2016. Seiring dengan meningkatnya indeks yang ditunjukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII). Walaupun tidak sebesar pada Indeks Harga Saham 3 Gabungan (IHSG) tetapi kenaikan secara prosentase indek pada JII lebih besar dari IHSG. Hal ini dikarenakan adanya konsep halal, berkah dan bertambah pada pasar modal syariah yang memperdagangkan saham syariah. Pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi Islam. Kenaikan ataupun penurunan harga saham tersebut faktor internal dan eksternal perusahaan, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan merupakan faktor fundamental yang sering dijadikan acuan dalam mengambil keputusan investasi, faktor ekonomi makro merupakan faktor yang paling banyak mendapatkan perhatian dari para pelaku pasar modal, seperti perubahan nilai Kurs USD/Rupiah, Inflasi, Suku Bunga SBI (BI Rate), Jumlah Uang Beredar (JUB), Harga minyak Mentah, Harga Emas dan sebagainya. Pentingnya perhatian terhadap kondisi ekonomi makro, pasar modal syariah Indonesia yang kinerjanya tercermin pada indeks harga saham JII pun tidak bisa menampik akan hadirnya faktor- faktor tersebut. Sebagaimana diketahui, variabel-variabel ekonomi makro seperti inflasi, nilai tukar uang Rupiah terhadap US Dollar, tingkat suku bunga SBI sampai pada harga emas terus senantiasa berfluktuasi di setiap periodenya sehingga terindikasi berpengaruh terhadap kegiatan investasi di pasar modal. Tinggi rendahnya inflasi berpengaruh pada kegiatan investasi di pasar modal. Apabila inflasi naik, akan berdampak pada naikknya harga bahan baku 4 yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunya daya saing terhadap produk barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, hal ini akan berdampak pada menurunya prospek perusahaan dan akan berdampak buruk pada harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Selain itu, meningkatnya inflasi akan menaikan biaya perusahaan yang mengakibatkan menurunya profitabilitas perusahaan-perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI yang pada akhirnya akan memperkecil deviden yang diterima para pemegang saha, yang selanjutnya akan mengurangi minat masyarakat (investor) untuk berinvestasi di pasar modal. Dengan demikian, inflasi memberikan pengaruh negatif terhadap investasi di pasar modal (Mulyani, 2014). Sementara itu, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi pergerakan indeks saham di pasar modal Indonesia. Kestabilan pergerakan nilai kurs menjadi sangat penting, terlebih bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan ekspor impor yang tidak dapat terlepas dari penggunaan mata uang asing yaitu dollar Amerika Serikat sebagai alat transaksi atau mata uang yang sering digunakan dalam perdagangan. Fluktuasi nilai kurs yang tidak terkendali dapat mempengaruhi kinerja perusahaanperusahaan yang terdaftar di pasar modal. Pada saat nilai rupiah terdespresiasi dengan dollar Amerika Serikat, harga barang-barang impor menjadi lebih mahal, khususnya bagi perusahaan yang sebagaian besar bahan bakunya menggunakan produk-produk impor. Peningkatan bahan-bahan impor tersebut secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi dan pada akhirnya 5 terindikasi berpengaruh pada penurunan tingkat keuntungan perusahaan, sehingga hal ini akan berdampak pula pada pergerakan harga saham perusahaan yang kemudian memacu melemahnya pergerakan indeks harga saham (Ananto, 2012). Faktor ekonomi lainya yang secara empiris terbukti memiliki pengaruh terhadap perkembangan perekonomian di beberapa negara adalah tingkat suku bunga. Penurunan tingkat suku bunga SBI akan diikuti penurunan tingkat suku bunga komersial yang berlaku di pasar. Rendahnya tingkat suku bunga komersial tentu tidak menguntungkan untuk menyimpan uang di bank. Seseorang akan lebih tertarik membeli saham dengan tingkat pengembalian (rate of return) lebih tinggi daripada menyimpan uangnya dalam deposito. Pada saat kondisi perekonomian normal, penurunan tingkat suku bungan komersial juga mendorong dunia usaha untuk melakukan investasi. Maraknya investasi di sektor riil ini berdampak pada pergerakan pasar modal. Oleh sebab itu, penurunan tingkat suku bunga berdampak pada kenaikan harga saham, maupun pada Indeks JII. Tetapi ketika kondisi perekonomian mengalami krisis, maka jaminan keamanan investasi seperti deposito dirasa lebih aman bagi investor (Nazwar, 2008). Investasi dalam bentuk emas dipercaya sebagai salah satu komoditi yang menguntungkan disebabkan selain harganya yang cenderung mengalami peningkatan, emas juga merupakan bentuk investasi yang sangat liquid, karena dapat diterima di wilayah atau di negara mana pun. Ketika potensi imbalan 6 (return) berinvestasi dalam saham atau obligasi tidak lagi menarik dan dianggap tidak mampu mengompensasi risiko yang ada, maka investor akan mengalihkan dananya ke dalam aset riil seperti logam mulia atau properti yang dianggap lebih layak dan aman (Prima, 2013). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat perbedaan mengenai variabel-variabel independen yang dipilih dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Berikut adalah ringkasan hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham : Tabel 1.1 Research Gap No Peneliti Independen Tahun Dependen Inflasi SBI Kurs Emas Minyak PDB Growth JUB TB TB B - TB - - B B B B - - B - - B - B TB B - - - 1 Miftahul Aniq 2015 2 Neni mulyani 2014 3 Septian Prima 2013 4 Bagus Ananto 2012 TB B B - - - - - 5 Chairul Nazwar 2008 - B - - - - B - Harga Saham JII Sumber : Disarikan dari berbagai jurnal. Keterangan: B : Berpengaruh TB : Tidak Berpengaruh Beberapa peneliti terdahulu meniliti tentang analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks saham JII yang mana menunjukkan fenomena hasil yang berbeda, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Mulyani (2014) menunjukkan 7 bahwa Inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks JII, hal ini berbeda dengan Prima (2013) yang menunjukkan pengaruh negatif terhadap Indeks JII. Dalam Ananto (2012) meneliti bahwa Suku Bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks JII, sedangkan Aniq (2015) menyatakan jika Suku Bunga SBI tidak memberikan pengaruh apapun terhadap Indeks JII. Kemudian hasil penelitian Prima (2013) juga menyebutkan bahwa Harga Emas Dunia tidak berpengaruh terhadap Indeks JII. Mengingat terhadap hasil yang berbeda dari pergerakan Indeks JII dan faktor yang mempengaruhi di setiap periodenya, maka dalam penelitian ini variabel makro yang akan digunakan adalah Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas. Sementara data yang digunakan adalah Indeks JII di industri keuangan, hal ini disebabkan karena saham-saham yang masuk dalam perhitungan JII dipandang mencerminkan pergerakan saham yang aktif diperdagangkan dan juga mempengaruhi keadaan pasar, terdiri dari saham dengan likuiditas dan kapabilitas pasar yang tinggi memiliki prospek pertumbuhan serta kondisi keuangan yang cukup baik. Untuk itu penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas terhadap Harga Saham Jakarta Islamic Index (JII) pada Tahun 2014-2016” 1.2. Rumusan Masalah Perumusan masalah dimaksudkan untuk memfokuskan pada topik agar masalah yang dibahas tidak terlalu luas dan diperoleh sesuai dengan tujuannya. 8 Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh naik turunnya harga saham Indeks JII di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2014-2016 karena selama kurun waktu tersebut Indeks JII mengalami fluktuasi harga yang siginfikan. Dalam penelitian ini, Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas digunakan sebagai variabel independen, sedangkan Indeks JII digunakan sebagai variabel dependen. Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas merupakan variabel makro ekonomi yang keberadaanya berpotensi mempengaruhi kegiatan perdagangan di lantai bursa yang tercermin dari besar kecilnya Indeks JII. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, pertanyaan pada penelitian ini adalah : 1. Apakah Tingkat Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016 ? 2. Apakah Kurs USD terhadap Rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016 ? 3. Apakah Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016 ? 4. Apakah Harga Emas berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks JII perdiode 2014- 2016 ? 9 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka tujuan dari diadakanya penelitian ini adalah : 1. Menguji secara empiris pengaruh Tingkat Inflasi terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016. 2. Menguji secara empiris pengaruh Kurs USD/Rupiah terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016. 3. Menguji secara empiris pengaruh Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016. 4. Menguji secara empiris pengaruh Harga Emas terhadap Indeks JII perdiode 2014-2016. 1.4. Kegunaan Penelitan Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama investor sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan. 1.4.1. Bagi Investor dan Emiten Bagi investor dan emiten yang tercatat di BEI, hasil dari penelitian dapat membantu dalam menentukan apakah akan menjual, membeli ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah , Suku Bunga SBI dan Harga Emas. Karena kesalahan dalam menentukan dan menetapkan strategi perdagangan di pasar modal, akan berakibat buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat mengalami kerugian. 10 1.4.2. Bagi Pemerintah Dengan diketahuinya dampak Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas terhadap Indeks JII, agar pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan baik oleh pemerintah. 1.4.3. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka wawasan, bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham. 1.4.4. Bagi Universitas Semarang Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi mahasiswa mengenai pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang pasar modal, terutama tentang Harga Saham di Indeks JII. Dalam hal ini pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas. 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan variabel-variabel independen Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI, Harga Emas, serta variabel dependennya Harga Saham JII. Secara garis besar definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan didalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : 3.1.1. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Ghozali, 2011). Dalam penelitian ini, variabel dependen yang akan digunakan adalah Indeks JII. Indeks syariah dalam penelitian ini sejumlah 30 emiten yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index. Indeks ini merupakan kumpulan dari beberapa saham perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 3.1.2. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Ghozali, 2011). Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 26 1) Tingkat Inflasi Variabel yang digunakan adalah inflasi bulanan yang merupakan perubahan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus, yang dilihat dari laju inflasi yang terjadi di Indonesia dan dinyatakan dalam persen. 2) Kurs USD/Rupiah Kurs (nilai tukar) adalah perbandingan antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Variabel nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar rupiah terhadap USD dinyatakan dalam USD/Rupiah atau kurs tengah BI. 3) Suku Bunga SBI Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia atau BI Rate merupakan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh bank sentral untuk berbagai sasaran operasional kebijakan moneter guna meningkatkan efektifitas kebijakan moneter. Suku bunga SBI ini ditawarkan oleh perbankan (Bank Indonesia) kepada nasabahnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI Rate dalam satuan persen. Variabel ini diukur dengan menggunakan persamaan berikut: Suku Bunga SBI = BI Rate 4) Harga Emas Harga emas dunia ditentukan berdasarkan supply and demand emas dari seluruh penjuru dunia, bukan ditentukan dari satu daerah saja. Data 27 yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga emas dalam gram dalam satuan rupiah. Berikut dijeskan definisi operasional dalam tabel : Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel No Nama Variabel Definisi Variabel Indikator Sumber 1. Indeks Harga Saham JII Nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja sahamsaham syariah. Indeks Harga Saham JII yang dikeluarkan oleh BEI www.dunia investasi.com 2. Tingkat Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. Inflasi = CPI tahun Kedua – CPI tahun Pertama : CPI tahun pertama Aniq (2015) 3. Kurs USD/Rp Nilai tukar USD terhadap Rupiah Kurs = www.bi.go.id 28 4. Suku Bunga SBI Suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai acuan kredit perbankan Suku Bunga SBI = BI Rate 5. Harga Emas Nilai untuk membeli 1 gr emas dinyatakan dalam rupiah Indeks harga yang dikeluarkan badan harga emas. Aniq (2015) Hidayat (2010) Sumber: Berbagai artikel jurnal, diolah 2017. 3.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik pengambilan sampel adalah teknik Purposive sampling, yaitu dengan memantau perkembangan yang masuk dalam perhitungan index JII setiap 6 bulan sekali dilakukan review pergerakan peringkat saham dan untuk menjamin kewajaran pemilihan saham, sehingga jika ada saham yang tidak memenuhi kriteria tidak akan dimasukkan dalam indeks JII dan digantikan dengan saham yang lain yang memenuhi kriteria. Periode sampling selama tahun 2014 - 2016, sehingga pengamatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan data time series sebanyak 36 bulan pengamatan dari Januari 2014 – Desember 2016. 29 3.3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh pihak lain). Data sekunder tersebut meliputi Tingkat Inflasi, Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI, Harga Emas dan Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan data time series penutupan setiap akhir bulan yang diambil mulai dari bulan Januari 2014 sampai Desember 2016 yang berjumlah 36 data penelitian setiap variabelnya. Sumber data juga diperoleh dari website yang penelitian antara lain yaitu: www.idx.com, berkaitan dengan topik www.bi.go.id, www.bps.go.id, www.hargaemas.org dan ditambah data pendukung lainnya seperti artikel-artikel di internet, buletin, jurnal, dan penelitian lain yang terkait dan relevan dengan penelitian ini. 3.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mendokumentasikan yaitu mencatat data bulanan yang tercantum pada Monthly Statistic untuk data Harga Saham JII bulanan. Untuk data Kurs USD/Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas bulanan yang diperoleh dari jurnal Bank Indonesia periode 2014 - 2016 serta Harga Emas diperoleh dari www. hargaesmas.org periode 2014 - 2016. 30 3.5. Teknik Analisis 3.5.1. Analisi Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Dalam statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2011). Pada penelitian ini penyajian data menggunakan tabel dan analisis datanya menggunakan jumlah sampel, mean, minimum, maximum dan standar deviasi. 3.5.2. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan koefisien regresi terbaik linier dan tidak bias atas Ordinary Least Square (OLS). Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi bergandan perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi (Ghozali, 2011). 3.5.2.1. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji t dan Uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi 31 normal, jika dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. (Ghozali, 2011). Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak : 1. Analisis Grafik Dengan analisis grafik yang dilihat dengan mendeteksi penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau melihat histogram dari residualnya. Dasar keputusannya: a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan / atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 2. Analisis Statistik Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati- hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan ketentuan jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data residual tidak normal, sedangkan jika nilai signifikansi > 0,05 maka data residual bersdistribusi normal. 32 3.5.2.2. Uji Multikolinearitas Menurut Ghozali (2011) uji ini bertujuan menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoliniearitas didalam model ini adalah sebagai berikut: a) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b) Menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas. Jika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi (> 0,9), hal ini merupakan indikasi adanya multikolenaritas. c) Dilihat dari nilai VIF dan Tolerance. Nilai cut off Tolerance < 0.10 dan VIF > 10, berarti terdapat multikolinearitas. 3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dilakukan dengan 33 menggunakan Uji Glejser. Dasar pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas melalui Uji Glejser dilakukan sebagai berikut : a) Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi signifikan statistik yang berarti data empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas. b) Apabila probabilitas nilai test tidak signifikan statistik, maka berarti data empiris yang diestimasi tidak terdapat heteroskedastisitas. 3.5.2.4. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) (Ghozali, 2011). Untuk melihat terjadi atau tidaknya menggunakan Uji Durbin Watson, dimana jika : autokorelasi dapat 34 Tabel 3.2 Ketentuan Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson D-W Kesimpulan Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi Antara 1,10 sampai 1,54 Tanpa kesimpulan Antara 1,55 sampai 2,46 Tidak ada autokorelasi Antara 2,46 sampai 2,90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi Sumber: Rozaid dan Cahyo (2006) 3.5.3. Model Regresi Model regresi yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda, dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen dan empat variabel independen. Menurut (Ghozali, 2011) analisis regresi berganda pada dasarnya merupakan studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan dua atau lebih variabel independen (bebas), dengan tujuan untuk memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel yang diketahui. Model regresi berganda dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana: JII = Indeks JII a = konstanta 35 b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi INF = Tingkat Inflasi KURS = Kurs USD/Rupiah SBI = Suku Bunga SBI GOLD = Harga Emas 3.6. Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis regresi melalui uji statistik t dan uji statistik F. Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap dependen secara parsial atau simultan serta untuk mengetahui persentase dominasi variabel independen terhadap variabel dependen. 3.6.1 Uji Statistik F Pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5%, nilai F ratio dari masing-masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan niai t tabel. Jika F rasio > F tabel atau prob-sig < α : 5% berarti bahwa masingmasing variabel independen berpengaruh secara positif terhadap dependen. Dalam penelitian ini Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah Terhadap US Dollar, Suku Bunga SBI dan Harga 36 Emas Dunia terhadap Indeks JII secara simultan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah (Ghozali, 2006): a) Merumuskan Hipotesis (Ha ; H1, H2, H3, H4) Ha diterima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Sedangkan H0 berarti variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. b) Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0,05 (α = 5%) c) Membandingkan F hitung dengan F tabel Nilai F hitung, jika : 1) Bila F hitung < F tabel, variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. PV hasil < PV Peneliti (α < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Bila F hitung > I tabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. PV Hasil > PV Peneliti (α > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak. 3.6.2 Uji Statistik t Pengujian terhadap koefisien regeresi secara parsial dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%, nilai t hitung dari masing-masing koefisien regresi kemudian 37 dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika t-hitung > t-tabel atau prob-sig < α = 5% berarti bahwa masing-masing variabel independen berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen. 3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) Merupakan besaran yang memberikan informasi goodness of fit dan persamaan regresi, yaitu memberikan proporsi atau persentase kekuatan pengaruh variabel yang menjelaskan (X1, X2, X3, X4) secara simultan terhadap variasi dari variabel dependen (Y). Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil menandakan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas (Ghozali, 2011). Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.