73 BAB IV KESIMPULAN Surau merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat di Minangkabau terutama bagi anak laki-laki. Surau pada tahun 1940-1990 (generasi paman dan ibu penulis) berjalan sesuai dengan sandi adat ‘adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah’ dimana kebersamaan dan gotong royong adalah kunci dari semua agenda kegiatan masyarakat. Rumah Gadang, Surau, Pandam Pakuburan dan Luak menjadi media mempertemukan masyarakat, mengakrabkan dan belajar bermasyarakat. Surau sebagai lembaga pendidikan tidak pernah lengang dari pagi hingga petang dan bahkan semakin ramai oleh kaum lelaki yang tidur di Surau pada malam harinya. Aspek teknologis, sosiologis dan ideologis berlangsung dengan baik dan menyeluruh. Tetua dan pemimpin adat mengajari anak-kemenakan mereka cara hidup bersuku, cara hidup berkeluarga, cara hidup bermasyarakat. Rentang 50 tahun tersebut kehidupan terselenggara dengan baik, nilai-nilai adat dan agama menjadi pedoman dalam tindakan dan perkataan, tidak mengenal individualisme karena segala sesuatunya dikerjakan dengan semangat gotong royong. Surau menjadi salah satu kesatuan dari lansekap budaya di Minangkabau menjadi lembaga pendidikan, lembaga musyawarah untuk pekerjaan dan kegiatana 74 adat. Surau menjadi pusat kegiatan anak laki-laki, menjadi way of life. Sejak masa kanak-kanak bermain bersama di pekarangan surau, saat remaja tidur di surau karena hal itu menunjukkan perubahan dari anak-anak menjadi remaja. Usia remaja, laki-laki diajarkan adat dan agama, diajarkan bersosialisasi dan bergaul serta pekerjaan ringan: mencari kayu bakar, mengangkut air dan menanam pinang. Semakin dewasa, semakin tinggi tanggung jawab seorang laki-laki dan semakin bertambah pula pelajaran tentang adat dan agama yang diterima. Mengurusi rumah gadang seperti: menerima tamu, bersosialisasi dengan sumando (suami dari saudara perempuan), mengurusi sawah dan ladang milik kaum. Mengurusi pandam pakuburan seperti: memotong rumput, menanam tanaman obat, menanam pinang, mengurusi jenazah dan menyelenggarakan jenazah. Laki-laki dipersiapkan untuk mengurusi dan menyelenggarakan nilai-nilai adat dan agama sesuai dengan sandi adat. Saat ini komplek Rumah Gadang Piliang yang tidak terurus menunjukkan bahwa pemukiman moyang/buyut tidak diperhatikan oleh anak kemenakan. Penulis memberikan rekomendasi untuk segera melakukan konservasi terhadap komplek Rumah Gadang Piliang: konservasi rumah gadang, kebersihan pandam pakuburan, dan konservasi surau. Komplek Rumah Gadang Piliang adalah salah satu bukti pemukiman klasik bagi masyarakat Nagari Balimbing yang harus dirawat dan dijaga fisik dan juga ruh Minangkabau yang ada didalamnya.