BAB I PENDAHULUAN Gangguan vaskuler otak atau cerebrovaskuler disease (CVD) adalah suatu kondisi sistem susunan saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah. Meskipun didalam klinis sering disamakan antara CVD dengan stroke, namun stroke memiliki makna yang lebih spesifik. Stroke (Cerebral apoplexy) merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan perfusi ke pembuluh darah otak secara akut yang menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara cepat.1 Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).2 Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika Serikat. Lesi vaskular di susunan saraf bisa berarti lesi di otak dan batang otak di satu pihak dan lesi di medula spinalis di lain pihak. Penyakit-penyakit dengan lesi vaskular di otak dikenal sebagai penyakit serebrovaskular.3 Sekitar setengah juta orang Amerika setiap tahunnya mengalami gangguan pembuluh darah otak akut. Di perkirakan sekitar dua juta orang di Amerika menderita gangguan neurologis akibat stroke. Sekitar 50% dari semua orang dewasa yang dirawat pada rumah sakit saraf disebabkan oleh suatu penyakit pembuluh darah. Penyebab utama dari stroke di urutkan dari yang paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisma sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus, atau penyakit vaskular perifer.4 Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasusu stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 1 223,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 thun sebesar 11,8%, usia 45 – 64 tahun 54.2% dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional dikemudian hari.5 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA HEMORAGIK STROKE A. DEFINISI Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah bahwa stroke yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Defenisi ini mencangkup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA).6 B. ETIOLOGI Perdarahan intraserebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Perdarahan ini menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus Wilisi. Bekuan darah yang semula lunak dan menyerupai selai merah akhirnya akan terlarut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.4 Perdarahan subarakhnoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus Wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu anurisma.3 Gejala klinis yang sering terjadi antaralain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah stupor, koma, dan kejang-kejang.4 C. EPIDEMIOLOGI Sejak lebih dari tiga dekade terakhir ini telah banyak yang dilakukan dalam menelaah karakteristik epidemiologi dari stroke. Di Amerika dan negara berkembang 3 seperti Indonesia, CVD atau stroke berperan sebagai penyebab utama dari disabilitas kronis dan penyebab kematian. Prevalensi di Amerika pada tahun 2005 adalah 2,6%. Prevalensi meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8% pada kelompok usia 18-44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45-64 tahun, dan 8,1% pada kelompok usia 65 tahun atau lebih tua. Pria dan wanita mempunyai prevalensi yang kurang lebih sama yaitu 2,7% dan wanita 2,5%. 1 Setiap tahun di Amerika serikat, sekitar 795,000 orang terkena stroke atau stroke yang berulang. Disamping itu ada sekitar 610,000 orang yang mengalami gejala stroke dan 185,000 yang mengalami stroke yang berulang. Penelitiann epidemiologi mengindikasikan bahwa stroke di Amerika srikat sekitar 87 % adalah stroke iskemik, 10% perdarahan intraserebral, dan 3% pada perdarahan subaraknoid.12 Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 provinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).2 Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan. Jumlahnya mencapai 15,9% dari proporsi penyebab kematian di Indonesia (Riset Kesehatan Dasa (Riskesdas), 2007). Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga (SKRT), stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat, dan cermat.7 ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi Otak Arteria vertebralis bersatu dan membentuk D. arteri basilaris yang mempercabangkan arteria serebri posterior dan cabang-cabang bagi truncus enchepali, cerebellum dan telinga bagian dalam. Tiap-tiap arteri tadi membentuk arteri serebri media dan arteri serebri anterior.4,17 Arteria karotis interna membentuk arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteria karotis interna dan masuk ke dalam ruang subaraknoid. Arteria serebri anterior memberi suplai darah pada bagian lobus frontalis dan parietalis. Arteria serebri media mensuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran 4 pada permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis.4 Gambar 1Vaskularisasi Otak (Dikutip Dari Kepustakaan 8) Arteria karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua sistem arteria terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh pembuluhpembuluh darah yang membentuk sirkulus arteriosus willisi. Arteria serebri posterior dihubungkan dengan arteria serebri media lewat arteria komunikans posterior. Kedua arteria serebri anterior dihubungkan oleh arteria komunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.4 Gambar 2 Sirkulus willisii (Dikutip Dari Kepustakaan 8) 2. Fisiologi Sirkulasi Serebral 5 Otak yang normal mempunyai kemampuan untuk mengatur kebutuhan aliran darahnya sendiri. Normal perlu ditekankan di sini, karena keadaan patologis tertentu dapat mengubah atau bahkan menghilangkansamasekali mekanisme otoregulasi. Bagaimana mekanisme ini berfungsi sesungguhnya belum dapat dibuktikan.McHenry telah mencoba memisahkan faktor-faktor yang mengatur sirkulasi serebral menjadi faktor ekstrinsik atau ekstrakranial dan faktor intrinsik atau intrakranial. Faktor intrinsikyang mengatur aliran darah otak (ADO) tertutama berkaitan dengan sistem kardiovaskuler.4 Jika tekanan rata-rata darah turun sampai di bawah 60 mmHg, mekanisme otoregulasi otak menjadi kurang efektif. Mula-mula otak berusaha mengkompensasi dengan menarik lebih banyak oksigen dari darah yang ada, tetapi kalau tekanan darah terus menurun hingga aliran darah darah otak mencapai sekitar 30 ml/100 gram jaringan per menit, maka mulai tampak gejala-gejala iskemik serebral.Viskositas darah merupakan faktor yang penting ini dapat dibuktikan dari peningkatan ADO pada keadaan anemia.4 Seperti yang disebutkan diatas, terdapat tiga faktor intrinsik. McHenry menyebut tekanan perfusi serebral sebagai“daya pendorong dalam sirkulasi serebral”. Yang dimaksudkan tekanan perfusi adalah perbedaan tekanan antara tekanan arteria dan tekanan vena serebri. ADO tetap konstan (750 ml/menit) karena adanya otoregulasi, meskipun tekanan darah sistemik mungkin mengalami fluktuasi.4 Mekanisme ini tetap efektif pada tekanan darah sistemik anatara 150 sampai 60 mmHg. Jika tekanan darah sistemik turun, maka terjadi penurunan resistensi vaskular serebral sebagai kompensasi. Peningkatan tekanan darahakan berakibat peningkatan resistensi vaskuler serebral. Pembuluh-pembuluh darah serebral dianggap sebagai faktoryang paling penting yang berhubungan dengan faktor resistensi serebrovaskular.4 Faktor intrinsik ketiga yang mengatur ADO adalah tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK akan meningkatkan resistensi serebrovaskular. ADO tidakakan berkurang sampai TIK mencapai 450 mm H2O (TIK normal berkisarantara 60 sampai 180 mm H2O).4 6 E. PATOFISIOLOGI Pada stroke pendarahan, kematian neuron terjadi karena tiga hal berikut:6 a. Efek Toksik Darah Eritrosit dapat menyebabkan kematian sel-sel neuron. b. Peningkatan TIK yang berakibat iskemia global karena penekanan pembuluh darah di seluruh otak. Mekanismenya sama seperti pada stroke iskemik. c. Pelepasan agen-agen vasokonstriktor seperti serotonin, prostaglandin, dan darah yang mengakibatkan terjadinya iskemi fokal dan akhirnya kematian neuron. Perdarahan Pelepasan agen vasokonstriktor Efek toksik darah Peningkatan TIK Infulks Ca+ Iskemik global vasospasme Iskemik fokal 2 Infulks Ca neuron pada stroke perdarahan Gambar 4 Kaskade kematian (Dikutip dari kepustakaan 6) F. FAKTOR RISIKO 1. Hipertensi Nekrosis neuron Tekanan darah terdiri dari dua komponen yang disebut tekanan sistolik dan diastolik. Apabila tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan /atau tekanan 7 darah diastolik lebih dari 90 mmHg maka tekanan darah yang demikian tadi harus diwaspadai. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka akan timbul perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian. Faktor – faktor lainnya yang sekiranya berkaitan dengan hipertensi harus diperhatikan pula. Penurunan berat badan yang berlebihan, pencegahan minum obat – obat yang dapat menaikkan tekanan darah, diet rendah garam, dan olahraga teratur akan menambah tingkat keberhasilan pengendalian hipertensi.9 2. Diabetes melitus Menurut WHO seseorang disebut sebagai penderita diabetes melitus apabila kadar glukosa darah vena dalam keadaan puasa lebih dari 140 mg/dl dan glukosa darah vena 2 jam setelah diberi minum 75 mg glukosa lebih dari 200 mg/dl. Diabetes melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi, kemudian akan menganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang akhirnya menyebabkan infark sel – sel otak.9 3. Penyakit jantung Penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah ke dalam aliran darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila penyakit jantung diberi obat anti-penggumalan darah dengan dosis yang tak terkontrol dan/atau tidak dilakukan kontrol terhadap waktu penjendalan darah maka dapat muncul perdarahan otak.9 4. Hiperkolesterolemia Meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya aterosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).9 G. KLASIFIKASI 8 Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke hemoragik dan stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengadung darah yang terlalu banyak, sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda.6 Stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah perdarahan yang tidak terkontrol diotak. Perdarahan tersebut dapat menggenangi dan membunuh sel-sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Stroke perdarahan dapat dibagi menjadi 2 subtipe, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) yaitu terjadi perdarahan langsung ke jaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan parenkim otak dan perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi perdarahan diruangan subarakhnoid. Dua subtipe stroke perdarahan ini mempunyai perbedaan etiologi, gambaran klinis, prognosis dan strategi penanganan.6 a. Perdarahan intraserebral (PIS) Perdarahan intraserebral terjadi didalam substansi atau parenkim otak (di dalam piamater). Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol. Penyebab lain yaitu malformasi arteriovena (AVM), alcoholism, diskrasia darah, terapi anti-koagulasi, dan angiopati.6 Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak mengalami ruptur atau pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak dan kadang menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan. Pada orang dengan hipertensi kronis terjadi proses degeneratif pada otak dan unsur elastis dari dinding arteri. Perubahan degeneratif ini dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, dapat membentuk penggembungan-penggembungan kecil setempat yang disebut aneurisma Cahrcot-Bouchard. Aneurisma ini merupakan suatu locus minorus resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, saat aktivitas yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan 9 sebagainya dapat menyebabkan pecahnya LMR ini. Oleh karena itu strok hemoragik dikenal juga sebagai “stress stroke”.6 b. Perdarahan Subaraknoid (PSA). Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya aneurisma arterial yang terletak didasar otak dan perdarahan malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid, dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan cairan serebrospinalis, sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. Jika perdarahan berlanjut, dapat mengarah ke koma yang dalam maupun kematian. Perdarahan subarakhnoid yang bukan karena aneurisma sering berkembang dalam waktu yang lama.6 Gambar.5 Pendarahan Subarchnoid dan perdarahan intraserebral (Dikutip Dari Kepustakaan 7) Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak dan ukuran.Pada PIS aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam parenkim otak dan aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan subarakhoid muncul dari arteri-arteri di luar parenkim dan aneurisma ini mempunyai ukuran yang lebih besar.6 10 Berdasarkan presentasi klinis pasien, the World Federation of Neurological Surgeons (WFNS) (Suarez dkk) telah menyusun sistem klasifikasi PSA karena aneurisma. Sistem yang membagi pasien PSA berdasarkan derajat kegawatdaruratan ini mempunyai implikasi terhadap prognosis pasien. Sistem klasifikasi PSA WFNS ini adalah sebagai berikut: 6 - (Derajat 1) GCS = 15, tidak ada defisit fokal. (Derajat 2) GCS = 13-14, tidak ada defisit fokal. (Derajat 3) GCS = 13-14, ada defisit fokal. (Derajat 4) GCS = 7-12, dengan atau tanpa defisit. (Derajat 5) GCS = <7, dengan atau tanpa defisit. H. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Penilaian pasien yang diduga mengalami stroke bergantung pada waktu yang telah dilewati dari onset gejala. Jika pasien dinilai dalam 3-6 jam setelah onset stroke, fokus utama adalah untuk menegakkan diagnosis stroke, tipe patologis dan keparahannya dan apakah reperfusi dini atau terapi antiplatelet mungkin diindikasikan.6 Pokok manifestasi dari stroke ialah hemiparese, hemiparastesia, afasia dan disartria. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan gerakan tangkas.10 Anamnesis bertujuan memperoleh informasi sebagai berikut:6 a. Karakteristik, gejala dan tanda b. Apakah konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat tangan) c. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis d. Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset). e. Apakah ada gejala lain yang menyertai f. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan g. Apakah ada perlaku atau gaya hidup yang relevan 2. Pemeriksaan Fisik 11 Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan toraks (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.5 Pemeriksaan neurologis pada pasien stroke akut harus dilakukan dengan cepat karena adanya periode kritis. Pemeriksaan sarat kranialis dapat membantu menentukan lokasi dan jenis penyakit. Pemeriksaan motorik dilakukan melalui inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif serta aktif dan koordinasi gerak. Pada inspeksi, pemeriksa memperhatikan sikap, bentuk, ukuran serta gerakan abnormal bnpasien. Pada palpasi pemeriksa dapat menilai tonus otot. Pada pemeriksaan gerak aktif dapat di nilai kekuatan otot. Pada pemeriksaan sensorik perlu diperiksa rasa raba, rasa suhu, rasa gerak sikap. Status mental merupakan suatu penilaian pada fungsi kognitif dan emosi seseorang.1,6,11 Penilaian reflex tendon bersifat reflex banding. Maka sikap angggota gerak dua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus berintensitas yang sama pula. Reflex patologis yang dapat dibangkitkan pada tangan ialah hoffmanntronmer. Reflex patologis yang dapat dibangkitkan pada kaki ialah reflex babinski.10 3. Pemeriksaan penunjang a. CT Scan Pemeriksaan CT Scan otak merupakan p/emeriksaan diagnostik terpilih untuk membedakan perdarahan otak adengan infark, disamping itu juga dapat menunjukkan adanya komplikasi lainnya pada otak seperti edema dan hidrocefalus sekunder.1 12 Gambar.6 perdarahan intraserebral (Dikutip Dari Kepustakaan 13) Gambar.7 perdarahan subaraknoid (Dikutip Dari Kepustakaan 18) a. Angiografi Angiografi serebral pada saat dini memiliki indikasi untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular, disamping itu ia juga dapat menunjukkan adanya vasospasme.1 b. EKG (elektrokardiogram) EKG perlu dilakukan pada semua penderita gangguan peredaran darah otak. Dari EKG dapat di lihat adanya gangguan irama jantung yang tak terdeteksi secara klinis dan dapat pula terlihat infark jantung yang tak dicurigai sebelumnya yang merupakan sumber embolus.9 c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium darah antara lain, hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Pemeriksaan laboratoriumdiruang gawat antara lain, gula darah puasa dan dua jam setelah makan, profilipid, laju endap darah, dan pemeriksaan indikasi seperti: enzim jantung (troponin/ CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik, dan pemeriksaan elektrolit.5 13 4. Berdasarkan Skor 1) Skor Hasanuddin No 1 2 3 4 KRITERIA SKOR Tekanan Darah Sistole ≥ 200 ; Diastole ≥ 110 Sistole < 200 ; Diastole < 110 Waktu Serangan Sedang bergiat Tidak sedang bergiat Sakit Kepala Sangat hebat Hebat Ringan Tidak ada Kesadaran Menurun Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah omset 1 jam s/d 24 jam setelah omset ≥ 24 jam setelah omset Tidak ada Muntah Proyektil Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah omset 1 jam s/d 24 jam setelah omset ≥ 24 jam setelah omset Tidak ada Interpretasi: < 15: NHS, ≥ 15: HS 7,5 1 6,5 1 10 7,5 1 0 10 7,5 1 0 5 10 7,5 1 0 Tabel.1 Skor Hasanuddin (Dikutip Dari Kepustakaan 14) 2) Siriraj Skore Score (SSS) No 1 2 3 GEJALA/TANDA Kesadaran Muntah Nyeri kepala PENILAIAN INDEKS Compos Mentis (0) Mengantuk (1) ×2,5 Semi koma/koma (2) Tidak (0) Ya (1) Tidak (0) SKOR + + ×2 ×2 + 14 Ya (0) Diastolik 4 5 Tekanan darah Ateroma a. DM Tidak (0) b.Angina pectoris Ya (1) Klaudikasio Intermitten 6 Konstanta Interpretasi: SSS > 1 = Stroke Hemoragik ×10% + - ×(-3) -12 -12 SSS < 1 = Stroke Non Hemoragik Tabel.2 Siriraj Skore Score (Dikutip Dari Kepustakaan 15) 3) Algoritma Gajah Mada Penderita stroke akut Dengan atau tanpa Penurunan kesadaran, nyeri kepala, refleks babinski Tidak Ketiganya/dua dari ketiganya ada Ya Stroke pendarahan Intraserebral Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (-), refleks Babinski (-) Ya Stroke pendarahan Intraserebral Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), refleks Babinski (-) Ya Stroke pendarahan Intraserebral Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks Babinski (+) Ya Stroke iskemik akut 15 Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks Babinski (-) Ya Stroke iskemik Gambar.8 Algoritma Gajah Mada (Dikutip Dari Kepustakaan 6) I. DIAGNOSIS BANDING Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (thrombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetuskan oleh adanya faktor predisposisi hipertensi. Oklusi pembuluh darah otak dapat disebabkan oleh suatu emboli, thrombus antegrad atau penyakit intrinsik pembuluh darah otak sendiri.1 Berdasarkan perjalanan klinisnya, ada beberapa istilah dalam (Coronary Vascular Disease) CVD tipe ini yaitu Transient Ischaemic Attack (TIA) yang merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam. Bila gejala dan tanda tersebut berlangsung lebih dari 24 jam dan kemudian pulih kembali disebut RIND (Reversible Ischaemic Neurological Defisit). Gejala gangguanneurologis yang progresifdalam waktu enam jam lebih, disebut juga sebagai Stroke in Evolution atau Progressing Stroke, sebaliknya lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya agresivitas lanjut, disebut Complette stroke.1 Evolusi gejala-gejala stroke trombo-embolik sangat bervariasi dan biasanya diawali dengan adanya serangan gangguan neurologis seperti kelumpuhan yang mendadak sementara kesadaran masih tetap baik dan disertai nyeri kepala.Salah satu karateristik stroke ini adalah bentuk defisit yang intermitten untuk beberapa saat dan 16 berakhir sebagai defisit yang persisten. Investigasi untuk menunjukkan infark serebri adalah dengan pemeriksaan CT scan otak, yang disamping itu juga untuk memperjelas diagnosis banding antara infark serebri dengan perdarahan otak.1 Pemberian obat-obatan seperti vasodilator serebral, trombolitik dan tindakan pembedahan pada masa akut masih belum menunjukkan hasil yang bermakna. Pemakaian antikoagulan untuk kasus-kasus ini masih kontroverusial dan masih perlu diyakinkan betul bahwa kejadian ini bukanlah suatu perdarahan. Yang perlu lebih diperhatikan atau ditangani adalah komplikasi-komplikasi yang selanjutnya dapat terjadi. Sering timbul edema serebri yang dapat terjadi dehidrasi mengakibatkan herniasi otak, kesadaran menurun, serta kematian.1 Penanganan umum yang perlu diterapkan adalah menjaga agar tidak terjadi dehidrasi, mengatasi infeksi paru-paru dan pemeliharaan homeostasis tubuh.Prognosis jangka panjang suatu deficit neurologis pada stadium awal sulit diramalkan. Secara umum, makin lama mulai pemilihan menunjukan prognosis yang makin kurang baik, dan bila pada minggu pertama masih belum ada tanda-tanda pemulihan aktifitas motorik atau bicara, tampaknya fungsi-fungsi ini sulit untuk dapat sembuh seperti semula. Heonopsia yang persisten lebih dari 1 minggu biasa nya akan menjadi permanen. Adanya defisit lobus parietal biasanya menandakan bahwa rehabilitasi akan lebih sulit. Defisit akibat infark batang otak, umumnya mempunyai prognosis yang leih baik dari deficit akibat disfungsi hemisfer serebri. Kelumpuhan yang menetap selama 6 bulan biasanya tidak dapat pulih.1 J. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Umum a. Airway Perlindungan jalan napas pada pasien stroke mungkin memerlukan intervensi yang harus segera dilakukan. Penurunan tingkat kesadaran yang muncul bersama emesis (muntah-muntah) dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan stroke sirkulasi posterior. Pasien mungkin memerlukan gastric suction dan intubasi untuk melindungi jalan napas dari aspirasi isi lambung.2 17 Intubasi Endotracheal Tube (ETT) diperlukan pada pasien hipoksia (PO2 < 60mmHg atau PCO2 > 50mmHg) atau syok pada pasien yang berisiko yang terjadi aspirasi.5 b. Breathing Saturasi O2 harus dipertahankan diatas 25%, jika diperlukan oksigen dapat diberikan dengan nasal kanul, kadang perlu untuk melakukan ventilasi pada pasien stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau peningkatan TIK.2 c. Kardiovaskular Pasien dengan risiko tinggi untuk stroke biasanya sudah memiliki penyakit kardiovaskular sebelumnya. Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mengevaluasi pasien terhadap bukti adanya iskemia jantung akut dan fibrilasi atrial.2 d. Pengontrolan tekanan darah Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik > 180mmHg, diastolik > 120mmHg, Mean Arterial Preassure (MAP) > 130mmHg dan volume hematoma bertambah.2 e. Terapi 5B9 B1. Breathing: terjamin jalan napas bebas, memperhatikan saturasi O2- PAO2, PACO2 B2. Blood: dijaga agar tekanan darah tetap cukup (tinggi) untuk perfusi ke otak dan menjamin sirkulasi umum jantung, TD, Hb, viskositas, intake cairan, asamBasa, K; N; Ca untuk metabolisme otak. B3. Brain: Kesadaran menurun atau koma dipantau, apabila kejang diberikan anti Konvulsan, kadar Gula Darah yang tinggi diturunkan perlahan, balance cairan, elektrolit dikoreksi, kadar asam-Basa dipantau. B4. Bladder: Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, gangguan balance elektrolit, pH, air, dan sebagainya, Atasi retensi atau inkontinensi, apabila menggunakan kateter diganti berkala. B5. Bowel: Nutrisi yg cukup atau optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi alvi) dan inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll. f. Posisi kepala pasien 18 Posisi kepala dielevasi 30-45 derajat untuk melancarkan drainase vena serebral. Tetapi aliran darah otak (ADO) masih relatif tetap sehingga dapat diharapkan meminimalkan kontribusi tekanan vena serebral terhadap tekanan tinggi intrakranial (TTIK).1 g. Pengontrolan gula darah Kadar gula darah lebih dari 150mg % harus sampai batas gula darah sewaktu 150mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2 sampai 3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60mg% atau 80mg% dengan gejala) diatasi dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal.2 h. Pengontrolan kejang Jika kejang, diberi diazepam 5-20mg IV pelan-pelan selama 30 menit, maksimal 100mg perhari, dilanjutkan pemberian antikonvlusan per oral (fenitoin, karbamaepin) jika kejang muncul setelah 2 minggu diberikan antikonvlusan per oral jangka panjang.2 i. Pengontrolan edema serebri Jika didapatkan peningkatan tekanan intrakranial diberi manitol bolus IV 0,25-1g/kgBB/30 menit, dan jika di curiga fenomena reboun atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25gr perkgBB/30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolaritas (<320 mmol), sebagai alternatif dapat j. diberikan larutan hipertonik NaCl 3%.2 Pengendalian suhu tubuh Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan diberikan antibiotik.5 2. Penatalaksanaan khusus a. Pengobatan spesifik untuk perdarahan intraserebral ialah anti fibrinolitik seperti asam traneksamat 1 g/4 jam/iv pelan-pelan selama 3 minggu kemudian tappering off (cegah perdarahan ulang). Sedangkan untuk perdarahan subarachnoid setelah fase akut dapat dianjurkan angiografi untuk operasi bedah saraf (kliping, ligasi, dan sebagainya).9 b. Neuroprotektor 19 Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebellum berdiameter > 3cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum.2 c. Penatalaksanaan hipertensi Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila Tekanan Darah Sistolik (TDS) > 200 mmHg atau Mean Arterial Preasure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi melalui intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap lima menit. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.5 Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinyu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit, hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunana tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.5 Pada perdarahan subaraknoid (PSA), tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah terjadinya risiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan kormobiditas kardiovaskular. Calsium channel blocker (nimodipin) telah diakui dalam panduan penatalaksanaan PSA karena dapat 20 memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.5 3. Rehabilitasi a. Rehabilitasi stadium akut Rehabilitasi stadium akut biasanya dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali pada perdarahan. Sejak awal diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.9 b. Rehabilitasi stadium subakut Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Memperbaiki dengan pengaturan posisi, stimulasi kondisi pasien.9 c. Rehabilitasi stadium kronik Terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita banyak dilibatkan dan psikolog harus lebih aktif.9 Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:16 1) Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak atau beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerakan fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerakan fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas kemulut. Gerakan fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian-bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. 2) Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya 21 secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif). 3) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan. 4) Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatihakanmemberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akantujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lamalatihantergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin. Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:16 1) Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring 22 2) Menyiapkan atau mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan fingsionalyang paling optimal 3) Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari 4) Mengembalikan kebugaran fisik dan mental. K. KOMPLIKASI Komplikasi stroke menurut Wihartono et al. adalah edema perifokal, perluasan intraventrikel. Komplikasi yang paling sering menyertai perdarahan intraserebral pada penderita stroke perdarahan adalah edema perifokal yang menimbulkan desak ruang. Perdarahan intraserebral spontan akibat hipertensi dan atau degenerasi arteriola. Bangkitan kejang dan status epileptikus sering terjadi pada stroke akut. Bangkitan pasca stroke diklasifikasikan sebagai onset dini dan onset yang tertunda sesuai dengan waktu kejadiannya setelah terjadinya iskemia otak (Silverman et al, 2002). Faktor risiko independen untuk terjadinya bangkitan adalah stroke perdarahan. Bangkitan ini dapat timbul karena adanya provokasi yaitu karena adanya gangguan metabolik dan fisiologik yang menyertai stroke.jika bangkitan berulang tanpa provokasi dalam waktu satu minggu atau lebih pasca suatu stroke iskmeik maka diagnosis menjadi epilepsi pasca stroke.6 Dini (0-48 jam pertama) Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian. Infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal. Jangka pendek (1-4 hari pertama) Pneumonia akibat imobilisasi lama Infark miokard Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, seringkali terjadi pada saat penderita mulaimobilisasi. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat. Jangka panjang (>14 hari) Stroke rekuren 23 Infark miokard Gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer. Tabel 3 Komplikasi Stroke (Dikutip dari kepustakaan 1) L. PROGNOSIS Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek, yakni: dead, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.6 Kapelle asmedi dan Lamsudi mengatakan prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam Activity daily living (ADL) hanya 19% pada bulan pertama dan meningkat sedikit 20 % sampai tahun pertama. Suatupenelitian menunjukan bahwa terdapat perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai enam bulan pasca stroke.6 Prognosis stroke juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadipada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur diantaranya outcomefungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life serta mortalitas. Menurut Hornig et al prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak atau serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi olehusia, diabetes, hipertensi, strok sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyerupai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor. Menurut Kiohara et al. Resiko kematian lebih tinggi pada tahun pertama setelah onset stroke pertama kali pada kedua jenis kelamin. Setelah itu, kurva survival menurun secara bertahap, dan resiko kematian mencapai 80,7 % untuk laki-laki dan 80,2 % untuk perempuan pada akhir follow up 10 tahun. Tingkat mortalitas kasus 30 hari secara substansial lebih tinggi pada pasien dengan perdarahan serebral (63,3%) dan pedarahan subaraknoid (58,6%) 24 dibandingkan pasien dengan infark serebral (9%). Sedangkan risiko meninggal setelah stroke pertama kali mencapai 2 kali lipat untuk pasien bebas stroke. Menurut analisis multivarian disimpulkan bahwa usia, indeks masa tubuh yang rendah dan stroke perdarahan adalah faktor risiko yang signifikan untuk kematian setelah stroke. Outcome fungsional tergantung pada tingkat keparahan kerusakan awal dan juga sejumlah variable lain termasuk usia, disfungsi kognitif dan komorbiditas.6 DAFTAR PUSTAKA 1. Satyanegara. Editor. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2010 2. Setyopranoto, Ismail. Continuing Medical Education. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. [Online]. Mei-Juni 2011 [cited 2014 maret 2]. Available: www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf 25 3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2008 4. A. price Sylvia, Wilson Lorraine. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC; 2008 5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007. 6. Gofir, Abdul. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Edisi 1. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; Agustus 2009. hal 19-27, 45-52, 5575,85, 165-173 7. Kusumo Indro Nurman. Stroke perdarahan (bleeding stroke). [Online]. 2012. [cited 2014 Februari 26]: avaible from: URL: http://www.academia.edu/2492754/stroke_perdarahan_bleeding_stroke 8. Baehr, M. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda dan Gejala. Edisi 4. Penerbit 2012 9. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinis. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press. 2011. Hal: 59-107 10. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinik dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2008. Hal 261-290 11. Lumbantobing.S.M. Neurologi Klinik. Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI. Jakarta .2012 12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. 2010. Cited 2014 January 25st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 13. Magistris, Fabio. Intracerebral Hemorrhage: Patofisiology, Diagnosis, and Management. [Online]. 2013. [cited 2014 Maret 2]: avaible from: URL: http://www.mumj.org/Issues/v 10 14. Bahan Kuliah Sistem Neuropsikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 2004 15. Singh, H. Gupta, J. Gupta, M. S. Aggrawal, Rohid. Assesment Of Utility of Siriraj Stroke Score (SSS) BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak,India. [Online]. Juli-September 2001. [cited 27 April 2014]: avaible from: URL 26 16. Wirawan, Rosiana Pradanasari. Rehabilitasi Stroke pada. Pelayanan Kesehatan Primer[ Online].2 Pebruari 2009.[cited 2014 Februari 27]: avaible from: URL: http://www.indonesia.digital journals.org 17. R. Putzdan R. Pabst. Editor. Atlas Anatomi Manusia.Sobotta. Jilid: 3, Edisi 23. Jerman: Elsevier Gmb H; 2010 18. Davies, Sarah. Management Of Subarachnoid Haemorrhage.[Online]. 7 December 2009.[cited 2014 Maret 1]: avaible from: URL: http://[email protected] 27