Lokakarya Fungsional Non Penelit 1997 ANALISIS CEMARAN PESTISIDA DALAM AIR DENGAN CARA KROMATOGRAFI GAS Sri Yuliastuti Balai Penelitian Veteriner, Jalan R .E . Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Air bersih merupakan sumber utama bagi kehidupan masyarakat dan penting pula untuk usaha pertanian, peternakan dan perikanan . Bila kualitas air yang digunakan kurang balk atau sudah tercemar oleh pestisida, maka dapat mengganggu kesehatan hewan maupun manusia . Salah satu penyebab utama pencemaran lingkungan adalah akibat dari penggunaan pestisida . Pestisida merupakan bahan kimia yang penting untuk mengendalikan hama penyakit serta tumbuhan pengganggu pertanian dan serangga yang berhubungan dengan masyarakat (Tarumingkeng, 1977) . Disamping arti kegunaannya, pestisida juga menimbulkan problema baru, salah satunya adalah tidak semua bahan kimia tersebut tetap berada pada daerah aplikasi karena lebih dari 75% penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan sehingga memungkinkan butir butir cairan pestisida tersebut melayang dan menyimpang dari tempat aplikasi (Ware, 1978) . Sumber pencemaran lain dari pestisida adalah penggunaan pestisida oleh perorangan di kota, sisa-sisa industri serta tumpahan yang terjadi pada waktu pengangkutan, distribusi serta penyimpanan . Di lingkungan pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan yang kemudian terangkut ketempat lain oleh air (danau, sungai, dsb .) angin atau berbagai jasad (Tarumingkeng, 1977) . Untuk mengetahui adanya cemaran pestisida dalam air maka perlu dilakukan analisis kimia . Berbagai metode telah dipublikasikan balk oleh lembaga lembaga pemerintah, lembaga-lembaga penelitian maupun oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi pestisida . Dalam makalah ini akan diuraikan analisis cemaran pestisida dengan cara kromatografi gas . METODE ANALISIS Pada umumnya metoda standar analisis cemaran pestisida yang diikuti adalah dari Association of Official Analitical Chemist (AOAC) dan Standar Nasional Indonesia . Tahapan analisis cemaran pestisida meliputi 3 tahap yaitu ekstraksi, pemurnian dan penetapan . Pada tahap ekstraksi diperlukan pelarut organik yang tepat dengan persyaratan-persyaratan pelarut antara lain : 232 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 1 . Melarutkan dengan baik pestisida yang dianalisis 2 . Melarutkan sesedikit mungkin komponen lain dari contoh yang diekstraksi . Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi gangguan analisis . 3 . Titik didih tidak boleh terlalu tinggi (umummnya Iebih rendah dari 80 ° C) agar proses penguapan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi . 4 . Mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi Tahap pemurnian dilakukan apabila diperkirakan hasil ekstraksi yang akan diperoleh masih mengandung kotoran . Pemurnian dilakukan dengan suatu alat kromatografi kolom yang sudah diisi dengan suatu padatan tertentu (florisil) sehingga dengan pelarut tertentu insektisida yang diinginkan keluar dari kolom . Tetapi jika contoh tidak keruh atau warnanya cukup jernih maka pemurnian tidak perlu dilakukan . Tahap penetapan dilakukan dengan cara menyuntikkan ekstrak contoh yang diperkirakan telah bebas dari kotoran yang mengganggu ke dalam alat kromatografi gas yang dilengkapi dengan detektor yang spesifik . Pada analisis cemaran pestisida ini digunakan Gas kromatografi Model Varian 3700 dan detektor Elektron Capture Detektor (ECD) . Kondisi alat waktu dioperasikan adalah sebagai berikut : temperatur kolom 220 ° C, injektor 240° C, detektor 300 ° C dan aliran gas nitrogen adalah 40 ml/menit . Sedangkan isi kolom yang digunakan yaitu fase diam campuran dari 1,5% OV 17 dengan 1,95% OV 210 dalam kromosob WHP 80/100 mesh . BAHAN DAN CARA Sampel air yang dianalisis yaitu sampel diagnostik berupa air tambak (12 contoh ), air laut (3 contoh), air muara (lcontoh) dan air tanah (1 contoh) yang berasal dari beberapa lokasi perikanan dan diterima pada tahun 1996 di bagian Toksikologi Balitvet . Pereaksi yang digunakan adalah heksan, dietil eter, sodium sulfat anhidrat dan standar pestisida . Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah corong pisah, gelas ukur, erlenmeyer, labu penguap bundar, labu ukur, botol contoh, penguap vakum, oven dan mikropipet . A . Pembuatan larutan stok pestisida Larutan stok pestisida 1000 mg/I dibuat dengan cara menimbang 10 mg standar pestisida yang diinginkan kemudian dimasukan kedalam labu ukur 10 ml, setelah itu ditera dengan menggunakan pelarut heksan sampai tanda garis . 233 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 B . Pembuatan larutan standar pestisida Larutan standar 10 mg/I dibuat dengan memipet sebanyak 0,1 ml larutan stok pestisida 1000 mg/I ke dalam labu ukur 10 ml dan ditera sampai tanda garis dengan heksan . Sedangkan untuk membuat larutan standar pestisida dengan konsentrasi tertentu yang lebih kecil dapat dilakukan pengenceran yang sesuai dengan keperluan . C . Analisis cemaran pestisida dalam contoh air Contoh air sebanyak 100 ml dimasukan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 50 ml campuran dietil eter : heksan (1 :4) kemudian dikocok dengan pengocok magnet selama 3 jam, setelah itu larutan dimasukan ke dalam corong pisah, Ialu fase organik (dietileter :heksan) yang terletak di bagian bawah lapisan dipisahkan dan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 g sodium sulfat kering . Hasil ekstraksi ini dimasukan ke dalam labu penguap bundar dan diuapkan hingga kering dengan menggunakan penguap vakum (rotari evaporator) . Setelah kering labu penguap bundar dibilas dengan heksan sebanyak 3 ml (sebagai volume pengencer) dan dimasukan ke dalam botol contoh, kemudian contoh siap untuk disuntikan ke dalam alat kromatografi gas melalui katup penyuntik . D . Perhitungan kadar cemaran pestisida dalam contoh air Untuk mengetahui jenis dan kadar atau konsentrasi cemaran dari suatu jenis pestisida dalam suatu contoh air dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dan luas area antara standar dan contoh terhadap volume contoh air yang diekstraksi . Adapun rumus perhitungan tersebut adalah sebagai berikut : mg/L contoh = area contohx mg/L standar x ml pengencer area standar ml contoh HAS IL DAN PEMBAHASAN Kendala utama pada analisis cemaran pestisida yaitu terjadinya emulsi pada waktu ekstraksi (lapisan tidak terpisah sempurna), kendala ini dapat kita pecahkan dengan cara menambahkan beberapa tetes NaCI jenuh ke dalam larutan yang emulsi tadi kemudian dikocok sebentar dan dibiarkan terpisah . Penggunaan Natrium sulfat pada tahap pemurnian dimaksudkan selain untuk menyerap air juga untuk menghilangkan kotoran yang tidak diinginkan sehingga hasilnya akan Iebih bersih dan dapat mengurangi kontaminasi yang 234 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 akan berpengaruh pada kolom kromatografi gas dan detektornya (Suzuki, 1979) . Faktor lain yang harus diperhatikan yaitu teknik penyuntikan contoh karena bila teknik penyuntikan contoh tidak balk dapat memberikan hasil yang tidak balk pula . Menurut Nur dan Adijuwana (1989) contoh harus disuntikan pada alat kromatografi gas dalam waktu yang sependek mungkin . Hasil pemeriksaan cemaran pestisida pada air dari beberapa lokasi perikanan dapat dilihat pada Tabel 1 . Tabel 1 . Hasil analisis cemaran pestisida pada sampel air No Jenis sampel Jumlah sampel Pestisida yang terdeteksi Organoklorin Organofosfat 11 air tambak 12 lindane (0,0009-0,0801, pp-DDE (0,0001-0,0004), klorpirifos (0,0001-0,0108) . endosulfan (0,0004-0,1064) fention (1,000), diazinon (0,0132) 2. air laut 3 diazinon (0,01670,2107) 3. air muara 1 4. air 1 lindane (0,0004-0,0614), endosulfan (0,0004-0,0586) . heptaklor (0,0003), ronnel (0,0015-0,0017) aldrin (0,0011-0,0137), lindane (0,0001-0,0279) endosulfan (0,0015-0,1084) lindane (0,0017-0,0034) . endosulfan (0,0003) Keterangan pestisida golongan organokiorin = lindane, pp DDE, klorpirifos, heptaklor, endosulfan, ronnel, DDT,dan diazinon . pestisida golongan organofosfat = fention dan diazinon . Ternyata semua sampel yang dianalisis mengandung pestisida . Pencemar yang paling sering ditemukan adalah golongan organokiorin seperti lindan (0,0001-0,0801 ppm), pp-DDE (0,0001-0,0015 ppm), klorpirifos (0,00010,0108 ppm), endosulfan . (0,0003-0,1084 ppm), heptaklor (0,0003 ppm), ronnel (0,0015-0,00017 ppm), aldrin (0,0011-0,0137 ppm), sedangkan untuk organofosfat yang terdeteksi adalah fention (1,0000 ppm) dan diazinon (0,0132-0,2107 ppm) . Terdeteksinya pestisida pada sampel-sampel tersebut kemungkinan disebabkan oleh Iimbah pertanian ataupun limbah kehutanan yang mengandung insektisida, mengalir ke sungai akhirnya mengumpul dan karena sifatnya yang persisten sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama (Indraningsih dan Yuningsih, 1995) . 235 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 KESIMPULAN Dari sampel yang dianalisis semuanya positif mengandung pestisida . Pencemar yang paling sering ditemukan adalah golongan organokiorin yang meliputi lindan, klorpirifos, endosulfan, aldrin, ronnel dan heptaklor dengan kisaran 0,0001-0,1084 ppm, sedangkan untuk organofosfat adalah fention dan diazinon dengan kisaran 0,0132-1,0000 ppm . DAFTAR BACAAN A .O .A .C . 1984 . Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist . Indraningsih dan Yuningsih . 1995 . Residu pestisida pada bermacam-macam sampel diagnosis di bagian Toksikologi BALITVET dari tahun 19841995 . Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan LitBang Pertanian Departemen Pertanian . Bogor, 1996 . Nur, M . Anwar dan Adijuwana . 1989 . Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis . PAU . Ilmu Hayat . IPB, Bogor . Suzuki, K . 1979 . Multiresidu Analytical Method for Pesticides . Rev . Plant . Protect Res . (12) . Tarumingkeng, R . 1977 . Pestisida Sebagai Alat Pengelolaan Hama Tanaman . Di dalam Wardojo, S . 1977 . Aspek Pestisida di Indonesia . Edisi Khusus no . 3 . Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. 236