BAB III TINJAUAN YURIDIS TENTANG KREDIT BERMASALAH A. Pengertian Kredit Bermasalah Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan pinjaman kredit tepat pada waktu yang telah diperjanjikan. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan pinjaman kredit kepada bank sebagai pihak kreditur. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet atau dapat juga dikatakan bahwa ini merupakan kredit bermasalah. Setiap bank pasti menghadapi masalah kredit bermasalah, bank tanpa kredit bermasalah merupakan hal yang aneh (kecuali bagi bank-bank baru tentunya). Membicarakan kredit bermasalah sesungguhnya membicarakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bank tidak mungkin terhindar dari kredit bermasalah. 75 Ismail menyebutkan bahwa kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau tidak melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah. 76 75 76 Muhammad Djumhana, Op.Cit., hal. 426 Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 123 Universitas Sumatera Utara Gatot Supramono menyatakan bahwa yang dinamakan kredit macet atau kredit bermasalah adalah suatu keadaan di mana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. 77 Kredit bermasalah merupakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah diperbankan itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya adanya kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makroekonomi. 78 Zainal Asikin memberikan pendapatnya tentang kredit macet yaitu: 79 1. Kredit yang tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan; 2. Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada perlunasan atau usaha penyelamatan kredit; 3. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulakan bahwa kredit bermasalah adalah suatu peminjaman kredit bank yang dilakukan oleh nasabah bank sebagai debitur tetapi pelunasannya mengalami ketidaklancaran yang ditimbulkan oleh pihak debitur sendiri. Oleh karena itu pihak bank sebagai kreditur harus teliti dan menganalisis terlebih dahulu apakah kredit yang akan diberikan tersebut layak atau tidak untuk diberikan kepada debitur untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari. 77 Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 92 Hermansyah, Op.Cit., hal. 75 79 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hal. 193 78 Universitas Sumatera Utara Bank melakukan penggolongan kredit menjadi dua hal, yaitu kredit performing dan non-performing. 80Kredit performing disebut juga dengan kredit yang tidak bermasalah dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 81 1. Kredit dengan kualitas lancar Penggolongan kredit ini merupakan kredit yang tidak terjadi tunggakan pokok dan bunga karena debitur melakukan pembayaran angsuran tepat pada waktu yang telah diperjanjikan. 2. Kredit dengan kualitas dalam perhatian khusus Kredit ini masih tergolong kredit lancar tetapi mulai ada tunggakan terhadap angsuran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari. Kredit non-performing merupakan kredit yang sudah dikategorikan kredit bermasalah, karena sudah terdapat tunggakan. Kredit non-performing dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 82 1. Kredit kurang lancar Merupakan kredit yang mengalami tunggakan. Yang tergolong kredit kurang lancar apabila: a. Pengembalian pokok pinjaman dan bunganya mengalami penundaan pembayaran melampaui 90 hari sampai dengan kurang dari 180 hari. b. Pada kondisi ini hubungan debitur dengan bank memburuk. c. Informasi keuangan debitur tidak dapat diyakini oleh bank. 2. Kredit diragukan Merupakan kredit yang mengalami penundaan pembayaran pokok dan/atau bunga. Yang tergolong kredit diragukan apabila: a. Penundaan pembayaran pokok dan/atau bunga antara 180 hingga 270 hari. b. Pada kondisi ini hubungan debitur dengan bank semakin memburuk. c. Informasi keuangan sudah tidak dapat dipercaya. 3. Kredit macet Merupakan kredit yang menunggak melampaui 270 hari atau lebih. Bank akan mengalami kerugian atas kredit macet tersebut. Adanya penggolongan kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak bank akan mengalami kerugian yang sangat besar apabila terjadinya kredit 80 Ismail, Op.Cit., hal. 122 Ibid. 82 Ibid. 81 Universitas Sumatera Utara bermasalah yang tergolong dalam kredit non-performing karena telah terjadi penunggakan angsuran pembayaran yang ditimbulkan dari pihak debitur. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah selain berasal dari nasabah, dapat juga berasal dari bank, karena bank tidak terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Faktor ini tidak berdiri sendiri tetapi selalu berkaitan dengan nasabah. Menurut Gatot Supramono faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah yaitu: 83 1. Faktor yang berasal dari nasabah Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah yang berasal dari nasabah, yaitu: a. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperoleh Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya, sehingga nasabah harus menggunakan kredit sesuai dengan tujuannya. Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya kredit untuk pengangkutan dipergunakan untuk pertanian, akan mengakibatkan usaha nasabah gagal, karena nasabah spekulatif. Kedua sektor tersebut pengelolaannya berbeda. b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya Hal ini dapat terjadi terhadap nasabah yang kurang menguasai bidang usahanya diberi kredit, karena nasabah mampu meyakinkan bank akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik, misalnya hasil produksi kualitasnya rendah sehingga sulit bersaing di pasaran. c. Nasabah beritikad tidak baik Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit, walaupun dengan risiko apapun. Biasanya sebelum jatuh tempo kreditnya, nasabah sudah melarikan diri untuk menghindari tanggung jawab. 2. Faktor yang berasal dari bank Dalam memberikan kredit kepada nasabah, pejabat bank diwajibkan melaksanakan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Apabila prinsipprinsip tersebut tidak diterapkan, maka akan mengandung risiko yang sangat tinggi bagi bank. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pejabat bank bertindak menyimpang dari prinsip-prinsip perbankan, yaitu sebagai berikut: 83 Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 93-95 Universitas Sumatera Utara a. Kualitas pejabat bank Setiap pejabat bank manapun dituntut untuk bekerja secara profesional. Pejabat yang bekerja tidak profesional akan sulit memperoleh hasil kerja yang memadai. Terutama di bagian kredit, pejabat yang demikian dapat mempengaruhi penyaluran kredit yang tidak sebagaimana semestinya. b. Persaingan antar bank Dalam persaingan yang semakin ketat, setiap bank berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat untuk mendapatkan nasabah yang banyak dan membuat nasabah tidak ingin berpindah kepada bank lain. Dalam situasi dan kondisi demikian dapat mempengaruhi bank untuk bertindak spekulatif dengan memberikan fasilitas yang mudah kepada nasabahnya tanpa memperhatikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. c. Hubungan ke dalam Maksudnya adalah hubungan bank dengan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya. Selain itu hubungan bank dengan pengurus maupun pemegang saham. Dari adanya hubungan tersebut, bank dalam melayani kepentingan nasabah dari “dalam” cenderung lebih mudah dibandingkan dengan nasabah lainnya. d. Pengawasan Pengawasan fasilitas kredit dilakukan oleh bagian pengawasan kredit dan juga diawasi oleh Bank Indonesia. Apabila bidang pengawasan lemah, maka akan mengakibatkan prinsip-prinsip perbankan tidak dapat dijalankan dengan baik. Bank harus melakukan analisis yang mendalam sebelum memberikan kredit kepada nasabah, untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah di waktu yang akan datang. Karena kredit bermasalah tersebut akan memberikan dampak yang buruk bagi bank itu sendiri. Dampak-dampak dari kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 84 1. Laba bank menurun Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bunga kredit. 2. Bad Debt Ratio menjadi lebih besar Rasio aktiva produktif menjadi lebih rendah. 3. Biaya pencadangan penghapusan kredit meningkat Bank perlu membentuk pencadangan atas kredit bermasalah yang lebih besar. Biaya pencadangan penghapusan kredit akan berpengaruh pada penurunan keuntungan bank. 84 Ismail, Op.Cit., hal. 125 Universitas Sumatera Utara 4. ROA maupun ROE menurun Penurunan laba akan memiliki dampak pada penurunan ROA, karena return turun, maka ROA dan ROE akan menurun. ROA (Return On Asset) adalah kemampuan bank untuk memperoleh laba atas sejumlah asset yang dimiliki oleh bank tersebut, semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan ROE (Return On Equity) merupakan rasio yang paling penting dalam keuangan bank. Suatu angka ROE yang bagus akan membawa keberhasilan bagi bank tersebut. Bank pasti tidak menginginkan terjadinya kredit bermasalah, oleh karena itu untuk menghindari terjadi kredit bermasalah setiap bank pasti melakukan penilaian kriteria-kriteria nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P. Penilaian dengan analisis 5 C adalah sebagai berikut: 85 1. Character Character merupakan sifat atau watak seseorang. Oleh karena itu pihak bank harus benar-benar memperhatikan sifat atau watak orangorang yang akan diberikan kredit karena calon debitur harus benarbenar dapat dipercaya dan dilihat kemauannya untuk membayar angsuran kredit. Untuk mengetahui watak nasabah, bank akan melihat latar belakang kehidupan nasabahnya seperti pekerjaan, gaya hidup, keadaan keluarga dan jiwa sosialnya. 2. Capacity Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Yang dinilai adalah kempuannya mengelola bisnis, pendidikan serta pengalamannya dalam bekerja. 3. Capital Untuk melihat penggunaan modal yang efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan melalui pengukuran dari segi likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. 4. Condition Bank harus melihat kondisi ekonomi nasabah serta prospek usaha yang baik, dan dapat memprediksikannya untuk masa yang akan datang. 5. Colleteral Merupakan jaminan yang diberikan nasabah baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya agar jika terjadi sesuatu jaminan tersebut dapat digunakan secepat mungkin. 85 Kasmir, Op.Cit., hal. 117-118 Universitas Sumatera Utara Penilaian suatu kredit dapat juga dilakukan dengan analisis 7 P dengan unsur penilaian sebagai berikut: 86 1. Personality Menilai nasabah dari segi kepribadiannya dalam menghadapi suatu penyelesaian masalah. 2. Party Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas dan karakternya. 3. Perpose Untuk mengetahui tujuan nasabah mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkannya. 4. Prospect Untuk menilai usaha nasabah menguntungkan atau tidak. Hal ini sangat penting karena jika nasabah tidak memiliki prospek maka akan merugikan pihak bank dan juga nasabah. 5. Payment Menilai bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil. Karena semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik hasilnya. 6. Profitability Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. 7. Protection Bertujuan agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Pihak bank akan mengetahui calon debitur layak atau tidak untuk diberikan kredit dengan melakukan penilaian serta menganalisis kredit yang akan diterapkan oleh bank. Cara tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kredit bermasalah di kemudian hari. Karena sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses, yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat dideteksi dengan tepat dan ditangani 86 Ibid., hal. 119-120 Universitas Sumatera Utara secara professional sedini mungkin, ada harapan kredit yang bersangkutan dapat diselamatkan. Bank dapat menempuh dua cara atau strategi untuk mengatasi kredit bermasalah yaitu dengan penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. 87Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tahun 1993 tentang Kualitas Aktiva Produksi dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produksi tertanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, terdapat beberapa kebijakan dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah, yaitu: 1. Reschedulling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untukmelakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yangberkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredittermasuk tenggang (grace period) termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit. 2. Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atassebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanyakepada perubahan jadwal angsuran dan atau jangka waktu kredit saja,tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan 87 Hermansyah, Op.Cit., hal. 54 Universitas Sumatera Utara kredit atautanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadiequity perusahan. 3. Restructuring (penataan kembali), yaitu upaya melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit ataumelakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit yang dilakukandengan atau tanpa reschedulling dan atau reconditioning. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tahun 1993 tentang Kualitas Aktiva Produksi dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produksi yang berupa restrukturisasi tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum yang memang memerlukan waktu yang relative lama, dan bila melalui badan peradilan maka kepastian hukumnya baru ada setelah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraacht van bewijs). Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan itu memerlukan waktu yang sangat panjang, maka penyelesaian kredit bermasalah itu dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit bermasalah. Penyelesaian melalui lembaga hukum dapat melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, melalui badan peradilan, dan melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa. 88Panitia Urusan Piutang Negara dan 88 Ibid., hal. 77 Universitas Sumatera Utara Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara bertujuan untuk mempercepat, mempersingkat, dan mengefektifkan penagihan piutang Negara. Pernyataan diawali dengan perundingan yang dikeluarkan PUPN dan DJPLN mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, pelaksanaan dilakukan dengan ketua panitia dengan surat paksa, melalui cara penyitaan. 89 B. Hubungan Kredit Bermasalah Dengan Krisis Ekonomi Krisis ekonomi mempunyai pengertian yang luas, menurut pendapat Harberler krisis ekonomi adalah penyimpangan kegiatan ekonomi yang mencolok dan merupakan titik awal gerak kegiatan ekonomi yang menurun (down-turn) atau the upper turning point. Sedangkan menurut Mitchell’s krisis ekonomi merupakan suatu kondisi ekonomi yang sudah mengalami/agak resesi (rather than recession). 90 Salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi Indonesia adalah saat itu kekuasaan hanya berada pada beberapa orang saja. Artinya bahwa hubungan baik antara pemerintah, perbankan dan pengusaha dalam permulaan masa pembangunan sangat menguntungkan ekonomi, karena pengawasan pemberian kredit atas dasar koncoisme dimungkinkan dapat menurunkan tingkat risiko. Pada saat itu pasar modal yang dapat menguntungkan hubungan antara penabung dengan penanam modal masih belum terbuka lebar sehingga pertanggungjawaban atas jalannya penyaluran kredit didasarkan atas dasar pengembalian utang dari 89 Muhammad Djumhana, Op.Cit., hal. 433 Teguh Sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol. 5, No. 2, Desember 2008, hal. 174 90 Universitas Sumatera Utara kredit sebelumnya, bukan atas dasar risiko pasar. 91 Artinya bahwa dengan adanya hubungan dekat antara pengusaha dan penguasa tersebut menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kredit karena tidak dilakukan pengawasan yang layak. Akibatnya, dana awal yang dihimpun dari masyarakat ditarik besar-besaran oleh masyarakat sehingga bank tidak dapat mengumpulkan modal dari pasar modal dalam negeri. Krisis ekonomi yang terus menerus mengakibatkan krisiskepercayaan, akibatnya banyak bank dilanda penyakit yang sama dan menyebabkanbanyak bank yang lumpuh karena dihantam kredit macet. Seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta pada tahun 1998 dapat disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain adalah semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan, dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan bank-bank, banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah serta manajemen yang tidak profesional. 92 Penggunaan kredit dan peraturanperbankan seperti CAR (capital asset ratio)dan net open position-pun tidak diterapkandengan sungguh-sungguh. Akibatnya terjadipenurunan nilai rupiah, peningkatan sukubunga di atas ambang kewajaran dan menurunnyapertumbuhan ekonomi yang menyebabkanindustri perbankan berada pada posisi yang sulit. Memburuknya kestabilan ekonomitersebut terlihat dari tingginya jumlahkredit macet (non performing loan) 91 Syaifoel Choeryanto, Ekonomi Indonesia Penurunan dan Langkah Penanggulangan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 8 92 Luciana Spica Almilia dan Winny Herdinigtyas, “Analisis Rasio Camel terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.7, No. 2, November 2005, hal. 131 Universitas Sumatera Utara dan rasiokecukupan modal (CAR) yang lebih rendahdari ketentuan yang telah ditetapkan olehBank Indonesia. 93 Spread negatif suku bunga rupiah hingga 15 persen pada tahun 1999 menyebabkanbanyak bank mengalami kerugian dan CARnyamenjadi negatif, sehingga perlu direstrukturisasi.Perbaikan yang utama dilakukanmelalui penambahan permodalan terutamauntuk bank-bank yang memiliki CARantara – 25 sampai dengan di bawah 4 persen.Namun demikian, usaha lain perlu dilakukan untuk memperbaiki bank agar dapat beroperasi dengan sehat dan efisien. Salah satu upaya meningkatkan efisiensi perbankan dilakukan dengan perbaikan manajerial, olehkarena itu diperlukan suatu teknik pengukuranyang tidak hanya menilai bobot kinerjatetapi juga mengukur sumber-sumberinefisiensi sehingga bisa diambil kebijakankoreksi internal dan eksternal oleh pihak-pihakyang terkait dengan perbankan. 94 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dilihat bahwa adanya kaitan antara kredit bermasalah dengan krisis ekonomi. Krisis ekonomiyang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi termasuk padasektor perbankan. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat tidak menaruh kepercayaan lagi terhadap pemerintah dan perbankan dalam melakukan transaksi keuangan serta melakukan penarikan besar-besaran dana simpanan dari masyarakat tersebut. Hal itulah yang membuat bank menjadi bangkrut sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan yang dapat memberikan kerugian besar bagi pihak bank dan salah satu kerugian bank yang 93 Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pasca Krisis Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Modal DEA”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No. 1, Juni 2009, hal. 50 94 Ibid., hal. 51 Universitas Sumatera Utara paling merugikan adalah adanya kredit bermasalah atau yang biasanya disebut dengan istilah kredit macet. C. Krisis Ekonomi di Indonesia Sebelum Indonesia memasuki masa krisis ekonomi, negara-negara bagian Barat banyak yang kagum terhadap perekonomian di Asia Tenggara dan Asia Timur karena pertumbuhan ekonominya yang terlampau tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi negara Barat. Mereka bahkan menyebut ekonomi di Asia dengan sebutan the sun-economy. Oleh karena itu Indonesia termasuk negara yang perekonomiannya patut mendapatkan apresiasi dari negara-negara lain pada masa pra krisis ekonomi. Hal Hill berpendapat ada empat ciri-ciri pra krisis ekonomi Indonesia muncul, yaitu sebagai berikut:95 Pertama, pertumbuhan ekonomi pada waktu itu kuat dan fakta-fakta yang ada dapat membuktikan bahwa keuntungan-keuntungan akan meluas, sehingga Badan Statistik di Indonesia, BPS, memperkirakan persentase kemiskinan penduduk akan berangsur-angsur turun di era 1990an. Kedua, pertumbuhan ekonomi tampak kuat. Pertumbuhan hampir seluruhnya didorong oleh faktor tambahan daripada produktivitas faktor total (TFP). Hasil riset membuktikan bahwa pertumbuhan TFP meningkat pesat, dengan pertumbuhan lebih lambat selama era substitusi impor yang didanai migas tahun 1970an, dan membuka jalan pada peningkatan periode deregulasi tahun 1980an hingga 1990. Ketiga, ada pergolakan politik yang meningkat dan ketidakpastian politik selama periode ini, tetapi sampai pertengahan 1997 tidak ada pengaruh yang terlihat pada bidang ekonomi atau indikator keuangan utama lainnya. Keempat, hampir semua indikator ekonomi dan finansial yang ada terlihat meningkat dan menunjukkan situasi pra-krisis yang cukup baik. Sehingga penilaian-penilaian tersebut masih terbilang positif terhadap Indonesia. Indonesia telah mengalami krisis ekonomi sejak pertengahan 1997. Krisis ekonomi merupakan lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak 95 Hal Hill, Ekonomi Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 338-340 Universitas Sumatera Utara perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Penurunan ekonomi Indonesia membuat masyarakat menjadi korban kemiskinan. Masa awal krisis ekonomi di Indonesia sempat diduga bahwa jatuhnya rupiah diakibatkan oleh kejatuhan mata uang baht (Thailand) dan peso (Filipina). Terbukti bahwa saat siklus krisis memasuki tahap kematangan (maturity), Indonesia menjadi pusat krisis. Thailand adalah pintu masuk. Korea adalah tempat mematangkan krisis. Dan Indonesia adalah tempat di mana krisis itu bercokol dalam waktu lama. 96 Selain itu, adanya lingkaran setan (vicious circle) yang membuat krisis ekonomi semakin lama, yaitu berawal dari depresiasi rupiah (krisis moneter), lalu menjadi krisis kepercayaan (confidential crisis), kemudian rush yang menyebabkan spiral inflasi, serta ketidakpastian atau instabilitas. 97 Keadaan yang begitu parah serta kemampuan masyarakat membenah diri rendah, akhirnya pemerintah Indonesia menyandarkan diri pada nasihat IMF melalui LoI (Letter of Intent). IMF berfungsi sebagai pengawas mata uang dunia untuk membantu agar arus pembayaran antarnegara lancar, oleh karena itu IMF wajib mengawasi kebijakan dari siapa saja yang menjadi peminjam dananya. 98 Pertengahan 1997, setelah Muangthai memulai dengan penurunan ekonominya, yang selanjutnya disusul oleh Korea Selatan, Indonesia, Malaysia dan Thailand. Negara Indonesia yang masuk perawatan gawat darurat IMF, sementara Malaysia menyembuhkan kerusakan ekonominya dengan cara mereka sendiri. Merosotnya ekonomi di Indonesia menimbulkan pendapat dari kalangan pengamat ekonomi yang salah satunya mengecam kebijakan IMF yang berkenaan 96 Indra Ismawan, Catatan Kritis Dimensi Krisis Ekonomi Indonesia, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 1998, hal. 1 97 Ibid., hal. 2 98 Syaifoel Choeryanto, Op.Cit., hal. 3 Universitas Sumatera Utara dengan nilai mata uang. Sementara kalangan lain menolak kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan IMF karena beberapa hal, yaitu: 99 1. IMF telah mencampuri urusan dalam negeri kita terlalu jauh sehingga kedaulatan Republik Indonesia menjadi terancam. 2. Keadaan ekonomi kita malah menjadi rusak sejak bekerja sama dengan IMF karena pemerintah Indonesia dipaksa berutang pada mereka lebih banyak lagi, oleh karena itu Indonesia malah menjadi miskin. 3. IMF merupakan antek dari perusahaan-perusahaan negara-negara maju yang akan membeli perusahaan dalam negeri, bahkan ingin membeli Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan harga murah. Bulan Oktober 1997, masalah-masalah serius mulai timbul seperti penutupan 16 bank secara tiba-tiba. Kriteria penutupan bank tidak dibicarakan dengan baik oleh IMF maupun pemerintah Indonesia. Masalah serius lainnya adalah berkaitan dengan persepsi presiden Soeharto bermaksud melindungi kepentingan perdagangan keluarganya, hal ini menambah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap manajemen perekonomian, hingga pada akhirnya Dr. B.J. Habibie menggantikan posisi Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. 100 Hal Hill mengemukakan faktor-faktor kerentanan pra-krisis, yaitu: 101 1. Hutang ekseternal dan mobilitas modal; 2. Manajemen ekonomi makro yang buruk; 3. Peraturan-peraturan finansial yang buruk; serta 4. Korupsi dan kekuasaan. Syaifoel Choeryanto memberikan pandangannya tentang hal-hal apa saja yang melatarbelakangi menurunnya perekonomian Indonesia, adalah sebagai berikut: 102 99 Ibid., hal. 5 Hal Hill, Op.Cit., hal. 362-363 101 Ibid., hal. 355-361 102 Syaifoel Choeryanto, Op.Cit., hal. 7 100 Universitas Sumatera Utara 1. Kekuasaan hanya berada pada beberapa orang saja. 2. Turunnya kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia; 3. Kebijakan moneter yang ketat untuk mempengaruhi suku bunga dengan bebas; 4. Penyalahgunaan pemberian kredit yang jumlahnya jauh lebih besar daripada assetnya; 5. Kelemahan kelembagaan; serta 6. Adanya utang pemerintah Indonesia dengan IMF sejak 1970 sampai dengan tahun 2000 dalam SDR (Special Drawings Rights). Runtuhnya ekonomi Indonesia pada tahun 1997 adalah suatu kejadian besar setelah Indonesia merdeka. Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan penderitaan akibat ulah para manusia yang tidak bertanggung jawab di masa pemerintahan saat itu. Dana yang besar sangat dibutuhkan untuk pembiayaan hutang dan kerugian bank-bank dan perusahaan-perusahaan yang ditinggalkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Artinya pemerintah Indonesia harus meminjam dana luar negeri untuk membiayai kesalahan masa lalu dan harus bekerja sama dengan lembaga dunia untuk pemulihan ekonomi. Yang selanjutnya harus dilakukan adalah perubahan mendasar cara berfikir dan berperilaku sedemikian rupa sehingga pembaruan ekonomi dan politik untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. D. Dampak Terjadinya Krisis Ekonomi di Indonesia Permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal ditambah banyaknya PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secara umum adalah kesulitan menutup APBN, harga sembako naik, utang luar negeri dalam rupiah melonjak, harga BBM atau tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaan tutup Universitas Sumatera Utara atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang yang tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yang tinggi selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported inflation, tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini hanya bisa dipecahkan secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yang wajar atau nyata (riil). 103 Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali dan harga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipun tidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter. Beberapa dampak krisis ekonomi yang dikemukakan oleh Indra Ismawan adalah sebagai berikut: 104 1. Terjadi peningkatan nilai suku bunga BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang saat itu dalam satu bulan diberikan bunga 30 persen pertahun, dan setahun kemudian tingkat suku bunga meningkat hingga dua kali lipat. Motif daripada peningkatan suku bunga tersebut adalah: a. Motif peredaman spekulasi valuta asing; b. merangsang capital inflow dalam bentuk penempatan dana asing di perbankan domestik; dan c. motif pengendalian inflasi. 2. Melemahnya etos kerja Dampak suku bunga tinggi adalah melemahnya etos kerja. Bekerja tidak lagi dilandasi motif berproduksi, melainkan spekulasi dan pencarian rente ekonomi. Jika suku bunga SBI mencapai 58 persen, suku bunga deposito bisa 70-an persen. Lantas suku bunga kredit melonjak menjadi di atas 80 persen. Pada akhirnya, bisnis tidak lagi bermakna sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar dan memuaskan pelanggan melainkan sebagai instrumen meraih angka-angka keuntungan nominal. 3. Banyak perusahaan melakukan PHK PHK tidak cuma terjadi pada level angkatan kerja tak berpendidikan, tetapi juga bagi eksekutif. Banyak perusahaan di Indonesia yang 103 Lepi T. Tarmidi, “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 5, No. 2, Maret 2000, hal. 81 104 Indra Ismawan, Op.Cit., hal. 13 Universitas Sumatera Utara terpaksa memulangkan ekspatriat (tanaga kerja asing) untuk menghemat beban pembayaran gaji yang ditetapkan dalam valuta asing (biasanya dolar AS) dan jumlahnya besar. 4. Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) meningkat Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dan melakukan subsidi silang. Tetapi cara tersebut justru membuat rakyat menjadi semakin menderita, khususnya bagi kalangan rakyat menengah ke bawah. 5. Radikalisme massal Sepanjang Februari hingga Maret 1998 terjadi kerusuhan di berbagai tempat yang pemicunya adalah lonjakan harga kebutuhan pokok sehingga menimbulkan adanya kesenjangan psikologis dan sosial ekonomi. Mereka menyerbu distributor pokok karena menaikkan harga bahan pokok yang menyebabkan mereka tidak berdaya membeli bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari. 6. Depresi psikologis Krisis ekonomi mengakibatkan stres massal. Tak jarang, orang nekat bunuh diri karena tidak tahan hidup dalam krisis. Penurunan status sosial, degradasi martabat (karena kegagalan bisnis), serta hilangnya kepercayaan relasi. Hal Hill juga mengemukakan dampak krisis ekonomi di Indonesia dan menggolongkannya menjadi dampak sosio ekonomi dengan membagi beberapa indikator di dalamnya yaitu sebagai berikut: 105 1. Indikator ekonomi Perekonomian Indonesia sangat berpengaruh oleh dampak perekonomian Asia Tenggara, dan Indonesia juga termasuk perekonomian satu-satunya yang mengalami inflasi berat tahun 1998. Selain itu, krisis ekonomi diakibatkan karena keadaan ekspor yang buruk, yang mana dalam dolar sebenarnya menurun di tahun 19981999. Enam puluh persen dari penurunan ini terjadi pada sektor migas. Tetapi ekspor non migas juga menurun karena adanya gangguan dan ketidakpastian persediaan dan runtuhnya sektor perbankan. Sehingga banyak bank yang mengalami kegagalan dalam usahanya dikarenakan masyarakat tidak mempercayai bank sebagai tempat penyimpanan uang yang aman. 2. Indikator keuangan Kurs mata uang Indonesia pada saat itu lebih lambat melambung dari titik rendah di awal 1998 dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Perpindahan-perpindahan nilai tukar pada awalnya berwujud menjadi depresiasi yang lebih tajam daripada masa krisis ekonomi yang lain. Tapi menjelang akhir tahun, apresiasi nominal bersama 105 Hal Hill, Op.Cit., hal. 342-347 Universitas Sumatera Utara dengan inflasi yang tinggi telah menghancurkan banyak keuntungan dalam daya saing. 3. Indikator sosial Dalam indikator sosial, penilaian-penilaian dampak krisis terhadap aspek sosial sangat bervariasi. Di satu sisi adalah penilaian dari suatu agen internasional bahwa sekitar satu setengah populasi sekarang berada dalam kemiskinan (ILO,1998). Sedangkan di sisi lain adalah penilaian tentang “lahirnya” kembali ekonomi rakyat, seperti yang dikatakan oleh Jellinek dan Rustanto. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia juga berdampak terhadap dunia perbankan pada saat itu. Sampai awal 1998 kesehatan perbankan sangat memburuk menyusul kenaikan permintaan dana dari nasabah penabung yang khawatir akan keberadaan tabungannya. Kemudian banyak terjadi penyalahgunaan kredit sehingga mengakibatkan banyaknya kasus kredit yang bermasalah. Pemerintah Indonesia pada tanggal 11 November 1997 menutup 16 bankbank yang tidak layak untuk direkapitalisasi dengan tujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. 106 Kemudian BI membuat rancangan tata cara menentukan bagaimana bank-bank yang lemah dan masih dapat ditolong sehingga bank-bank tersebut cepat melakukan perubahan yang baik. Apabila bank-bank di masa penyembuhan tetap jelek kinerjanya, maka bank tersebut harus ditutup dan pada masa itu mereka tidak diperbolehkan membagikan laba perusahaan. 107 Berkenaan dengan peninjauan hukum perbankan yang memudahkan bank internasional dan investor perbankan Indonesia, dan agar penyalahgunaan kredit dapat dihindari, maka harus dipastikan bahwa pinjaman telah diklasifikasikan 106 107 Syaifoel Choeryanto, Op.Cit., hal. 67 Ibid., hal. 68 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan kapasitas masa depan peminjam untuk membayar kembali serta aturan peminjaman kreditnya lebih diperketat.108 Dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, pada Oktober 1998 jumlah keluarga miskin pastilah meningkat jika dibandingkan dengan yang sebelumnya sehingga perlu dilancarkan program-program untuk menunjang mereka yang dikenal sebagai social safety net. Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang karena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanya maka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis. 108 Ibid., hal. 69 Universitas Sumatera Utara BAB IV PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN METODE RESTRUKTURISASI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN A. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Medan Pelaksanaan perjanjian tidak tertutup kemungkinan terjadinya pengingkaran perjanjian, yang lazimnya dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah wanprestasi diartikan sebagai kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Kredit bermasalah adalah kredit atau pembiayaan yang telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan membayar pokok, bunga / margin / bagi hasil dan /atau denda atas kredit atau pembiayaan yang masih tercatat pada neraca (on balance sheet) maupun yang telah administratif (off balance sheet). 109 Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilitas kredit yang menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri.Tujuan penetapan kolektibilitas kredit adalah untuk mengetahui kualitas kredit sehingga bank dapat mengantisipasi risiko secara dini karena risiko kredit dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Disamping itu penetapan kolektibilitas kredit digunakan untuk menetapkan tingkat cadangan potensi kerugian akibat kredit bermasalah. Berdasarkan hal tersebut, PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan menggolongkan kolektibilitas kredit menjadi dua golongan, yaitu: 110 109 Hasil Wawancara dengan Bapak Dicky Frandhika Gutama, selaku Seksi Pelaksana Penyelamatan Kredit PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan tanggal 23 Maret 2017 110 Ibid. Universitas Sumatera Utara 1. Performing Loan Dalam performing loan, kualitas kredit masih terbilang baik. Yang termasuk ke dalam penggolongan performing loan adalah: a. Lancar (kolektabilitas1 / sandi 1) Dalam kualitas kredit lancar tidak terjadi penunggakan untuk pokok dan/atau bunga kredit. b. Dalam Perhatian Khusus (kolektabilitas 2 / sandi 2) Dalam kredit tersebut sudah terjadi penunggakan pokok dan/atau bunga pembayaran normal dalam jangka waktu tidak lebih dari 90 hari. 2. Non Performing Loan Dalam non performing loan, kualitas kredit sudah bermasalah.Yang termasuk ke dalam penggolongan non performing loan adalah: a. Kurang Lancar (kolektabilitas 3 / sandi 3) Dalam kualitas kredit kurang lancar sudah terjadi penunggakan pokok dan/atau bunga kredit dalam jangka waktu lebih dari 90 hari dan tidak lebih dari 120 hari. b. Diragukan (kolektabilitas 4 / sandi 4) Dalam kualitas kredit diragukan sudah terjadi penunggakan pokok dan/atau bunga dalam jangka waktu lebih dari 120 hari dan tidak lebih dari 180 hari. c. Macet (kolektabilitas 5 / sandi 5) Dalam kualitas kredit macet sudah terjadi penunggakan pokok dan/atau bunga dalam jangka waktu lebih dari 180 hari. Universitas Sumatera Utara Timbulnya kredit bermasalah pada dasarnya tidak terjadi secara tiba- tiba, melainkan melalui suatu proses. Secara umum, penyebab terjadinya kredit bermasalah berdasarkan pada pengalaman-pengalaman yang pernah dihadapi sebelumnya oleh PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan adalah dikarenakan oleh berbagai faktor antara lain adalah sebagai berikut: 111 1. Kesalahan dari pihak debitur seperti: a. Pihak debitur mengalami penurunan omset usahanya yang menjadi sumber dana untuk pelunasan angsuran kredit tersebut. b. Debitur bangkrut, usahanya telah tutup dan tidak berjalan lagi sehingga debitur mengalami permasalahan penurunan ekonomi. c. Debitur mengalami konflik atau masalah keluarga, misalnya terjadi perceraian antara debitur dengan suami atau istrinya, sehingga adanya permasalahan pembagian harta perkawinan yang berkemungkinan membuat debitur mengalami kerugian. Oleh sebab itu hal tersebut akan berdampak kepada pelunasan kredit yang dilakukan debitur. d. Meninggalnya pihak debitur. Berdasarkan Pasal 833 KUH Perdata yaitu “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hakmilik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.” Berdasarkan adanya pasal tersebut, jika debitur meninggal dunia maka ahli warisnya berhak melanjutkan pelunasan kredit tersebut. Tetapi dalam kenyataannya, tidak semua ahli waris yang berpindah 111 Ibid. Universitas Sumatera Utara posisi menjadi debitur tersebut dapat melaksanakan ketentuan hukum tersebut dengan baik sehingga menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. e. Faktor alam, misalnya pihak debitur mengalami musibah kebakaran, banjir, gempa dan lain-lain (force majeur)yang mengganggu kelancaran kegiatan usaha dan kemungkinan besar kegiatan usaha debitur akan terhenti. Karena bencana alam tersebut tidak terprediksi atau di luar dugaan dari debitur, sehingga rencana usaha yang dibuat debitur menjadi terhambat atau gagal yang berimbas pada macetnya kredit. f. Karakter debitur yang tidak baik, misalnya debitur kurang kooperatif, debitur tidak bersikap transparansi terhadap pihak bank, sehingga dalam proses penagihan kredit berlangsung, debitur bisa saja menutup diri untuk dijumpai oleh pihak kreditur. 2. Kesalahan dari pihak kreditur Tidak tertutup kemungkinan suatu kredit bermasalah disebabkan karena kesalahan dari pihak kreditur. Kesalahan kreditur biasanya terjadi karena adanya oknum, bukan karena kesalahan dari sistem bank tersebut. Misalnya karena adanya kedekatan pihak kreditur dengan nasabah sehingga kreditur dengan mudahnya memberikan kredit tersebut tanpa melakukan analisis lebih dalam tentang latar belakang calon debitur. Tujuan untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah tersebut, maka PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan sebagai pihak kreditur selalu Universitas Sumatera Utara memperhatikan, mengutamakan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian kredit kepada calon nasabah (Prudencial Banking Principles), yaitu dengan cara-cara sebagai berikut: 112 1. Memperhatikan karakter calon nasabah, menganalisis dan menilai kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Yang dinilai adalah kempuannya mengelola bisnis, pendidikan serta pengalamannya dalam bekerja. 2. Melihat kualitas debitur dari laporan keuangan melalui SID (Sistem Informasi Debitur). 3. Bank harus melihat kondisi ekonomi nasabah serta prospek usaha yang baik, dan dapat memprediksikannya untuk masa yang akan datang. 4. Bank harus meneliti objek jaminan yang diberikan nasabah baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya agar jika terjadi sesuatu jaminan tersebut dapat digunakan secepat mungkin. B. Akibat Terjadinya Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Medan Keadaan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan keuangan debitur dan juga terhadap kerugian pinjaman bank. Dalam masa kemakmuran, debitur memperoleh hasil yang baik dikarenakan pendapatan keuangan yang relatif tinggi. Akan tetapi dalam masa yang sulit, kemampuan debitur untuk melunasi pinjaman akan mengalami penurunan. Kredit bermasalah pasti mempunyai akibat yang buruk terhadap likuiditas bank dan besar kemungkinannya pihak bank akan mengalami kerugian. 112 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana diketahui, apabila kredit bermasalah atau kredit macet perbankan tidak segera ditangani secara tuntas, maka dikhawatirkan hal tersebut akan menjadi salah satu penghambat pertumbuhan kredit perbankan yang pada gilirannya dapat mengganggu pencapaian pertumbuhan ekonomi. Kredit bermasalah yang jumlahnya relatif semakin besar juga akan mengganggu efektifitas kebijaksanaan dalam upaya memantapkan suku bunga kredit. Selain itu, adanya permasalahan kredit bermasalah tersebut yang arah penyelesaiannya belum jelas, pada saatnya dapat mengganggu terciptanya sistem perbankan yang sehat. Akibat-akibat yang buruk tersebut pasti akan dialami oleh setiap bank yang telah mengalami kredit bermasalah. Secara umum, terjadinya kredit bermasalah pada kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan menimbulkan beberapa akibat, di antaranya adalah sebagai berikut: 113 1. Rasio NPL (Non Performing Loan) meningkat yang dapat mengakibatkan turunnya tingkat kesehatan bank. NPL merupakan suatu keadaan dimana pihak debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sebagai pihak kreditur seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. 2. Jika tingkat kesehatan bank menurun, maka akan menimbulkan akibat yang lain yaitu menurunnya kepercayaan nasabah bank terhadap bank tersebut. Jika hal ini terjadi, diperkirakan akibat selanjutnya adalah para nasabah lain yang menyimpan uangnya akan menarik seluruh 113 Hasil Wawancara dengan Bapak Radius Peranginangin, selaku Pemimpin Bagian Penyelamatan dan Restrukturisasi Kredit pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan tanggal 30 Maret 2017 Universitas Sumatera Utara dana simpanannya dikarenakan tidak adanya kepercayaan lagi terhadap bank, maka pihak bank akan mengalami kerugian yang sangat besar. 3. Jika akibat tersebut di atas terjadi, maka akibat berkelanjutannya adalah akan berdampak sistemik terhadap bank-bank lain. Dampak sistemik misalnya pada bank A mengalami penurunan kesehatan bank maka kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut juga menurun sehingga nasabah menarik seluruh dana simpanannya di bank tersebut. Hal yang sama juga akan terjadi terhadap bank B, bank C, dan bankbank lainnya karena nasabahnya merasa takut bank tersebut mengalami hal yang serupa. 4. Selain itu, kredit bermasalah juga menimbulkan akibat naiknya pencadangan kerugian bank yang disebut CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai). CKPN adalah penyisihan yang dibentuk apabila nilai tercatat aset keuangan setelah penurunan nilai kurang dari nilai tercatat awal. Besarnya CKPN dibentuk berdasarkan persentase tertentu dari nominal berdasarkan kualitas aktiva produktif. Semakin besarnya jumlah kerugian dana dalam aktiva produktif, maka akan semakin tinggi CKPN yang dikeluarkan oleh bank. Akibat-akibat tersebut di atas sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan bank. Jika akibat-akibat tersebut hanya dibiarkan saja, maka semakin lama bank akan mengalami kerugian yang terus meningkat. Terutama jika CKPN yang terus dikeluarkan semakin besar, maka bank akan kehilangan asetnya karena semakin banyaknya biaya yang harus disisihkan untuk menutupi kerugian bank akibat kredit bermasalah tersebut. Ditambah lagi jika para nasabah tidak menaruh Universitas Sumatera Utara kepercayaan lagi kepada bank, maka keadaan bank akan semakin memburuk dan dapat menyebabkan bank menjadi tutup. Oleh karena itu setiap bank harus berhati-hati dalam menganalisis suatu kredit yang akan diberikan kepada calon debitur guna menghindari terjadinya kredit bermasalah serta akibat buruk yang akan menjadi pemicu menurunnya tingkat kesehatan bank tersbut. C. Upaya Yang Dilakukan PT. Bank Sumut Medan Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah Penyelesaian kredit merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan fasilitas kredit dengan pendekatan penerimaan bertahap atau sekaligus, baik karena tidak memenuhi syarat untuk direstrukturisasi kredit maupun karena debitur mengajukan permohonan untuk menyelesaikan fasilitas kreditnya, dimana sumber pelunasan berasal dari pihak internal dan/atau eksternal debitur atau dari hasil penjualan aset dan/atau agunan. 114 Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pihak bank untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut pada tahapan pertama adalah upaya penyelamatan kredit, dengan syarat apabila bank mempunyai keyakinan bahwa usaha nasabah masih mempunyai prospek untuk berkembang. Upaya-upaya yang diterapkan kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan dalam penyelesaian kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 115 1. Mendeteksi secara dini permasalahan-permasalahan yang dihadapi pihak debitur yang dapat mengganggu kelancaran usahanya sehingga mengakibatkan debitur mengalami kesulitan untuk membayar kredit. Jika kredit sudah jatuh tempo, pihak bank akan mengkonfirmasi 114 115 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara kepada debitur melalui telepon. Selanjutnya, bank akan menghadap langsung dengan debitur untuk menggali lebih lanjut tentang penunggakan pembayaran kredit yang dialami debitur. 2. Ketika kredit sudah bermasalah, terdapat 3 (tiga) pilar untuk mengatasi kredit bermasalah yang paling sering diterapkan pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan adalah sebagai berikut: a. Penagihan (collection) Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap kredit bermasalah, bank membentuk tim penagihan dengan keputusan direksi. Dimana usaha bank dalam melakukan penagihan dengan intensif terutama kepada debitur kemampuan. yang Langkah-langkah dalam masih mempunyai melakukan penagihan tersebut dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut: 1) Menghubungi debitur untuk melakukan penagihan 2) Mengunjungi debitur 3) Mengeluarkan surat informasi tunggakan kepada debitur 4) Mengeluarkan surat panggilan kepada debitur b. Restrukturisasi Kredit Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Restrukturisasi kredit ini dilakukan khusus untuk debitur yang omset bisnisnya menurun tetapi debitur masih berniat untuk membayar tagihan kredit tersebut. Oleh sebab itu, dalam hal ini Universitas Sumatera Utara bank dituntut untuk menganalisa pihak terkait dan juga permasalahan yang sedang dialami debitur, dengan syarat bahwa debitur harus memenuhi asas transparansi agar bank dapat lebih mudah dalam menganalisanya. c. Eksekusi Hak Tanggungan (Lelang) Apabila debitur cidera janji, objek hak tanggungan yang dipegang oleh bank dijual melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bank sebagai pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasil pelelangan tersebut untuk pelunasan kredit yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut. Eksekusi hak tanggungan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak beritikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya. Selain itu, dalam perjalanan mengatasi kredit bermasalah pihak bank dapat memberikan opsi yang lainnya, antara lain: 116 1. Bank memberikan kelonggaran waktu pembayaran denda dan sebagian bunga berjalan. 2. Penarikan barang agunan. 3. Pengambilalihan atau take over agunan. 4. Penyelesaian dengan lelang agunan yang sudah dipasang hak tanggungan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. 5. Penyelesaian melalui gugatan hukum. 116 Op.Cit., Hasil Wawancara dengan Bapak Dicky Frandhika Gutama Universitas Sumatera Utara Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan dalam penanganan kredit yang bermasalah dilakukan secara sistematis dengan menindaklanjuti “peringatan dini” dengan memberikan pemberitahuan, dimana pihak PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan sebelumnya harus dapat memperoleh informasi-informasi dari pengamatan secara langsung terhadap nasabah atas kejadian-kejadian atau gejala-gejala yang diperoleh secara langsung dari nasabah yang telah diidentifikasi dan diwaspadai dengan menentukan langkah yang tepat yang segera harus diambil untuk melakukan perbaikan sebelum pinjaman kredit menjadi bermasalah dan semakin memburuk. D. Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Medan Dengan Metode Restrukturisasi Bank sebagai pihak kreditur dalam rangka menjaga kualitas kredit dan upaya meminimalkan potensi kerugian dari debitur yang potensial bermasalah ataupun debitur yang bermasalah, bank dapat mempertimbangkan untuk melakukan restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit dilakukan terhadap debitur yang memiliki prospek usaha dan beritikad baik, serta diperkirakan bahwa atas restrukturisasi kredit tersebut, debitur akan memenuhi kewajiban kepada bank dengan baik. Pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan ataupun regulasi terkait sehingga memenuhi asas transparansi, good corporate governance serta memenuhi asas pengelolaan bank yang hati-hati (prudent) dan akuntabilitas. Sedangkan terhadap debitur yang tidak memenuhi Universitas Sumatera Utara kelayakan untuk direstrukturisasi dapat dilakukan melalui penyelesaian cara yang lain. 117 Pendekatan restrukturisasi kredit dilaksanakan dengan memperhatikan pengelolaan risiko kredit dan tingkat pendapatan bank dengan memperbaiki kualitas kredit menjadi performing loan. Tindakan tersebut selain untuk meminimalkan kerugian bank, juga akan memperkuat posisi legalitas bank khususnya berkaitan dengan penyempurnaan perikatan antara bank dan debitur menyangkut penyempurnaan dan pembaharuan perjanjian atau akad kredit, pengikatan agunan yang belum diikat, meningkatkan nilai jaminan bank sehingga akan memperbaiki tingkat recorvery bank di kemudian hari. Adanya upaya perbaikan kualitas kredit dengan metode restrukturisasi, maka PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan memuat ketentuan pelaksanaan restrukturisasi kredit yaitu sebagai berikut: 118 1. Kriteria Restrukturisasi Kredit Restrukturisasi kredit dapat dilakukan terhadap debitur dengan kriteria sebagai berikut: a. Debitur bersifat kooperatif dan beritikad baik dalam mencari solusi penyelesaian kewajiban kepada bank. b. Debitur masih memiliki prospek usaha yang baik sebagaimana diatur oleh regulator bank atau minimal memenuhi pendefinisian prospek usaha sebagaimana disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia. 117 118 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara c. Setelah dilakukan restrukturisasi diharapkan debitur akan mampu memenuhi kewajiban kepada bank, baik kewajiban pokok maupun bunga. d. Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari: 1) Penurunan penggolongan kualitas kredit 2) Peningkatan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) ataupun Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). PPA adalah cadangan yang harus dihitung sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva. 3) Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. 2. Prinsip Restrukturisasi a. Proses pengambilan keputusan restrukturisasi kredit harus dilakukan dengan memperhatikan four eyes priciple. b. Restrukturisasi kredit dapat dilakukan kepada debitur dengan kolektibilitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. c. Pejabat atau pegawai yang mengusulkan restrukturisasi kredit harus berbeda dengan pejabat atau pegawai yang memberikan fasilitas kredit. d. Dalam melakukan analisa restrukturisasi kredit harus memperhatikan ekposur secara konsolidasi atas total fasilitas kredit yang dinikmati oleh debitur dengan memperhatikan pihak terkait Universitas Sumatera Utara (group), sehingga total fasilitas harus diungkapkan baik dalam bentuk cash loan maupun non cash loan. e. Total fasilitas kredit yang dinikmati oleh debitur dari bank atau kreditur lainnya harus dinyatakan secara jelas dalam analisa yang sumber datanya dapat berasal dari Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia dan Laporan Keuangan. f. Dalam rangka menjaga objektivitas analisa dan pengambilan keputusan restrukturisasi kredit, maka: 1) Analisa permohonan restrukturisasi kredit bukan analis yang terlihat dalam proses pemberian kredit; 2) Unit pengelola penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit bermasalah mempunyai kewenangan menunjuk analis yang memproses permohonan restrukturisasi kredit. Pelaksanaan proses penyelesaian kredit bermasalah dengan metode restrukturisasi pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan dengan memberikan pola atau opsi restrukturisasi sebagai berikut: 119 1. Penurunan Suku Bunga Kredit Penurunan suku bunga kredit dapat dilakukan terhadap fasilitas kredit dengan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan atau macet dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dilakukan secara selektif terhadap debitur atas dasar cash flow debitur. 119 Ibid. Universitas Sumatera Utara b. Tingkat suku bunga minimal sebesar cost of loanable fund bank serta dikaji secara periodik dengan mempertimbangkan kecenderungan kondisi tingkat suku bunga di pasar. Cost of loanable fund adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk menghimpun dana, setelah diperhitungkan dengan cadangan wajib minimum yang harus dipelihara ditambah biaya operasional dana dan kredit (overhead cost) yang ditetapkan oleh Asset and Liability Committee (ALCO) bank secara periodik. c. Jangka waktu dan kemampuan membayar debitur dengan menggunakan tingkat suku bunga restrukturisasi harus tercermin dengan baik dalam proyeksi cash flow. d. Debitur yang memperoleh penurunan suku bunga sampai dengan cost of loanable fund tidak boleh diberikan penangguhan pembayaran bunga berjalan yang dijadwalkan. e. Debitur yang memperoleh keringanan dengan cara membayar sebagian bunga berjalan yang dijadwalkan, maka tingkat suku bunga restrukturisasi yang dibebankan kepada debitur adalah tingkat suku bunga pasar dan selisih tingkat suku bunga pasar dan bunga yang dijadwalkan dicatatkan secara off balance sheet dan dibuatkan jadwal pembayarannya. f. Apabila debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dengan keringanan beban bunga pada poin d dan e di atas, maka penyelamatan kredit adalah dengan penyelesaian kredit. Universitas Sumatera Utara 2. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit Perpanjangan jangka waktu kredit dapat dilakukan terhadap fasilitas kredit dengan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan atau macet dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jangka waktu maksimum untuk perpanjangan dan penjadwalan kembali didasarkan atas cash flow debitur. b. Untuk kredit modal kerja maka sifat modal kerja dirubah dari kredit tanpa angsuran (revolving) menjadi kredit angsuran tetap (non revolving), perpanjangan jangka waktu maksimum lima tahun dengan membuat jadwal pembayaran dan tidak dapat diterbitkan blanko cek dan giro. c. Untuk kredit investasi atau kredit yang pelunasannya telah mempunyai jadwal angsuran pokok, maka penambahan jangka waktu maksimal tujuh tahun dari sisa jangka waktu sebelumnya. d. Perpanjangan jangka waktu atau penjadwalan kembali dapat dilakukan dengan memberikan grace periode kepada debitur atas dasar proyeksi cash flow debitur. e. Penambahan jangka waktu yang diusulkan disesuaikan dengan kemampuan debitur membayar kewajibannya yang tercermin dari proyeksi cash flow dimana asumsi yang digunakan telah disepakati kedua belah pihak. f. Penambahan jangka waktu atau penjadwalan kembali dengan memberikan grace periode dengan ketentuan: Universitas Sumatera Utara 1) Selama grace periode kualitas kredit mengikuti kualitas kredit sebelum dilakukan restrukturisasi. 2) Setelah grace periode berakhir, maka kualitas kredit mengikuti proses proses penetapan kualitas kredit sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 berikut perubahan-perubahannya. 3) Kualitas kredit yang direstrukturisasi dengan pemberian grace periode dapat ditingkatkan kualitas kreditnya sepanjang terdapat pembayaran pokok dan bunga selama tiga kali berturut-turut dengan memperhatikan poin f. 2) di atas. 3. Pengurangan Tunggakan Bunga Kredit, Denda dan Biaya Pengurangan tunggakan bunga kredit, denda dan biaya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dilakukan secara selektif dan hati-hati dengan mempertimbangkan kemampuan riil debitur. b. Besarnya pengurangan atas tunggakan bunga kredit, denda dan biaya didasarkan pada proyeksi cash flow debitur. c. Pengurangan tunggakan bunga kredit dan denda hanya dapat diberikan kepada debitur dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, kecuali ada keputusan Direksi yang bersifat crash program. d. Pengurangan biaya kredit dapat diberikan kepada debitur dengan kualitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Universitas Sumatera Utara e. Pengurangan biaya kredit sebelum dilakukan restrukturisasi yang telah dibebankan oleh bank tidak dapat diberikan, kecuali atas dasar force major ataupun karena regulasi pemerintah (pusat atau daerah). 4. Penjadwalan Pembayaran Tunggakan Bunga (exsisting), Denda dan Sebagian Bunga Berjalan Penjadwalan pembayaran tunggakan bunga (exsisting), denda dan sebagian bunga berjalan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Diberikan kepada debitur secara selektif, yaitu bagi debitur yang selama ini (past performance) mempunyai itikad baik dalam memenuhi kewajiban, namun saat ini debitur mengalami kesulitan likuiditas. b. Terhadap tunggakan bunga (existing), denda dan sebagian bunga berjalan dibuatkan jadwal pembayarannya dan diadministrasikan secara off balance sheet. c. Tunggakan bunga (existing), denda dan sebagian bunga berjalan dapat diakui sebagai pendapatan bank apabila telah diterima secara tunai. d. Jangka waktu pembayaran tunggakan bunga (existing), denda dan sebagian bunga berjalan paling lama sama dengan jangka waktu restrukturisasi kredit. e. Restrukturisasi kredit yang masih memiliki kewajiban/tunggakan bunga berjalan, maka kualitas kreditnya maksimal Dalam Perhatian Khusus. Universitas Sumatera Utara 5. Pengurangan Tunggakan Pokok Kredit a. Dilarang pelaksanaan restrukturisasi dengan pengurangan pokok kredit, kecuali atas perintah Undang-Undang ataupun Pengadilan. b. Pemberian pengurangan atau pemotongan pokok kredit harus mendapatkan persetujuan dari pemegang saham dan diusulkan pada saat pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham setelah terlebih dahulu disetujui oleh Dewan Komisaris Bank. 6. Penambahan Fasilitas Kredit a. Diberikan kepada debitur secara selektif. b. Tambahan fasilitas kredit dipergunakan untuk menyelesaikan proyek/investasi yang merupakan sumber pembayaran kewajiban secara keseluruhan dan didasarkan pada: 1) Adanya analisa yang cermat terhadap kebutuhan dana yang dibutuhkan debitur untuk menyelesaikan proyek/investasi tersebut termasuk keyakinan bank atas sumber dana self financing. 2) Adanya proposal yang lengkap dari debitur yang di dalamnya mencerminkan jangka waktu penyelesaian proyek (investasi) dan besarnya Rencana Anggaran Biaya proyek/investasi. c. Atas tambahan fasilitas kredit debitur diwajibkan untuk memberikan jaminan tambahan berupa aset tetap atau penjaminan pihak ketiga lainnya berupa atau setara dengan cash collateral minimal sebesar nilai tambahan fasilitas, apabila rasio agunan yang telah dikuasi bank masih kurang sesuai ketentuan. Universitas Sumatera Utara d. Kualitas tambahan kredit sebagai bagian dari paket restrukturisasi kredit ditetapkan sama dengan kualitas kredit yang direstrukturisasi. e. Fasilitas tambahan kredit harus disertai persyaratan sebagai berikut: 1) Fasilitas tambahan tidak digunakan untuk mengurangi sebagian atau seluruh tunggakan pokok dan/atau bunga. 2) Jangka waktu fasilitas kredit tambahan paling lama sama dengan jangka waktu fasilitas kredit yang direstrukturisasi. 7. Konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara Bank dapat melakukan restrukturisasi kredit dengan melakukan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara dan dilakukan secara selektif kepada debitur dengan memperhatikan: 1) Prospek usaha debitur baik dan tidak masuk dalam daftar negatif investasi. 2) Nilai likuidasi jaminan jauh lebih kecil dari seluruh kewajiban. 3) Didasarkan atas kajian kelayakan proposal dari debitur untuk pelaksanaan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara terhadap fasilitas kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan atau macet. Universitas Sumatera Utara b. Besarnya penyertaan dinilai oleh perusahaan penilai independen yang ditunjuk bank, maksimal sebesar kewajiban debitur. c. Perhitungan jangka waktu penyertaan modal sementara dihitung sejak bank melakukan penyertaan modal sementara. d. Penyertaan tersebut wajib ditarik kembali apabila telah melebihi jangka waktu paling lama lima tahun atau perusahaan debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba kumulatif dan mampu untuk menyelesaikan seluruh kewajiban kepada bank. Penyertaan tersebut juga wajib dihapusbukukan dari neraca bank apabila telah melebihi jangka waktu lima tahun. 8. Pola restrukturisasi Lainnya Pola restrukturisasi tersebut di atas dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pola restrukturisasi berikut ini, yaitu: a. Konversi Valuta Kredit Konversi valuta kredit dapat dilakukan untuk memperbaiki struktur pendanaan dari debitur antara valuta penerimaan dan valuta pengeluaran. Atau dapat juga dilakukan dari valuta asing kepada valuta Rupiah atau sebaliknya dengan mempergunakan nilai tukar (kurs konversi) yang berlaku pada saat tanggal penandatanganan akad restrukturisasi kredit. Dalam hal melakukan pola konversi valuta kredit tersebut harus mendapatkan persetujuan dari unit kerja yang membidangi pengelolaan valuta (treasury). Universitas Sumatera Utara b. Penggabungan Fasilitas Kredit Penggabungan fasilitas kredit dapat dilakukan dalam rangka pengefektifan dan efisiensi pengelolaan dengan ketentuan bahwa perjanjian kredit awal harus dimasukkan sebagai konsideran dalam perjanjian restrukturisasi kredit. Apabila terdapat beberapa jangka waktu jatuh tempo yang berbeda-beda, maka dapat dipilih salah satu jangka waktu terpanjang dan didasarkan pada cash flow debitur. c. Novasi Novasi merupakan pembaharuan utang yang disertai dengan hapusnya perikatan yang lama, dalam hal tersebut debitur berpindah tangan. Debitur pengganti atas debitur eksisting harus mempunyai prospek usaha yang baik, kemampuan membayar dan kinerja yang lebih baik lagi dibandingkan dengan debitur eksisting. Proses analisa dalam pelaksanaan novasi harus dilakukan sama dengan analisa pemberian kredit baru. d. Subrogasi Subrogasi adalah pembayaran pihak ketiga kepada kreditur, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu melalui debitur yang meminjam uang kepada pihak ketiga. Nilai dari subrogasi tersebut boleh sebagian atau seluruh kredit. Apabila subrogasinya hanya sebagian, maka harus ada kesepakatan antara bank dan kreditur baru terhadap nilai jaminan yang dialihkan dari bank kepada pihak Universitas Sumatera Utara ketiga lainnya yang menjadi subrogasi dan pengalihan jaminan tersebut harus atas persetujuan debitur. e. Penjualan Saham Debitur dan Masuknya Investor Strategis Pola tersebut dipergunakan untuk memperkuat struktur permodalan debitur dan menjadi sumber dana untuk penyelesaian investasi yang sumber dananya tidak memungkinkan dari pinjaman baru ataupun setoran baru pemegang saham lama. Investor strategis ini harus memenuhi seluruh legalitas yang diperlukan sebagai pemegang saham baru dan tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau daftar hitam Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan, adapun beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan atas permasalahan yang terkait dengan penelitian tersebut,yaitu sebagai berikut: 1. Penyebab terjadinya kredit bermasalah pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan pada umumnya disebabkan karena kesalahan dari pihak debitur dan pihak kreditur. Kesalahan yang ditimbulkan oleh pihak debitur adalah pihak debitur mengalami penurunan omset usahanya yang bahkan membuat debitur menjadi bangkrut, debitur mengalami konflik dengan keluarga seperti perceraian dan sengketa harta warisan, karakter debitur yang kurang baik terhadap bank, serta adanya bencana alam yang merupakan suatu keadaan diluar dugaaan bagi para pihak, seperti musibah kebakaran, banjir, gempa dan lain-lain yang membuat debitur kehilangan mata pencariannya. Kesalahan yang ditimbulkan dari pihak kreditur biasanya disebabkan karena kelalaian bank dalam melakukan analisis kelayakan suatu kredit yang akan diberikan, hal tersebut biasanya terjadi karena adanya kedekatan antara kreditur dan debitur. 2. Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya kredit bermasalah pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan adalah terjadinya peningkatan Rasio Non Performing Loan, tingkat kesehatan bank Universitas Sumatera Utara menurun dan mengakibatkan nasabah tidak mempercayai bank sebagai tempat penyimpanan yang aman dan nyaman sehingga akan berdampak sistemik terhadap bank-bank yang lain. Kredit bermasalah juga mengakibatkan naiknya pencadangan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang membuat laba bank akan menurun. 3. Upaya penyelesaian kredit bermasalah pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan adalah dengan mendeteksi secara dini permasalahan yang mengakibatkan debitur sulit untuk membayar kredit, bank memberikan kelonggaran waktu pembayaran denda dan sebagian bunga berjalan, penarikan barang agunan, pengambilalihan agunan dan penyelesaian melalui gugatan hukum. Selain itu, terdapat tiga pilar penting untuk melakukan upaya penyelamatan kredit yaitu penagihan kredit (collection), restrukturisasi kredit dan eksekusi hak tanggungan (lelang). 4. Penyelesaian kredit bermasalah dengan metode restrukturisasi yang diterapkan pada Kantor PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan dengan memberikan pola atau opsi yaitu penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, denda dan biaya, penjadwalan pembayaran tunggakan bunga (existing), denda dan sebagian bunga berjalan, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Pola atau opsi restrukturisasi tersebut juga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pola restrukturisasi yang lain yaitu konversi valuta kredit, penggabungan fasilitas kredit, Universitas Sumatera Utara novasi, subrogasi serta penjualan saham debitur dan masuknya investor strategis. B. Saran Saran-saran yang diberikan oleh penulis terkait dengan permasalahan yang dikaji dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal untuk menghindari masalah yang timbul dalam pelaksanaan pemberian kredit, sebaiknya PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan harus melakukan penilaian kredit dan karakter calon nasabah sebelum kredit tersebut diberikan. Penilaian tersebut dilakukan agar bank mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit sehingga meminimalisasi peluang terjadinya kredit bermasalah. 2. PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan sebaiknya melakukan pengawasan yang ketat atas setiap kredit yang disalurkan. Setelah melakukan analisisyang ketat di tahapan awal perkreditan, yang dapatdilakukan bank setelah melakukan pencairan kredit adalah dengan melakukanpengawasan yang ketat atas setiap kredit yang disalurkan, sehingga apabilaterjadi hal yang tidak diinginkan dapat disinyalir lebih cepat. Universitas Sumatera Utara