PERTANGGUNGJAWABAN PERBANKAN DALAM PENJUALAN REKSADANA ILEGAL 1. Latar Belakang Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. (www.idx.co.id) Istilah reksadana pertama kali muncul dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang bursa yang menyatakan dalam pasal 1 angka 68 bahwa reksadana (mutual fund) adalah emiten yang kegiatan utamanya melakukan investasi kembali atau perdagangan efek. Secara sederhana reksadana adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan uang kepada pengelola reksadana (manajer investasi) untuk digunakan sebagai modal berinvestasi di pasar modal. (M. Irsan Nasarudin, 2007:156). Besarnya keuntungan yang dapat diraih masyarakat terhadap penanaman modal/investasi modal membuat masyarakat memiliki itikad buruk dan berbuat tindakan melanggar hukum. Salah satunya adalah adanya suatu reksadana ilegal. Namun dalam hal ini yang dimaksud dengan reksadana ilegal adalah bukan bentuk reksadana yang diperjualbelikan secara ilegal. Namun lebih pada penggalangan dana masyarakatnya dilakukan oleh lembaga bank yang tidak memiliki ijin dalam melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. UU Pasar Modal mensyaratkan adanya ijin dari Badan Pengawasa Pasar Modal bagi pihak – pihak yang akan menarik dana masyarakat demi kepentingan reksadana. Contoh kasus hal tersebut di atas adalah dari Bank Century, yaitu nasabah selain memiliki rekening tabungan, deposito dan rekening koran ternyata juga mempunyai investasi reksadana yang merupakan produk investasi yang diterbitkan Antaboga, tetapi dipasarkan oleh Bank Century. Nasabah Antaboga kebanyakan adalah nasabah Bank Century yang melakukan penandatanganan sertifikat reksadana di kantor Bank Century. Rata-rata nasabah ditawari tiga bulan dengan suku bunga (keuntungan) 10,5 - 13 persen. Produk reksadana tersebut diterbitkan oleh broker sekaligus manajer investasi PT Antaboga Delta Sekuritas yang merupakan pemilik 7,44 persen saham Bank Century. Namun uang yang diinvestasikan dalam jumlah begitu banyak menguap begitu saja tidak dapat diuangkan ketika sudah jatuh tempo seperti yang dijanjikan. 1 2 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka orang akan bertanya, dalam hal ini siapakah yang paling bertanggungjawab dalam penguapan dana reksadana yang pengumpulannya dilakukan oleh lembaga bank tidak berijin dalam operasionalnya. 3. Tinjauan Reksadana dari sudut pandang Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Dalam perkembangan kehidupan dewasa ini lembaga bank (perbankan) tidak hanya berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat (pasal 6 UU perbankan), namun juga dapat melakukan kegiatan – kegiatan usaha yang lain. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (yang selanjutnya disebut dengan UU Perbankan) seperti yang disebutkan dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 7, yang menyebutkan bahwa selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di pasal 6, Bank Umum dapat pula: a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank antara perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia; c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkakn oleh Bank Indonesia; dan d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Dalam Undang – Undang ini juga mengakomodir model perbankan yang berprinsip pada model syariah, yaitu perbankan yang berprinsip pada sistem aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) (pasal 1 angka 13 UU Perbankan). Sehingga secara tidak langsung segala bentuk usaha perbankan yang dilakukan oleh perbankan syariah juga tunduk pada ketentuan UU Perbankan. Namun secara rinci tentang penghimpunan dana dalam rangka reksadana tidak ditentukan dalam Undang Undang ini. Namun hanya menginsyaratkan diperbolehkannya usaha – usaha yang berkaitan 3 dengan penyertaan modal. Secara umum ketentuan tentang penyertaan modal diatur dalam UU Pasar Modal. Sehingga dalam hal ini UU Perbankan hanya memberikan isyarat bahwa lembaga perbankan dapat melakukan kegiatan penyertaan modal seperti yang di atur dalam UU Pasar Modal. 4. Tinjauan Reksadana dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 ayat (27) UU Pasar Modal memberikan definisi reksadana sebagai wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang telah mendapat ijin dari BAPEPAM. Mekanisme kerja dalam menghimpun dana dari reksadana melibatkan manajer investasi, bank kustodian, investor, dan melibatkan pelaku (perantara) dipasar modal (broker, underwriter) dan dipasar uang (bank) serta pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam. Manajer Investasi dan Bank Kustodian dalam rangka mengelola suatu reksadana tidak diperkenankan terafiliasi, guna menjaga independensi dari masingmasing pihak. Kewajiban dan tanggung jawab manajer investasi dan bank kustodian terinci dalam dokumen kontrak kerja antara dan hal ini nampak dalam mekanisme kinerja reksadana. Pengelolaan investasi reksadana terdapat 2 (dua) pihak yang mengelolanya yaitu manajer investasi dan Bank Kustodian (Sadsani Rihastuti, 2007 : 13). a. Manajer Investasi Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal pasal 1 angka 11 menyebutkan bahwa : “Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pension dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam pelaksanaan kebijaksanaan, manajer investasi haruslah mempunyai kebijakan umum atas strategi investasi yang dibuatnya. Keterbukaan informasi mengenai latar belakang manajer, informasi juga harus diberitahukan secara jelas kepada investor supaya calon investor reksadana tersebut mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing manajer investasi. Selain itu manajer investasi juga harus melakukan proses pengambilan keputusan strategi investasi serta mekanisme investasi secara prosedural karena dana yang dikelola manajer investasi berasal dari nasabah/ pihak ketiga dalam jumlah yang cukup besar. 4 b. Bank Kustodian UU Pasar Modal merumuskan definisi Bank Kustodian dalam pasal 1 angka 8 sebagai berikut : “ Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan memiliki pemegang rekening yang menjadi nasabah” Dalam pasal 43 ayat (1) UUPasar Modal dinyatakan bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan efek, atau bank umum yang telah mendapatkan persetujuan Bapepam. Dalam kaitannya dengan reksadana bank kustodian bertanggungjawab dalam pengadministrasian atas nama kekayaan reksadana serta mengadministrasikan akan pemegang unit penyertaan (Sadsani Rihastuti, 2007:14) c. Reksadana Ilegal Dilihat dari asal kata reksadana, menurut Tatang Ary Gumanti (2007:70) berasal dari dua kata yaitu “reksa” yang berarti jaga/pelihara dan kata “dana” yang berarti kumpulan uang. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai “ kumpulan uang yang dipelihara bersama (untuk suatu kepentingan). Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal yang tidak mempunyai banyak waktu dan keahlian untuk mnghitung resiko atas investasi, namun hanya memilki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “ilegal” mempunyai arti tidak menurut hukum dan tidak sah.sedangkan kata ilegal berarti keadaan dimana suatu kejadian tidak diterima oleh suatu sistem. Untuk menemukan definisi dari reksadana ilegal maka digunakan penggabungan antara 2 (dua) istilah yang telah disebutkan diatas (disunting dari www.hukumpositif.com). d. Akibat Hukum Bagi Lembaga Bank Penjual Reksadana Ilegal Dari sudut pandang Undang Undang Perbankan, perbuatan pengumpulan dana guna investasi reksadana yang dilakukan lembaga bank namun tidak memiliki izin telah melanggar ketentuan yang berlaku dalam pasal 18 ayat (3) UU Pasar Modal. Lembaga bank yang tidak memiliki izin sebagai agen penjual reksadana dianggap telah melakukan tindakan penyimpangan terhadap UU Pasar Modal, yaitu meyakinkan masyarakat dan memberikan informasi kepada masyarakat untuk menanamkan (investasi) dana yang dimiliki ke dalam simpanan reksa dana melalui lembaga bank, dan lebih meyakinkan lagi bahwa dana tersebut disimpan dalam bentuk reksadana yang dijamin oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Namun secara fakta bahwa PT. Antaboga Delta Sekuritas juga tidak terdaftar sebagai agen penjual 5 reksa dana maupun lembaga kustodian seperti yang ditentukan dalam pasal 13 ayat (1), pasal 30, dan pasal 43 ayat (1) Undang Undang Pasar Modal. Klasifikasi pelanggaran pasar modal dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu bersifat teknis administratif dan bersifat khas pasar modal seperti insider trading, manipulasi pasar, dan penipuan. Dapat diuraikan yang termasuk pelanggaran bersifat teknis administratif adalah : a. Pelanggaran terhadap pasal 85 sampai dengan pasal 89 UU Pasar Modal, yang pada intinya berkaitan dengan kewajiban untuk menyampaikan laporan atau dokumen tertentu kepada Bapepam dan masyarakat. Laporan dimaksud mencakup segala jenis laporan atau dokumen, baik yang bersifat berkala maupun yang bersifat insidentil. b. Pelanggaran terhadap masalah perijinan, persetujuan, dan pendaftaran di Bapepam. Tegas disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Pasar Modal bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal tanpa ijin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam dapat dikenakan sanksi administratif (termasuk denda didalamnya), pidana kurungan hingga pidana penjara. Walaupun sifat pelanggaran hanya bersifat teknis administratif, namun sanksi terhadap pelanggaran tersebut cukup berat. Hal ini mengingat seriusnya dampak dan akibat yang dapat ditimbulkan dari pelanggaran tersebut cukup berat yang tidak bersifat materiil-individual (kebendaan dan hanya menyangkut pihak-pihak tertentu). Tetapi juga mempunyai dampak psikologis terhadap pasar dan kepercayaan masyarakat. Sedangkan yang termasuk pelanggaran khas pasar modal adalah penipuan dan pengelabuhan serta manipulasi pasar. Tindak penipuan dan pengelabuhan di pasar modal ini merupakan salah satu tindak pidana khusus pasar modal. Dalam hal tindakan lembaga bank yang tidak terdaftar sebagai agen penjual reksadana dapat dianggap melanggar ketentuan yang telah digariskan dalam pasal 104 Undang – Undang Pasar Modal, yang dalam pasalnya tersebut menentukan: “Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).” Penulis, ttd Wishnu Kurniawan