BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu oleh Manurung (2007) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand equity Teh Botol SOSRO terhadap keputusan pembelian mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini melihat variabel mana saja yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat (keputusan pembelian). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara Kesimpulan penelitian tersebut yaitu variabel X4 (Brand Loyalty) adalah yang paling dominan dan pengaruh yang ditimbulkan adalah pengaruh yang positif dan signifikan. Secara umum variabel bebas yaitu brand equity berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Joko Purnomo et.all (2007) yang berjudul ”Analisis Ekuitas Merek Teh Hijau dalam Kemasan Siap Minum: Studi Kasus Pengunjung Kalibata Mall, Jakarta Selatan”. Dalam penelitian ini yang bertujuan untuk melihat jenis teh hijau dalam kemasan siap minum yang memiliki brand equity yang paling tinggi. Melalui variabel yang paling dominan yang memiliki nilai tertinggi dalam suatu merek teh hijau dalam kemasan siap minum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji cochran, Importance and Performance Analysis (IPA), dan model Markov ( Brand Switching Pattern Martix). Kesimpulan penelitian tersebut yaitu merek minuman ready to drink (RTD) green tea yang memiliki brand awareness yang sangat kuat yaitu merek Nu Green Tea dan Zestea. Sedangkan merek Frestea Green dan Joy Tea unggul dalam elemen brand association. Pada elemen perceived quality dan brand loyality merek yang unggul adalah Nu Green Tea dan Frestea Green. Merek Sosro Green-t memiliki ekuitas merek yang paling lemah diandingkan keempat merek minuman RTD green tea lainnya. Secara berurutan ekuitas merek terkuat dimiliki oleh merek Nu Green Tea, Frestea Green, Zestea, Joytea dan Sosro Green-t. B. Pengertian Merek Kotler (2001:575) merek memiliki enam tingkat pengertian yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Atribut, merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. b. Manfaat, Pelanggan membeli manfaat dari merek. c. Nilai, merek menyatakan nilai produsen. d. Budaya, merek mewakili budaya. e. Kepribadian, merek mencerminkan kepribadian. f. Pemakai, merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Enam tingkat pengertian merek menunjukkan bahwa merek merupakan simbol yang kompleks. Tantangan dalam pemberian merek adalah mengembangkan pengertian yang mendalam atas merek. Jika konsumen dapat melihat keenam dimensi dari suatu merek, maka merek tersebut disebut merek yang mendalam, jika sebaliknya disebut merek yang dangkal. Enam tingkat pengertian dari merek, pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan ditetapkan identitas merek. Merupakan suatu kesalahan untuk mempromosikan atribut merek. Dikarenakan pertama, pembeli tidak begitu tertarik dengan atribut merek dibandingkan dengan manfaat merek. Kedua, pesaing dapat dengan mudah meniru atribut tersebut. Ketiga, atribut lama kelamaan akan menurun artinya, sehingga merugikan merek yang terikat pada atribut tersebut. Arti yang penting dari suatu merek adalah nilai, budaya, dan kepribadiannya. C. Manfaat Merek 1. Bagi Konsumen Menurut Kapferer dalam Tjiptono (2005:95) pada prinsipnya tujuan penggunaan merek untuk mengidentifikasi produk sebagai hak milik atau kepunyaan organisasi tertentu dan untuk memfasilitasi deferensiasi suatu produk Universitas Sumatera Utara dari produk-produk pesaing. Bagi konsumen, merek memiliki delapan fungsi dan manfaat pokok. Pertama, fungsi identifikasi, yakni dapat dikenali, dilihat, dan diidentifikasi dengan jelas dan cepat. Kedua, fungsi praktikalitas, yaitu memungkinkan penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang yang identik dan loyalitas. Ketiga, fungsi jaminan atau garansi, yakni menjamin diperolehnya kualitas yang sama di manapun dan kapanpun konsumen membeli produk atau jasa yang bersangkutan. Keempat, fungsi oprasionalisasi, yaitu memastikan bahwa konsumen membeli produk terbaik dalam kategorinya atau produk yang memiliki kinerja terbaik dalam tujuan pembelian tertentu. Kelima, fungsi karakterisasi, yaitu konfirmasi atas citra diri konsumen atau citra yang ditampilkan pembeli/konsumen kepada pihak lain. Keenam, fungsi kontinuitas, yakni adanya kepuasan yang didapatkan dari familiaritas dan intimasi dengan merek yang sudah sejak lama dikonsumsi konsumen. Ketujuh, fungsi hedonistik, yakni kepuasan yang berkaitan dengan daya tarik merek, logo, maupun komunikasinya. Kedelapan, fungsi etis yaitu, kepuasan berkenaan dengan perilaku merek yang bertanggung jawab dalam jalinan relasinya dengan masyarakat, misalnya penyediaan lapangan kerja, iklan yang harmonis, dengan lingkungan sekitar dan norma sosial. 2. Bagi Produsen Penjual memilih memberi merek pada produk walupun hal itu jelas membutuhkan biaya pengemasan, pelabelan, pengiklanan, perlindungan hukum dan resiko jika produknya tidak memuaskan pemakai, hal ini dikarnakan merek memberikan beberapa manfaat pada penjual. Universitas Sumatera Utara Menurut Keller dalam Tjiptono (2005:20) manfaat merek bagi produsen yaitu: 1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi. 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan proteksi intelektual. Nama merek diproteksi melalui merek dagang terdaftar, proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta dan desain. Hak-hak proteksi intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkan dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut. 3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga konsumen bisa dengan mudah memilih dan melakukan pembelin kembali di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan permintaan bagi perusahaan dan menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar. 4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari pesaing. 5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang. D. Brand Equity Universitas Sumatera Utara Definisi brand equity yang paling banyak dikutip adalah definisi versi Aaker (Tjiptono, 2005:38) yang menyatakan bahwa brand equity adalah “ Serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut”. Brand equity atau ekuitas merek merupakan sebuah fase yang dengan cepat bergerak ke dalam aliran utama setelah menghabiskan seluruh hidup dalam dinding departeman pemasaran. Ekuitas adalah jumlah total berbagai nilai yang berbeda dilekatkan orang kepada suatu merek, yang terdiri dari campuran faktor emosional dan praktis (Nicolino, 2004:75). Menurut Amir (2005:148) tinggi rendahnya ekuitas ditentukan oleh : a) Sejauh mana konsumen akan loyal untuk selalu membeli merek (brand loyalty). b) Sejauh mana konsumen akan mengenal sebuah merek (brand awareness). c) Adanya kesesuaian mutu yang diharapkan (perceived quality). d) Asosiasi tentang satu hal dengan merek (strong association). e) Konsistensi merek, misalnya dengan mutu atau ketahanan. f) Nilai lain seperti legalisasi yang dimiliki (hak paten/trademark). Menurut Aaker dalam Durianto et.all (2004:4) elemen-elemen utama brand equity yaitu : 1. Brand Awareness (Kesadaran Merek) Aaker dalam Durianto et.all (2004:54) mengatakan “Brand Awareness merupakan kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu “. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat Universitas Sumatera Utara suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Brand awareness memiliki empat tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling rendah adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan. Tingkatan berikut adalah tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan yaitu top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind adalah brand awareness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya medapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk. Brand awareness dapat dicapai dengan beberapa cara yaitu, a) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya. b) Memakai selogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek. c) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan merek. d) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan. Universitas Sumatera Utara e) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan. f) Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya. 2. Brand Association (Asosiasi Merek) Menurut Durianto et.all (2004:69) Brand Association (Asosiasi Merek) adalah segala kesan yang muncul di benak konsumen yang terkait dengan ingatan mengenai suatu merek. Kesan yang terkait dalam merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Suatu merek yang mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut : a) Atribut produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. b) Atribut tidak berwujud Suatu faktor tidak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. Universitas Sumatera Utara c) Manfaat bagi pelanggan Sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka terdapat hubungan antara pelanggan dengan produsen. d) Harga relatif Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk akan diawali dengan penentuan posisi merek dalam satu atau dua dari tingkat harga. e) Penggunaan Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. f) Pelanggan Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk. g) Orang terkenal atau khalayak Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. h) Gaya hidup atau kepribadian Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Universitas Sumatera Utara i) Kelas produk Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. j) Para pesaing Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing. 3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Menurut Durianto et.all (2004:96) perceived quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan konsumen. Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa dan berpengaruh secara langsung ke pada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas terhadap merek. Perceived qualty suatu merek dapat dipahami melalui pengukuran dimensi yang adalah : Kinerja, terkait dengan melibatkan karakteristik karakteristik produk. Dimensi tersebut operasional utama seperti kenyamanan menggunakan produk. a) Pelayanan, mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk. b) Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk. c) Keandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu pembelian ke pembelian berikutnya. Universitas Sumatera Utara d) Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas produk menufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. e) Hasil, mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan lima dimensi sebelumnya. 4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Menurut Durianto et.all (2004:126) brand loyalty merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan penggunaan merek tersebut walaupun dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. Fungsi brand loyalty bagi perusahaan yaitu : 1) Mengurangi biaya pemasaran Bagi perusahaan akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi biaya pemasaran akan semakin kecil jika brand loyalty meningkat. 2) Meningkatkan perdagangan Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan para perantara pemasaran, seperti pengecer atau distribusi. 3) Menarik minat pelanggan baru Pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek itu akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi suatu merek. Disamping itu, pelanggan yang puas umumnya akan Universitas Sumatera Utara merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. 4) Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing Brand loyalty akan memberikan waktu pada perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, palanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan untuk memperbaharui produknya. Menurut Durianto et.all (2004:128) ada lima tingkatan brand loyalty yaitu : a) Berpindah-pindah Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembelian dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek. b) Pembelian yang bersifat kebiasaan Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan. c) Pembelian yang puas dengan biaya peralihan Universitas Sumatera Utara Pembeli merek masuk dalam kategori puas, bila konsumen mengkonsumsi merek, meskipun demikian pembeli dapat memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan beralih merek. d) Menyukai merek Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami secara pribadi maupun oleh orang lain ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. e) Pembelian yang komitmen Pembeli memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting untuk mengekspresikan mengenai siapa sebenarnya mereka. E. Proses Keputusan Pembelian Menurut Setiadi (2003:16) menyatakan bahwa proses keputusan pembeli terdiri dari lima, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membelian dan perilaku pasca pembelian. Jelasnya proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual berlangsung. Pemasaran perlu memusatkan perhatian pada proses pembelian dan bukan pada keputusan pembelian saja. Lima proses keputusan pembelian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengenalan Kebutuhan Universitas Sumatera Utara Proses pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang seperti rasa lapar, haus, seks, muncul pada tingkat yang cukup tinggi untuk menjadi dorongan. Kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan eksternal. Pada tahap ini, pemasaran harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah yang akan muncul, dan bagaimana kebutuhan atau masalah mengarah pada konsumen. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang tertarik akan mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan konsumen begitu kuat dan produk yang memuaskan berada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan besar akan membelinya. Jika tidak, konsumen mungkin menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berkaitan dengan kebutuhan. Pada satu tingkat, konsumen hanya mengalami perhatian yang meningkatkan jumlah pencarian yang dilakukan tergantung pada kuatnya dorongan jumlah pencarian yang dimilikinya pada saat memulai, kemudahan memperoleh informasi yang banyak, nilai yang diberikannya pada tambahan informasi, dan kepuasan yang dapatkan melakukan pencarian. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumbersumber ini meliputi : a) Sumber Pribadi, keluarga, teman, tetangga, kenalan. b) Sumber Komersial, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan. c) Sumber Publik, media massa, organisasi penilai pelanggan. d) Sumber Pengalaman, mengenali, memeriksa, menggunakan produk. Universitas Sumatera Utara Pengaruh relatif dari sumber-sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Biasanya, konsumen menerima hampir semua informasi mengenai produk dari sumber komersial yang dikendalikan orang pemasaran. Namun sumber yang paling efektif cenderung pada sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya lebih penting dalam mempengaruhi pembelian suatu jasa. 3. Evaluasi berbagai Alternatif Pemasar telah mengetahui bagaimana konsumen menggunakan informasi untuk mencapai satu set pilihan merek akhir. Pemasaran perlu mengetahui bagaimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif. Konsep-konsep dasar yang membantu pemasar menjelaskan proses evaluasi konsumen yaitu, pertama, berasumsi bahwa setiap konsumen melihat suatu produk sebagai satu paket atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat kepentingan yang berbeda pada atribut-atribut yang berbeda menurut kebutuhan dan keingginan yang unik. Ketiga, konsumen kemungkinan akan mengembangkan satu susunan keyakinan merek mengenai posisi setiap merek pada setiap atribut. Seperangkat keyakinan mengenai merek tertentu dikenal sebagai citra merek (brand image), berdasarkan pengalamannya dan pengaruh persepsi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif, keyakinan konsumen mungkin berbeda dari atribut sebenarnya. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi terhadap tingkat-tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen mencapai suatu sikap terhadap merek yang berbeda lewat prosedur evaluasi. Konsumen didapati menggunakan satu atau lebih dari beberapa prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembeliannya. Bagaimana Universitas Sumatera Utara konsumen mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada individu konsumen dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan perhitungan yang cermat dan pemikiran logis. Konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi, bahkan membeli hanya berdasarkan dorongan sesaat dan tergantung pada intuisi. Kadangkala konsumen mengambil keputusan pembelian sendiri, kadangkala mereka bertanya pada teman, pemerhati konsumen, atau wiraniaga untuk nasehat pembeli. 4. Keputusan Pembelian Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai. Ada dua faktor dapat mempengaruhi keputusan pembelian yaitu faktor pertama adalah sikap lain, sejauh mana sikap orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan seseorang. Faktor kedua adalah situasi yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan yang diperkirakan, harga yang diharapkan. Namun, kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dapat mengubah niat untuk membeli. Jadi, pilihan dan niat membeli tidak selalu menghasilkan pilihan membeli yang aktual. 5. Perilaku Pasca Pembelian Tugas seorang pemasar tidak berakhir ketika produknya dibeli. Setelah membeli produk, konsumen bisa puas atau tidak puas akan terlihat dalam perilaku pasca pembelian yang tetap menarik bagi pemasar. Penentu apakah pembeli puas atau tidak puas ada pada hubungan antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan dari produk. Jika produk gagal memenuhi Universitas Sumatera Utara harapan, konsumen kecewa, jika harapan terpenuhi, konsumen puas, jika harapan terlampaui, konsumen amat puas. Konsumen mendapatkan informasi yang mereka terima dari penjual, teman, dan sumber lainnya. Jika penjual melebih-lebihkan kinerja produk, harapan konsumen tidak akan terpenuhi, dan hasilnya adalah ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dengan kinerja, semakin besar ketidak puasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa penjual harus memberikan informasi yang jujur mengenai kinerja produknya sehingga pembeli terpuaskan. Beberapa penjual mungkin memberikan informasi yang lebih rendah dalam menilai tingkat kinerja produknya untuk meningkatkan kepusan konsumen. Pembelian yang menghasilkan ketidakcocokan disebabkan konflik pasca pembelian. Setelah membeli, konsumen puas dengan manfaat merek yang mereka pilih dan merasa senang karena terhindar dari kelemahan merek yang tidak dibeli. Pemuasan pelanggan begitu penting karena penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok dasar yaitu pelanggan baru dan pelanggan yang kembali membeli. F. Perilaku Pembelian Kotler (2001:247) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan derajat keterlibatan pembeli dan derajat perbedaan antara berbagai merek keempat jenis perilaku tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Perilaku Pembelian Kompleks. Universitas Sumatera Utara Konsumen mempunyai perilaku pembelian kompleks ketika mereka sangat terlibat dalam suatu pembelian dan menyadari adanya perbedaan nyata antara berbagai merek. Konsumen sangat terlibat bila suatu produk mahal, jarang dibeli, beresiko, dan mempunyai ekspresi pribadi yang tinggi. Biasanya konsumen tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk dan harus banyak belajar. Pembeli akan melakukan suatu proses belajar yang pertama ditandai dengan mengembangkan kepercayaan mengenai produk dan kemudian membuat pilihan pembelian dengan bijaksana. Pemasar dari suatu produk yang mempunyai keterlibatan tinggi harus memahami perilaku pengumpulan informasi dan evaluasi tinggi. Pemasar perlu mengembangkan strategi yang membantu pembeli dalam mempelajari atributatribut dari kelas produk, kepentingan relatifnya, dan kedudukan merek perusahaan yang tinggi pada atribut yang penting. Pemasar perlu membedakan keistimewaan produk, banyak menggunakan media cetak dan tulisan panjang untuk menjelaskan manfaat merek,dan memotivasi personil penjualan dan kenaikan pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek terakhir. 2. Perilaku Pembelian yang Mengurangi Ketidak Sesuaian. Konsumen sangat terlibat dalam suatu pembelian, tetapi tidak melihat banyak perbedaan dalam merek. Keterlibatan yang tinggi berdasarkan kenyataan bahwa pembeli tersebut bersifat mahal, jarang, dan beresiko. Dalam kasus ini pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia tetapi akan membeli dengan cukup cepat karena perbedaan merek tidak nyata. Pembeli menanggapi hanya menurut harga yang baik atau menurut kemudahan dalam membeli. Universitas Sumatera Utara Konsumen kemungkinan melakukan pembelian mengalami ketidak sesuaian setelah yang disebabkan oleh adanya hal tertentu yang mengganggu dari produk. Komunikasi pemasaran harus diarahkan untuk memberikan kepercayaan dan evaluasi yang membantu konsumen untuk merasa puas dengan pilihan mereknya. 3. Perilaku Pembelian Menurut Kebiasaan. Konsumen mempunyai keterlibatan yang rendah dengan banyaknya barang yang murah dan sering dibeli. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, mengevaluasi karakteristiknya, dan membuat keputusan penuh pertimbangan mengenai merek apa yang dibeli. Konsumen merupakan penerima informasi pasif ketika mereka melihat iklan televisi atau iklan di media cetak. Pengulangan iklan menciptakan keakraban merek dan bukan keyakinan merek. Konsumen tidak membentuk pendirian yang kuat atas suatu merek tetapi memilihnya karena konsumen sering mendengar nama merek tersebut. Pemasar produk dengan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek merasa efektif untuk menggunakan harga dan promosi penjualan untuk mendorong pencobaan produk, karena pembeli tidak terlalu terikat dengan suatu merek. Pemasar dapat berusaha untuk mengubah produk dengan keterlibatan rendah menjadi produk dengan keterlibatan tinggi. Hal ini dapat tercapai dengan menghubungkan produk dengan isu-isu tertentu yang menarik. 4. Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi. Universitas Sumatera Utara Konsumen banyak melakukan peralihan merek, karena konsumen memiliki sedikit kepercayaan, memiliki sebuah merek tanpa terlalu banyak mengevaluasi. Pada waktu berikutnya, konsumen beralih ke merek yang lain karena rasa bosan atau karena ingin rasa yang berbeda. Peralihan merek terjadi karena alasan untuk variasi dan bukan karena ketidakpuasan. Pemasar harus berusaha untuk mendorong perilaku pembelian menurut kebiasaan dengan mendominasi rak-rak penjualan, menghindari situasi kehabisan stok dan mensponsori iklan yang sering untuk mengingatkan mereknya. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga murah, hadiah, kupon, sampel gratis, dan iklan yang memberikan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru. BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH SINGKAT RESTORAN J.CO DONUTS & COFFEE 1. Sejarah Berdirinya J.CO DONUTS & COFFEE di Indonesia PT. J.CO Donuts and Coffee didirikan oleh Johnny Andrean. Johnny Andrean adalah seorang pengusaha putra Indonesia keturunan Thionghoa, pria beristerikan Tina ini sebelumnya dikenal sebagai pemilik salon yang boleh dibilang terbesar dengan 202 cabang di seluruh Indonesia terdiri dari 202 jaringan salon dan 41 sekolah salon dimilikinya, serta sejumlah produk Universitas Sumatera Utara