DM - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Diabetes
metabolik
Mellitus
kronis
yang
(DM)
merupakan
ditandai
dengan
penyakit
hiperglikemia
persisten sebagai hasil dari gangguan sekresi insulin,
aktivitas insulin atau keduanya. Jika tidak terkontrol,
semakin lama akan menyebabkan kerusakan dan disfungsi
pada banyak organ terutama sistem saraf dan pembuluh
darah (WHO, 2006; ADA, 2010).
Beban dari penyakit ini masih meningkat secara
global,
khususnya
Indonesia.
Secara
di
negara
global,
berkembang
jumlah
termasuk
penderita
DM
diperkirakan akan meningkat dari 382 juta pada tahun
2013 menjadi 592 juta pada tahun 2035 (IDF, 2013). Di
Indonesia, prevalensi DM meningkat dari 1,1% pada tahun
2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013 dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 6,3% pada tahun 2030 (Miharja, 2004;
Balitbankes, 2013). Dengan meningkatnya prevalensi DM,
tingkat morbiditas dan mortalitas akibat DM juga akan
meningkat.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah salah satu tipe
DM
yang
paling
sering
ditemukan
pada
orang
dewasa,
1
2
sekitar 90% dari semua kasus DM dan dapat menyebabkan
komplikasi serius
yang
terkait
DM
(WHO, 2006). Salah satu komplikasi
tipe
2
adalah
terjadinya
penurunan
kognitif. Beberapa studi melaporkan adanya defisit pada
efisiensi
psikomotor,
visuospasial
pada
belajar,
penderita
memori
DM
dan
kemampuan
(Seyfaddini,
2006).
Komplikasi lain dari DM tipe 2 yaitu hipertensi dan
retinopati
juga
berkontribusi
terhadap
penurunan
kognitif yang dapat diamati pada DM tipe 2 (Tenkin et
al., 2009).
Demensia
yang
merupakan
bersifat
keterbatasan
penyakit
progresif
aktivitas
dan
lansia
di
atas
usia
demensia
(Frosch
et
al.,
2010).
adalah
bentuk
dapat
sehari-hari.
populasi
(AD)
penuurnan
paling
65
umum
kognitif
menyebabkan
Sekitar
tahun
6%
mengalami
Alzheimer’s
dari
dari
disease
demensia
pada
lansia yang ditandai dengan akumulasi amyloid β peptide
(Aβ)
(Aria
et
al.,
2010).
Pada
tahun
2001,
secara
global, terdapat kira-kira 11 juta orang yang mengalami
AD dan diperkirakan prevalensi AD akan meningkat 4 kali
lipat pada tahun 2050. Penyakit ini dapat menimbulkan
masalah
perilaku
yang
mengganggu
baik
maupun keluarganya (Agus, 2005; WAD, 2011).
bagi
pasien
3
Deposisi ekstraseluler yang terdiri dari Aβ pada
jaringan otak merupakan tanda diagnostik pasti dari AD.
Amyloid
β
peptide
merupakan
hasil
pembelahan
dari
amyloid precursor protein (APP) oleh β-secretase dan ᵞsecretase.
dapat
Pembelahan
menghasilkan
sekunder
beberapa
APP
jenis
oleh
Aβ
ᵞ-secretase
dari
berbagai
fragmen C-terminal, yaitu sebagian besar Aβ40 dan Aβ42
(Maloney & Lahiri, 2011; Dries et al., 2012). Amyloid β
peptide merupakan senyawa yang neurotoksik dan dapat
mengakibatkan
kerusakan
sinaps
dan
kehilangan
sel
neuron (Arai et al., 2010).
Menurut Faris et al. (2012), insulin degrading
enzyme (IDE) mungkin berperan dalam proses patologis
yang menghubungkan DM tipe 2 dan AD. Insulin degrading
enzyme
tidak
hanya
berperan
untuk
mengatur
insulin
tetapi juga mengatur Aβ melalui degradasi proteolitik
ekstraseluler. Insulin dapat merangsang sekresi Aβ dan
menginhibisi
berkompetisi
degradasi
dengan
Aβ.
Aβ
oleh
Selain
IDE
itu,
dengan
ada
studi
cara
yang
mengatakan bahwa pada DM tipe 2 terdapat kerusakan sel
β dan tumpukan amyloid islet pada pankreas. Amyloid
islet
ini
mirip
dengan
plak
amyloid
di
otak
dan
keduanya bersifat toksik sehingga diperkirakan bahwa
4
kemungkinan ada jalur patologis yang mirip pada DM dan
AD (Lorenzo et al., 1994; Janson et al., 2004).
Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan adanya
dugaan bahwa DM berpengaruh terhadap kadar Aβ plasma
dan berperan pada penurunan kemampuan kognitif.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
kadar
amyloid
β
peptide
42
plasma
pada penderita diabetes mellitus tipe 2?
2. Bagaimanakah
kemampuan
kognitif
pada
penderita
diabetes mellitus tipe 2?
3. Bagaimanakah pengaruh kadar amyloid β peptide 42
plasma terhadap kemampuan kognitif pada penderita
diabetes mellitus tipe 2?
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
sebagai
berikut:
1. Mengetahui kadar amyloid β peptide 42 plasma pada
penderita diabetes mellitus tipe 2.
2. Mengetahui
kemampuan
kognitif
diabetes mellitus tipe 2.
pada
penderita
5
3. Mengetahui
pengaruh
kadar
amyloid
β
peptide
42
plasma terhadap kemampuan kognitif pada penderita
diabetes mellitus tipe 2.
I.4. Keaslian Penelitian
1. Penelitian
bahwa
Astuti
terdapat
gangguan
&
korelasi
kognitif
endokrinologi
Diabetes
Dahlan
pada
di
RSUP
mellitus
(2007),
antara
penderita
Dr.
dengan
menyatakan
diabetes
DM
Sardjito
faktor
di
dan
klinik
Yogyakarta.
risiko
lain
(hipertensi, penyakit kardiovaskular atau stroke)
memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan kognitif dibanding faktor risiko DM saja.
2. Penelitian
Seyfaddini
(2006),
menunjukkan
bahwa
berdasarkan hasil dari Wisconsin card sort test
(WCST), masalah kognitif lebih sering ditemukan
pada penderita DM dibanding pasien non-DM dengan
rasio risiko (RR) sebesar 8,21 (95% CI: 2,15-31,4)
sedangkan
(MMSE)
hasil
mini
menunjukkan
mental
bahwa
state
tidak
ada
examination
perbedaan
signifikan antara 2 kelompok pasien tersebut.
3. Penelitian Ringman et al. (2008), menyatakan bahwa
kadar Aβ42 ditemukan meningkat dalam plasma pada
Familial
Alzheimer
Disease
(FAD),
mutation
6
carriers
(MCs)
sedangkan
rasio
Aβ42/Aβ40
dalam
cerebrospinal fluid (CSF) pada non demented MCs
ditemukan menurun.
Dari
beberapa
penelitian
tersebut,
belum
ada
penelitian mengenai pengaruh kadar amyloid β peptide 42
plasma pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sehingga
penelitian ini dilakukan.
I.5. Manfaat Penelitian
Melalui
penelitian
kadar
ini
amyloid
diabetes
pendekatan
dapat
β
biokimiawi,
menambah
peptide
mellitus
tipe
42
2,
diharapkan
pengetahuan
plasma
kemampuan
pada
mengenai
penderita
kognitif
pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 serta pengaruh kadar
amyloid β peptide 42 plasma terhadap kemampuan kognitif
pada
penderita
DM
tipe
2
khususnya
di
Indonesia
sehingga berguna untuk kemajuan ilmu bidang kedokteran.
Download