BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Probiotik Verschuere et al. (2000

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Probiotik
Verschuere et al. (2000) mendefenisikan probiotik sebagai penambahan
mikroorganisma yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui
modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroorganisma
lingkungan hidupnya, mengoptimalkan penggunaan pakan atau meningkatkan
nilai
nutrisinya,
berkompetisi
dengan
mikroorganisma
yang
patogen,
memperbaiki respon inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas air.
Mekanisme kerja probiotik dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu: (1) produksi
senyawa inhibitor seperti antibiotik, bakteriosin, siderofor, lisosim, protease,
hidrogen peroksida atau senyawa organik yang dapat mengubah pH; (2) kompetisi
terhadap senyawa kimia atau sumber energi (nutrisi) seperti besi atau nutrien yang
diambil dari inang; (3) kompetisi terhadap tempat perlekatan pada tubuh inang;
(4) meningkatkan respon imun pada inang dan (5) memperbaiki kualitas air
dengan cara mendegradasi ammonia dan nitrit. Manfaat yang diharapkan dari
aplikasi probiotik yaitu: (1) meningkatkan populasi bakteri non patogenik dan (2)
sebagai dekomposer bahan organik menjadi mineral dan mengubah senyawa
beracun menjadi tidak beracun, seperti senyawa ammonia dan nitrit yang beracun
menjadi senyawa nitrogen bebas melalui proses nitrifikasi.
Balcazar et al. (2006) menyatakan bahwa aplikasi probiotik di air
pemeliharaan ikan telah mampu memperbaiki kualitas air. Bacillus sp. salah satu
contoh bakteri probiotik yang efisien digunakan dalam budidaya perairan karena
Universitas Sumatera Utara
mampu mengkonversi bahan organik (sisa pakan) menjadi CO2 yang digunakan
dalam metabolisme sel. Jamilah (2011) melaporkan bahwa Bacillus cereus
memiliki isoenzim yang mampu mendegradasi dan mendetoksifikasi sisa pakan
yang terdapat di tambak budidaya.
Genus bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Bacillus
(Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus licheniformis) (Rengpipat et al., 1998;
Gullian et al., 2004; Ghosh et al., 2004), Lactobacillus (Lactobacillus
achidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus reuteri) (Gatesoupe, 1994; Nikoskelainen et al., 2001),
Pseudomonas, Nitrobacter, Nitrosomonas (Gram et al., 1999), Vibrio (Vibrio
alginolyticus) (Austin et al., 1995), Leuconostoc (Feliatra et al., 2004) dan
Micrococcus (Irianto dan Austin, 2002; Feliatra et al., 2004). Probiotik harus
memenuhi syarat berikut: (1) menguntungkan inangnya; (2) mampu hidup
walaupun tidak tumbuh di intestimun inang; (3) harus dapat hidup dan
bermetabolisme di lingkungan usus, resisten pada suhu rendah dan asam organik;
(4) dapat disiapkan sebagai produk sel hidup dalam skala besar (industri); (5)
dapat menjaga stabilitas dan sintasannya untuk waktu yang lama baik dalam
penyimpanan maupun di lapangan; (6) tidak patogenik dan tidak menghasilkan
senyawa toksik; (7) mampu hidup pada kisaran pH yang lebar; (8) dapat hidup
dan berkembang di dalam wadah pemeliharaan ikan (Fuller, 1989; Farzanfar,
2006; Feliatra et al., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Dalam budidaya perikanan, probiotik dapat diaplikasikan dalam beberapa
cara yaitu: (1) ditambahkan ke dalam pakan buatan (pellet); (2) ditambahkan ke
dalam pakan hidup (Artemia, Rotifera); dan (3) ditebarkan/ditambahkan ke dalam
air pemeliharaan ikan. Jadi melalui penambahan bakteri probiotik yang
menguntungkan ke tambak atau bak pemeliharaan ikan maka kualitas air dapat
ditingkatkan. Penggunaan probiotik komersial yang kandungan bakterinya terdiri
dari bakteri Bacillus, Nitrosomonas sp., Pseudomonas, Nitrobacter sp. dan
Aerobacter sp. mampu menguraikan senyawa ammonia dan nitrit. Moriarty
(1999) dan Suprapto (2005) menggunakan probiotik yang mengandung Bacillus,
Lactobacillus, Nitrobacter sp. dan Nitrosomonas sp. untuk tambak udang dengan
tujuan untuk memperbaiki kualitas air melalui dekomposisi materi organik,
menyeimbangkan komunitas mikroba serta menekan pertumbuhan patogen
sehingga menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan udang.
2.2.
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Ikan kerapu macan masuk ke dalam kingdom Animalia, pylum Chordata,
sub phylum Vertebrata, class Osteichtyes, sub class Actinopterigi, ordo
Percomorphi, sub ordo Percoidea, family Serranidae, sub family Epinephelinae,
genus Epinephelus dan species Epinephelus fuscoguttatus. Kerapu macan
memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip pektorial (sirip dada),
sirip garis literal (gurat sisi) dan sirip caudal (ekor). Sirip dorsal memanjang
hampir sepanjang bagian punggung, dimana jari-jari kerasnya memiliki jumlah
yang sama dengan jari-jari lunaknya. Jumlah jari-jari adalah 13-15 buah. Sirip
anal terdiri dari 3 buah jari-jari. Sedangkan jumlah jari-jari di sirip ekor adalah 15-
Universitas Sumatera Utara
17 buah dan bercabang dengan jumlah 13-15 buah. Sisik yang menutupi seluruh
permukaan tubuh terbentuk kecil, mengikat dengan bentuk sikloid. Warna dasar
kerapu macan adalah coklat, dengan perut berwarna putih serta bercak hitam dan
putih disekujur tubuh yang tidak beraturan (Sudradjat, 2008; Abduh, 2007).
Hermawan (2007) mengemukakan bahwa bentuk badan kerapu macan
memanjang dan cenderung gepeng atau agak membulat. Ketebalan tubuh adalah
2,6 – 2,9 dari panjang standar dengan skala garis lateral adalah 53-58. Panjang
total tubuh ikan kerapu macan dapat mencapai 80 cm. Mulut berukuran besar
dengan posisi serong keatas dan bibir bawah menonjol keatas. Rahang atas dan
bawah dilengkapi dengan gigi-gigi geretan berderet dua baris, lancip dan kuat.
Gigi-gigi terbesar terletak di bagian depan. Sirip ekor berbentuk bulat (rounded).
Lubang hidung besar dan berada di atas mulut berbentuk bulan sabit.
Penyebaran kerapu macan terbesar saat sekarang ini adalah Malaysia
dengan asal benih dari Indonesia (Sisterkarolin, 2008). Pembenihan terbesar
adalah di Bali dan Lampung. Wilayah lain seperti Aceh, Batam, Sulawesi Selatan
dan Sumatera Utara adalah merupakan tempat penggelondongan. Wilayah
Sumatera Utara telah berhasil melakukan penggelondongan hingga ukuran 6-8
inci (Diskanla Sumut, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Jenis kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
2.3.
Kualitas Air untuk Budidaya Ikan
Umumnya budidaya kerapu di Indonesia menggunakan karamba jaring
apung yang dilakukan di laut, tetapi pada saat ini juga masih terdapat budidaya
secara tradisional di tambak. Menurut Suprakto dan Fahlivi (2007) bahwa kualitas
air yang cocok untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu suhu berkisar antara 24-31
o
C, salinitas antara 22-32 ‰, pH antara 7-8, kandungan oksigen terlarut diatas 3
mg/L, nitrit yang aman dan tidak berbahaya adalah < 0,1 mg/L dan ammonia
< 0,6 mg/L.
Kadar ammonia yang tinggi di dalam air menyebabkan ikan melakukan
penyerapan osmosis dengan cara mengurangi konsentrasi ion internal. Ammonia
juga meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak insang dan
mengurangi kemampuan darah untuk melakukan transportasi. Adanya kadar
subletal ammonia dapat meningkatkan sensitifitas ikan terhadap penyakit. Di
Universitas Sumatera Utara
dalam kolam dengan kepadatan tinggi dimana ikan diberi makan makanan
tambahan, kadar ammonia dapat meningkat pada tingkat yang lebih tinggi (Boyd,
1990).
Ammonia diproduksi dari penguraian protein untuk memperoleh energi
dan dikeluarkan melalui insang sebagai pertukaran dengan sodium sebagai bagian
dari sistem regulasi ion. Daya racun ammonia menurun sejalan dengan
meningkatnya salinitas air diatas 30 ‰ (Andrews et al., 2003). Boyd (1990) juga
mengatakan bahwa di air, ammonia nitrogen mempunyai 2 (dua) bentuk yaitu
ammonia tidak terionisasi (NH3) yang menyebabkan toksisitas pada ikan dan
ammonia terionisasi (NH4) yang tidak menyebabkan toksisitas bagi ikan.
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi),
reaksinya berlangsung dengan cepat dan dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi
ammonia yang dioksidasi sehingga memiliki orde reaksi 2 (K2). Nitrit berbahaya
karena nitrit bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam nitrous (HNO2-N)
yang berupa asam kuat dan karena tidak bermuatan listrik sehingga dengan bebas
dapat berdifusi melintasi membran insang atau melalui transport aktif. Mekanisme
efek toksik nitrit adalah ketika asam nitrous berdifusi ke dalam darah melalui
insang lalu bereaksi dengan besi II (Fe2+) menghasilkan besi III (Fe3+). Hal ini
akan mengurangi kemampuan sel darah merah untuk mengikat oksigen, yang
mengakibatkan penyakit darah coklat (methemoglobin) yang dapat mematikan
ikan karena kekurangan oksigen (hypoxia) (Boyd, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Download