BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KULIT BUAH SALAK
Salak (Salacca spp.) adalah contoh buah yang khas yang hanya tersedia di
pasar lokal. Nama "buah ular" menunjukkan struktur dan warna kulit salak yang
sangat mirip dengan kulit reptil. Buah salak berasal dari pohon-pohon palem kecil
berduri dan tumbuh di hutan hujan tropis dataran rendah. Tanaman betina dari
spesies ini menghasilkan buah seukuran dengan buah ara dan memiliki rasa manis.
[15]. Secara khusus, salak yang tumbuh di Sumatra bagian utara (Padang
Sidempuan) merupakan salah satu dari tiga jenis salak utama yang ada di Indonesia.
Salak Sidempuan merupakan jenis yang berbeda dari dua jenis lainnya dan khas yang
nama botaninya Salacca sumatrana (Becc).
Kulit salak mengandung air, karbohidrat, mineral dan protein. Tabel berikut
menunjukkan komposisi kulit salak pondoh dan gading.
Komposisi
Tabel 2.1 Komposisi Kulit Salak Pondoh dan Gading [16]
Salak Pondoh
Salak Gading
Kadar Air
74,67%
30,06%
Kadar Karbohidrat
3,8%
5,5%
Kadar Protein
0,565%
1,815%
Menurut Sahputra [16] yang meneliti potensi ekstrak kulit dan daging buah
salak sebagai antidiabetes, hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daging
dan kulit buah salak mengandung flavanoid, tanin, alkaloid dan hidrokuinon.
2.2
KARBON AKTIF
Karbon aktif didefinisikan sebagai bahan yang mengandung karbon dengan
luas permukaan internal yang besar dan struktur berpori kompleks yang dihasilkan
dari pengolahan bahan baku pada reaksi suhu tinggi. Karbon aktif terdiri dari 87
sampai 97% karbon tetapi juga mengandung unsur-unsur lain tergantung pada bahan
baku dan metode pengolahan yang digunakan. Struktur berpori karbon aktif
memungkinkan karbon aktif tersebut untuk menyerap bahan-bahan berfasa cair dan
4
gas [17]. Volume pori karbon aktif biasanya berukuran antara 0,2 sampai 0,6 cm3/g.
Sedangkan luas permukaannya berukuran antara 800 sampai 1500 m2/g [18].
Penggunaan pertama karbon aktif yang diketahui adalah oleh masyarakat Mesir
Kuno yang memanfaatkannya untuk memurnikan minyak dan untuk tujuan
pengobatan. Berabad-abad kemudian, karbon digunakan di dalam penyimpanan air
minum dalam tong-tong kayu. Pada awal abad ke-19, arang yang berasal dari kayu
dan tulang digunakan dalam skala besar untuk dekolorisasi dan pemurnian gula tebu
[19].
Karbon
aktif
merupakan
adsorben
yang
umum
digunakan
untuk
menghilangkan kontaminan organik dari udara karena pori-pori yang sangat banyak
dan luas permukaan internal yang besar [20]. Selain itu, karbon aktif juga dapat
digunakan untuk menyaring bahan kimia berbahaya dari air dan udara yang
terkontaminasi [21].
Pada Tabel 2.2 dijelaskan kandungan bahan dalam pembuatan karbon aktif dari
berbagai jenis bahan baku mentah.
Tabel 2.2 Kandungan Karbon Aktif yang Dihasilkan [22]
Bahan Baku Mentah
Kandungan
Komponen
No.
Karbon (%wt) Volatil (%)
1. Kayu
50
>65
2. Gambut
60
>60
3. Batubara Coklat
71
52
4. Sub-bituminous
80
40
5. Batubara high volatile bituminous
86
31
6. Batubara medium volatile bituminous
90
22
7. Batubara low volatile bituminous
91
14
8. Semi-antrasit
92
8
9. Antrasit
95
2
Kelembapan
in situ (%)
_
75
30
5
3
<1
1
1
2
Berdasarkan ukuran partikelnya, ada dua jenis karbon aktif yang utama yaitu
karbon aktif granular dan karbon aktif serbuk. Karbon aktif granular merupakan
partikel dengan bentuk yang tidak seragam berukuran 0,2 – 0,5 mm. Karbon aktif
granular dapat digunakan pada pengolahan limbah cair maupun gas. Sedangkan
karbon aktif serbuk jauh lebih kecil dari karbon aktif granular dengan ukuran kurang
dari 0,18 mm. Karbon aktif serbuk biasanya digunakan pada pengolahan limbah cair
[23].
5
Gambar 2.1 Karbon Aktif Granular [24]
Gambar 2.2 Karbon Aktif Serbuk [24]
Secara umum, ukuran diamater pori dalam suatu karbon aktif biasanya
dikelompokkan sebagai berikut [22]:
1. Mikropori memiliki dimensi < 2,0 nm
2. Mesopori memiliki dimensi antara 2 sampai 50 nm
3. Makropori memiliki dimensi > 50 nm
2.3
PROSES PENGAKTIFAN KARBON
Bahan karbon yang terdapat di alam tidak langsung dapat berfungsi sebagai
karbon aktif. Bahan tersebut harus melalui proses-proses aktifasi terlebih dahulu.
Proses ini dilakukan dengan beberapa cara yang melibatkan pembentukan pori-pori,
pelebaran pori-pori, modifikasi permukaan pori-pori dan juga modifikasi proses
karbonisasi itu sendiri [22]. Aktifasi karbon aktif dapat dilakukan melalui aktifasi
fisika dan/atau aktifasi kimia.
6
Gambar 2.3 (a) Sebuah model Norit yang menunjukkan struktur dalam karbon aktif
yang terdiri dari lapisan atom karbon. (b) Setelah proses aktifasi lapisan ini hilang
sebagian [22]
2.3.1 Aktifasi Fisika
Aktifasi fisika adalah proses pembentukan struktur pori-pori molekuler produk
karbon dan pelebaran luas permukaannya pada temperatur tinggi antara 800-1000 °C
dengan keberadaan gas-gas pengoksidasi seperti steam, CO2 dan udara [25]. Reaksi
endotermik untuk aktifasi menggunakan steam dan CO2 dapat dilihat dibawah ini
[26]:
C + H2 O
CO + H2
C + CO2
2CO
CO + H2O
CO2 + H2
Molekul H2O lebih kecil daripada CO2 dan berdifusi lebih cepat ke dalam pori-pori
karbon. Dengan demikian, reaksi dengan steam berlangsung lebih cepat [26].
Pada aktifasi dengan CO2 terjadi oksidasi eksternal dan pembentukan pori-pori
yang lebih besar dibandingkan aktifasi dengan steam. Oksidasi eksternal dan internal
bergantung pada baik/buruknya pori-pori yang terbentuk pada bahan karbon [26].
Aktifasi dihubungkan dengan pengurangan kadar karbon sehingga mengurangi
massa karbon aktif. Massa yang berkurang bertambah secara linear dengan waktu
dan temperatur aktifasi. Aktifasi pada temperatur rendah membentuk mesopori dan
mikropori, sedangkan makropori terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi [26].
7
Untuk aktifasi dengan oksigen, reaksi yang berlangsung adalah [26]:
C + O2
CO2
2C + O2
2CO
Kedua reaksi di atas adalah eksotermis, terjadi proses pembakaran pada reaksi di
atas. Reaksi tersebut sulit untuk dikontrol. Pemanasan berlebih pada satu titik selalu
terjadi sehingga produk yang diperoleh tidak seragam. Reaksi ini sangat agresif,
mengakibatkan pengurangan massa yang berlebihan [26].
2.3.2 Aktifasi Kimia
Aktifasi kimia dicapai dengan proses penguraian atau pelepasan molekul air
(dehidrasi), biasanya pada struktur bahan baku selulosa. Aktifasi umumnya
digunakan untuk produksi karbon aktif dari serbuk gergaji, kayu atau gambut. Proses
ini meliputi impregnasi bahan baku berkarbon dengan zat aktifator, biasanya kayu,
dan proses karbonisasi campuran tersebut [26].
Aktifasi kimia dimulai dengan meng-impregnasi bahan karbon dengan larutan
pekat zat aktifator. Proses ini mendegradasi senyawa selulosa. Bahan yang telah diimpregnasi kemudian di-pirolisa pada temperatur antara 400 dan 600°C. Produk hasil
pirolisa didinginkan kemudian dicuci untuk menghilangkan zat aktifator yang
tertinggal, yang kemudian dapat di-recycle. Pada proses kalsinasi, terjadi
pengarangan dan aromatisasi bahan karbon serta pembentukan struktur yang berpori
[26]. Bermacam-macam tipe zat aktifator dapat digunakan, seperti asam pospat, seng
klorida, asam sulfat, kalium sulfida, KSNS, hidroksi logam alkali, carbonat serta
klorida Ca2+, Mg2+, Fe3+ [27] [28]. Semua zat aktifator adalah zat pendehidrasi yang
mendorong proses dekomposisi dalam pirolisa dan menghambat pembentukan tar,
asam asetat, metanol dan lain-lain serta meningkatkan yield karbon aktif [26].
2.4
ZAT AKTIFATOR
Zat aktifator memiliki fungsi sebagai agen dehidrasi yang mempengaruhi
proses dekomposisi saat pirolisa. Agen tersebut menghambat pembentukan tar
sehingga meningkatkan yield karbon dan juga kemampuan adsorpsi-nya [29]. Zat
aktifator ada bermacam-macam seperti seng klorida, asam pospat, aluminium
klorida, magnesium klorida, kalium hidroksida, natrium hidroksida dan lain
8
sebagainya. Namun, zat yang paling umum digunakan dalam industri adalah seng
klorida (ZnCl2), asam pospat (H3PO4) dan kalium hidroksida (KOH) [22].
2.4.1 Zat Aktifator KOH
Reaksi kimia antara KOH dan bahan karbon dapat dituliskan sebagai berikut
[29]:
4 KOH + C
K2CO3 + K2O + 2 H2
1
2 KOH
K2O + H2O
2
C + H2O (steam)
H2 + CO
3
CO + H2O
H2 + CO2
4
K2O + CO2
K2CO3
5
K2O + H2
2 K + H2 O
6
K2O + C
2 K + CO
7
K2CO3 + 2 C
8
2 K + 3 CO
KOH bereaksi dengan karbon amorf pada temperatur tinggi untuk membentuk
K2CO3, K2O dan Hidrogen. Steam yang terbentuk pada tahap 2 menghasilkan CO
dari C pada tahap 3. Proses ini membentuk pori-pori. Karbon lainnya juga bereaksi
untuk mereduksi K+ menjadi K dalam tahap 7 dan 8. Semua reaksi karbon ini
berkontribusi dalam menciptakan struktur berpori dalam bahan karbon [29].
Kelebihan aktifasi dengan KOH dibandingkan dengan zat lainnya adalah
kemampuan zat K yang mudah untuk membentuk senyawa berpori dengan karbon
[30].
2.4.2 Zat Aktifator ZnCl2
Kemampuan ZnCl2 untuk mengaktifkan (menghasilkan porositas) prekursor
karbon didasarkan pada fungsi dehidrasinya. Selama proses aktifasi, ZnCl 2
menghilangkan hidrogen dan atom oksigen dari bahan karbon seperti air, sehingga
mengarah ke pembentukan porositas serta meningkatkan komposisi karbon [22].
Mekanisme reaksi aktifasi oleh ZnCl2 dapat dilihat pada gambar 2.4.
Zhonghua Hu et al. [31], telah menghasilkan bahan karbon aktif (luas
permukaan spesifik 1465 m2/g) dengan mengaktifkan Elutrilithe (limbah dari
batubara) dengan ZnCl2. Karena secara alamiah ZnCl2 adalah agen dehidrasi, dapat
9
mengubah perlakuan pirolisa terhadap prekursor karbon. ZnCl2 akan diselingi ke
dalam matriks karbon melalui impregnasi. Saat pirolisis, prekursor karbon yang telah
diresapi ZnCl2 ter-dehidrasi menyebabkan proses pembentukan arang dan
aromatisasi serta penciptaan pori-pori. Cairan ZnCl2 yang terbentuk memiliki
mobilitas tinggi. Selanjutnya saat peningkatan suhu aktifasi, di luar titik didih ZnCl2
(1003K), interaksi antara atom karbon dan spesies Zn mengakibatkan pelebaran
signifikan dari antar permukaan dalam karbon dan menciptakan pori-pori dalam
matriks karbon. Selama interaksi dengan karbon tersebut, ZnCl2 membantu
penghapusan air dari struktur karbon dengan menanggalkan hidrogen dan oksigen
dari prekursor karbon.
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator ZnCl2 [56]
2.4.3 Zat Aktifator H3PO4
Partikel yang diimpregnasi dengan asam pospat bersifat elastis karena asam
dari H3PO4 itu sendiri memisahkan serat-serat selulosa dan menghasilkan
depolimerisasi parsial dari hemiselulosa dan lignin sehingga mengurangi ketahanan
mekanisnya. Impregnasi juga memulai konversi karbon yang menghasilkan tar pada
permukaan partikel. Tar tersebut adalah hasil dari depolimerisasi selulosa yang
dikatalis oleh asam pospat [29].
Pada rasio impregnasi yang rendah, morfologi karbon hampir identik dengan
arang yang terbentuk. Namun pada rasio yang tinggi, morfologi original karbon
sudah hilang karena sebagian besar dari struktur selulosa telah terdegradasi dan
10
terekstraksi dari interior ke eksterior partikel. Proses ini memodifikasi struktur meso
dan makropori karbon [29].
Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Aktifasi dengan Aktifator H3PO4 (22)
Menurut Hsu dan Teng [32] dalam pembuatan karbon aktif dengan aktifasi
kimia, aktifator seperti ZnCl2 dan H3PO4 lebih baik digunakan untuk material
lignoselulosa seperti ampas tebu, dibandingkan dengan aktifator yang bersifat basa
yaitu KOH. Hal ini karena material lignoselulosa memiliki kandungan oksigen yang
tinggi dan aktifator yang bersifat asam tersebut bereaksi dengan gugus fungsi yang
mengandung oksigen, sedangkan untuk aktifator KOH bereaksi baik dengan karbon
sehingga bahan baku yang memiliki kandungan karbon yang tinggi lebih baik
menggunakan aktifator KOH.
KOH baik dalam membentuk mikropori yang lebar dan distribusi yang luas
dari mikropori tersebut, namun mesopori yang dihasilkan sangat sedikit. Sedangkan,
ZnCl2 menghasilkan mikropori yang lebar dan mesopori yang kecil. H3PO4
membentuk mikropori namun seiring dengan terbentuknya mesopori yang lebar dan
bahkan makropori [22].
2.5
ADSORBEN TERMODIFIKASI ZnCl2
2.5.1 Kualitas Adsorben dari Bahan Baku Limbah Termodifikasi ZnCl2
Menurut Pradhan [14] yang meneliti pembuatan karbon aktif dari limbah
lumpur kertas dengan aktifator ZnCl2, karbon aktif yang dihasilkan tersebut memiliki
porositas yang lebih baik dibandingkan dengan penggunan aktifator KOH atau KCl.
Dihasilkan karbon aktif dengan luas permukaan spesifik yang besar (737,6 m2/g) dan
11
nilai iodine tinggi (764,8 mg/g). Menurut penelitian Namasivayam dan Sangeetha [4]
tentang pembuatan karbon aktif dari limbah pertanian (sabut kelapa) dengan aktifator
ZnCl2 menghasilkan adsorben yang efektif untuk menghilangkan nitrat dari larutan
(10,3 mg nitrat per g adsorben).
2.5.2 Kualitas Adsorben dari Bahan Bahan Baku Alami Termodifikasi ZnCl2
Menurut Olayiwola [9] yang meneliti pembuatan karbon aktif dari kulit
singkong dengan aktifator ZnCl2, parameter yang paling efektif untuk meng-adsorpsi
logam Ni, Cd, Cr dan CN dari air limbah yaitu pada rasio sampel- ZnCl2 1:1 g/g.
Berdasarkan penelitian Sodeinde [6] tentang pembuatan karbon aktif dari tempurung
kelapa dengan aktifator ZnCl2 dapat disimpulkan bahwa karbon aktif yang dibuat
dapat mengkatalisis reduksi hexamine kobalt (III) dengan baik. Konversi hexamine
kobalt (III) meningkat pesat dengan adanya karbon aktif tersebut. Menurut
Rahmawati [33] yang meneliti pembuatan karbon aktif termodifikasi ZnCl2, karbon
aktif tersebut dapat digunakan untuk menyerap residu klorin dalam air. Waktu
optimum adsorpsi untuk karbon aktif tersebut adalah 30 menit dengan kapasitas
adsorpsi 83,9566 μg/g dan efisiensi 83,97% pada larutan kaporit 2,0 ppm. Dari
penelitian Gao, et.al [8] tentang pembuatan karbon aktif dari kulit buah teh dengan
aktifator ZnCl2 diperoleh karbon aktif dengan luas permukaan sebesar 1024,19 m2/g,
total volume pori 0,7463 cm3/g dan kapasitas adsorpsi methylene blue 291,5 mg/g.
Diperoleh data dari penelitian Kwaghger dan Adejoh [10] tentang pembuatan
karbon aktif dari biji mangga dengan aktifator ZnCl2 bahwa harga optimal yield
karbon adalah 85,41%, rasio impregnasi sebesar 1:2,8 dan waktu aktifasi selama 4,95
jam. Berdasarkan penelitian Owabor dan Iyaomolere [34] tentang pembuatan karbon
aktif dari periwinkle shell dengan aktifator ZnCl2 diperoleh kondisi-kondisi optimum
yaitu pada rasio impregnasi antara 1,0 sampai 1,5 dengan kemampuan meng-adsorpsi
iodine sebesar 104,95 mg/g dan porositas 0,003947 kemudian pada rasio impregnasi
0,2% dengan yield sebesar 95,25%.
12
2.6
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON
AKTIF
2.6.1 Bahan Baku
Bahan lignoselulosa merupakan prekursor umum yang digunakan dan di dalam
industri pembuatan karbon aktif lignolselulosa merupakan 45% dari total bahan baku
yang digunakan. Untuk menghasilkan karbon aktif dengan kadar abu yang rendah,
kandungan logam haruslah rendah pula, namun kandungan senyawa volatil
diperlukan untuk kontrol dalam proses manufaktur. Bahan baku seperti batok kelapa
dan biji buah sangat populer untuk banyak jenis karbon aktif, karena densitasnya
yang relatif tinggi, sifat kekerasan dan kandungan senyawa volatil yang ideal untuk
pembuatan karbon aktif granular. Batok kelapa, biji buah peach dan olive digunakan
secara komersial untuk produksi karbon aktif mikropori, yang berguna untuk
berbagai aplikasi yang sangat luas [35].
2.6.2 Temperatur Aktifasi
Temperatur,
khususnya
temperatur
aktifasi
akhir,
mempengaruhi
karakteristik karbon aktif yang dihasilkan. Menurut penelitian beberapa peneliti,
suhu aktifasi secara signifikan mempengaruhi hasil produksi karbon aktif dan juga
luas permukaan karbon aktif [35].
Pradhan [14] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari lumpur kertas
dan sekam padi menggunakan aktifator ZnCl2. Temperatur aktifasi yang digunakan
dalam penelitian adalah 500 oC, 550 oC, dan 600 oC. Nilai iodine karbon aktif yang
diperoleh meningkat dari suhu 400 oC hingga 600 oC, yaitu sebesar 543,2 menjadi
769,5 mg/g. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.6.
13
Nilai Iodine (mg/g)
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
450
500
550
600
700
800
900
Temperatur Aktivasi (°C)
Gambar 2.6 Hubungan Temperatur Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [14]
Variasi nilai iodine karbon aktif diselidiki sebagai fungsi temperatur aktifasi.
Lumpur kertas digunakan sebagai bahan dan waktu aktifasi tetap pada 1 jam. Seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.6, nilai iodine meningkat secara progresif seiring
peningkatan suhu aktifasi, dan kemudian menurun saat suhu melebihi 600 °C. Pada
suhu tinggi (600 °C), dinding pori antara pori-pori yang berdekatan hancur dan
mikropori mengalami kerusakan, yang menyebabkan penurunan nilai iodine karbon
aktif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suhu optimum untuk produksi
karbon aktif dari kertas lumpur sekitar 600 °C [14].
2.6.3 Waktu Aktifasi
Selain suhu aktifasi, waktu aktifasi juga mempengaruhi proses karbonisasi dan
sifat karbon aktif [35]. Pada waktu aktifasi 1 hingga 3 jam pada temperatur 600oC
luas permukaan karbon aktif meningkat, ditunjukkan dari nilai iodine yang
meningkat yaitu sebesar 338,08 menjadi 439,88 mg/g. Hal tersebut dapat dilihat pada
penelitian Vitidsant, Suravattanasakul dan Damronglerd [36] tentang pembuatan
karbon aktif dari cangkang kelapa sawit melalui proses pirolisa dan aktifasi uap.
Ketika waktu pada pirolisa meningkat, beberapa senyawa volatil yang berada di
bagian dalam partikel bisa menguap lebih banyak [36]. Hasil penelitian ditunjukkan
pada Gambar 2.7.
14
Nilai Iodine (mg/g)
500
400
300
200
100
0
1
2
3
Waktu Aktivasi (Jam)
Gambar 2.7 Hubungan Waktu Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [36]
2.6.4 Konsentrasi Zat Aktifator
Aktifasi dengan memvariasikan konsentrasi ZnCl2 sangat mempengaruhi
pengembangan tekstur pori [37]. Dari hasil penelitian yang dilakukan Nsami, et al.
[38] tentang karbon aktif dari biji cola dengan aktifator ZnCl2 dipaparkan bahwa
pada rentang rasio sampel-ZnCl2 1:0,5 sampai 1:1,5 g/g, kapasitas adsorpsi
maksimum adalah rasio sampel-ZnCl2 1:1,5 g/g dan disajikan dalam bentuk grafik
Nilai Iodine (mg/g)
pada Gambar 2.8.
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0,5
1
1,5
2
Rasio Sampel-ZnCl2 (g/g)
Gambar 2.8 Hubungan Rasio sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [38]
2.7
PIROLISA
Pirolisa adalah proses dekomposisi termal yang terjadi tanpa adanya oksigen.
Pirolisa adalah langkah mula-mula dari pembakaran dan gasifikasi [39]. Proses ini
selalu menghasilkan padatan (arang), cairan (air dan senyawa organik), dan gas (CO,
CO2, CH4, H2) [40].
15
Produk pirolisa dapat digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan baku
untuk industri kimia. Karena sifat dari prosesnya, yield produk pirolisa yang
dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan yield produk proses lainnya. Secara
umum, produk pirolisa lebih murni dan karena itu dapat digunakan dengan efisiensi
yang lebih besar. Bahan baku yang cocok untuk pirolisa adalah batubara, kotoran
manusia dan hewan, sisa makanan, kertas, kardus, plastik, karet dan biomassa [41].
Sifat termal dari komponen biomassa sangat besar dipengaruhi oleh senyawasenyawa anorganik di dalamnya. Ketika senyawa-senyawa tersebut dipanaskan
selama pirolisa, panas dari senyawa-senyawa tersebut akan menjadi energi untuk
proses pirolisa pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan rangkaian reaksi
kompleks yang berlangsung berulang-ulang dan menghasilkan berbagai produk
termasuk bio-oil, arang dan gas [41].
2.7.1 Reaksi dalam Proses Pirolisa
Pengaruh proses pirolisa terhadap umpan biomassa secara langsung dapat
dilihat seiring proses pirolisa berlangsung. Sebagai contohnya warna biomassa
berubah dari putih menjadi coklat, lalu hitam. Ukuran dan berat biomassa berkurang
seiring hilangnya feksibilitas dan kekuatan mekanisnya. Pada temperatur sekitar 350
°C, weight loss mencapai 80% dan biomassa yang tersisa terkonversi menjadi arang.
Pemanasan lebih lanjut hingga 600 °C mengurangi massa arang sekitar 9% dari
masssa biomassa original. Reaksi utama pirolisa adalah reaksi dehidrasi dan
fragmentasi. Melalui kedua reaksi tersebut, beberapa produk akan dihasilkan. Produk
akhirnya dapat dibagi 3 kategori, yaitu: senyawa-senyawa volatil yang memiliki
berat molekul dibawah 105 (CO, CO2, H2O, asetol, furfural, dan aldehida tak jenuh),
tar dan arang [41].
2.7.1.1 Reaksi Dehidrasi
Reaksi dehidrasi adalah salah satu reaksi utama dalam pirolisa. Reaksi ini
dominan pada temperatur rendah, yaitu dibawah 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah
pengurangan massa molekul biomassa, menguapnya air, produk CO, CO2 dan arang.
Pada pirolisa lambat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].
16
2.7.1.2 Reaksi Fragmentasi
Reaksi fragmentasi dominan pada temperatur di atas 300 °C. Hasil dari reaksi
ini adalah depolimerisasi biomassa menjadi senyawa glukosa anhydro dan senyawa
volatil ringan yang mudah terbakar. Pada pirolisa cepat, reaksi ini merupakan reaksi
yang dominan [41].
2.7.2 Jenis-jenis Pirolisa
Jenis-jenis pirolisa, kondisi dan produknya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut
ini [42].
Tabel 2.3 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [42]
No.
Jenis
Kondisi
1.
Cepat
Temperatur reaktor 500°C, laju
pemanasan sangat cepat > 1000°C
/det, waktu tinggal uap panas 1
det
Intermediat
Temperatur reaktor 400-500°C,
laju pemanasan 1 – 1000°C/det,
waktu tinggal uap panas 10-30 det
Temperatur reaktor 290°C, laju
pemanasan 1°C/det, waktu tinggal
padatan 30 menit
Temperatur reaktor 400-500°C,
laju pemanasan 1°C/det, waktu
tinggal padatan berjam-jam
sampai berhari-hari
2.
3.
4.
Lambattorrefaction
LambatKarbonisasi
Cairan
Padatan
Gas
75%
12% arang
13%
50%
25% arang
25%
0-5%
77%
23%
padatan
30%
33% arang
35%
2.7.2.1 Pirolisa Lambat-Karbonisasi
Pirolisa ini sudah sejak lama dilakukan (1000 tahun lebih). Proses ini
memiliki waktu tinggal yang panjang mulai dari 30 menit hingga berhari-hari.
Sumber panasnya berasal dari pembakaran sebagian dari umpannya dan produk
utamanya merupakan arang [39].
17
Gambar 2.9 Alat Pirolisa Lambat-Karbonisasi [39]
2.7.2.2 Pirolisa Cepat
Pirolisa cepat merupakan teknologi yang baru berkembang. Teknologi ini
hanya memerlukan waktu tinggal yang singkat. Produk utamanya adalah bio-oil,
arang dan gas [39]. Produksi arang dan tar sangat kecil selama proses ini [41].
Gambar 2.10 Alat Pirolisa Cepat [39]
2.7.2.3 Pirolisa Lambat-Torrefaction
Torrefaction adalah proses pirolisa ringan yang mengubah biomassa
lignoselulosa menjadi bahan padat dengan densitas energi yang lebih tinggi,
grindability yang lebih baik dan kelembaban yang lebih rendah dari biomassa asli
[42].
2.8
ADSORPSI
Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau zat terlarut dalam cairan
terakumulasi pada permukaan padatan (adsorben), membentuk molekul lapisan film
atau atom (adsorbat). Adsorpsi berbeda dari absorpsi, di mana zat berdifusi ke cairan
atau padatan untuk membentuk larutan [43]. Gaya yang membawa physisorption
sebagian besar adalah "Gaya dispersi" (dinamai demikian untuk sifatnya menyerupai
dispersi optik) dan gaya tolakan jarak pendek. Selain itu, gaya elektrostatik
(Coulomb) juga berperan atas adsorpsi molekul polar, atau dengan permukaan
18
dengan dipol permanen. Secara keseluruhan gaya ini disebut gaya van der Waals,
yang dinamai oleh fisikawan Belanda Johannes van der Waals Diderik [44]. Driving
force untuk adsorpsi kimia adalah pengurangan tegangan permukaan antara fluida
dan adsorben sebagai hasil proses adsorpsi pada permukaan[45].
Permukaan atau tegangan antarmuka, , adalah perubahan energi bebas, G, yang
menghasilkan luas antara dua fase, A, meningkat. Definisi
=
2.9
adalah [45]:
, ,
(2.1)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADSORPSI
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi adsorpsi adalah [45]:
1.
Luas permukaan adsorben. Ukuran lebih besar menyiratkan kapasitas adsorpsi
yang lebih besar.
2.
Ukuran partikel adsorben. Ukuran partikel yang lebih kecil mengurangi
perpindahan internal yang diffusional dan pembatasan massa untuk penetrasi
adsorbat dalam adsorben (yaitu, keseimbangan lebih mudah dicapai dan
adsorpsi optimal dapat dicapai).
3.
Waktu kontak atau waktu tinggal. Semakin lama waktu adsorpsi akan lebih
sempurna.
4.
Kelarutan zat terlarut (adsorbat) dalam cairan (limbah). Zat sedikit larut dalam
air akan lebih mudah dihilangkan dari air (yaitu, teradsorpsi) daripada zat
dengan kelarutan tinggi. Selain itu, zat non-polar akan lebih mudah dihilangkan
daripada substansi polar karena substansi polar memiliki afinitas yang lebih
besar untuk air.
5.
Afinitas zat terlarut untuk adsorben (karbon). Permukaan karbon aktif hanya
sedikit polar. Oleh karena itu zat non-polar akan lebih mudah dijemput oleh
karbon daripada zat polar.
6.
Jumlah atom karbon. Untuk zat dalam seri homolog yang sama sejumlah besar
atom karbon umumnya dikaitkan dengan polaritas yang lebih rendah dan
karenanya potensi untuk teradsorpsi menjadi lebih besar.
19
7.
Ukuran molekul dan ukuran pori-pori. Molekul besar mungkin terlalu besar
untuk masuk ke dalam pori-pori kecil. Hal ini dapat mengurangi kinerja
adsorpsi.
8.
Derajat ionisasi molekul adsorbat. Molekul terionisasi lebih tinggi teradsorpsi
ke tingkat ionisasi yang lebih kecil daripada molekul netral.
9.
pH. Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH (misalnya, asam lemah atau lemah
basis). Hal ini mempengaruhi adsorpsi.
2.10 APLIKASI KARBON AKTIF
Arang (karbon aktif atau karbon berpori) ditemukan oleh Hippocrates, bapak
kedokteran. Aplikasi yang paling awal diketahui adalah penggunaannya sebagai obat
untuk meredakan masalah pencernaan yang saat ini telah berkembang menjadi obat
overdosis [22].
Aplikasi lainnya dari arang adalah pada Perang Dunia I sebagai pengisi gas
masker untuk melindungi tentara terhadap klorin, fosgen dan gas mustard dalam
peperangan. Meskipun jumlah tentara yang kehilangan nyawa dari perang gas
melebihi puluhan ribu, namun jumlah yang selamat dengan memanfaatkan masker
gas jauh lebih tinggi. Topeng gas (respirator) pada dasarnya adalah silinder yang diisi
dengan arang dari karbonisasi tempurung kelapa. Dilaporkan pada waktu itu bahwa
respirator
ini
lebih
efektif
terhadap
klorin
(Cl2)
dan
fosgen
(COCl2)
dibandingkan dengan gas mustard (Cl-CH2-CH2-CH2-S-CH2-Cl, l, l-thiobis (2chloroethane)).
Molekul
gas
mustard
akan
terserap
lebih
lambat
daripada molekul klorin dan fosgen karena ukuran dan bentuk molekulnya yang lebih
besar. Dua aplikasi utama lain dari arang adalah dalam penggunaan kembang api dan
mesiu [22].
2.10.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aplikasi Karbon Aktif
Bahan baku yang berbeda-beda menghasilkan jenis karbon aktif yang berbedabeda juga. Perbedaan jenis ini membuat karbon aktif yang satu lebih diminati
dibanding yang lainnya pada aplikasi-aplikasi yang berbeda. Faktor-faktor yang
mempengaruhi-nya adalah [61]:
20
1.
Berat molekul
Seiring berat molekul meningkat, karbon aktif lebih efektif mengadsorpsi
partikel karena molekulnya paling sedikit larut dalam air. Namun, struktur pori
karbon harus cukup besar untuk memungkinkan molekul masuk ke dalamnya.
Campuran berat molekul yang tinggi dan rendah harus disesuaikan untuk penyerapan
jenis partikel yang sulit teradsorpsi.
2.
pH
Kebanyakan senyawa organik kurang larut dan lebih mudah teradsorpsi pada pH
rendah. Dengan meningkatnya pH, kemampuan adsorpsi menurun. Sebuah aturan
praktis ditemukan dengan meningkatkan ukuran karbon dua puluh persen untuk
setiap unit pH di atas netral (7,0).
3.
Konsentrasi Kontaminan
Semakin tinggi konsentrasi kontaminan, semakin besar kapasitas adsorpsi
karbon aktif. Molekul kontaminan lebih mungkin untuk berdifusi ke dalam pori-pori
dan terserap. Konsentrasi kontaminan tinggi membutuhkan waktu kontak yang lebih
lama dengan karbon aktif. Adsorpsi senyawa organik juga meningkat dengan adanya
kesadahan air.
4.
Ukuran Partikel
Karbon aktif pada umumnya berukuran 30 mesh (terbesar), 40 mesh (paling
umum), dan 50 mesh (paling halus). Semakin halus ukurannya akan semakin
meningkatkan kontak dan kemampuan adsorpsinya. Sebuah aturan ditemukan, yaitu
karbon aktif 50 mesh memiliki kemampuan adsorpsi 2 sampai 3 kali lebih besar
daripada karbon aktif 40 mesh dan 10 hingga 20 kali lebih besar daipada karbon aktif
30 mesh.
5.
Laju Alir
Pada umumnya, semakin rendah laju alir akan menyebabkan kontaminan
semakin lambat untuk teradsorpsi ke dalam pori. Adsorpsi oleh karbon aktif hampir
selalu meningkat seiring semakin lama-nya waktu kontak. Ketika menggunakan laju
alir yang lebih tinggi dengan karbon aktif yang halus kenaikan pressure drop harus
diperhatikan.
21
6.
Temperatur
Temperatur air yang lebih tinggi menurunkan viskositas larutan dan
meningkatkan laju difusi partikel ke dalam pori. Temperatur yang lebih tinggi juga
dapat merusak ikatan adsorpsi yang menyebabkan penurunan kemampuan adsorpsi.
Oleh karena itu, temperatur bergantung pada senyawa organik yang diadsorpsi,
namun pada umumnya, temperatur yang lebih rendah meningkatkan laju adsorpsi.
2.11 APLIKASI INDUSTRI
Karbon aktif digunakan dalam industri makanan dan minuman untuk
menghilangkan warna atau bau dari produk seperti jus buah, madu, gula, pemanis,
minyak sayur, minuman beralkohol, soft drinks, dan lain-lain. Dalam proses-proses
kimia, karbon aktif membantu mengontrol kualitas produk seperti antibiotik, vitamin
dan steroid dengan menghilangkan impurities dan juga zat-zat kimia beracun.
Aplikasi-aplikasi karbon aktif lainnya seperti dry cleaning pada industri, pembersih
larutan electroplating, pembersih akuarium dan dekafeinasi [22].
2.12 ANALISA EKONOMI
Karbon aktif merupakan komoditi yang dibutuhkan untuk dikembangkan
penggunaannya, mulai dari skala rumah tangga sampai skala pabrik. Selain itu,
komoditi ini memiliki kecenderungan peningkatan produksi setiap tahunnya,
khususnya di Indonesia.
Karena karbon aktif ini berpotensi yang baik, perlu dilakukan kajian ekonomi
terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi
secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan
baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual karbon aktif. Berikut ini adalah
harga bahan baku dan produk.
Harga kulit salak
= Rp 1.000.000/ ton
Harga ZnCl2
= Rp 11.700.000/ ton
Biaya listrik
= Rp 1.428/ kWh
Harga karbon aktif
= Rp 21.840.000/ ton
Perhitungan sederhana dalam basis 1 ton bahan baku dan asumsi rasio bahan
baku : larutan aktifator ZnCl2 adalah 1 : 2 kg/kg, maka dirincikan sebagai berikut:
22
Kulit salak 1 kg ukuran 50 mesh
= 1000 kg
ZnCl2 yang dibutuhkan
= 2000 kg
Air yang dibutuhkan
= 20000 kg
Karbon aktif yang dihasilkan
= 360,4 kg karbon aktif
Bila dimasukkan dengan rincian biaya produksi, maka diperoleh:
Kulit salak
= Rp 1.000.000
Kebutuhan ZnCl2
= 2 x Rp 11.700.000 = Rp 23.400.000
Kebutuhan Air
= 20000 liter ×
×
,
=Rp 13.186.000
Sehingga total biaya produksi yang dibutuhkan disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta Total Biaya
Bahan Baku
Kulit Salak
Aktifator ZnCl2
Air
Total Biaya Bahan Baku
Jumlah (kg)
1000
2000
20000
Biaya (Rp)
1.000.000
23.400.000
13.186.000
37.586.000
Asumsi spesifikasi furnace adalah 445 kW selama 1 jam sehingga energi yang
dibutuhkan untuk 3 jam adalah 1335 kWh
Biaya energi yang dibutuhkan = 1335 kWh ×
.
= Rp 1.906.380
Maka biaya total yang dibutuhkan = Rp 37.586.000 + Rp 1.906.380 = Rp 39.492.380
Harga jual produk =
,
× Rp 21.840.000 = Rp 7.871.136
ZnCl2 dapat di daur ulang sehingga untuk produksi berikutnya biaya ZnCl2 dan air
ditiadakan.
Biaya produksi menjadi biaya bahan baku + biaya energi
= Rp 1.000.000 + Rp 1.906.380 = Rp 2.906.380
Jadi diperoleh laba kotor Rp 7.871.136 - Rp 2.906.380 = Rp 4.964.756
Dan dibutuhkan produksi sebanyak 6,4 kali untuk mendapatkan laba bersih.
Dari perhitungan berbasiskan 1 ton kulit salak di atas, karbon aktif ini
memberikan nilai keuntungan yang cukup baik. Oleh karena itu, produksi komersial
karbon aktif dari kulit salak dengan aktifator ZnCl2 ini layak untuk dipertimbangkan.
23
Download