bab ii tinjauan pustaka

advertisement
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Domba
Salah satu ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan protein hewani di
berbagai negara, termasuk Indonesia ialah domba. Sekarang ini, ternak domba yang
ada merupakan hasil dosmetikasi domba liar yang dilakukan dalam kurun waktu yang
panjang (Purnomo 2009). Klasifikasi ilmiah domba menurut Damron (2006), yaitu
Kingdom
(Animalia),
Phylum
(Chordata),
Subphylum
(Vertebrata),
Class
(Mammalia), Ordo (Artiodactyla), Family (Bovidae), Genus (Ovis), Species (Ovis
aries).
Domba yang umum diternakan oleh petani di Indonesia adalah domba ekor
gemuk, domba ekor tipis, dan domba garut. Domba ekor gemuk sering disebut domba
gibas. Domba ini banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur (terutama di pulau Madura,
daerah Donggala), Sulawesi Tengah, dan Lombok. Ciri khas dari domba ekor gemuk
terlihat pada bentuk ekornya yang membesar akibat timbunan lemak yang berfungsi
sebagai cadangan energi pada musim kering saat pakan alami berkurang, tetapi
bagian ujung ekornya mengecil. Keunggulan dari domba ini ialah memiliki postur
tubuh yang cukup besar. Bobot badan jantan mencapai 50 sampai dengan 70 kg,
sedangkan domba betina 30 sampai dengan 40 kg. Pertumbuhan domba relatif cepat
dengan rata-rata pertambahan bobot 100 sampai dengan 200 g per hari. Domba ekor
gemuk ini juga mampu beranak sepanjang tahun.
Domba ekor tipis sering disebut sebagai domba lokal. Domba ini banyak
tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,dan Sumatera Utara. Ukuran tubuhnya
relatif kecil dan warna bulu barvariasi, namun bulu dominan putih dengan warna
hitam dibeberapa bagian tubuh seperti di seputar mata, hidung dan beberapa bagian
tubuh lainnnya. Domba ekor tipis jantan bertanduk relatif kecil sedangkan betina
tidak bertanduk. Pertambahan bobot badan domba ini agak lambat, sekitar 90 sampai
dengan 100 g per hari. Bobot badan jantan berkisar 30 sampai dengan 50 kg,
sedangkan betina berkisar 15 sampai dengan 35 kg. Di samping itu, jumlah kelahiran
4 anak cukup tinggi bisa mencapai 1 sampai dengan 4 ekor anakan dalam sekali
kelahiran sehingga digolongkan dalam kelas domba prolifik. Ukuran tubuh yang
relatif kecil menolong ternak ini untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
kurang baik.
Domba garut merupakan salah satu domba unggulan. Postur tubuhnya yang
besar dan kuat menjadikannya sebagai domba aduan. Ciri khas domba ini di
antaranya daun telinga berukuran kecil dan berbentuk meruncing, bahkan ada yang
sangat kecil. Bulu domba garut ini berupa wol kasar sehingga bisa dimanfaatkan
sebagai bahan kerajinan. Domba garut jantan memiliki bobot badan sekitar 60 sampai
dengan 80 kg, sedangkan domba betina sekitar 30 sampai dengan 40 kg. Angka
reproduksi cukup tinggi dan mampu beranak sepanjang tahun. Domba garut dapat
menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan. Keunggulan domba ini adalah kualitas
kulitnya yang bagus. Kulit domba garut merupakan salah satu kulit berkualitas di
dunia (Sutama 2008).
Domba adalah perumput yang selektif, lebih menyukai rumput yang pendek
dan berbagai jenis legum. Sifat adaptasi domba terhadap pakan baru sangat baik.
Domba dapat tumbuh baik pada daerah yang kering dengan pemberian pakan yang
berkualitas secara fluktuatif. Domba yang dipelihara secara semi intensif dan diberi
pakan konsentrat ditambah monensin dan hijauan rumput gajah dapat tumbuh dengan
pertambahan bobot badan harian sekitar 100 sampai 150 g/ekor/hari (Astuti et al.
1988).
Domba termasuk ternak yang dapat kawin sepanjang tahun dan tidak
dipengaruhi musim. Pertumbuhan dan reproduksi domba dipengaruhi oleh kerja
hormon. Mekanisme kerja hormon ini sangat kompleks serta dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti iklim dan pakan (Webb 2005).
Pada ternak mamalia dewasa fluktuasi berbagai hormon reproduksi dikenal
sebagai siklus estrus yang terdiri atas proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Siklus
estrus pada domba berkisar antara 14 sampai dengan 18 hari atau rata-rata sekitar 17
hari dengan tipe siklus estrus yaitu polyestrus. Umur estrus pertama pada tiap
individu berbeda-beda tergantung breed, biasanya pada domba 6 sampai dengan 12
5 bulan. Waktu kawin yang optimal 24 sampai dengan 36 jam setelah estrus. Lama
estrus 36 jam. Ovulasi 12 sampai dengan 24 jam setelah estrus dan lama kebuntingan
rata-rata 150 hari (Davis 2004).
2.2. Sediaan Jamu Veteriner
Sediaan jamu veteriner yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya
adalah sambiloto, lempuyang, kayu manis, jahe, dan merica.
2.2.1. Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) adalah tumbuhan semusim yang
termasuk dalam famili Acanthaceae. Sambiloto merupakan herba tegak yang tumbuh
secara alami di daerah dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1600 m dpl. Habitat
sambiloto ialah di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, tebing, saluran atau
sungai, semak belukar, di bawah tegakan pohon jati atau bambu (Winarto 2003).
Sambiloto dapat berkembang pada berbagai topografi dan jenis tanah
sehingga banyak tersebar diseluruh dunia. Tanaman ini tumbuh baik pada curah hujan
2000 sampai dengan 3000 mm per tahun, kelembaban yang dibutuhkan antara 70
sampai dengan 90% dan tumbuh optimal pada pH tanah 6 sampai dengan 7 (netral).
Kedalaman perakaran sambiloto dapat mencapai 25 cm dari permukaan tanah
(Anonimous 2003). Tanaman sambiloto ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Sambiloto (Mahendra 2005).
Taksonomi dari sambiloto menurut Prapanza dan Marianto (2003), dapat
diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu tergolong dalam Divisi (Angiospermae), Kelas
(Dycotyledoneae), Ordo (Personales), Famili (Acanthaceae), Genus (Andrographis),
Spesies (Andrographis paniculata Ness).
6 Sambiloto mengandung senyawa andrographolide, neonandrographolide,
homoandrographolide, andrographin, paniculid A, B, dan C, kalmagenin, serta
senyawa kalium. Andrographolide adalah komponen utama pada tanaman sambiloto.
Andrographolide merupakan senyawa lakton diterpenoid bisiklik dan tergolong ke
dalam senyawa kimia yang memiliki rasa pahit. Menurut Dalimartha (2004), senyawa
andrographolide ini berfungsi sebagai pelindungi hati (hepatoprotektor), dan terbukti
mampu melindungi hati dari efek negatif galaktosamin dan parasetamol.
Andrographolide dapat menekan pertumbuhan sel kanker dengan cara menurunkan
ekspresi enzim CDK4 (cyclin dependent kinase 4) serta memiliki khasiat
meningkatkan kekebalan tubuh, dengan cara meningkatkan pembelahan limfosit dan
produksi interleukin-2. Selain itu, senyawa ini juga memiliki efektivitas sebagai
antimalaria (Dwi 2005).
Manfaat lain dari herba sambiloto secara empirik sudah banyak diketahui oleh
masyarakat di antaranya adalah untuk mengatasi hepatitis, infeksi saluran empedu,
tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsillitis), abses paru, radang paru-paru
(pneumonia), radang saluran pernapasan (bronkhitis), radang usus buntu, sakit gigi,
demam, malaria, kencing manis (diabetes), batuk rejan (pertusis), sesak napas,
hipertensi, keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, dan makanan laut (Bown
2001).
2.2.2. Lempuyang
Lempuyang (Zingiber zerumbet) adalah salah satu tanaman tradisional
Indonesia yang memiliki banyak manfaat. Lempuyang merupakan tanaman berbatang
semu yang terdiri atas helaian kelopak daun yang saling membungkus. Daun
lempuyang berbentuk bulat memanjang dengan ujung runcing dan pangkal mengecil.
Rimpangnya berukuran besar dan dagingnya bewarna kuning pucat, memiliki rasa
yang cukup pahit dan bau yang spesifik. Tanaman ini banyak tumbuh liar ditempat
yang disukainya dengan ketinggian 0-1200 m dpl. Selain itu, tanaman ini juga
merupakan gulma di perkebunan teh yang cukup sulit untuk diberantas (Laminanti &
Triratnawati 2003).
7 Taksonomi dari lempuyang dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu Divisi
(Magnoliophyta), Kelas (Liliopsida), Ordo (Policarpicea), Famili (Zingiberales),
Genus (Zingiber), Spesies (Zingiber Zerumbet). Tanaman lempuyang ini disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2 Lempuyang (Anonim 2011).
Sebagian besar famili Zingiberaceae mengandung senyawa kurkuminoid yang
berfungsi sebagai antikanker. Zat aktif yang terdapat pada lempuyang adalah minyak
atsiri berupa limonen yang bersifat dapat mengeluarkan gas (karminatif) dan
zerumbon yang berfungsi sebagai zat antikejang.
Secara empirik, lempuyang dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit perut,
asma, disentri, obat cacing, obat diare, dan bersifat karminatif (Hanafi 2001). Khasiat
lain lempuyang menurut Arif (2009), tanaman ini dapat digunakan sebagai obat batu
ginjal, menetralkan dan membersihkan darah, mengobati batuk rejan serta dapat
menambah nafsu makan.
2.2.3. Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamomun spp) adalah tanaman tahunan yang tumbuh tegak,
dengan tinggi dapat mencapai sekitar 15 m. Tanaman ini berbentuk pohon dan
bercabang. Daunnya tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkalnya meruncing
serta letak daun berseling. Bunga dari tanaman ini berbentuk majemuk malai, panjang
tangkai bunga 4 sampai dengan 12 mm, berambut halus, dan mahkota bunganya
bewarna kuning.
8 Kayu manis merupakan tanaman yang tumbuh di dataran tinggi. Tingkat
pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan yang tumbuh di daratan rendah. Namun,
kualitas kulit kayu manis yang tumbuh di dataran tinggi lebih baik dibandingkan yang
tumbuh di dataran rendah. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian 1500 m dpl,
dengan iklim yang lembab dan banyak hujan sepanjang tahun serta tanahnya kaya
akan humus dengan drainase baik. Di Indonesia, sebagian besar kayu manis tumbuh
pada tanah andosol, latosol, dan organosol. Ada empat jenis kayu manis yang dikenal
diantaranya Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum burmanii, Cinnamomum
cassiavera, dan Cinnamomum aromaticum. Keempat tanaman ini mempunyai
perbedaan dari segi aroma (Houdret 2000).
Toksonomi dari kayu manis menurut Rismunandar (2001), ialah Divisi
(Gymnospermae),
Subdivisi (Angiosperma), Kelas (Dycotyledoneae), Ordo
(Policarpicea), Famili (Lauraceae), Genus (Cinnamomum), Spesies (Cinnamomum
burmanii). Tanaman kayu manis ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kayu Manis (Anonim 2011).
Zat aktif yang terkandung dalam kayu manis adalah minyak asiri berupa
sinamaldehid, eugenol, safrole, tanin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak.
Senyawa sinamaldehid ini dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam melawan
bahaya radikal bebas dalam membran sel (Jayaprakasha 2003). Selain itu, kayu manis
juga dimanfaatkan sebagai obat antidiare, kejang perut, tekanan darah tinggi, dan
sariawan.
9 2.2.4. Merica
Merica (Piper nigrum) adalah tanaman yang memanjat, dengan akar pelekat,
ketinggian batang sekitar 5 sampai dengan 15 m. Daunnya merupakan daun tunggal
yang berbentuk bulat telur hingga bulat panjang dengan ujung yang meruncing.
Bunganya termasuk bunga sempurna dan majemuk yang berbentuk bulir serta
bergantung (Rismunandar 2001). Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian 3 sampai
dengan 1000 m dpl, disertai dengan kelembaban tinggi dan curah hujan yang tinggi
antara 2200 sampai dengan 3000 mm/tahun. Merica terbagi atas dua jenis yaitu
merica panjat dan merica perdu. Sekarang ini merica perdu lebih digemari oleh
masyarakat dibandingkan merica panjat. Hal ini karena penanamannya lebih praktis
tidak perlu penjajaran, ukurannya lebih kecil dan pemanenannya lebih mudah
(Anonim 2000).
Taksonomi merica menurut Suwarto (2002), yaitu termasuk dalam Divisi
(Spermatophyta),
Class
(Angiospermae),
SubClass
(Dycotyledoneae),
Ordo
(Piperales), Family (Piperaceae), Genus (Piper), Species (Piper nigrum L.).
Tanaman merica ini disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Merica (Puslitbang 2007).
Sifat kimiawi merica bersifat pedas, berbau khas, dan aromatik. Kandungan
senyawa kimia yang terdapat pada merica adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri,
kavisin, resin, zat putih telur, amilum, piperine, piperiline, piperoleine, poperanine,
piperonal, dihdrokarveol, kanyo-fillene oksida, kariptone, tran piocarrol, dan minyak
lemak. Piperin merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk garam
dengan asam mineral kuat. Piperin juga merupakan alkaloid yang bertanggung jawab
terhadap rasa pedas serta bau dari merica itu sendiri. Konsentrasi piperin dalam
10 merica berkisar antara 5 sampai dengan 9%. Kandungan dari piperine ini dapat
merangsang cairan lambung dan air ludah (Septiatin 2008).
Merica merupakan salah satu rempah penting yang memiliki berbagai khasiat,
di antaranya adalah sebagai karminatif, diaforetik, analgesik, bahan penyegar,
menghangatkan
badan,
merangsang
semangat,
mengatasi
perut
kembung,
merangsang keluarnya keringat, dan obat sesak napas (Paimin 2002).
2.2.5. Jahe
Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman kuno yang berasal dari daerah
sekitar Asia dan India bagian selatan. Jahe sudah digunakan semenjak abad IX oleh
orang-orang Eropa sebagai tanaman rempah-rempah yang dibutuhkan, karena iklim
di benua tersebut sangat dingin (di bawah 0°C). Jahe tumbuh berumpun dan tingginya
dapat mencapai 1 m. Tanaman ini tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
antara 2500 sampai dengan 4000 mm dalam setahun dan terletak 350 sampai dengan
600 m dpl.
Tanaman jahe berbatang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, dan
tersusun dari lembaran pelepah daun. Batang bewarna hijau pucat dengan warna
pangkal batang kemerahan, terdiri dari upih dan helaian daun, dan berdaun tunggal.
Rimpang jahe (akar tongkang) tumbuh mendatar, dekat permukaan tanah, dan
bercabang. Rimpang jahe mempunyai bau yang sangat spesifik, yaitu pahit, langu
sampai aromatis. Bunga jahe berbentuk majemuk dengan susunan bunga berbentuk
mayang dengan panjang 4 sampai dengan 7 cm dan lebar 1,5 sampai dengan 2 cm.
Selain itu, bunganya berbentuk tabung dan setiap bunga dilindungi oleh daun
pelindung. Buah jahe berbentuk bulat panjang seperti kapsul, dengan tiga ruang biji
yang berukuran kecil dan berwarna hitam (Anonim 2002).
Klasifikasi taksonomi dari tanaman jahe yaitu Divisi (Pteridophyta), Subdivisi
(Angiospermae),
Class
(Monocotyledonae),
Ordo
(Scitamineae),
(Zingiberaceae), Genus (Zingiber), Species (Zingiber offienalle Rose).
Family
Tanaman
jahe ini disajikan pada Gambar 5.
11 Gambar 5 Jahe (Alden 2009).
Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna
rimpang, di antaranya adalah jahe putih atau kuning besar, jahe putih atau kuning
kecil dan jahe merah. Jahe putih besar ini bisa dikonsumsi baik saat masih muda
maupun sudah tua. Jahe putih kecil dipanen setelah tua, dan kandungan minyak
asirinya lebih besar dibandingkan jahe gajah. Jahe merah merupakan jahe yang paling
cocok untuk ramuan obat-obatan karena kandungan minyak asirinya paling tinggi
(Paimin & Farry 2004).
Kandungan senyawa kimia dari jahe ialah gingerol, zingeron, dan shogaol
yang menimbulkan rasa pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri berkisar
1,12 sampai dengan 3,92%, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Rimpang jahe ini
banyak digunakan sebagai obat gosok untuk penyakit encok dan sakit kepala (Hariana
2004).
Secara farmakologi jahe bermanfaat sebagai karminatif, antimuntah, pereda
kejang, antipengerasan pembuluh darah (antiaterosklerosis), peluruh keringat,
antiinflamasi, antimikroba dan parasit, antipiretik, antirematik, serta merangsang
pengeluaran getah empedu, meningkatkan kekebalan tubuh, menghangatkan badan,
merangsang regenerasi kulit, menghambat terjadinya ejakulasi dini dan antiradang
(Hariana 2004). Selain itu, jahe dapat juga digunakan sebagai bahan obat, bumbu
masak, penyedap, minuman penyegar, manisan dan lain sebagainya.
2.3. Darah
Darah adalah pembawa berbagai zat nutrisi yang dipompakan oleh jantung
melalui suatu sistem pembuluh darah yang tertutup (Guyton 1997). Darah berperan
penting dalam sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi merupakan sistem transport yang
12 mensuplai zat-zat yang diabsorpsi dari saluran pencernaan dan oksigen ke jaringan,
kemudian mengembalikan karbondioksida ke paru-paru dan produk metabolisme
lainnya menuju ginjal (Meyer dan Harvey 2004). Selain itu, darah juga berfungsi
dalam mengatur keseimbangan asam basa, sebagai pertahanan tubuh dari infeksi
kuman serta mengatur stabilitas suhu tubuh (Anonim 2009a).
Darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), keping
darah dan trombosit (Frandson 1992; Kern 2002). Eritrosit bersifat pasif dan
melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah. Leukosit merupakan unit yang
bersifat aktif dari sistem pertahanan tubuh dan mampu keluar dari pembuluh darah
menuju jaringan dalam menjalankan fungsinya (Anonim 2009b). Volum darah
bervariasi tergantung pada umur, ukuran fisik, aktivitas fisik, kesehatan, makanan,
status reproduksi (laktasi, bunting) dan fator-faktor lingkungan. Persentase sel darah
terhadap total volum darah adalah sekitar 40% (Samuelson 2007).
Keadaan darah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, serta
latihan yang berlebihan. Oleh karena itu, darah dapat dijadikan suatu indikator dalam
menilai atau mengetahui status kesehatan hewan. Apabila hewan mengalami
perubahan fisiologis maka keadaan darah juga mengalami perubahan. Ada dua faktor
perubahan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan yang disebabkan oleh
faktor internal di antaranya adalah pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, siklus
stress, proses pembentukan darah kebuntingan, kesehatan dan suhu tubuh. Sedangkan
perubahan yang disebabkan oleh faktor eksternal di antaranya adalah perubahan suhu
lingkungan, infeksi bakteri, virus, jamur, parasit serta fraktura (Guyton 1997).
2.4. Sel Darah Merah
Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel darah yang berbentuk cakram
bikonkaf dengan pingiran sirkuler, diameter rata-rata sekitar 7-8 µm, memiliki tebal
1,5 µ dan jika dilihat dibawah mikroskop, sel darah merah terlihat seperti lingkaran
yang memiliki pusat ditengah dengan diameter kira-kira 1-3 µm. Cakram bikonkaf ini
mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran
sel (Kern 2002).
13 Bentuk sel darah merah yang abnormal atau menyimpang dari normal disebut
poikilositosis. Penyimpangan ini dapat mengakibatkan berkurangnya efisiensi
transport oksigen dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel membran atau osmotik
shock (Smith 1996). Kondisi poikilositosis ini menyebabkan eritrosit berkurang
sehingga masa hidupnya pun tidak lama dalam sirkulasi darah. Masa hidup dari sel
darah merah ini adalah sekitar 120 hari. Oleh karena itu, kira-kira sekitar 1% dari sel
darah merah selalu diganti setiap harinya (Kern 2002).
Pembentukan sel darah merah di dalam tubuh disebut dengan eritropoiesis.
Pembentukan sel darah merah ini dirangsang oleh anemia dan hipoksia. Faktor yang
menentukan laju eritropoiesis diantaranya adalah eritropoietin, yaitu hormon yang
secara langsung mempengaruhi aktifitas sumsum tulang. Eritropoietin akan
merangsang diferensiasi sel induk menjadi rubiblast, mempercepat pematangan
rubiblast dan pelepasan retikulosit ke dalam sirkulasi. Eritropoietin ini juga sangat
peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Kahn 2005).
Pembentukan sel-sel darah merah pada hewan dewasa secara normal terjadi di
dalam sumsum tulang merah. Sementara itu, pada fetus sel-sel darah merah
dihasilkan oleh hati, limfa dan nod limfa. Sel darah merah berperan dalam
mengangkut hemoglobin (Hb). Hemoglobin merupakan senyawa organik yang
kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing – masing
mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang
terdiri dari empat rantai asam amino. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa O2
dari paru - paru ke jaringan (Douglas & Jane 2010). Akibat adanya hemoglobin ini,
darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih banyak dibandingkan dengan
air dalam jumlah dan kondisi yang sama. Selain itu, hemoglobin juga menyebabkan
timbulnya warna merah pada sel darah (Ganong 2002).
Download