Al-lu’lu Wal Marjaan 2013 Haruskah Bermesraan Dan Bercengkrama Dengan Istri Suami yang baik perlu memperhatikan bahwa kebahagiaan istri tidak hanya terletak pada limpahan nafkah lahir. Ada faktor lain yang berperan sangat penting dalam menciptakan kebahagiaan istri yaitu rasa terhibur. Bagaimanakah suami melakukannya?... Agama Islam telah menetapkan bahwa bermesraan, bercengkrama dan bersendagurau antara suami istri adalah merupakan tuntutan untuk mendekat atau mempertautkan perasaan mereka. Dalam sebuah riwayat yang disebutkan oleh Bukhari dan Muslim yang berasal dari hadits Jabir radhiallahu 'anhu, disebutkan bahwa Jabir menikah dengan seorang janda. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis, di mana engkau dapat mengajaknya bercengkrama.” Berdasarkan hadits di atas jelas bahwa bermesraan, bercengkrama antara suami dan istri adalah suatu hal yang disyari’atkan. Adapun sehubungan dengan pernyataan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jabir radhiallahu 'anhu tentang mengapa tidak menikah dengan seorang gadis bukan berarti bahwa Jabir tidak perlu melakukan sesuatu hal mesra dan cengkrama dengan wanita yang janda tersebut. Akan tetapi penekanan dari hal itu adalah bahwa seorang gadis masih tercekam rasa malu yang sangat tebal apabila dibandingkan dengan seorang janda ketika bermesraan, bercengkrama dan bersenggama. Maka dengan rasa malu yang memenuhi perasaan sang gadis tentu akan memberikan suatu nilai rasa kemesraan dan kenikmatan yang sungguh luar biasa. Demikian pula sebaliknya dengan seorang gadis yang sama sekali belum pernah mengenal dan merasakan sesuatu hal yang dilakukan lelaki terhadapnya, tentunya ia akan tenggelam dalam kemesraan dan rayuan, serta godaan-godaan yang dilakukan suaminya. Hal itu tentu saja akan berbeda apabila melakukannya dengan seorang janda, di mana seorang lelaki memerlukan refrensi dan keahlian khusus atau berusaha menyelami apa yang pernah dialami dan didapatkan sang janda dengan suaminya terdahulu. Dalam hadist Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah salah seorang di antara kamu menggauli istrinya seperti seekor binatang. Hendaknya terlebih dahulu ia memberikan rangsangan dengan ciuman dan rayuan atau godaan-godaan. Dalam hadist Thabrani dari Aisyah radhiallahu 'anha diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kerap menciumi istri-istri beliau. Masih dalam riwayat yang dibawakan Thabrani yang juga berasal dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengulum lidah Aisyah. Allah menciptakan wanita dengan segala lekuk tubuh dan segala aspek-aspek Bloger : 1. Sahdotme1.wordpres.com, 2.udindotme.wordpress.com, 3. Syahrudinalga.blogspot.com Page 1 Al-lu’lu Wal Marjaan 2013 kejiwaannya sedemikian rupa sesuai dengan fitrah manusia. Oleh karena itu bukanlah merupakan aib atau kejelekan apabila seorang suami menyatakan apa yang yang diinginkannya dari istrinya, baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Melalui Al-Kitab dan As-Sunnah dapat kita ketahui bahwa bahwa rasa senang terhadap kaum wanita awalnya muncul dari pihak lelaki, sebagaimana halnya bermesraan dan bercengkrama, di mana hal itu juga dimulai oleh pihak lekaki. Namun demikian, apakah berarti bahwa kaum wanita tidak memiliki rasa senang terhadap kaum lelaki atau tak menyukai dan mengharapkan belaian, godan dan rayuan lelaki? Tentu saja tidak demikian, sesungguhnya mereka juga menyukai cengkrama, rayuan dan godaan yang dilakukan oleh kaum lelaki. Namun disebabkan Allah merakit sifat malu sedemikian rupa pada diri wanita, tentu saja mereka merasa tak hendak untuk memulai hal itu. Pihak lelakilah yang mesti mendahului, kemudian setelah respon-respon yang terdapat dalam diri wanita terbangkitkan dan selanjutnya mengental dalam curahan hasrat yang luluh dalam cumbuan suaminya. Artinya, wanita itu objek sekaligus subjek aktivitas. Ia menjadi objek agresivitas lakilaki dalam mencumbunya, lalu menjadi subjek yang bereaksi memberi tanggapan terhadap cumbuannya, dan mengungkapkan kenikmatan yang didapatinya. Respon itu ia lakukan agar sang suami semakin berhasrat untuk semakin meninggikan frekuensi rangsangan agresivitasnya, sehingga semakin menghanyut sang istri dalam keindahan gelombang perasaannya. Hal yang demikian akan dapat terwujud apabila sang lelaki sanggup mengurangi rasa malu yang mengurung perasaan sang wanita, atau bahkan kalau mungkin mengenyahkannya tanpa sisa sama sekali. Pihak lelakilah yang menjadi penanggung jawab utama atau memiliki peran yang sangat penting dalam menyiapkan keberhasilan faktor-faktor penunjang tersebut guna menemukan kualitas hubungan seksual yang berhasil. Di mana dengan kepiawaian sang lelaki menyiapkan faktor-faktor penunjang tersebut akan dapat menggiring sang wanita untuk memberikan respon dan mengungkap hasrat yang selama ini terpendam rapi dalam hati dan sikap malunya. Ia selalu menanti pihak lelaki untuk memulainya, namun ia juga tidak hendak menunjukkan sikap perasaannya apabila ia tidak menyukai sesuatu hal yang diperbuat sang lelaki. Oleh karena itu hendaknyalah seorang lelaki pandai-pandai menguak celah gairah apa yang diharapkan istrinya dan berusaha mengarahkan segala sesuatunya ke arah itu dengan semaksimalnya, sehingga ia dapat menunjukkan intensitas kejantanannya yang dapat memberi kepuasan bagi dirinya dan diri istrinya sesuai dengan jalan syari’at yang berlaku. ----------------------------------------------------- Sumber : Abdul Qadir ‘Atha, Rahasia Keharmonisan Seksual Dua Mempelai, kairo, awal bulan Syawal 1400 H/ 11 September 1980 M. Bloger : 1. Sahdotme1.wordpres.com, 2.udindotme.wordpress.com, 3. Syahrudinalga.blogspot.com Page 2