BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Perusahaan Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham yang ditandai dengan meningkatnya nilai perusahaan. Pengertian nilai perusahaan dicerminkan pada kekuatan tawar menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan mempunyai prospek pada masa akan datang, maka nilai sahamnya menjadi tinggi. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang memiliki prospek maka harga saham menjadi rendah (Usunariyah, 2003:54). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan seberapa besar perusahaan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi investor. Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan (Wiagustini, 2010:8). Nilai perusahaan digunakan sebagai acuan investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya pada akhir tahun berjalan yang tercermin pada harga saham perusahaan. Ukuran nilai perusahaan merupakan kelayakan bersih akuntansi atau nilai buku (Thavikulwat, 2004). Nilai buku dapat digunakan sebagai batas aman untuk mengukur nilai perusahaan yang akan digunakan untuk keperluan investasi. Menurut Perdana (2009) nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang investasi. Adanya peluang 10 investasi dapat memberikan dampak yang positif dalam pertumbuhan perusahaan, maka semakin tinggi harga saham perusahaan itu, semakin tinggi pula nilai perusahaannya. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen asset (Susanti, 2010). Tujuan maksimalisasi nilai perusahaan seharusnya dijadikan landasan dalam menentukan keputusan-keputusan keuangan perusahaan. Keputusan-keputusan yang ditentukan pihak manajemen perusahaan akan dapat mempengaruhi nilai perusahaan, begitu pentingnya keputusan keuangan sehingga harus dibuat secara hati-hati, sebelum suatu keputusan ditetapkan sebaiknya manajer perusahaan mempersiapkan keputusan tersebut secara matang (Hanafi, 2009:11). Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang terkait erat dengan harga sahamnya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan kepercayaan pasar tidak hanya terhadap kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa mendatang. Harga saham yang digunakan umumnya mengacu pada harga penutupan (clossing price), dan merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar (Fakhruddin dan Hadianto, 2001). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga saham perusahaan, 11 karena harga saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki Wahyudi dan Hartini (2006). Ross et al. (2008:54) medefinisikan nilai perusahaan merupakan sebuah pencapaian perusahaan sebagai indikator dari kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan sejak pendirian perusahaan sampai saat ini. Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), terdapat beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain : 1. Nilai nominal yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam angggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. 2. Nilai pasar sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual dipasar saham. 3. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep ini intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. 4. Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. 5. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung berdasarkan neraca yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi. 12 Nilai perusahaan dapat diukur dengan Price book value (PBV). Rasio PBV menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relative terhadap jumlah modal yang diinvestasikan (Nurhayati, 2013). Rasio PBV mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan Houston, 2006:152). Nilai perusahaan dapat dilihat dari PBV yang merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku. Berdasarkan perbandingan tersebut, harga saham perusahaan dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai bukunya. PBV yang terlalu tinggi, beresiko dan tidak menghasilkan return. PBV sangat terkait dengan return saham, karena perubahan harga saham akan merubah besarnya rasio PBV. Oleh karena itu, keberadaan PBV sangat penting bagi para investor untuk menentukan strateginya. Satuan dari PBV adalah kali (Brigham dan Houston, 2010:151) sebagai berikut : 2.1.2 Profitabilitas Menurut Brigham dan Houston (2006:107) yang menyatakan bahwa rasio profitabilitas akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Untuk dapat melangsungkan 13 hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan. Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar. Profitabilitas menurut Saidi (2004) adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Tujuan para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor, sehingga menjadikan nilai perusahaan menjadi lebih baik. Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya (Chen, 2004). Dengan demikian dapat dikatakan profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Menurut Kasmir (2008:196), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Pada dasarnya penggunaan rasio ini yakni menunjukkan tingkat efisiensi suatu perusahaan. Manfaat rasio profitabilitas tidak terbatas hanya pada pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan, terutama 14 pihak – pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Menurut Kasmir (2008:197), menerangkan bahwa tujuan dan manfaat penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan yakni : 1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan posisi keuangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kinerja manajemen sehingga dapat diketahui penyebab dari perubahan kondisi keuangan perusahaan tersebut. Semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, 15 maka semakin sempurna hasil yang akan dicapai, sehingga posisi dan kondisi tingkat profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan menjadi Return on Equity (ROE). ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih setelah pajak berdasarkan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. ROE merupakan tingkat pengembalian ekuitas pemilik perusahaan. ROE sebagai salah satu rasio profitabilitas merupakan indikator yang sangat penting bagi para investor. ROE dibutuhkan investor untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang berkaitan dengan dividen. Pemilihan ROE sebagai proksi dari profitabilitas adalah karena dalam ROE ditunjukkan, semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba investor yang ditanam pada perusahaan (Analisa, 2011). Satuan pengukuran ROE adalah dalam persentase, sebagai berikut : 2.1.3 Likuiditas Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sampai seberapakah perusahaan itu menanggung risiko. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek dengan aset 16 lancar yang tersedia. Aset lancar adalah aset diharapkan menjadi kas dalam jangka waktu singkat (biasanya kurang dari satu tahun) yang meliputi kas, efek yang diperdagangkan, piutang usaha, dan persediaan, sedangkan hutang lancar merupakan hutang yang harus dipenuhi dalam waktu dekat misalnya gaji, membayar biaya operasional, membayar hutang jangka pendek, dan lain sebagainya yang membutuhkan pembayaran segera. Agar perusahaan selalu likuid, maka posisi dana lancar yang tersedia harus lebih besar daripada utang lancar. Perusahaan yang tidak likuid berarti perusahaan itu tidak sehat (Wiagustini, 2010:76). Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan mulai lambat membayar tagihan (utang usaha), pinjaman bank, dan kewajiban lainnya yang akan meningkatkan kewajiban lancar. Jika kewajiban lancar naik lebih cepat daripada aset lancar, rasio lancar akan turun, dan ini merupakan pertanda adanya masalah (Brigham dan Houston, 2010:135). Menurut Munawir (2001:72) rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Tingkat likuiditas yang tinggi memperkecil kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek kepada kreditur dan berlaku pula sebaliknya. Makin besar rasio ini maka makin efisien perusahaan dalam mendayagunakan aktiva lancar perusahaan. Menurut Wild (2005:185) likuiditas merupakan kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun meskipun jangka waktu ini dikaitkan 17 dengan siklus operasi normal suatu perusahaan (periode waktu yang mencakup siklus pembelian-produksi, penjualan-penagihan). Rasio likuiditas adalah rasio yang paling banyak mendapat perhatian baik dari para analis maupun investor. Rasio likuiditas yang sudah umum dikenal adalah sebagai berikut : 1. Current ratio : rasio ini dihitung dengan membagi asset lancar (current assets) dengan utang lancar (current liabilities). Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa aset lancar secara umum, terdiri atas: kas dan setara kas, surat berharga, piutang dagang, persediaan, biaya dibayar dimuka, dan asset lancar lainnya. Utang lancar terdiri atas : utang dagang, utang bank, utang pajak, uang muka pelanggan, dan lainnya. Rasio ini digunakan sebagai alat ukur atas kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang dan kewajiban jangka pendeknya (Raharjaputra, 2009:199). Semakin tinggi rasio lancar, maka akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar berbagai tagihannya, akan tetapi rasio ini harus dianggap sebagai ukuran kasar karena tidak memperhitungkan likuiditas dari setiap komponen aktiva lancar. Perusahaan yang memiliki aktiva lancar sebagian besar terdiri atas kas dan piutang yang belum jatuh tempo, umumnya akan dianggap lebih likuid daripada perusahaan yang aktiva lancarnya terutama terdiri atas persediaan (Van dan Machowicz, 2009:207). 2. Acid test ratio/quick ratio : rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurangkan persediaan yang 18 dianggap kurang likuid karena prosesnya cukup panjang, yaitu melalui penjualan dan kemudian piutang dagang atau tunai (Raharjaputra, 2009:200). Quick ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar (Van dan Machowicz, 2009:207). 3. Rasio Kas (Cash Ratio) : Rasio Kas merupakan perbandingan antara kas dengan total hutang lancar. Dapat juga dihitung dengan mengikutsertakan surat-surat berharga. Kas dan surat berharga merupakan alat likuid yang paling dipercaya. Rasio kas juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan surat-surat berharga yang segera dapat diuangkan. Bertambah tinggi cash ratio berarti jumlah uang tunai yang tersedia makin besar sehingga pelunasan utang pada saat jatuh tempo tidak akan mengalami kesulitan. Riyanto (2008:25) menyatakan bahwa likuiditas adalah masalah yang berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban financialnya yang segera harus dipenuhi. Suatu perusahaan yang mempunyai alat-alat likuid sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban financialnya yang segera harus terpenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut likuid, dan sebaliknya apabila suatu perusahaan tidak mempunyai alat-alat likuid yang cukup untuk memenuhi segala kewajiban financialnya yang segera harus terpenuhi dikatakan perusahaan tersebut insolvable. Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi 19 juga kurang bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan (Sawir, 2009:10). Apabila mengukur tingkat likuiditas dengan menggunakan current ratio sebagai alat pengukurnya, maka tingkat likuiditas atau current ratio suatu perusahaan dapat dipertinggi dengan cara (Riyanto, 2008:28): 1. Dengan utang lancar tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar. 2. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang lancar. 3. Dengan mengurangi jumlah utang lancar sama-sama dengan mengurangi aktiva lancar. Menurut Sjahrijal dan Djahotman (2013:37), Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar. Untuk mengukur likuiditas dalam penelitian ini digunakan rasio lancar atau Current ratio. Current Ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan, karena menunjukkan kemampuan dalam memenuhi kewajiban lancarnya dengan aktiva lancarnya. Satuan pengukuran CR adalah dalam persentase, sebagai berikut : 20 2.1.4 Pertumbuhan Rasio Pertumbuhan menurut Fahmi (2012:137) adalah rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya didalam industri dan dalam perkembangan ekonomi secara umum, sedangkan menurut Kasmir (2012:107), Rasio Pertumbuhan merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan ekonominya ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Dengan nilai pertumbuhan yang tinggi akan lebih mudah dalam penempuhan semua kegiatan perusahaan, seperti peningkatan penjualan, mempermudah pinjaman di bank, dan tentunya tingkat kepercayaan investor yang tinggi oleh karena citra perusahaan yang semakin meningkat seiring pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan, karena pertumbuhan yang baik memberi tanda bagi perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik (Safrida, 2008). Pertumbuhan perusahaan yang semakin cepat dapat mencerminkan besarnya kebutuhan dana jika perusahaan ingin melakukan perluasan usaha, sehingga memperbesar pula keinginan perusahaan untuk menahan laba. Growth opportunity adalah peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan (Mai, 2006). Definisi lain peluang pertumbuhan adalah perubahan 21 total aktiva yang dimiliki perusahaan (Kartini dan Tulus, 2008). Perusahaanperusahaan yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan aktiva tetapnya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih banyak membutuhkan dana di masa depan dan juga lebih banyak menahan laba. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang. Pertumbuhan adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2004). Berdasarkan difinisi di atas dapat dijelaskan Growth merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan maupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan. Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dari proporsi perubahan aset, untuk membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Secara matematis growth dapat dinyatakan dengan rumus (dengan satuan persentase) sebagai berikut: 22 2.1.5 Investment Opportunity Set Investasi menurut Martono dan Agus (2005) merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu asset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang. Menurut Fama (dalam Hasnawati, 2005:118) mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Menurut Gaver dan Kenneth (dalam Hasnawati, 2005:118) Investment Opportunity Set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang besar. Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Melakukan kegiatan investasi merupakan keputusan tersulit bagi manajeman perusahaan karena akan mempengaruhi nilai perusahaan (Vranakis dan Prodromos, 2012). Istilah IOS muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977) memandang nilai perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (asset yang dimiliki) dengan investment options (pillihan investasi) di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan 23 semua kesempatan investasi di masa yang akan datang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang. Menurut Gaver dan Kenneth (1993) menyatakan nilai IOS ini bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan keuntungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain. Menurut Kallapur dan Mark (1999) menyatakan proksi IOS yang digunakan dalam bidang keuangan digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Proksi IOS berbasis pada harga Proksi IOS berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi berdasarkan anggapan yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki dibandingkan perusahaan yang tidak tumbuh. IOS yang didasari pada harga akan 24 berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : Market value of equity plus book value of debt, Ratio of book to market value of asset, Ratio of book to market value of equity, Ratio of book value of property, plant and equipment to firm value, Ratio of replacement value of assets to market value, Ratio of depreciation expense to value dan Price Earning Ratio. 2) Proksi IOS berbasis pada investasi Proksi IOS berbasis pada investasi merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Proksi IOS yang merupakan proksi IOS berbasis investasi adalah : Ratio R&D expense to firm value, Ratio of R&D expense to total assets, Ratio of R&D expense to sales, Ratio of capital addition to firm value, dan Ratio of capital addition to asset book value. 3) Proksi IOS berbasis pada varian Proksi IOS berbasis pada varian merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. Proksi IOS berbasis varian adalah : VARRET (variance of total return) dan Market model Beta. 25 Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Gaver dan Kenneth (1993) yang merupakan proksi IOS yang paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi tersebut antara lain : 1) Rasio Market to Book Value of Asset (MV/BVA) Rasio Market to Book Value of Asset merupakan proksi IOS berdasarkan harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Bagi para investor, proksi ini menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Semakin tinggi MV/BVA semakin besar asset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, semakin besar kemungkinan harga sahamnya akan meningkat, return saham pun meningkat. 2) Rasio Market to Book Value of Equity (MV/BVE) Rasio Market to Book Value of Equity merupakan proksi IOS berdasarkan harga. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting. Apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik dalam menjalankan usaha, semakin besar kemungkinan harga saham perusahaan tersebut diperkirakan meningkat, return saham pun akan meningkat. 26 3) Earning per Share / Price Ratio (E/P) Rasio Earning per Share / Price Ratio atau rasio per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan IOS yang menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi perusahaan tersebut. Hal ini berdampak positif pada return saham. 4) Ratio Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA) Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan modal tambahan saham ini perusahaan dapat memanfaatkannya untuk tambahan investasi aktiva produktifnya. Semakin besar aliran tambahan modal saham, semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkannya sebagai tambahan investasi. Dengan demikian akan mengakibatkan kenaikan harga saham pada perusahaan. Menurut Nurcahyo dan Putriani (2009) menyebutkan bahwa IOS dapat diukur melalui rasio nilai buku ekuitas (market to book value of equity). Maksud pemilihan proksi ini karena dapat mencerminkan besarnya return dari aktiva yang ada dan investasi yang diharapkan di masa yang akan datang akan melebihi return dari ekuitas yang diinginkan. Apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik dalam menjalankan usaha, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut diperkirakan akan meningkat dan pada akhirnya semakin meningkat pula nilai suatu perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Menurut Dithi 27 (2012), secara matematis Market to book value of equity ratio (MBVE) dapat dinyatakan dengan rumus (dengan satuan persentase) : 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas merupakan rasio yang dapat mewakili kinerja keuangan perusahaan, dimana meningkatnya kinerja keuangan perusahaan akan meningkatkan return yang akan di dapatkan oleh investor. Profitabilitas dapat dihitung dengan ROE (return on equity). ROE mencerminkan tingkat hasil pengembalian investasi bagi pemegang saham. Profitabilitas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Maka, akan terjadi hubungan positif antara profitabilitas dengan harga saham dimana tingginya harga saham akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitian Dewi,dkk. (2014), semakin tinggi ROE maka semakin tinggi juga price book value sebagai ukuran dari nilai perusahaan karena investor akan membeli saham-saham dan akan lebih tertarik dengan ROE atau bagian dari total profitabilitasnya ke pemegang saham. Sejalan dengan hasil penelitian Nurmalasari (2002), Ali Suprantiningrum dan Sabat (2013), (2009), Ayuningtias (2013), bahwa besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan melalui modal yang dimiliki akan meningkatkan nilai 28 perusahaan. Penelitian lainnya yang sejalan yaitu Marangu dan Ambrose (2014). H1 : Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI. 2.2.2 Pengaruh Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi atau pada saat ditagih (Raharjaputra, 2009:194). Likuiditas dalam teori berhubungan positif dengan nilai perusahaan. Semakin tinggi likuiditas maka nilai perusahaan tinggi dan semakin rendah likuiditas maka nilai perusahaan rendah. Kemampuan kas yang tinggi akan berdampak terhadap kemampuan kewajiban jangka pendek perusahaan dan berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Menurut Mahendra et al. (2012), menemukan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Prisiliarompas (2013) dan Rustam (2013). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H2 : Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI. 2.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Nilai Perusahaan Wahyudi dan Hartini (2006) menyebutkan bahwa investasi perusahaan dalam aktiva tetap adalah potensi keuntungan bagi perusahaan di masa depan, sehingga pertumbuhan perusahaan adalah hal positif yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Semakin besar tingkat pertumbuhan perusahaan maka akan 29 semakin tinggi potensi profitabilitas perusahaan di masa depan sehingga semakin tinggi pula nilai perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dapat menjadi indikator dari nilai perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan perusahaan menunjukkan sinyal positif dan perkembangan yang baik dimana pertumbuhan suatu perusahaan tersebut memiliki dampak menguntungkan dan perusahaan juga mengharapkan rate of return dari investasi yang dilakukan. Hal ini berarti pertumbuhan perusahaan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaaan, dimana semakin baik pertumbuhan perusahaan maka nilai perusahaan akan meningkatkan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Noerirawan dan Abdul (2012) dan Kusumajaya (2011). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Pertumbuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI. 2.2.4. Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Nilai Perusahaan Keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung sehingga diperlukan proksi dalam pengukurannya, yakni Market to Book Value of Equity (MBVE). MBVE merupakan proksi IOS berdasarkan harga yang melihat pertumbuhan perusahaan dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal. Untuk itu, hasil ini memberikan pengertian bahwa kesempatan investasi yang dilihat dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal berpengaruh dan signifikan terhadap nilai perusahaan. IOS akan memberikan informasi tentang prospek pendapatan yang diperoleh di masa yang akan datang. Optimalisasi nilai perusahaan dapat 30 dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama, 1978). Penelitian yang dilakukan Nasrum (2013) menyatakan keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnawati (2005:123) Wijaya dan Bandi (2010), Pujiati dan Widanar (2009), Slater dan Zwirlein (1996), Rachmawati dan Triatmoko (2007) dan Pratiska (2012) yang menyatakan IOS berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian keterkaitan antara IOS dengan nilai perusahaan dapat dirumuskan melalui hipotesis sebagai berikut: H4 : Investment Opportunity Set berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI. 31