Analisis faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN
INVESTASI PORTOFOLIO ASING DI INDONESIA
OLEH
DAME SIREGAR
H14070009
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
DAME SIREGAR. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan
Investasi Portofolio Asing di Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI
ANGGRAENI).
Investasi portofolio asing merupakan salah satu sumber permodalan yang
diperlukan untuk meningkatkan likuiditas pasar modal dan sebagai sumber
pembiayaan pembangunan domestik. Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan
bahwa nilai kapitalisasi IHSG di pasar global hanya sebesar 0,68 persen hingga
kuartal III-2010 dari total kapitalisasi pasar modal di seluruh dunia. Indonesia
tergolong dalam emerging country stock market karena rendahnya nilai Foreign
Purchase atas aset-aset finansial di Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini,
perlu mengidentifikasi dan menganalisis dinamika serta faktor-faktor yang
memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Selain itu, akan dirumuskan rekomendasi kebijakan
bagi pemerintah dan otoritas moneter dalam upaya perbaikan sektor permodalan
Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder triwulan I:2000-II:2010. Data
yang digunakan meliputi investasi portofolio dalam bentuk nilai pembelian saham
oleh investor asing di pasar modal Indonesia (Foreign Purchase), Produk
Domestik Bruto, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, London
Interbank Offered Rate, jumlah uang beredar, tingkat inflasi, net ekspor dan
Penanaman Modal Dalam Negeri. Data penelitian diperoleh dari berbagai sumber
diantaranya: Bursa Efek Indonesia, Bapepam-LK, Badan Pusat Statistik, Bank
Indonesia, Departemen Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Metode analisis data bersifat deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan
Error Correction Model.
Dinamika investasi portofolio asing di Indonesia menunjukkan bahwa nilai
kumulatif investasi portofolio asing di pasar modal Indonesia meningkat dan
pertumbuhan nilai riil kuartal rata-rata mengalami peningkatan sebesar 57,33
persen selama periode penelitian. Pertumbuhan investasi portofolio asing terbesar
berada pada sektor jasa keuangan. Negara yang paling banyak berinvestasi pada
pasar modal Indonesia adalah Amerika Serikat (9,05%), Inggris (2,69 %),
Luxemburg (2,50%), Jepang (2,05%) dan Kanada (1,96%).
Hasil analisis kuantitatif Error Correction Model untuk mengestimasi
faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia
menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (+), nilai tukar Rp-USD (-), jumlah
uang beredar (+), net ekspor (-), inflasi (-), Penanaman Modal Dalam Negeri (+)
dan dummy krisis minyak dunia tahun 2005 (+) dalam memengaruhi perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Dalam jangka
pendek investasi portofolio asing hanya dipengaruhi oleh London Interbank
Offered Rate (+), inflasi (+) dan net ekspor (-).
Beberapa hasil penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan teori
ekonomi yang ada. London Interbank Offered Rate signifikan positif terhadap
perubahan investasi portofolio asing. Hal ini karena penetapan suku bunga di
Indonesia dipengaruhi oleh fluktuasi premi resiko serta cenderung mengikuti tren
pergerakan suku bunga internasional LIBOR. Hal tersebut menjadi apresiasi
positif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu,
jumlah uang beredar signifikan positif dan net ekspor signifikan negatif terhadap
perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Adanya pertumbuhan besar
pada pasar barang yang diikuti peningkatan jumlah uang beredar mendorong
peningkatan suku bunga, sehingga aliran investasi portofolio asing meningkat. Di
sisi lain, pendapatan negara dari hasil ekspor yang lebih kecil dibandingkan
dengan nilai penarikan dana asing dari pasar modal mendorong penurunan
cadangan internasional Indonesia, sehingga rupiah cenderung mengalami
depresiasi dan mengarah pada penurunan investasi portofolio asing.
Upaya peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia dapat dilakukan
melalui kebijakan Bank Indonesia yang harus mampu menjaga kestabilan kurs
dan tingkat suku bunga. Pemerintah perlu mengadakan promosi realisasi PMDN
secara luas di Indonesia untuk mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto
sehingga investor confidence terhadap pasar modal Indonesia semakin baik.
Selanjutnya, peningkatkan pengawasan pasar modal perlu dilakukan dengan
memberlakukan perundangan-undangan dan penetapan sanksi secara ketat
mengingat adanya ancaman mobilitas modal pada pasar modal Indonesia yang
masih tergolong sebagai emerging market.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN
INVESTASI PORTOFOLIO ASING DI INDONESIA
OLEH
DAME SIREGAR
H14070009
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, April 2011
Dame Siregar
H14070009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dame Siregar, lahir pada tanggal 10 Februari 1988 di
Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak dari
Mantari Siregar dan Zubaidah Harahap. Penulis menamatkan pendidikannya di SD
Negeri 7 Sipirok, SLTP Negeri 1 Sipirok dan SMA Negeri 1 Sipirok. Kemudian pada
tahun 2007, penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program
USMI pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi intra-ekstra kampus seperti
BEM Muda FEM, HIPOTESA dan Omda Imatapsel-Bogor. Penulis pernah menjadi
asisten dosen mata kuliah Ekonomi Umum serta pernah memperoleh Beasiswa YKPP
Pertamina. Penulis juga turut berpartisipasi dalam beberapa LKTI serta pernah
memenangkan Lomba Karya Tulis Ilmiah Bidang Ekonomi se-Indonesia. Penulis
terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi II tingkat Departemen Ilmu Ekonomi dan
Mahasiswa Berprestasi III tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun
2010.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing di Indonesia”.
Penulisan skripsi ini selain untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB, juga dimaksudkan untuk
memberikan sumbangsih bagi perkembangan pasar modal Indonesia.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Sri Hartoyo selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad Findi selaku
dosen komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan saran untuk
perbaikan kualitas skripsi ini.
3. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal atas bantuan pencarian data serta Tata
Usaha Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB atas bantuan yang diberikan demi
kelancaran seminar dan sidang skripsi ini.
4. Teman-teman IE 43 dan IE 44 (terutama Rena, Yesika dan Retni) atas
kebersamaan selama kuliah di Departemen Ilmu Ekonomi dan teman-teman di
Omda Imatapsel Bogor atas dukungan dan doanya.
5. Ibunda Zubaidah Harahap dan Bapak Mantari Siregar serta saudara-saudaraku
atas kasih sayang, doa dan dukungan yang sungguh teramat berharga bagi
penulis.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materiil sehingga
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, April 2011
Dame Siregar
H14070009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. … iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. v
I.
PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………... 1
1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………..…. 8
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 9
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN …………... 11
2.1. Teori Investasi Portofolio Asing …………………………………... 11
2.2. Hubungan Aliran Investasi Portofolio Asing dengan Pasar Modal ... 13
2.3. Ancaman Investasi Portofolio Asing ………………………………. 15
2.4. Hubungan Variabel Makroekonomi dengan Investasi
Portofolio Asing ……………………………………………………. 16
2.4.1. Produk Domestik Bruto (PDB) ……………………………. 16
2.4.2. Kurs Mata Uang …………………………………………… 18
2.4.3. LIBOR (London Interbank Offered Rate) ………………… 21
2.4.4. Jumlah Uang Beredar (Money Supply) ……………………. 23
2.4.5. Inflasi ……………………………………………………… 24
2.4.6. Net Ekspor ………………………………………………… 25
2.4.7. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ……………….. 26
2.4.8. Dummy Krisis Minyak Dunia Tahun 2005 ……………….. 27
2.5. Penelitian Terdahulu ………………………………………………. 28
2.6. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 30
2.7. Hipotesis ………………………………………………………….... 33
III. METODE PENELITIAN ………………………………………………. 35
3.1. Jenis dan Sumber Data …………………………………………….. 35
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………………. 36
3.3. Analisis Time Series ………………………………………………. 37
3.3.1. Uji Stasioner (Unit Root Test) …………………………….. 38
3.3.2. Uji Derajat Integrasi ………………………………………. 39
3.3.3. Uji Kointegrasi …………………………………………….. 39
3.4. Error Correction Model (ECM) …………………………………… 41
3.5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) ………………... 42
3.5.1. Multikolinearitas ………………………………………….. 42
3.5.2. Heteroskedastisitas ………………………………………... 43
3.5.3. Autokorelasi ………………………………………………. 43
3.5.4. Uji Normalitas …………………………………………….. 44
3.6. Uji Statistik ………………………………………………………… 44
3.6.1. Uji Determinasi (R2) ………………………………………. 44
3.6.2. Uji F-Statistik ……………………………………………… 45
3.7. Definisi Operasional Variabel ……………………………………... 45
IV. KEBIJAKAN DAN DINAMIKA INVESTASI PORTOFOLIO ASING 48
4.1. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia
Periode 1912-1989 ………………………………………………… 48
4.2. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia
Periode 1990-2010 ………………………………………………… 52
ii V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………… 59
5.1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Investasi
Portofolio Asing …………………………………………………… 59
5.1.1. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) …. 60
5.1.1.1. Uji Autokorelasi …………………………………. 60
5.1.1.2. Uji Heteroskedastisitas ………………………….. 60
5.1.1.3. Uji Normalitas …………………………………... 61
5.1.1.4. Uji Multikolinearitas …………………………….. 61
5.1.2. Kestasioneran Data ……………………………………….. 63
5.2. Uji Kointegrasi dan Hasil Persamaan Jangka Panjang …………… 65
5.3. Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) ………………... 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 80
6.1. Kesimpulan ………………………………………………………... 80
6.2. Saran ………………………………………………………………. 81
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........... 82
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 85
iii DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Nilai Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) pada Bursa Efek
Indonesia (BEI), 1999-2008 ……………………………………………. 2
1.2. Inflasi Global, Tahun 2004-2009 ……………………………………….
5
3.1. Variabel Penelitian, Sumber Data, Jenis Data dan Satuan Dat…………. 35
4.1. Perkembangan Transaksi Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta
Periode 1977-1988 ……………………………………………………... 50
4.2. Komposisi Kepemilikan Asing yang Tercatat di KSEI …………....…... 57
5.1. Hasil Uji Autokorelasi …………………………………………………. 60
5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………… 60
5.3. Hasil Uji Multikolinearitas ……………………………………………... 62
5.4. Hasil Uji Unit Root Pada Level ………………………………………… 64
5.5. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference ……………………………... 64
5.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing
dalam Jangka Panjang ………………………………….…..................... 65
5.7. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Regresi …………… 66
5.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing
dalam Jangka Pendek …………………………………………………... 67
5.9. Pertumbuhan Ekonomi Dunia (Persen) ………………………………… 68
iv DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Penawaran dan Permintaan dollar ………………………………………. 20
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Harga Ase...…. 24
2.3. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan
Investasi Portofolio Asing di Indonesia………………………………… 32
4.1. Jumlah Emisi Saham di Indonesia Periode 1990-2010 …………………. 52
4.2. Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) Periode 2000-201…… 54
4.3. Pembelian Saham Oleh Asing (Foreign Purchase) Periode I:2000
sampai II:2010 ………………………………………………………….. 55
4.4. Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia …………………………………….. 56
5.1. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………. 61
5.2. BI Rate dan LIBOR Periode Juli 2005-Juli 2010 ………………………. 71
5.3. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Bulanan
Periode I:2000 sampai II:2010 ………………………………………….
v 73
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kapitalisasi pasar modal di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan
dengan negara emerging market lainnya. Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan
bahwa nilai kapitalisasi IHSG di pasar global hanya sebesar 0,68 persen hingga
kuartal III-2010 dari total kapitalisasi pasar modal di seluruh dunia. Cina sebagai
negara berkembang menyumbang sebesar 5,37 persen, bursa saham India sebesar
3,35 persen dan Brazil mencatatkan besaran 3,04 persen.
Kenaikan IHSG dengan menarik investor asing merupakan cara yang
dapat menjadi dorongan positif untuk meningkatkan kapitalisasi pasar modal
Indonesia. Upaya penarikan investor asing untuk menanamkan investasi pada
pasar modal terus digencarkan dengan tujuan membantu dalam pembiayaan
pembangunan domestik, membantu pertumbuhan bursa efek lokal dan sebagai
penyaring alokasi dana ke berbagai industri atau perusahaan.
Nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa dalam
dua dekade terakhir ini aliran modal masuk terutama pemodal asing mulai
membaik seiring dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia. Tabel 1.1
memperlihatkan adanya kenaikan investasi portofolio asing yang masuk ke
Indonesia sebesar
Rp.15,3 triliun dalam kurun waktu 2006-2007. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan modal yang pesat dibandingkan
dengan era perekonomian Indonesia yang lalu, dimana jumlah tertinggi investasi
portofolio asing hanya sebesar Rp.18,8 triliun dari tahun 1999 sampai tahun 2004.
Dukungan peringkat ekonomi Indonesia yang tumbuh positif dalam
tekanan krisis minyak dunia pada tahun 2005 mendorong investor asing untuk
menginvestasikan dananya ke Indonesia walaupun terjadi penurunan sebesar
Rp.15,4 triliun. Jumlah ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan
investasi portofolio asing di negara maju dan negara berkembang lainnya yang
terkena dampak krisis minyak dunia. Proporsi pembelian saham oleh pemodal
asing pada tahun 2005 merupakan bagian terbesar jika dibandingkan dengan
pembelian saham pada tahun-tahun sebelumnya (Bapepam-LK, 2005).
Tabel 1.1. Nilai Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) pada Bursa
Efek Indonesia (BEI), 1999-2008
Periode
Saham Tercatat
Nilai Pembelian Bersih
(Lembar)
Asing (Triliun Rp)
1999
846.131.138.504
12,1
2000
1.186.306.672.213
0,8
2001
885.240.510.319
4,5
2002
939.544.513.105
7,9
2003
829.359.787.591
9,9
2004
656.447.198.554
18,8
2005
712.985.123.204
-15,4
2006
924.488.804.314
17,3
2007
1.128.173.554.108
32,6
2008
1.374.411.626.346
18,7
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2009.
Keterangan: (-) berarti penarikan dana asing lebih besar daripada nilai pembelian saham
Aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas pasar modal, namun
mobilitas tersebut berpotensi menyebabkan volatilitas yang tinggi bagi emerging
market, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter
di wilayah Asia. Hal ini menjadi alasan diberlakukannya perundangan-undangan,
penetapan sanksi dan pengawasan dalam setiap pasar modal (Bekaert, et al. dalam
Bapepam-LK, 2008). Indonesia sebagai negara berkembang dengan tingkat
tabungan yang tidak cukup besar untuk melakukan investasi sangat membutuhkan
investasi asing sebagai sumber pembiayaan. Pendapatan Domestik Bruto
Indonesia yang relatif kecil dibanding dengan pendapatan negara maju menjadi
faktor tertentu yang menggambarkan pentingnya pertumbuhan investasi dan
2 menjadi determinan bagi investor asing dalam menanamkan modalnya di
Indonesia. Aliran investasi portofolio asing ke negara-negara maju jauh lebih
besar dibandingkan dengan aliran investasi portofolio ke negara-negara
berkembang. Ralhan (2006) mengatakan bahwa terdapat korelasi antara aliran
investasi portofolio asing dengan ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara yang
diukur melalui Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product). Negara dengan
pendapatan nasional yang lebih tinggi memiliki daya tarik investor yang lebih
besar karena terkait dengan growing investor confidence, yakni adanya faktor
kepercayaan terhadap gejolak resiko dalam perekonomian jika pertumbuhan
ekonomi mapan.
Pertumbuhan investasi portofolio asing atau pertumbuhan pasar modal
sangat bergantung pada kebijakan moneter, selain adanya pengaruh pendapatan
nasional (Bapepam-LK, 2008). Kebijakan moneter yang berlaku dalam suatu
negara ekonomi terbuka ditransmisikan melalui nilai tukar. Ekonomi Indonesia
dengan ekonomi internasional dihubungkan oleh nilai tukar melalui pasar barang
dan pasar aset. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
menyatakan bahwa sejak diberlakukannya nilai tukar mengambang pada
pertengahan tahun 1997, nilai tukar rupiah sering mengalami tekanan depresiasi
disertai volatilitas yang sangat tinggi (large swing). Depresiasi rupiah tersebut
menyebabkan perubahan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing
sehingga dapat memengaruhi aliran investasi portofolio asing yang masuk ke
Indonesia.
Depresiasi rupiah saat krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008
telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama karena terjadi
3 penurunan finansial portofolio. Perubahan tersebut terjadi pada Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami defisit sebesar USD 2,2 miliar
(Bank Indonesia, 2009). Salah satu penyebab terjadinya defisit NPI adalah
derasnya aliran keluar investasi portofolio asing dari Indonesia khususnya pada
pasar saham. Penurunan pembelian oleh pemodal asing (Foreign Purchase)
menyebabkan investasi portofolio mengecil sejak kuartal III-2008 sampai kuartal
I-2009. Investasi portofolio asing menurun dengan Pembelian Bersih Asing
(Foreign Net Purchase) tertinggi hanya sebesar Rp.5,4 triliun pada kuartal
III-2009. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga
membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat
neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit.
Apabila pasar modal suatu negara dianggap menarik sehingga banyak
pemodal asing ingin menanamkan modalnya, maka akan meningkatkan
permintaan uang domestik. Peningkatan permintaan uang akan meningkatkan
suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan aliran modal
internasional. Dewi (2005) menjelaskan bahwa suku bunga referensi internasional
atau LIBOR (London Interbank Offered Rate) menjadi pedoman bagi investor
asing terhadap return investasi dari berbagai negara di dunia. LIBOR menjadi
patokan bagi pasar modal dunia terhadap perbedaan forward exchange rate
dengan nilai tukar spot.
Penurunan LIBOR sepanjang tahun 1970-1994 telah meningkatkan aliran
investasi portofolio ke negara-negara berkembang, terutama negara-negara di
Amerika Latin (Ralhan, 2006). LIBOR terus meningkat dari tahun 2004 sampai
2007, tetapi hal ini justru mendorong peningkatan pembelian pemodal asing di
4 pasar modal Indonesia mengingat suku bunga yang ditawarkan masih relatif lebih
besar jika dibandingkan dengan suku bunga internasional. Pembelian asing
(Foreign Purchase) pada aset saham tumbuh sebesar 9,4 persen dari tahun 2004
sampai 2007 (Bapepam-LK, 2007).
Apabila terdapat kecenderungan penurunan harga saham, maka akan
menyebabkan kekayaan riil investor menurun yang akhirnya akan mendorong
depresiasi mata uang domestik dan berdampak pada perubahan investasi
portofolio. Perubahan investasi portofolio dan depresiasi menjadi pemicu
terjadinya perubahan inflasi dan selanjutnya akan memperkuat pengaruh negatif
bagi investor asing untuk menanamkan modalnya ke dalam negeri (Bapepam-LK,
2008).
Tabel 1.2. Inflasi Global, Tahun 2004-2009
Inflasi (persen)
Tahun
Dunia
Negara Industri
Maju
Negara Berkembang
Asia
Indonesia
2004
2005
2006
2007
2008
2009
3,6
3,8
3,7
4,0
6,0
2,0
2,0
2,3
2,4
2,2
3,4
0,1
5,9
4,1
6,1
5,9
3,8
10,5
5,6
4,2
13,1
6,4
5,4
6,0
9,3
7,5
9,8
5,5
3,0
5,0
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Inflasi domestik dan jumlah uang beredar, selain depresiasi rupiah yang
tinggi, juga dapat memengaruhi kepercayaan investor asing dan domestik untuk
menanamkan modalnya pada pasar aset di Indonesia. Tabel 1.2 menunjukkan
bahwa sepanjang tahun 2004 sampai tahun 2009, inflasi di Indonesia hampir dua
kali lipat lebih tinggi dibanding inflasi dunia. Krisis finansial yang terjadi
mendorong lonjakan harga minyak dunia yang mengakibatkan dikeluarkannya
kebijakan subsidi harga BBM di Indonesia. Tekanan inflasi makin tinggi akibat
5 harga komoditi global yang terus meningkat. Inflasi tersebut berangsur menurun
di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga
subsidi BBM. Inflasi domestik dipicu juga oleh jumlah uang beredar di Indonesia
yang terus meningkat dari tahun 1993 sampai 2007 walaupun dengan
pertumbuhan yang lebih lambat. Inflasi yang tinggi di Indonesia menunjukkan
kerentanan perekonomian dan berpengaruh pada return atas penanaman modal
asing. Inflasi yang tinggi pada tahun 2005 menurunkan net investasi portofolio
asing sampai Rp.15,4 triliun, tetapi penurunan inflasi pada tahun 2007 dan 2009
telah meningkatkan pembelian bersih investor asing dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya (Bank Indonesia, 2009).
Inflasi domestik memengaruhi besarnya nilai devisa yang diperoleh dari
hasil ekspor barang dan besarnya kebutuhan dana dalam bentuk valuta asing untuk
membiayai impor barang dan defisit neraca jasa. Depresiasi rupiah dan inflasi
yang terjadi telah menurunkan pendapatan ekspor Indonesia. Nilai ekspor
Indonesia pada Januari 2009 hanya sebesar USD 7,15 miliar. Artinya,
turun 17,7 persen dibandingkan nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD
8,69 miliar (BPS, 2009). Hal tersebut jika dibandingkan dengan Januari 2008,
nilai penurunannya jauh lebih besar. Sebaliknya, impor Indonesia dari tahun 2004
sampai 2009 mengalami kenaikan positif dan pertumbuhan yang besar. Indonesia
mengalami defisit transaksi berjalan karena nilai impor lebih besar dari nilai
ekspor. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin kecilnya investasi portofolio
asing yang masuk ke dalam pasar modal berdasarkan nilai net ekspor yang
mengalami penurunan.
6 Hubungan yang baik antara pasar barang atau ekspor-impor dengan pasar
modal atau sebaliknya, merupakan pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi
(Dewi, 2005). Perkembangan sistem investasi asing di Indonesia dimulai sejak
dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1970.
Undang-Undang PMA tersebut ditujukan untuk mengembangkan dan memperkuat
hubungan ekonomi antara pasar barang dengan pasar modal atau sebaliknya,
sehingga mampu mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Indonesia.
Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Foreign Portfolio Investment)
tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Penanaman Modal Langsung (Direct
Investment), khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Global
Forum on International Investment oleh OECD tahun 2002 menjelaskan bahwa
investor asing yang aktif dalam pasar saham terkait dengan equity holdings yang
merupakan bagian dari investasi langsung. Peningkatan investasi langsung
masyarakat domestik dalam berbagai perangkat produksi, mesin dan bangunan
gedung akan mendorong peningkatan emisi saham, sehingga perubahan dalam
investasi langsung akan memengaruhi keperluan dana perusahaan yang dipenuhi
oleh investor portofolio pada pasar modal.
The London Summit
pada April 2009 menekankan upaya perbaikan
Market Crash di berbagai negara dengan meningkatkan iklim investasi langsung
domestik dan investasi portofolio dengan baik. Indonesia sebagai salah satu
anggota ASEAN tidak mendapat posisi yang baik sebagai lokasi yang paling
disukai oleh 100 perusahaan multinasional terbaik di dunia untuk menanamkan
7 modal. Negara asal Asia yang disukai adalah Jepang, China dan Korea Selatan,
sedangkan Malaysia mendapat posisi yang baik dari wilayah berkembang.
Perubahan penanaman investasi asing pada negara berkembang dipengaruhi oleh
perubahan investasi langsung oleh masyarakat domestik (UNCTAD, 2006).
1.2. Perumusan Masalah
Keterbukaan ekonomi dan integrasi perekonomian dunia merupakan
sarana bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi melalui peningkatan investasi aset finansial. Aliran investasi portofolio
asing
merupakan
salah
satu
aset
permodalan
yang
diperlukan
untuk
mempermudah likuiditas pasar domestik, mengingat bahwa Indonesia merupakan
emerging market dengan tingkat kapital yang kecil dibanding dengan negara maju
atau negara berkembang lainnya (Bapepam-LK, 2008).
Aliran investasi portofolio asing ke suatu negara dipengaruhi oleh berbagai
variabel makroekonomi yang terkait dengan tingkat resiko finansial di negara
tersebut (Ralhan, 2006). Upaya meningkatkan investasi portofolio asing di
Indonesia
dilakukan
melalui
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui
Pasar Modal. Undang-Undang tersebut telah membuka kesempatan kepada
investor asing untuk berpartisipasi pada pasar modal Indonesia.
Kebijakan pemerintah di atas belum sepenuhnya tercapai mengingat
investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia tergolong rendah jika dilihat
dari nilai kapitalisasi IHSG dalam lingkungan pasar global. Data Bursa Efek
Indonesia menunjukkan bahwa nilai investasi portofolio internasional pada pasar
modal Indonesia kurang dari satu persen hingga kuartal III-2010. Investasi
8 portofolio internasional mengalir lebih tinggi ke negara maju dan negara
berkembang lain seperti Cina, India dan Brazil. Pembelian Bersih oleh Investor
Asing (Foreign Net Purchase) dari tahun 1999 sampai 2009 di pasar sekunder
Bursa Efek Indonesia tergolong berfluktuasi dengan pertumbuhan yang kecil.
Dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dimunculkan pada
studi ini adalah:
1.
Bagaimana dinamika investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia?
2.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio
asing di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan dinamika investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia.
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia dalam
jangka pendek dan jangka panjang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.
Mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang dinamika investasi
portofolio asing yang mengalir di Indonesia.
2.
Mendapatkan dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia.
3.
Sebagai referensi bagi pembaca dan informasi bagi peneliti lainnya untuk
penelitian lebih lanjut.
9 4.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan
kebijakan perekonomian untuk meningkatkan aliran investasi portofolio
asing ke Indonesia.
10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Teori Investasi Portofolio Asing
Arus sumber-sumber daya keuangan internasional terwujud dalam dua
bentuk. Bentuk yang pertama adalah penanaman modal asing langsung yang
dilakukan pihak swasta (private foreign direct investment) oleh perusahaanperusahaan raksasa multinasional. Bentuk yang kedua adalah investasi portofolio
asing (foreign portfolio investment) yang dana investasinya tidak diwujudkan
langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanamkan pada pasar-pasar modal
dalam bentuk instrumen keuangan seperti saham dan obligasi .
Bartram dan Dufey (2001) mendefinisikan investasi portofolio sebagai alokasi
kekayaan yang tersisa (remaining wealth) untuk aset finansial dan aset riil dengan
tujuan untuk memaksimalkan pengembalian yang diinginkan dari kekayaan itu,
misalnya untuk memenuhi konsumsi di masa mendatang. Kekayaan yang
diinvestasikan dapat berbentuk saham, obligasi dan tabungan. Menurut Dewi (2005),
investasi portofolio merupakan bentuk penanaman modal yang sebagian besar terdiri
dari penguasaan saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh
negara pengimpor modal), terhadap warga negara di beberapa negara lain.
Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan
perusahaan. Para pemegang saham hanya memiliki hak atas deviden.
Penerbitan saham ditujukan untuk memenuhi atau memperoleh dana bagi
kelangsungan bisnis sebuah perusahaan. Perusahaan dapat memperluas skala usaha
dengan menyediakan modal yang diperoleh melalui pembelian saham yang dipenuhi
oleh pihak investor. Investor perusahaan berada dalam lingkup yang lebih besar bila
dibandingkan investor perseorangan, tetapi mereka menjalankan fungsi yang sama.
Mereka membeli dan mengelola aset untuk meraih profit (penerimaan setelah
dikurangi semua biaya).
Markowitz dalam Pudjiastuti (2002) adalah orang yang pertama kali
mengembangkan teori portofolio yang kemudian mengalami penyempurnaan dan
penyederhanaan yang berdampak pada implementasi teori tersebut dalam dunia
keuangan. Markowitz dalam teori portofolionya menyebutkan bahwa pembelian
investor asing atas saham dipengaruhi oleh tingkat risiko dalam saham yang
ditawarkan oleh lembaga-lembaga usaha. Investor akan melakukan diversifikasi
dalam investasinya untuk mencegah risiko yang lebih besar. Diversifikasi merupakan
cara untuk membagi risiko dalam setiap portofolio, sehingga keuntungan investasi
yang ingin diperoleh lebih optimal.
Keputusan investor untuk menanamkan
modalnya dipengaruhi oleh rate of return yang diharapkan. Setiap negara memiliki
return yang berbeda pada setiap aktivitas, sehingga perusahaan atau badan
perseorangan dapat mengurangi risiko dengan cara mengambil proyek di negara yang
berbeda. Penempatan proyek finansial di berbagai negara untuk memperoleh
keuntungan optimal merupakan bentuk umum portofolio internasional.
Jumlah aliran investasi portofolio dalam bentuk nilai perdagangan saham
bersih oleh investor asing yang masuk ke suatu negara dapat dilihat pada indikator
bursa bagian statistik pasar modal yang dicatat oleh institusi bursa efek negara. Nilai
perdagangan saham investor asing mengalami surplus jika pembelian saham
domestik oleh asing lebih besar daripada pembelian saham asing oleh domestik.
12 Artinya, penjualan aset saham ke luar negeri yang lebih besar daripada pembelian
aset saham dari luar negeri. Teori diversifikasi portofolio secara simultan mencakup
seluruh kegiatan negara yang berkaitan dengan aliran masuk dan aliran keluar modal
asing.
2.2.
Hubungan Aliran Investasi Portofolio Asing dengan Pasar Modal
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang dapat diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa
dana, instrumen derivatif maupun instrumen keuangan lainnya. Secara spesifik,
Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995 mendefinisikan bahwa pasar
modal merupakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan yang menerbitkan efek dan profesi yang
menyangkut efek. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu
negara berdasarkan dua fungsi utamanya, yakni: (1) sebagai sarana pendanaan
perusahaan atau pemerintah dari masyarakat pemodal dan; (2) sebagai sarana bagi
investor untuk menanamkan modal pada berbagai instrumen keuangan. Terkait
dengan tujuan sarana penanaman modal, baik investor domestik atau asing akan
menjalankan fungsi yang sama dalam penempatan dana yang dimilikinya, yaitu
portofolio atau menyesuaikan investasi dengan karakteristik keuntungan dan risiko
setiap instrumen keuangan.
Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa investasi portofolio asing
jika ditinjau dari perspektif negara-negara berkembang berpotensi sebagai wahana
untuk meningkatkan modal bagi perusahaan-perusahaan domestik. Berfungsinya
bursa efek lokal yang didukung oleh arus investasi portofolio tersebut juga akan
13 membantu para investor domestik mendiversifikasikan aset mereka serta dapat
memacu efisiensi sektor moneter, karena arus investasi portofolio tersebut dapat
menyaring dan memantau ketepatan alokasi dana ke berbagai sektor industri dan
perusahaan.
Evans (2002) dalam Global Forum on International Investment menjelaskan
bahwa terdapat beberapa manfaat aliran investasi portofolio asing ke suatu negara,
yakni: (1) meningkatkan likuiditas pasar modal dan dapat memperbaiki efisiensi
pasar domestik; (2) membantu perkembangan pasar modal domestik melalui
instrumen-instrumen dan teknologi canggih yang diperkenalkan investor asing dalam
pengelolaan masing-masing portofolio dan; (3) investasi portofolio asing dapat
meningkatkan fungsi otoritas moneter di negara tersebut.
Hubungan aliran investasi portofolio asing dengan pasar modal menurut studi
BAPEPAM-LK (2008) dapat ditelaah dengan memperlihatkan bahwa arus modal
asing membawa manfaat terhadap sektor riil ekonomi melalui tiga cara. Pertama,
aliran portofolio asing dapat meningkatkan tabungan bagi Indonesia yang mengalami
kelangkaan modal untuk melakukan investasi. Kedua, kenaikan investasi portofolio
asing akan meningkatkan alokasi modal menjadi lebih efisien bagi Indonesia. Arus
modal seperti penanaman modal langsung dapat merangsang negara-negara lain yang
kelebihan modal untuk mengalirkan dananya kepada Indonesia yang kekurangan
modal dimana return yang ditawarkan Indonesia lebih menarik. Ketiga adalah aliran
investasi portofolio asing membawa dampak ekonomi melalui pasar modal. Salah
satu manfaat aliran investasi portofolio asing adalah mendorong kenaikan harga
saham atau efek serta apresiasi rupiah atas nilai tukar dengan mata uang internasional.
14 Di sisi lain, adanya kompetisi diantara pemodal akan mendorong
pertumbuhan pasar modal domestik. Kompetisi ini menciptakan teknologi keuangan
dan informasi yang lebih canggih, sehingga membawa efisiensi alokasi kapital dan
risk sharing. Peningkatan efisiensi tersebut terjadi karena adanya internasionalisasi
yang membuat pasar menjadi lebih likuid, selanjutnya cost of capital foreign semakin
murah karena portofolio asing menjadi dapat didiversifikasi diantara negara-negara.
2.3.
Ancaman Investasi Portofolio Asing
Investasi portofolio asing merupakan sumber pendanaan prospektif bagi
negara-negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang, tetapi di sisi lain aliran
investasi portofolio asing perlu diawasi mengingat bahwa prinsip arus investasi yang
akan menurun pada saat risiko usaha meningkat. Investor asing dapat menarik
modalnya dengan cepat dari lembaga-lembaga usaha di negara berkembang yang
perekonomiannya belum mapan, sehingga dapat menciptakan keterpurukan ekonomi
yang lebih besar. Menurut Todaro dan Smith (2004), negara-negara berkembang yang
terlalu mengandalkan arus masuk dana-dana investasi portofolio asing untuk
menutupi kelemahan-kelemahan dasar struktural dalam bidang ekonominya harus
menangggung konsekuensi-konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Para investor
asing tidak memiliki kepedulian terhadap kepentingan-kepentingan pembangunan di
negara dimana mereka beroperasi.
Jika suku bunga yang berlaku di negara maju naik atau tingkat keuntungan
dari melakukan investasi di negara-negara berkembang mulai menurun, maka para
spekulan dan investor asing akan menarik dananya dengan cepat. Keinginan negara
berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan
15 tergeser dengan pelarian modal yang spekulatif. Keruntuhan sektor moneter di Asia
pada tahun 1997, di Rusia pada tahun 1998, ketidakpastian mata uang Brazil pada
tahun 1999, dan krisis Argentina pada periode 2000-2001 menjadi sebagian bukti
bahwa kebijakan atau pengawasan atas arus modal asing yang masuk perlu
ditingkatkan untuk mencegah runtuhnya perekonomian, terutama bagi emerging
country stock markets. Selain itu, penetapan nilai tukar mata uang asing yang terlalu
tinggi sehingga dapat menyebabkan defisit besar pada Balance of Payment akan
mengarah pada goyahnya stabilitas di pasar uang dan perekonomian negara
berkembang secara keseluruhan.
2.4.
Hubungan Variabel Makroekonomi dengan Investasi Portofolio Asing
2.4.1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Ketertutupan masa pemerintahan Indonesia Orde Lama yang menolak
investasi asing yang masuk ke dalam negeri telah memengaruhi pertumbuhan
investasi portofolio asing di Indonesia, namun setelah dikeluarkannya UndangUndang Investasi Nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing telah
mampu membawa Indonesia dalam integrasi perekonomian internasional. Hal ini
terbukti dengan dikeluarkannya paket kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi
berupa penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat
investasi dan perangsangan investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia (Dumairy, 1996).
Sasaran umum tingkat investasi yang ditargetkan oleh pemerintah terkendala
atas tantangan internal dan eksternal yang mengakibatkan peningkatan risk aversion
bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tantangan internal
16 seperti ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian yang belum memadai
(misalnya barang publik), kepastian hukum bagi investor kurang terjamin, kelangkaan
tenaga kerja terampil, rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi produksi.
Permasalahan internal tersebut selanjutnya memengaruhi jumlah produksi barang
domestik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk
Domestik Bruto. Aggarwal, et al. (2003) menemukan bahwa aliran investasi
portofolio dari negara maju (terutama Amerika Serikat) lebih besar tertuju pada
negara-negara emerging market dengan Produk Domestik Bruto yang lebih mapan.
Bagian investasi portofolio terendah ditujukan bagi negara berkembang dengan
kerangka hukum investasi yang kurang jelas, standar akuntansi rendah serta
transparansi dan perlindungan investor yang rendah.
International Finance Corporation (IFC) mengklasifikasikan pasar modal
suatu negara sebagai emerging market jika memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
1. Negara
tersebut
memiliki
pendapatan
menengah
ke
bawah
dalam
perekonomian global, sesuai definisi Bank Dunia yang menargetkan Produk
Domestik Bruto per kapita kurang dari 9,656 dollar AS untuk tiga tahun
berturut-turut.
2. Kapitalisasi pasar modal relatif rendah terhadap tingkat Produk Domestik
Bruto.
Produk Domestik Bruto yang lebih mapan menjadi referensi yang baik bagi
penilaian investor asing terhadap berbagai faktor penghindaran risiko modal. Produk
Domestik Bruto merupakan salah satu ukuran bagi investor asing dalam
menempatkan modalnya di negara berkembang, hal ini terkait dengan growing
17 investor confidence, yakni adanya faktor kepercayaan terhadap gejolak resiko dalam
perekonomian jika pertumbuhan ekonomi mapan (Ralhan, 2006). Tantangan
eksternal melalui perbedaan-perbedaan tingkat Produk Domestik Bruto telah
meningkatkan persaingan iklim investasi antara negara berkembang dengan negara
maju, dan antara negara berkembang dengan negara berkembang. Indonesia pada
masa Orde Lama dan Orde Baru memiliki persaingan yang tinggi atas negara-negara
wilayah Asia Pasifik.
2.4.2. Kurs Mata Uang
Menurut Mankiw (2000), kurs nominal didefinisikan sebagai harga relatif dari
mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah kurs nominal dikalikan dengan
harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri. Sistem kurs pada dasarnya
terdiri atas tiga jenis, yaitu: (1) fixed exchange rate, (2) managed floating exchange
rate, dan (3) floating exchange rate. Indonesia menerapkan floating exchange rate
sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Sistem ini ditempuh sebagai reaksi
pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan nilai tukar
rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing menarik
dananya secara besar-besaran dari Indonesia.
Pada sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), nilai tukar
dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di
pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan
penawaran di atas permintaan domestik, dan nilai tukar akan melemah apabila terjadi
kelebihan permintaan domestik di atas penawaran yang ada di pasar valuta asing.
Perkembangan nilai tukar dapat memengaruhi perkembangan penawaran dan
18 permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga. Dalam sistem nilai tukar
mengambang, kebijakan moneter ekspansif oleh bank sentral akan mendorong
depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan harga barang impor, dan pada
gilirannya akan menurunkan investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia
karena menurunkan return atas modal asing yang ditanamkan.
Abdalla dan Murinde dalam Bapepam-LK (2008) menjelaskan bahwa dalam
era liberalisasi keuangan internasional, ekonomi negara berkembang saat ini
dipengaruhi oleh fluktuasi kurs mata uang baik pada tingkat mikro maupun makro.
Negara-negara emerging market telah memberlakukan atau meninggalkan kurs tetap
(pegged arrangement towards exchange rate system) seiring dengan negara tersebut
sedang meningkatkan peranan pasar modalnya. Indonesia telah mempertegas Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar tersebut melalui Undang-Undang Nomor 24
tahun 1999. Perubahan kebijakan nilai tukar Indonesia ke dalam sistem nilai tukar
mengambang bebas (floating exchange rate) mampu memperbaiki kondisi pasar
modal Indonesia yang mengalami perkembangan yang luar biasa sejak 1999 dan
bahkan tercatat sebagai nomor dua terbaik di dunia pada tahun 2003 (Dewi, 2005).
Sistem nilai kurs yang diberlakukan oleh Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang akan memengaruhi aliran investasi portofolio asing ke Indonesia dan
perubahan ini dapat dijelaskan melalui konsep penawaran atau permintaan mata uang
asing (khususnya dollar AS). Jumlah dollar yang ditawarkan dipengaruhi oleh nilai
tukar antara dollar dengan rupiah. Selain itu, dollar yang masuk juga akan
dipengaruhi oleh jumlah ekspor Indonesia dan pemberian piutang oleh asing kepada
19 masyarakat atau pemerintah Indonesia. Sehingga, persamaan penawaran dollar (Q$S)
ke Indonesia dapat dituliskan sebagai berikut:
(QS$) = f {e, S0)
2.1
Gambar 2.1a menjelaskan perubahan penawaran dollar dan dampaknya
terhadap aliran investasi portofolio asing ke Indonesia. S0 menggambarkan jumlah
modal asing masuk, ekspor dan piutang oleh asing kepada Indonesia. Jika semua
faktor S0 menurun maka kurva S akan bergeser ke kiri atas. Hal ini berarti jumlah
dollar yang ditawarkan menurun dari jumlah awal, sehingga harga dollar meningkat
karena permintaan dollar yang melebihi penawaran dollar. Peningkatan harga dollar
pada gilirannya akan membuat rupiah terdepresiasi (pergerakan meningkat kurs E1
menjadi kurs E2). Depresiasi akan menyebabkan harga aset saham semakin tinggi,
sehingga aliran investasi portofolio akan berkurang karena cost of capital meningkat.
ERp/$
ERp/$
S1
E2
S
S0
E1
E1
D
E2
D1
D0
Q$
Q$2 Q$1
Q$
Q$2
Q$1
Sumber: Dewi (2005)
a. Penawaran Dollar
b. Permintaan Dollar
Gambar 2.1. Penawaran dan Permintaan Dollar
20 Gambar 2.1b menggambarkan perubahan permintaan Indonesia terhadap
dollar. Permintaan dollar akan dipengaruhi oleh nilai tukar kedua mata uang, impor
Indonesia, jumlah utang luar negeri dan capital outflow, sehingga persamaannya
dapat ditulis sebagai berikut:
(QD$) = f {e, D0)
2.2
Jika D0 menurun maka kurva demand akan bergeser ke kiri, yang berarti
jumlah dollar yang diminta menurun. Hal ini akan menyebabkan harga dollar akan
menurun sehingga rupiah mengalami apresiasi (pergerakan menurun kurs E1 menjadi
kurs E2). Apresiasi akan menyebabkan harga aset saham menurun, sehingga aliran
investasi portofolio akan meningkat karena cost of capital berkurang.
2.4.3. LIBOR (London Interbank Offered Rate)
London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan
LIBOR merupakan kurs referensi harian dari suku bunga yang ditawarkan dalam
pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar
uang London (atau pasar uang antar bank). Suku bunga LIBOR digunakan secara luas
sebagai suatu kurs referensi untuk suatu instrumen keuangan seperti pada swap suku
bunga. Swap mengindikasikan perbedaan kurs spot dengan kurs di masa mendatang
(forward exchange rate). Jika suku bunga domestik dengan suku bunga luar negeri
sama dengan tingkat swap, maka masyarakat tidak akan memperoleh keuntungan
dengan melakukan investasi di luar negeri. Dalam teori ekonomi internasional,
hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
i-i* =
慲
2.3
21 Dimana:
i
= suku bunga tabungan domestik (dalam mata uang domestik)
i*
= suku bunga tabungan internasional (dalam mata uang asing)
f
= nilai tukar di masa mendatang (forward exchange rate)
e
= nilai tukar spot
Persamaan bagian kiri menggambarkan tingkat kerugian atau keuntungan atas
modal yang ditanamkan investor jika menyimpan aset dalam mata uang domestik.
Jika i<i*, berarti investor akan mengalami kerugian bila menyimpan aset domestik,
demikian sebaliknya. Persamaan bagian kanan memperlihatkan risiko atau laba dalam
penanaman modal jika terjadi perubahan nilai tukar. Jika (i>i*) > (f>e), maka akan
lebih menguntungkan bila menyimpan aset domestik karena laba dari perbedaan suku
bunga domestik dengan suku bunga internasional lebih besar daripada laba dari
perbedaan nilai tukar sekarang dengan nilai tukar masa mendatang, demikian pula
sebaliknya.
Suku bunga berbanding terbalik dengan harga aset finansial seperti saham dan
obligasi. Artinya, naiknya suku bunga akan diiringi oleh penurunan harga aset
finansial sehingga menurunkan capital gain. Jika seseorang memiliki dana pribadi,
maka suku bunga (dikalikan jumlah dana) menjadi opportunity cost yang harus
dikorbankan bila dana tersebut digunakan untuk belanja investasi, karena semakin
tinggi tingkat bunga maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh bila dana
ini ditempatkan dalam bentuk tabungan.
22 2.4.4. Jumlah Uang Beredar (Money Supply)
Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi
kebijakan moneter pada awalnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian,
yang pertama kali dijelaskan oleh Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money).
Teori ini pada dasarnya menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis
antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu
identitas yang dikenal sebagai “The Equation of Echange”:
2.4
MV = PT
Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama
dengan volume output atau transaksi ekonomi secara riil (T) dikalikan dengan tingkat
harga (P). Dengan kata lain, dalam keseimbangan jumlah uang beredar yang
digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah
output yang dihitung dengan harga yang berlaku-ditransaksikan (PT).
Berdasarkan mekanisme transmisi ini, dalam jangka pendek pertumbuhan
jumlah uang beredar hanya memengaruhi perkembangan output riil. Selanjutnya,
dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong
kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tingkat
investasi usaha sehingga perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam
keseimbangan jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh
pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi dan
menurunkan investasi secara proporsional karena kerentanan perekonomian yang
besar.
23 Dalam
perkembangan
selanjutnya,
selain
jalur
moneter
langsung
(direct monetary channel), hubungan mekanisme transmisi moneter terhadap tingkat
investasi pada umumnya juga dapat terjadi melalui jalur harga aset (assets price
channel). Mekanisme transmisi melalui harga aset menekankan bahwa kebijakan
moneter berpengaruh pada perubahan harga aset, seperti saham dan obligasi atau
kekayaan masyarakat lainnya, yang selanjutnya memengaruhi pengeluaran investasi.
Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan
mendorong peningkatan suku bunga, dan pada gilirannya akan menekan harga pasar
aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama,
mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan
nilai kekayaan dan pendapatan, sehingga mengurangi pengeluaran investasi. Secara
keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada penurunan pengeluaran agregat.
Kebijakan Moneter
Suku Bunga
Harga Aset
Investasi
Jumlah Uang Beredar
Sumber: Warjiyo (2004)
Gambar 2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur
Harga Aset
2.4.5. Inflasi
Mishkin (2001) mendefinisikan inflasi sebagai keadaan dimana terjadi
peningkatan harga umum secara terus-menerus. Penyebab inflasi ada dua, yaitu
cost-push inflation dan demand-pull inflation. Cost-push inflation terjadi karena
adanya tekanan biaya produksi. Demand-pull inflation terjadi karena permintaan
masyarakat akan barang dan jasa yang terlalu tinggi. Kaum Monetaris berpendapat
24 bahwa inflasi merupakan fenomena moneter karena terjadi akibat money supply yang
tinggi. Kaum Keynesian mengatakan bahwa perpaduan kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter merupakan cara untuk mengendalikan inflasi yang terjadi.
Inflasi menunjukkan kerentanan perekonomian suatu negara sehingga hal ini
sangat berpengaruh terhadap kepercayaan pemodal asing akan prospek pendapatan
yang akan diperolehnya di negara tersebut. Ketidakpastian inflasi memengaruhi
komposisi dari aset-aset finansial. Kenaikan ekspektasi inflasi membuat nilai hutang
jangka pendek tetap tetapi menurunkan nilai nominal (dan kemudian riil) dari obligasi
dan saham.
2.4.6. Net Ekspor
Transaksi berjalan merangkum aliran dana antara satu negara tertentu dengan
seluruh negara lain sebagai akibat dari pembelian barang-barang atau jasa. Defisit
transaksi berjalan menjelaskan arus dana yang keluar dari suatu negara lebih besar
dari dana-dana yang masuk. Komponen transaksi berjalan terdiri dari neraca
perdagangan dan neraca barang dan jasa. Mankiw (2000) menjelaskan bahwa neraca
perdagangan atau net ekspor secara sederhana merupakan selisih antara ekspor dan
impor, dan dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
2.5
Nx = X – M
Apabila net ekspor surplus, berarti tingkat perdagangan domestik melalui
kegiatan ekspor lebih besar daripada kegiatan impor yang mengakibatkan negara
menjadi surplus dalam transaksi berjalan (current account balance). Besarnya jumlah
ekspor akan memengaruhi penawaran dollar atau investasi portofolio. Sebaliknya,
apabila impor suatu negara melebihi ekspornya, maka negara tersebut mengalami
25 defisit
transaksi
berjalan.
Secara
sederhana,
defisit
transaksi
berjalan
mengindikasikan bahwa semakin kecilnya investasi portofolio asing yang masuk ke
dalam pasar modal berdasarkan nilai net ekspor yang mengalami penurunan. Aktifitas
impor yang lebih mudah merupakan hasil dari pengurangan tekanan gap kurs mata
uang akibat aliran investasi portofolio asing.
2.4.7. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Realisasi investasi masyarakat domestik suatu negara akan mendorong
pertumbuhan perekonomian lokal. Pertumbuhan perusahaan lokal akan mengarah
pada peningkatan keperluan dana untuk kegiatan ekspansi usaha. Dana investasi dari
pihak asing merupakan salah satu sumber pembiayaan melalui aset domestik yang
ditawarkan. Peningkatan investasi domestik langsung akan memperbesar equity
holdings sehingga meningkatkan keaktifan investor asing dalam pasar saham.
Perubahan penanaman investasi asing pada negara berkembang dipengaruhi oleh
perubahan investasi langsung oleh masyarakat domestik (UNCTAD, 2006).
Menurut Dumairy (1996), penanaman modal dalam negeri merupakan salah
satu cara untuk membentuk modal domestik bruto dan memengaruhi sumbangan
investasi terhadap pertumbuhan nasional. Rendahnya realisasi investasi portofolio
asing di Indonesia disebabkan oleh dua sifat dasar. Pertama, bersifat subyektifinternal, berkaitan dengan keadaan perekonomian Indonesia termasuk keadaan calon
investor domestik yang memiliki kemampuan modal yang kecil untuk membangun
perekonomian. Kedua, bersifat obyektif-eksternal, berkaitan dengan keadaan
perekonomian internasional yang lebih menarik dan mendukung keinginan asing
untuk memindahkan modalnya.
26 2.4.8. Dummy Krisis Minyak Dunia Tahun 2005
Laju pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2005 cenderung melambat sebesar
4,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen berkenaan
dengan adanya kecenderungan krisis minyak dunia yang menguat. Harga minyak
dunia yang mencapai level di atas USD 70 per barel pada bulan Agustus 2005 dari
sekitar USD 42,12 per barel pada awal tahun mempunyai dampak atas peningkatan
laju inflasi dunia (Bapepam-LK, 2009). Di samping itu, badai Katrina juga menjadi
faktor pendorong melambungnya harga minyak dunia karena menyebabkan
terganggunya produksi minyak dan gas di Amerika Serikat.
Krisis minyak yang terjadi pada tahun 2005 sangat berpengaruh terhadap
perkembangan aliran keuangan dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Sisi positif atas krisis minyak dunia yang terjadi adalah adanya tren
peningkatan investasi portofolio oleh investor-investor asing ke negara berkembang.
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,8
persen pada tahun 2004 menjadi 5,7 persen pada tahun 2005 (Bank Indonesia, 2009).
Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh peningkatan kapitalisasi pasar modal
Indonesia. Nilai kapitalisasi pasar di BEJ meningkat sebesar 17,8 persen dari
Rp.679,9 triliun di tahun 2004 menjadi Rp.801,3 triliun di tahun 2005 dan total nilai
transaksi di BEJ meningkat sebesar 64,37 persen dari Rp.247 triliun di tahun 2004
menjadi Rp 406 triliun di tahun 2005 (Bapepam-LK, 2005). Selain itu, adanya
program-program penanganan krisis secara cepat dari pemerintah juga turut
mendorong peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia pada tahun-tahun
berikutnya.
27 2.5.
Penelitian Terdahulu
Harni (2004) dalam penelitiannya tentang Analisis Pengaruh Suku Bunga,
Produk Domestik Bruto dan Investasi Asing Langsung terhadap Investasi Swasta
Indonesia 1970-2004, menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap
investasi swasta. Kenaikan suku bunga sebesar satu persen akan menyebabkan
penurunan investasi sebesar 2.077,440 milyar rupiah. Selain itu, Produk Domestik
Bruto dan investasi asing langsung periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap
investasi swasta, yang artinya kenaikan Produk Domestik Bruto sebesar satu milyar
rupiah akan menyebabkan kenaikan investasi swasta sebesar 6.741 milyar rupiah dan
kenaikan investasi asing langsung periode sebelumnya sebesar satu juta rupiah
menyebabkan peningkatan investasi swasta sebesar 0.001 milyar rupiah, cateris
paribus.
Penelitian Ralhan (2006) dengan menggunakan data International Financial
Statistics dengan periode waktu 1970-1994 ditujukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang memengaruhi aliran investasi portofolio ke delapan negara: Australia,
India, Indonesia, Argentina, Brazil, Chili, Kolumbia dan Meksiko. Adapun hasil
penelitiannya bahwa Produk Domestik Bruto signifikan terhadap keinginan investor
asing untuk menanamkam modalnya di negara-negara tersebut. Sedangkan LIBOR
(London Interbank Offered Rate) tidak signifikan dalam penelitiannya.
Tim Studi BAPEPAM-LK (2008) dalam penelitian Analisis Hubungan
Kointegrasi dan Hubungan Kausalitas serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal
Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia,
menggunakan metode Multivariate Johansen Cointegration dan Granger Causality
28 menunjukkan bahwa aliran investasi portofolio asing mampu menjelaskan
pengaruhnya terhadap pergerakan nilai tukar, sedangkan IHSG lebih mampu
menjelaskan pengaruhnya terhadap aliran investasi portofolio asing.
Wibisono (2005) menemukan bahwa variabel makroekonomi seperti nilai
tukar Rp-USD, suku bunga deposito, jumlah uang beredar, inflasi dan IHSG satu
periode sebelumnya secara signifikan memengaruhi kinerja pasar modal dan
meningkatkan investasi portofolio karena ekspektasi yang baik dari pihak investor.
Hal ini sama seperti Dewi (2005) yang menemukan bahwa nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap aliran investasi
portofolio di Indonesia. Selain itu, dengan menggunakan data triwulan periode
1999.4-2004.4, Dewi (2005) juga memperlihatkan bahwa meningkatnya net ekspor
terhadap produk domestik bruto periode sebelumnya berhubungan positif dan mampu
meningkatkan aliran masuk investasi portofolio ke Indonesia. Meningkatnya suku
bunga internasional LIBOR berhubungan positif dan mampu secara kuat menaikkan
aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan di atas, yaitu
penelitian ini lebih menekankan pada keseluruhan faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Penelitian ini menggabungkan faktor-faktor parsial dalam penelitian
yang telah disebutkan dalam penelitian sebelumnya serta menambahkan faktor
Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
sebagai variabel dependen yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing.
Data penelitian yang digunakan adalah triwulan I:2000-II:2010 sehingga dapat
29 melihat dampak dummy krisis minyak dunia tahun 2005 yang belum ditemukan
dalam penelitian sebelumnya.
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan Error Correction Model
(ECM). Penentuan penggunaan ECM berdasarkan tujuan penelitian untuk melihat
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Hal ini karena perubahan salah satu variabel makroekonomi akan
memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek
dan jangka panjang.
2.6.
Kerangka Pemikiran
Integrasi perekonomian dunia telah memengaruhi perekonomian setiap negara
dan tidak ada negara yang dapat lepas dari pengaruh aliran investasi portofolio asing.
Investasi portofolio asing merupakan salah satu sumber terbesar bagi pembangunan
domestik di awal sejarah pembangunan ekonomi negara maju, dan melalui konsep
yang sama negara-negara berkembang mulai memperbaiki iklim investasi untuk
mendorong aliran investasi portofolio asing.
Aliran investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia masih tergolong
kecil dibanding dengan beberapa negara maju atau negara berkembang lainnya.
Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) atas saham yang tercatat dalam
Bursa Efek Indonesia berfluktuasi dengan pertumbuhan yang lambat. Jumlah aliran
modal asing yang kecil turut mendorong lemahnya capital inventory pasar modal
Indonesia di tingkat global. Indonesia belum mencapai angka di atas satu persen
untuk
memperlihatkan
kekuatan
modalnya
internasional.
30 dalam
integrasi
perekonomian
Ketertutupan perekonomian Indonesia di masa yang lalu dan krisis moneter
1997-1998 merupakan sebagian faktor yang memengaruhi peningkatan risk aversion
oleh investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Ketersediaan modal yang
kecil telah memperlambat pembangunan domestik di Indonesia. Tingkat tabungan
untuk membiayai investasi dan ekspansi skala usaha terhambat oleh ketersediaan
modal yang kecil.
Faktor-faktor yang turut menyebabkan perubahan investasi portofolio asing di
Indonesia dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto, kurs mata uang rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat, suku bunga internasional London Interbank Offered
Rate (LIBOR), jumlah uang beredar (money supply), tingkat inflasi, net ekspor,
tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan dummy krisis. Produk
Domestik Bruto merupakan salah satu referensi bagi investor asing untuk
menanamkan modal di negara berkembang, karena terkait dengan kepercayaan risiko
pada negara dengan perekonomian yang lebih mapan (growing investor confidence).
Perubahan nilai tukar juga akan memengaruhi aliran investasi portofolio karena
menyebabkan pergeseran penawaran dan permintaan dollar atas rupiah sebagai mata
uang Indonesia.
Teori paritas suku bunga (interest rate parity) menjelaskan bahwa depresiasi
nilai tukar (e↑) menyebabkan suku bunga domestik akan menurun sehingga
menyebabkan perubahan pada aliran investasi portofolio asing ke Indonesia.
Penurunan suku bunga dan inflasi juga dapat terjadi akibat kebijakan moneter yang
kontraktif yang pada gilirannya menurunkan harga saham. Selain itu, adanya
peningkatan net ekspor mengindikasikan bahwa jumlah dana asing yang masuk lebih
31 besar daripada jumlah dana yang keluar dan net eskpor positif akan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan perusahan-perusahaan domestik juga akan
meningkatkan equity holdings yang dapat mendorong investor asing untuk aktif
dalam pasar saham di Indonesia.
Seluruh faktor-faktor yang memengaruhi perubahan aliran investasi portofolio
asing di Indonesia yang disebutkan diatas dapat dikembangkan ke dalam suatu
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kapitalisasi dan Likuiditas Pasar Modal Sumber Pembiayaan Pembangunan Domestik Investasi Portofolio Asing Dinamika dan Faktor‐Faktor yang Memengaruhi Investasi Portofolio Asing Produk Domestik Bruto
Nilai Tukar Rp‐USD
London Interbank Offered Rate
Jumlah Uang Beredar
Inflasi
Net Ekspor
PMDN
Dummy Krisi s 2005
Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Investasi Portofolio Asing
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Perubahan Investasi Portofolio Asing Di Indonesia
32 2.7.
Hipotesis
Dengan mengacu pada rumusan masalah, tinjauan teoritis serta beberapa
penelitian terdahulu yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1.
Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) akan memperbesar aliran masuk
investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang.
2.
Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (e↑) akan menurunkan aliran
masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang.
3.
Peningkatan suku bunga internasional London Interbank Offered Rate
(LIBOR) akan memperbesar aliran investasi portofolio asing ke Indonesia
dalam jangka pendek.
4.
Peningkatan jumlah uang beredar (money supply) akan menurunkan aliran
masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini
karena dalam jangka panjang pertumbuhan jumlah uang beredar tidak
berpengaruh pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju
inflasi dan menurunkan investasi secara proporsional karena kerentanan
perekonomian yang besar.
5.
Peningkatan inflasi akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing
ke Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
6.
Peningkatan net ekspor akan memperbesar aliran masuk investasi portofolio
ke Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
7.
Peningkatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) akan memperbesar
aliran investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini
33 karena terdapat time gap untuk melakukan ekspansi usaha ke pasar modal
oleh pemodal domestik.
8.
Dummy krisis minyak dunia tahun 2005 akan meningkatkan aliran investasi
portofolio asing di Indonesia.
34 BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder deret waktu (time series) dalam
bentuk kuantitatif triwulan periode I:2000-II:2010. Data yang digunakan meliputi
investasi portofolio dalam bentuk nilai pembelian saham oleh investor asing di pasar
modal Indonesia (Foreign Purchase), Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (KURS), London Interbank Offered Rate
(LIBOR), jumlah uang beredar (MS), tingkat inflasi (INFLASI), net ekspor (NET)
dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Data yang diperoleh merupakan data nominal yang kemudian diubah ke dalam
bentuk riil dengan membaginya menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun
dasar 2000 (2000=100). Harga dianggap tetap sehingga adanya perkembangan
terhadap agregat dari triwulan ke triwulan semata-mata karena perkembangan riil dan
bukan karena fluktuasi perubahan harga. Secara ringkas data dan sumber penelitian
dipaparkan pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1. Variabel Penelitian, Sumber Data, Jenis Data dan Satuan Data
Variabel
Sumber Data
Periode
Jenis Data
Satuan
Data
FP
BEI, Bapepam-LK QI:2000 - QII:2010
Triwulan Juta Rp
PDB
BPS
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Milyar Rp
KURS
BI
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Ribuan Rp
LIBOR
BI
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Persen
MS
BI
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Milyar Rp
INFLASI
Departemen
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Persen
Perdagangan
NET
BPS
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Triliun Rp
PMDN
BKPM
QI:2000 - QII:2010
Triwulan Milyar Rp
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
kuantitatif untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi
portofolio asing di Indonesia. Secara deskriptif digunakan untuk menganalisis
dinamika investasi portofolio asing serta perannya bagi pembangunan perekonomian
Indonesia. Analisis data penelitian adalah menggunakan Error Correction Model
(ECM) dengan bantuan Software E-Views 6.1 dan Microsoft Excel 2007. Error
Correction Model (ECM) merupakan pendekatan yang diyakini dapat menguji apakah
spesifikasi model empirik yang digunakan valid atau berdasarkan Error Correction
Term (UT). Metode ECM dapat menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan
jangka panjang serta mengkaji konsisten tidaknya model dengan teori ekonomi.
Evaluasi model dilakukan untuk tidak melanggar asumsi-asumsi dasar yaitu:
autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas serta normalitas.
Spesifikasi model faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi
portofolio asing di Indonesia sebagai berikut:
DFPt = β1 DPDBt + β2 DKURSt + β3 DLIBORt + β4 DMSt + β5 DINFLASIt + β6
DNETt + β7 DPMDNt + β8dK + γUt-1 + et
3.1
Koefisien yang diharapkan: β1>0, β2<0, β3>0, β4<0, β5<0, β6>0, β7>0, β8>0, -1<γ<0
Dimana:
DFPt
= Pembelian saham oleh investor asing (Foreign Purchase) pada
periode t (juta rupiah)
DPDBt
= Produk Domestik Bruto pada periode t (milyar rupiah)
DKURSt
= Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada periode t (Rp/USD)
36 DLIBORt
= Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate pada
periode t (persen)
DMSt
= Jumlah uang beredar pada periode t (milyar rupiah)
DINFLASIt
= Inflasi pada periode t (persen)
DNETt
= Jumlah net ekspor pada periode t (triliun rupiah)
DPMDNt
= Penanaman Modal Dalam Negeri pada periode t (milyar rupiah)
dK
= Dummy Krisis
0 : sebelum krisis minyak dunia tahun 2005
1 : setelah krisis minyak dunia tahun 2005
γ
= Error Correction Term atau UT
Ut
= DFPt - β0 - β1 DPDBt + β2 DKURSt + β3 DLIBORt + β4 DMSt + β5
DINFLASIt + β6 DNETt + β7 DPMDNt + β8dK
3.3. Analisis Time Series
Data yang digunakan masih stasioner atau tidak dapat diketahui dengan
melakukan uji Unit Root Test, yaitu dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller
Test (ADF) atau melalui nilai probabilitas (Prob*). Selanjutnya adalah melakukan uji
derajat integrasi serta uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan jangka
panjang di antara variabel-variabel yang digunakan, kemudian diteruskan dengan
koreksi kesalahan dengan menggunakan ECM. Langkah-langkah ECM adalah
sebagai berikut:
3.3.1. Uji Stasioner (Unit Root Test)
Uji stasioneritas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan dalam penelitian memiliki pola yang stasioner atau stabil. Apabila
37 ditemukan data yang tidak memiliki sifat tersebut maka hasil analisis model regresi
tidak menunjukkan sifat-sifat yang valid. Ada tidaknya unit root dapat diketahui
dengan menggunakan ADF (Augmented-Dicky Fuller) pada program E-Views 6.1.
Data dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih kecil dari Mackinnon
Critical Value. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0
= data tidak stasioner (mengandung unit root)
H1
= data stasioner (tidak mengandung unit root)
Penolakan H0 menunjukkan bahwa data yang dianalisis adalah stasioner.
Variabel dikatakan tidak stasioner jika terdapat hubungan antara variabel tersebut
dengan waktu atau trend sehingga sering menimbulkan masalah regresi lancung
(spurious regression), dimana hasil estimasi yang diperoleh dari model secara
statistik signifikan tetapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan teori ekonomi yang
ada (Widarjono, 2007). Setelah data diketahui tidak stasioner, langkah selanjutnya
adalah menggunakan uji derajat integrasi.
Perbedaan antara data time series yang stasioner dengan yang tidak adalah pada
data time series yang stasioner, dampak shock atau guncangan yang terjadi pada data
hanya bersifat sementara. Sejalan dengan waktu, dampak dari shock tersebut akan
berkurang dan data time series akan kembali ke long run mean yang berfluktuasi di
sekitar mean tersebut.
Selain dengan memperhatikan nilai ADF statistik, pengujian kestasioneran juga
dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai probabilitas (Prob*). Jika nilai
probabilitas (Prob*) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka data tersebut
38 tidak stasioner, tetapi jika nilainya lebih kecil dari taraf nyata maka data tersebut
stasioner.
3.3.2. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji root test sebagai
konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau 1(0).
Uji derajat integrasi dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang
digunakan tidak stasioner dan berapa kali variabel harus di-difference untuk
menghasilkan variabel yang stasioner. Pada uji ini, variabel yang diteliti di-difference
pada derajat tertentu sehingga semua variabel stasioner pada derajat yang sama
(Widarjono, 2007). Suatu variabel dikatakan stasioner pada first difference jika
setelah di-difference satu kali nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon.
3.3.3. Uji Kointegrasi
Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linear tersebut harus
stasioner. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
kestabilan jangka panjang dari variabel-variabel yang diamati. Dalam melihat uji
kointegrasi ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu uji kointegrasi EngleGranger (Engle-Granger Cointegration Test), Uji Kointegrasi Johansen (Johansen
Cointegration Test) dan uji Kointegrasi Durbin-Watson (Cointegration Regression
Durbin-Watson Test). Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger.
Hubungan kointegrasi hanya bisa dibentuk oleh variabel-variabel yang terintegrasi
pada derajat yang sama. Uji kointegrasi dapat dianggap sebagai tahap awal untuk
menghindari terjadinya regresi palsu.
39 Penggunaan uji Engle-Granger dilakukan pada persamaan tunggal dengan
menggunakan metode ADF yang terdiri dari dua tahap. Pertama, meregresikan
persamaan variabel dependen dengan variabel independen yang kemudian akan
didapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode
ADF yang menguji unit root terhadap residual dengan hipotesis uji unit root
sebelumnya. Jika H0 ditolak atau signifikan maka variabel residual adalah stasioner.
Artinya, meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner pada level, tetapi
dalam jangka panjang variabel-variabel cenderung menuju keseimbangan. Oleh
karena itu, kombinasi linear dari variabel-variabel ini disebut regresi kointegrasi dan
parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai
cointegrated parameter. Persamaan linear yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
FPt = β1 PDBt + β2 KURSt + β3 LIBORt + β4 MSt + β5 INFLASIt + β6 NETt + β7
PMDNt + β8dK + et
3.2
Koefisien yang diharapkan: β1>0, β2<0, β3>0, β4<0, β5<0, β6>0, β7>0, β8>0, -1<γ<0
Dimana:
DFPt
= Pembelian saham oleh investor asing (Foreign Purchase) pada
periode t (juta rupiah)
DPDBt
= Produk Domestik Bruto pada periode t (milyar rupiah)
DKURSt
= Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada periode t (Rp/USD)
DLIBORt
= Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate pada
periode t (persen)
DMSt
= Jumlah uang beredar pada periode t (milyar rupiah)
40 DINFLASIt
= Inflasi pada periode t (persen)
DNETt
= Jumlah net ekspor pada periode t (triliun rupiah)
DPMDNt
= Penanaman Modal Dalam Negeri pada periode t (milyar rupiah)
dK
= Dummy Krisis
0 : sebelum krisis minyak dunia tahun 2005
1 : setelah krisis minyak dunia tahun 2005
et
= variabel error periode t
3.4. Error Correction Model (ECM)
Widarjono (2007) menjelaskan bahwa Error Correction Model (ECM)
bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan
regresi palsu. Hal ini dikarenakan seluruh komponen pada tingkat variabel telah
dimasukkan ke dalam model, kemudian memasukkan semua bentuk kesalahan untuk
dikoreksi yaitu dengan mendaur ulang error yang terbentuk pada periode
sebelumnya. Munculnya Error Correction Model (ECM) adalah untuk mengatasi
perbedaan hasil estimasi antara jangka panjang dan jangka pendek. Persamaan jangka
pendek digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang digunakan
terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia (persamaan 3.3).
Hubungan yang terjadi antar variabel yang diduga dapat diwujudkan dalam
sebuah model. Suatu model dikatakan baik jika memenuhi kriteria ekonomi, kriteria
statistik dan kriteria ekonometrik. Kriteria ekonomi ditentukan oleh dasar-dasar
ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan
ekonomi, model yang diperoleh akan dievaluasi berdasarkan teori-teori ekonomi yang
ada. Kriteria statistik menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya
41 pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen. Sedangkan kriteria ekonometrika didasari asumsi-asumsi dari Ordinary
Least
Square
(OLS)
seperti
pengujian
autokorelasi,
heteroskedastisitas,
multikolinearitas dan normalitas. Jika uji-uji ekonometrika dipenuhi, maka koefisien
atau parameter yang diperoleh adalah penduga linear terbaik yang tidak bias (BLUE).
3.5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test)
3.5.1. Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan
linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut
ada, kita katakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda
sempurna (perfect multicolinearity). Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang
dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear di antara beberapa atau
semua variabel bebas dari model regresi dengan melihat koefisien korelasi antara
variabel eksogen dalam suatu matriks korelasi. Jika terdapat multikolinearitas maka
tidak mungkin dipertahankan asumsi bahwa semua variabel lain konstan ketika salah
satu variabel bebas berubah (Gujarati, 2003).
3.5.2. Heteroskedastisitas
Menurut Gujarati (2003), salah satu asumsi dari model regresi linear adalah
bahwa ragam sisaan (εt) sama atau homogen. Dengan pengertian lain,
Var(εi)=E(εi2)=σ2 untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam
model regresi. Asumsi ini disebut homoskedastisitas. Jika ragam sisaan tidak sama
atau Var(εi)≠ E(εi2) ≠ σ2 untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas
dalam model regresi, maka kita katakan ada masalah heteroskedastistas.
42 Akibat dari heteroskedastisitas adalah dugaan parameter koefisien regresi
dengan metode OLS tetap tidak bias, dan masih konsisten, tetapi standar error-nya
bias ke bawah. Selanjutnya, heteroskedastisitas juga dapat mengakibatkan penduga
OLS tidak efisien lagi. Pengujian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
heteroskedastisitas yaitu dengan uji White-Heteroskedasticity, Breusch-PaganGodfrey, Harvey. Apabila nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari taraf nyata maka tolak
H0 berarti terjadi heteroskedastisitas dalam model, sedangkan jika probabilitas
Obs*R-Squred lebih besar dari taraf nyata maka tidak terdapat heteroskedastisitas.
Hipotesis:
H0
:
ρ=0
H1
:
ρ≠0
3.5.3. Autokorelasi
Autokorelasi terjadi pada serangkaian data time series dimana unsur gangguan
pada suatu pengamatan secara sistematik tergantung pada unsur ganggguan pada
pengamatan yang lain. Autokorelasi akan memengaruhi efisiensi model dan
berdampak pada ketidakkonsistenan dan ketidakbiasan model. Rumusan dari adanya
autokorelasi dalam permodelan adalah sebagai berikut:
E(εi,εj)≠0
i≠j
Dimana: εi = unsur gangguan pengamatan i
εj = unsur gangguan pengamatan j
Uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah data yang diamati terjadi
autokorelasi atau tidak adalah uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Hipotesis yang digunakan dalam uji autokorelasi adalah sebagai berikut:
43 H0 : ρ = 0
H1 : ρ ≠ 0
Apabila probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata maka tidak
ditemukan autokorelasi pada model. Jika probabilitas Obs*R-Squared lebih kecil dari
taraf nyata maka ditemukan autokorelasi pada model (Gujarati, 2003).
3.5.4. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term mendekati
distribusi normal. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari tarif
nyata yang digunakan, maka model ECM tidak mempunyai masalah normalitas atau
error term terdistribusi normal (Widarjono, 2007).
Berikut ini adalah hipotesis yang digunakan untuk mendeteksi masalah
normalitas pada model. Jika terima H0 maka model tidak mengalami masalah
normalitas.
Hipotesis:
H0 : error term terdistribusi normal
H1 : error term tidak terdistribusi normal
3.6. Uji Statistik
3.6.1. Uji Determinasi (R2)
Uji determinasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi
dalam memprediksi nilai variabel terikat. Semakin dekat nilai R2 dengan satu maka
semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji
determinasi dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini:
R2 =
JKR
JKT
44 Dimana: R2 = Koefisien determinasi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKT = Jumlah Kuadrat Tengah
3.6.2. Uji F-Statistik
Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah model penduga yang
diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.
Hipotesis:
H0
: β1 = β2 = β3 = … = βi = 0
H1 : minimal ada satu βi ≠ 0
Kriteria uji: Probability f-statistic > taraf nyata (α) maka terima H0
Probability f-statistic < taraf nyata (α) maka tolak H0
Jika tolak H0 minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat sehingga model layak digunakan.
3.7. Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Foreign Purchase merupakan nilai pembelian saham oleh investor asing di
pasar modal Indonesia.
2.
Produk Domestik Bruto riil merupakan pendapatan nasional yang diukur
berdasarkan harga tahun dasar (konstan) dan dapat berubah jika kuantitas
output nasional berubah. Produk Domestik Bruto dalam penelitian ini
merupakan catatan Produk Domestik Bruto menurut lapangan usaha atas dasar
harga konstan 2000.
45 3.
Kurs rupiah terhadap dollar AS secara riil diperoleh dari Indeks Harga
Konsumen AS tahun dasar 2000 dibagi Indeks Harga Konsumen Indonesia
tahun dasar 2000, kemudian dikalikan dengan nilai tukar nominal rupiah
terhadap dollar AS. Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat
diperoleh dari International Financial Statistics (IFS). Dollar Amerika Serikat
dipilih karena USD merupakan hard currency yang paling stabil dan paling
diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara.
4.
London Interbank Offered Rate digunakan secara luas sebagai suatu kurs
referensi untuk suatu instrumen keuangan seperti pada swap suku bunga.
LIBOR dalam penelitian menggambarkan suku bunga deposito USD triwulan.
LIBOR riil diperoleh dengan mengurangkan LIBOR nominal dengan tingkat
inflasi domestik.
5.
Jumlah uang beredar (money supply) merupakan akumulasi jumlah uang yang
beredar di masyarakat Indonesia. Jumlah uang beredar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jumlah uang beredar luas (M2). Jumlah uang beredar luas
adalah penjumlahan uang beredar sempit (M1), uang kuasi, uang kartal dan
uang digital. Uang beredar luas (M2) tersebut telah dicatat dan dipublikasikan
oleh Bank Indonesia.
6.
Inflasi merupakan keadaan ekonomi yang menunjukkan kenaikan harga
barang dan jasa secara umum serta berlangsung secara terus-menerus di
Indonesia, satuannya dalam bentuk persen.
46 7.
Net ekspor merupakan selisih nilai ekspor dengan nilai impor. Net ekspor
diperoleh dalam bentuk bulanan, namun dikonversi menjadi triwulan dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007.
8.
Data Penanaman Modal Dalam Negeri yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri. Berdasarkan UU
No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PMDN adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh pananam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri. Data realisasi investasi PMDN merupakan
nilai investasi yang benar-benar dilaksanakan dari jumlah dana yang diajukan
penanam modal dan disetujui oleh pemerintah.
9.
Dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy krisis, yaitu
krisis minyak dunia tahun 2005. Krisis tahun 2005 diduga berpengaruh kuat
terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia.
47 IV. KEBIJAKAN DAN DINAMIKA INVESTASI PORTOFOLIO ASING
4.1. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1912-1989
Kegiatan investasi portofolio asing dalam pasar modal telah dikenal di
Indonesia sejak zaman kolonial. Pasar Modal Indonesia bermula dari “Vereniging
voor de Effecten Handel” yang didirikan di Batavia (Jakarta saat ini) tanggal 14
Desember 1912, kemudian diikuti berdirinya bursa efek di Surabaya tanggal 11
Januari 1925 dan di Semarang tanggal 1 Agustus 1925. Efek yang diperdagangkan
terdiri dari saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda di Indonesia dan
sertifikat saham Amerika yang dikeluarkan Kantor Administrasi di Belanda.
Pada tanggal 10 Mei 1940, ketiga pasar modal tersebut terpaksa ditutup
karena situasi Negeri Belanda yang sedang kacau akibat serangan Jerman di awal
Perang Dunia II. Kebanyakan saham Belanda dan saham Indonesia dimiliki oleh
orang-orang Jerman sehingga semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang
ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali
pada tahun 1952, tetapi aktivitas investasi portofolio asing jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya semakin menurun mengingat tekanan sistem ekonomi terpimpin
yang merusak kekuatan pasar aset di Indonesia waktu itu. Selain itu, suku bunga atau
dividen yang diterapkan di bursa efek jauh lebih rendah dibanding suku bunga di
pasaran bebas sebesar 15 persen per bulan (Putro, 1978).
Adanya gejolak politik dan ekonomi di Indonesia telah menimbulkan
peningkatan risiko dalam portofolio saham. Pada awal kemerdekaan, sebagian
pialang di kota-kota mendatangi tempat praktek dokter sebagai orang terpercaya
untuk menawarkan saham, tetapi baru pada Agustus 1977 penjualan saham mulai
dilakukan di Bursa Efek Jakarta oleh perusahaan-perusahaan yang sebagian besar
menjual sahamnya untuk mengakomodasi Undang-Undang Penanaman Modal Asing
(UU PMA) yang mensyaratkan partisipasi nasional dalam perusahaan asing (Sjahrir,
1992).
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya
Undang-Undang No. 1 tahun 1967 yang kemudian disempurnakan dalam UndangUndang No. 11 Tahun 1970. Undang-undang tersebut dikeluarkan untuk mendorong
partisipasi investor asing dalam upaya pembangunan perekonomian Indonesia
khususnya dalam pembangunan pasar modal yang ditujukan sebagai sumber
pendanaan bagi masyarakat atau perusahaan. Undang-undang tersebut diciptakan
untuk membuka kembali ketertutupan pemerintah Indonesia sebelumnya yang
melarang campur tangan asing dalam urusan perekonomian nasional. UndangUndang PMA sebagai bentuk deregulasi memberikan keringanan perpajakan bagi
investor untuk mengimpor barang-barang modal.
Adanya paket Desember 1987 merupakan awal dari aktivitas dan dinamika
pasar modal Indonesia. Dalam paket tersebut terbuka peluang bagi investor asing
dengan syarat partisipasi maksimum 49 persen dari saham. Paket 27 Oktober 1988
dan Paket Desember 1988 semakin membuka insentif bagi kegiatan di pasar modal
dengan memberlakukan equal treatment dividen dengan bunga deposito yang
sama-sama dipajak sebagai faktor penting bagi investor asing. Paket Desember
memberi kesempatan bagi perusahaan untuk mendaftarkan seluruh saham di bursa
saham (Putro, 1978).
49 Deregulasi 1987 dan 1988 telah membuka kesempatan bagi investor asing
dalam menentukan harga portofolio saham, dilihat dari sisi permintaan. Tabel 4.1
menunjukkan perkembangan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta
periode 1977-1988.
Tabel 4.1. Perkembangan Transaksi Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta
Periode 1977-1988
Tahun
Hari
Penjualan
Penjualan
Transaksi per
Transaksi
(Saham)
(Juta Rp)
Hari (Juta Rp)
1977
98
14.577
153,1
1,6
1978
250
13.451
218,5
0,9
1979
249
119.310
1.333,5
5,4
1980
251
1.656.290
5.733,4
22,8
1981
254
2.891.290
7.651,7
30,1
1982
249
5.018.526
12.624,8
50,7
1983
250
3.505.748
10.107,6
40,4
1984
246
1.218.833
2.139,0
8,7
9185
244
1.610.914
3.206,4
13,1
9186
247
1.428.288
1.816,0
7,3
1987
246
2.523.674
5.184,3
21,4
1988
251
6.944.592
557.020,8
121,9
Sumber: Usman dalam Sjahrir (1992)
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa transaksi saham yang berlangsung selama
tahun 1988 merupakan penjualan saham terbesar sejak pemberlakuan UndangUndang PMA untuk periode 12 tahun. Pada saat itu, terdapat sekitar lusinan Country
Funds yang bergerak mencari saham di Indonesia dan tercatat 557,02 milyar rupiah
dana-dana asing yang ditanam dalam bentuk saham di pasar modal Indonesia.
Menurut Putro (1978), keberhasilan pemerintah untuk menekan inflasi dari 650
persen di tahun 1966 menjadi 24,75 persen di tahun 1969 mampu meningkatkan
penjualan saham kepada pemodal asing sehingga dalam Tabel 4.1 terlihat
peningkatan pertumbuhan penjualan saham sejak tahun 1977.
50 Iklim ekonomi yang telah membaik serta ditunjang dengan kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan pemerintah di bidang PMA telah
pula merupakan daya tarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia dalam berbagai sektor kegiatan. Indonesia telah memperoleh kepercayaan
dunia yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan sampai
September 1988 oleh Institute Investment Guide bahwa dari 112 negara di dunia yang
disurvei, Indonesia berada pada peringkat 43, Malaysia ke-32, Thailand ke-31 dan
Singapura ke-16. Sedangkan untuk kalangan Asia Pasifik, Indonesia berada pada
peringkat ke-12 (Djamin, 1989).
Menurut Sjahrir (1992), persoalan utama dalam perkembangan investasi
portofolio saham di Indonesia adalah jumlah perusahaan tetap masih terlalu sedikit
untuk dapat diperbandingkan dalam satu jenis industri. Sementara itu, proses
masuknya perusahaan yang akan go public ke pasar modal semakin mendapat sorotan
yang tajam. Persepsi yang ditampilkan adalah terlalu mudah perusahaan memperoleh
clearance untuk go public. Trigger dari pendapat itu adalah kasus PT. Indocement
yang mendapat izin khusus untuk go public, kendati ia tidak berhasil mendapat laba
dalam dua tahun terakhir sebagaimana disyaratkan oleh Bapepam-LK untuk masuk
bursa utama.
Investasi portofolio asing semakin dibutuhkan keberadaannya setelah
pemerintah Indonesia melihat keberhasilan negara lain dalam pemanfaatan dana-dana
asing untuk pembangunan, seperti perkembangan perekonomian Korea Selatan yang
awalnya ditopang oleh besarnya aliran investasi asing. Tanggal 16 September 1989,
pemerintah
mengeluarkan
Keputusan
51 Menteri
Keuangan
Nomor
1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar
Modal. Kebijakan tersebut menandai awal diperbolehkannya investor asing untuk
membeli saham yang tercatat di bursa efek, kecuali untuk saham yang diemisikan
oleh bank swasta. Pemodal asing dalam peraturan ini didefinisikan sebagai
perorangan Warga Negara Asing, Badan Hukum Asing dan Pemerintah Asing serta
bagian-bagiannya.
4.2. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1990-2010
Kebijakan investasi portofolio asing di Indonesia telah memasuki dunia
liberalisasi sehubungan dengan situasi rendahnya ketersediaan modal untuk
membiayai pembangunan domestik. Di sisi lain, aliran investasi portofolio asing
memberikan peluang dalam pengembangan perekonomian menuju kondisi yang lebih
baik. Oleh karena itu, pemerintah melakukan deregulasi investasi portofolio asing
pada tahun 1989 yang memperbolehkan investor asing memiliki 100 persen saham
perusahaan. Alasan utama pemerintah melakukan kebijakan ini karena terdapat iklim
persaingan investasi dari negara-negara lain, seperti China, India dan Vietnam.
500
450
400
350
300
250
kumulatif
200
per tahun
150
100
50
0
Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah
Gambar 4.1. Jumlah Emisi Saham di Indonesia Periode 1990-2010
52 Deregulasi tahun 1989 merupakan awal dari peningkatan emisi saham di
Indonesia. Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan emisi saham yang mengalami
kenaikan pertumbuhan kumulatif sejak tahun 1990 sampai 2010. Deregulasi yang
memperbolehkan pemodal asing membeli saham listed mampu meningkatkan jumlah
emiten di Indonesia. Emiten terbesar sebanyak 65 issuer terjadi pada tahun 1990
yang mengindikasikan respon investor terhadap deregulasi pemerintah tahun 1989,
sedangkan emiten terkecil sebanyak 3 issuer terjadi pada tahun 1998 yang
dipengaruhi oleh terjadinya krisis moneter di wilayah Asia.
Pada tanggal 4 September 1997, KMK Nomor 1055/KMK.013/1989
mengenai Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal akhirnya
dicabut dengan dikeluarkannya KMK Nomor 455/KMK.01/1997. Undang-Undang
terbaru tidak memberikan batasan atas pembelian saham oleh pemodal asing melalui
pasar modal dan bursa efek. Deregulasi melalui liberalisasi ini membuat return pasar
atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia meningkat dari
200 pada tahun 1989 menjadi 2745,8 pada tahun 2007 (Bapepam-LK, 2008).
Undang-undang tahun 1997 tersebut ditujukan untuk mencegah penurunan
investasi asing pada pasar modal Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi. Jumlah
portofolio asing yang tumbuh sejak deregulasi 1989 mengalami penurunan pada saat
terjadi Krisis Asia Timur tahun 1997 yang berdampak negatif pada harga aset-aset
finansial di Indonesia. Tingginya hot money dan peningkatan risk aversion telah
mengurangi Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purcase) atas aset-aset portofolio.
Pasca krisis 1997, investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia mulai tumbuh
kembali setelah pemerintah memberikan keyakinan atas masalah risiko melalui
53 manajemen moneter tahun 1998-1999. Aliran investasi portofolio dalam bentuk
Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) di pasar modal Indonesia meningkat
dan mencapai puncak pada tahun 2004 sebesar 18,8 triliun rupiah sebelum terjadinya
krisis investasi portofolio asing di Indonesia pada tahun 2005 (Gambar 4.2).
-14.8
-16.4
-20
-15
3.7
2.5
2010:Q1
2009:Q3
2009:Q1
2008:Q3
2008:Q1
2007:Q3
2007:Q1
2006:Q3
2006:Q1
2005:Q3
2005:Q1
2004:Q3
2004:Q1
2003:Q3
2003:Q1
2002:Q3
2002:Q1
2001:Q3
2001:Q1
2000:Q3
-0.4
-10
-5
0.1
5.2
5.4
5.3
11.4
2.3
4.8
6.1
0.2
3.3
5.7
3.7
3.1
4.8
1.5
0.1
0.2
7.7
8.1
7.7
3.2
3.7
11.7
11.6
6.4
5.9
5.1
1.9
0.4
0.5
2.8
0.3
0.8
0.6
0.2
0.2
0.8
0
5
10
15
Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah
Gambar 4.2. Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) Periode 2000-2010
Tingginya harga minyak dunia yang mencapai level di atas USD 70 per barel
pada bulan Agustus 2005, laju inflasi yang besar mencapai 11 persen, memburuknya
perekonomian Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh badai Katrina, serta depresiasi
rupiah sejak pertengahan tahun 2005 turut berpengaruh terhadap kinerja pasar modal
54 yang sempat mencapai level terendah sebesar 994,770 pada 29 Agustus 2005
(Bapepam-LK, 2005). Hal tersebut mengakibatkan penurunan pembelian bersih asing
ke Indonesia dalam jumlah sebesar Rp.15,4 triliun. Penurunan tersebut diakibatkan
oleh besarnya penarikan dana jika dibandingkan dengan jumlah pembelian saham
oleh asing, tetapi secara nominal jumlah pembelian saham oleh asing pada tahun
2005 merupakan nilai terbesar daripada tahun-tahun sebelumnya (Gambar 4.3). Krisis
minyak dunia tahun 2005 secara relatif justru mendorong peningkatan investasi
portofolio asing di Indonesia, menjelang akhir tahun perkembangan pasar modal
kembali menguat sejalan dengan timbulnya sikap optimisme pasar atas perekonomian
Indonesia yang kembali membaik berkenaan dengan adanya kebijakan Presiden yang
melakukan resuffle kabinetnya. Terbukti bahwa investasi portofolio asing tercatat
meningkat sebesar Rp.15,3 triliun dari tahun 2006 sampai tahun 2007.
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah
Gambar 4.3. Pembelian Saham Oleh Asing (Foreign Purchase) Periode
I:2000 sampai II:2010
55 Nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia kembali mengalami
penurunan pada tahun 2008 karena krisis finansial global turut menjadi faktor risiko
bagi pembelian saham sehingga aliran investasi portofolio asing menurun. Fluktuasi
perekonomian nasional dan dunia memengaruhi pertumbuhan investasi portofolio
asing di Indonesia, namun secara kumulatif nilainya meningkat dengan pertumbuhan
positif nilai riil investasi portofolio asing rata-rata kuartal sebesar 57,33 persen
selama periode penelitian.
2500
Rp. triliun
2019.3
1988.3
2000
1500
1249
1076.4
1000
801.2
679.9
500
460.3
259.6 239.2 268.4
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber: Bapepam-LK (2009), diolah
Gambar 4.4. Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia
Pada tahun 2009 terdapat 13 perusahaan yang melakukan Penawaran Umum
perdana saham. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar 24 persen dibandingkan
tahun sebelumnya yang jumlahnya adalah 17 perusahaan. Penurunan nilai emisi
saham tahun 2009 antara lain disebabkan oleh dampak krisis ekonomi global yang
masih terasa pada kuartal pertama tahun 2009. Setelah berlalunya krisis
56 tersebut, Emiten dan Perusahaan Publik cenderung lebih fokus mempertahankan
kelangsungan operasionalnya (Bapepam-LK, 2009).
Tabel 4.2. Komposisi Kepemilikan Asing yang Tercatat di KSEI
Jenis Pemegang Saham
Nilai (Rp miliar)
Persentase
Corporate
120.409,57
Individual
2.368,17
Mutual Fund
94.567,23
Securities Company
48.449,69
Insurance
1.970,75
Pension Fund
16.286,94
Financial Institution
382.175,14
Fondation
1.064,28
Others
248.092,77
Total
915.092,77
8,73
0,17
6,86
3,51
0,14
1,18
27,72
0,08
18,00
66,40
Sumber: Bapepam-LK, 2010
Tabel 4.2
menjelaskan bahwa secara kuantitatif, pemodal asing yang
melakukan investasi portofolio di Indonesia yang mendominasi adalah berbentuk
lembaga keuangan sebesar 27,72 persen dan lembaga modal lainnya sebesar 18
persen. Jasa keuangan merupakan sektor utama yang menjadi tujuan penanaman
modal investor asing di Indonesia karena terkait dengan aset-aset finansial yang
diperdagangkan di pasar modal Bursa Efek Indonesia. Jumlah negara sebagai
pemodal asing yang tercatat menanamkan investasi pada pasar modal Indonesia
terdiri dari 39 negara dan empat pemerintahan asing. Ke- 39 negara tersebut adalah
Australia, Austria, Belgia, Brunei Darussalam, Kanada, China, Denmark, Finlandia,
Perancis, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Yordania, Kuwait, Luxembourg,
Malaysia, Mauritius (termasuk Maurities Hold Min 20%), Mongolia, Belanda,
Selandia Baru, Norwegia, Philipina, Polandia, Seychelles, Singapura, Slovakia,
Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Suriah, Taiwan, Thailand, Arab Emirates,
57 Inggris, Amerika Serikat dan Uzbekistan. Sementara itu, pemerintahan negara asing
yang tercatat juga memiliki saham di Indonesia adalah Pemerintah Korea, Pemerintah
Singapura, Pemerintah Uni Emirat Arab, dan Pemerintah Kuwait.
Asal negara terbanyak pemodal asing di pasar modal Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan 420 rekening yang tercatat di KSEI atau sekitar 9,05% dari
4.640 total rekening pemodal asing. Negara selanjutnya yang cukup besar jumlah
rekening pemodal asingnya adalah Inggris, Luxemberg, Jepang dan Kanada, dengan
jumlah pemodal masing-masing sebanyak 125 rekening (2,69%), 116 rekening
(2,50%), 95 (2,05%), dan 91 rekening (1,96%). Sementara itu, klasifikasi asal negara
yang belum jelas dan dikelompokan menjadi Bank Foreign, Individual-Foreign dan
Institution-Foreign masih mendominasi catatan KSEI dengan 3.442 rekening atau
sekitar 74,18%. Sebagian pemodal asing tersebut ingin turut mengendalikan
perusahaan, dan sebagian besar umumnya hanya ingin mendapatkan keuntungan baik
dalam bentuk dividen maupun dalam bentuk capital gain di pasar sekunder.
58 5.1.1. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test)
5.1.1.1. Uji Autokorelasi
Keberadaan autokorelasi diuji dengan menggunakan Breusch Godfrey Serial
Correlation LM Test. Adanya korelasi dapat dilihat dengan membandingkan nilai
probabilitas Obs*R-Squared pada Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test
dengan taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen.
Tabel 5.1. Hasil Uji Autokorelasi
Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-Statistic
1,830553
Probability
Obs*R-Squared
4,436282
Probability
0,1772
0,1088
Sumber: Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 5.1, dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah
autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Obs*R-Squared pada
Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test sebesar 0,1088 yang lebih besar dari
taraf nyata 10 persen.
5.1.1.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah HarveyHeteroscedasticity Test. Jika nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf
nyata 10 persen, maka persamaan jangka panjang tidak memiliki masalah
heteroskedastisitas.
Tabel 5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroscedasticity Test: Harvey
F-Statistic
0,996330
Obs*R-Squared
8,170895
Sumber: Lampiran 1
60 Probability
Probability
0,4571
0,4170
Nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,4170. Nilai ini lebih besar
dibandingkan taraf nyata 10 persen. Dari kedua pernyataan ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model.
5.1.1.3. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi
normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan bantuan Histogram-Normality Test. Pada
Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera adalah sebesar
0,003718. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari taraf nyata sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa model yang digunakan belum terdistribusi secara normal. Hal ini
mungkin diakibatkan karena observasi time series terhadap data masih memiliki
banyak kekurangan dan ketidak-akuratan data.
9
Series: UT
Sample 2000Q1 2010Q2
Observations 42
8
7
6
5
4
3
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
11.63462
11.58741
13.05141
9.026029
0.837133
-0.924214
4.725454
Jarque-Bera
Probability
11.18929
0.003718
2
1
0
9
10
11
12
13
Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas
5.1.1.4. Uji Multikolinearitas
Uji yang terakhir dilakukan pada penelitian ini adalah uji multikolinearitas.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaaan hubungan yang erat di antara
61 variabel-variabel bebas. Uji Klein menyebutkan bila korelasi antara masing-masing
variabel bebas tersebut tidak lebih besar dari R-Squared pada model, maka dalam
persamaan tidak terdapat masalah multikolinearitas.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.3, terdapat korelasi antar peubah bebas yang
lebih besar daripada nilai R-Squared pada model estimasi persamaan jangka panjang
yaitu 0.667081. Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah
multikolinearitas pada model.
Tabel 5.3. Hasil Uji Multikolinearitas
LNFP
INFLASI
LIBOR
LNKURS
LNMS
LNPDB
LNPMDN
LNFP
-0,00739
INFLASI
1
-0,70955 0,23421 0,23837
LNKURS
1
LNMS
0,43144 -0,23174 -0,24645 -0,552717
LNPDB
0.72390 -0,20870 -0,25303 -0,91425 0,74467
LNPMDN
0,17779 0,13010 0,14322 -0,13292 0,20399 0,09573
DUMMY
DUMMY
1
0,01968 -0,06291
LIBOR
NET
NET
1
-0,51749 0,09430 0,53417
1
1
0,62449 -0,62277 -0,77904
0,66598 -0,02948 0,07364 -0,78907 0,63914 0,87345
1
0,03865
1
0,20320 -0,54744
1
Sumber: Lampiran 1
Masalah multikolinearitas dapat dilihat pada nilai korelasi antara variabel
PDB dengan KURS, MS, NET dan DUMMY KMD serta nilai korelasi antara
variabel DUMMY KMD dengan KURS yang lebih besar dari 0,667081. Keberadaan
multikolinearitas menyebabkan analisis ECM tidak dapat dilanjutkan untuk
sementara. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan penggunaan metode Principal
Component Analysis (PCA) untuk mencegah multikolinearitas yang terjadi pada data
penelitian. Analisis regresi dengan PCA mampu menghilangkan multikolinearitas
pada variabel-variabel bebas.
62 Neter dalam Ulpah (2006) menyebutkan bahwa nilai VIF akan semakin besar
jika terdapat korelasi yang semakin besar di antara peubah-peubah bebas. VIF yang
lebih besar dari 10 dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kolinearitas. Hasil
analisis PCA pada data penelitian ini, seperti dalam Lampiran 5, menunjukkan bahwa
tidak terdapat nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang lebih besar dari 10,
sehingga dengan demikian metode ECM dapat dilanjutkan dengan menggunakan
nilai residual (UT) dari analisis PCA untuk melihat signifikansi variabel independen
terhadap variabel dependen dalam jangka pendek.
5.1.2. Kestasioneran Data
Dalam metode analisis Error Correction Model (ECM), langkah pertama
yang dilakukan adalah menguji kestasioneran data (unit root test) dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller. Unit Root Test dimaksudkan untuk
mengetahui sifat dan kecenderungan data yang dianalisis, apakah data tersebut
memiliki pola yang stabil (stasioner) atau tidak. Suatu variabel dikatakan tidak
memiliki unit root dan stasioner pada taraf nyata tertentu apabila nilai t-statistik ADF
lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon. Selain itu, kestasinoneran ini juga dapat
dibuktikan melalui nilai probabilitas (prob*) dari semua variabel tersebut yang lebih
kecil dari taraf nyata yang digunakan (α=10 persen).
Pada Tabel 5.4 diperlihatkan hasil uji unit root pada kesembilan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini. Pada level, terdapat tujuh variabel yang tidak
stasioner, yaitu: FP, PDB, KURS, LIBOR, MS, NET, dan DUMMY KMD. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai probabilitas dari variabel-variabel tersebut yang lebih besar
dari taraf nyata (α=10 persen) atau Prob* > 10 persen. Oleh karena terdapat beberapa
63 variabel yang tidak stasioner pada level maka dibutuhkan pengujian kestasioneran
pada tingkat first difference.
Tabel 5.4. Hasil Uji Unit Root Pada Level
Variabel
FP
Nilai
ADF
-1,860679
Nilai Kritis McKinnon
1 persen
5 persen
10 persen
-3,600987
-2,935001
-2,605836
Probabilitas
PDB
2,225658
-3,621023
-2,943427
-2,610263
0,9999
KURS
-0,937241
-3,600987
-2,935001
-2,605836
0,7661
LIBOR
-1,824696
-3,600987
-2,935001
-2,605836
0,3637
MS
0,874399
-3,600987
-2,935001
-2,605836
0,9941
INFLASI
NET
-5,748888
-1,892444
-3,600987
-3,600987
-2,935001
-2,935001
-2,605836
-2,605836
0,0000
0,3325
-5,185082
PMDN
-0,927700
DUMMY
KMD
Sumber: Lampiran 2
-3,605593
-3,605593
-3,605593
-2,936942
-2,606857
-2,606857
0,0001
0,7693
0,3470
Keterangan
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
Stasioner
Tidak
Stasioner
Stasioner
Tidak
Stasioner
Pada first difference, semua variabel sudah stasioner. Hal ini diperlihatkan
pada Tabel 5.5. Kestasioneran ini tampak dari nilai ADF masing-masing variabel
yang lebih kecil dari nilai kritis McKinnon pada taraf nyata 10 persen. Selain itu,
kestasioneritasan ini juga dapat ditunjukkan dari nilai probabilitas (prob*) semua
variabel lebih kecil dari taraf nyata (α=10 persen).
Tabel 5.5. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference
Variabel
Nilai ADF
-6,477035
FP
-32,71333
PDB
-8,537192
KURS
-6,499047
LIBOR
-6,927490
MS
-5,748888
INFLASI
-6,394222
NET
-5,185082
PMDN
DUMMY KMD -6,324555
Sumber: Lampiran 2
Nilai Kritis McKinnon
1 persen
5 persen
10 persen
-3,610453
-2,938987
-2,607932
-3,621023
-2,943427
-2,610263
-3,605593
-2,936942
-2,606857
-3,605593
-2,936942
-2,606857
-3,605593
-2,936942
-2,606857
-3,600987
-2,935001
-2,605836
-3,605593
-2,936942
-2,606857
-3,605593
-3,605593
-2,606857
-3,605593
-2,936942
-2,606857
64 Prob
Keterangan
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Berdasarkan Tabel 5.5,
maka data pada penelitian ini (baik variabel
independen maupun variabel dependen) telah memenuhi syarat untuk melanjutkan
metode analisis ECM.
5.2. Uji Kointegrasi dan Hasil Persamaan Jangka Panjang
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel
yang tidak stasioner. Jika seluruh variabel lolos dari uji akar unit atau uji derajat
integrasi, maka langkah selanjutnya dalam pengujian validasi data deret waktu adalah
melakukan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan berkointegrasi bila masingmasing variabel random tersebut merupakan random walk (tidak stasioner), tetapi
kombinasi linear antara dua variabel tersebut merupakan time series yang stasioner.
Pengujian kointegrasi bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antar variabel yang diamati, seperti
yang diharapkan pada teori ekonomi. Tahap awal uji kointegrasi Engle-Granger
adalah meregresi persamaan dan mendapatkan nilai residual dari regresi tersebut.
Tabel 5.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio
Asing dalam Jangka Panjang
Peubah
Koefisien
t-hitung
PDB
KURS
LIBOR
MS
INFLASI
NET
PMDN
DUMMY KMD
Sumber: Lampiran 5, diolah.
1,29850
-0,97999
0,04582
1,95320
-0,05754
-4,91620
0,23687
0,48777
46,90509*
-37,89835*
0,70117
83,99646*
-7,08350*
-129,28375*
4,19175*
12,46383*
Tabel 5.6 memperlihatkan hasil estimasi persamaan jangka panjang dengan
metode Principal Component Analysis (PCA). Persamaan yang diregresikan adalah
65 persamaan PCA, karena di awal analisis telah disebutkan bahwa terdapat masalah
multikolinearitas dalam data penelitian sehingga regresi persamaan ECM awal tidak
dapat dipakai untuk mengestimasi signifikansi jangka panjang dan jangka pendek.
Semua variabel penelitian kecuali LIBOR memberi pengaruh signifikan terhadap
perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini dapat
dilihat dari nilai mutlak t-statistik semua peubah bebas yang lebih besar dari nilai
t-tabel taraf nyata 10 persen, yakni 1,645 (signifikansi peubah ditandai dengan *).
Setelah meregresikan persamaan jangka panjang, langkah selanjutnya adalah
menguji akar-akar unit dari variabel residual (UT) persamaan PCA dengan
menggunakan metode ADF Statistic.
Tabel 5.7. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Regresi
Variabel
UT
Nilai
ADF
-3,144549
Nilai Kritis McKinnon
1 persen
5 persen
10 persen
-3,600987
-2,935001
-2,605836
Probabilitas
0.0310
Keterangan
Stasioner
Sumber: Lampiran 5
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai residual (UT) persamaan perubahan
integrasi portofolio asing di Indonesia sudah stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat
dari nilai probabilitas (prob*) yang lebih kecil dari taraf nyata (α=10 persen). Selain
itu, kestasioneritasan ini juga dapat ditunjukkan dari nilai ADF Statistic yang lebih
kecil dari nilai McKinnon. Hasil uji stasioneritas terhadap residual semakin
menguatkan bahwa di antara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi
atau terjadi keseimbangan jangka panjang antar variabel yang diamati sehingga
perumusan ECM dapat dilanjutkan.
66 5.3. Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek)
Metode Error Correction Model (ECM) digunakan untuk melihat perilaku
jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika residual (UT).
Jika UT signifikan maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi jangka pendek yang
diamati bersifat valid.
Pada persamaan jangka pendek, variabel-variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia adalah
DLIBOR, DINFLASI dan DNET.
Nilai koefisien Error Correction Term (UT)
sebesar -0.439 menunjukkan bahwa disekuilibrium sebelumnya terkoreksi pada
periode sekarang sebesar 0,439 persen. ECT (UT) menunjukkan seberapa cepat
ekuilibrium tercapai kembali ke dalam keseimbangan jangka panjang.
Tabel 5.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio
Asing dalam Jangka Pendek
Variabel
Koefisien
Probabilitas
C
PDB
KURS
LIBOR
MS
INFLASI
NET
PMDN
DUMMY KMD
UT
R-Squared
Adjusted R-Squared
Durbin-Watson Stat
Sumber: Lampiran 5
5,130173
-5,061284
-2,723138
0,404112
7,685046
0,504453
-30,03150
-0,034914
0,429553
-0,439356
0,400831
0,226879
1,730097
0,0032
0,2950
0,2367
0,0468
0,1742
0,0370
0,0239
0,7996
0,5453
0,0028
Berdasarkan hasil estimasi jangka pendek (Tabel 5.8) dan jangka panjang
(Tabel 5.6), maka dapat dihasilkan analisis sebagai berikut:
67 1.
Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) signifikan positif dalam jangka panjang tetapi
tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan investasi
portofolio asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang
dilakukan oleh Harni (2004) dan Ralhan (2006) yang menyatakan bahwa besarnya
Produk Domestik Bruto suatu negara akan memengaruhi keinginan investor asing
untuk menanamkam modalnya di negara tersebut. Dalam jangka panjang, kenaikan
Produk Domestik Bruto sebesar Rp.1,000 milyar akan meningkatkan investasi
portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.1,299 juta, cateris paribus.
Tabel 5.9. Pertumbuhan Ekonomi Dunia (Persen)
Negara
00
01 02
03
04
Negara Industri Maju
3,9 1,2 1,6 2,1 3,6
Amerika Serikat
3,7 0,8 1,9 3,0 4,3
Kawasan Euro
3,5 1,6 0,8 0,5 2,2
Jepang
2,8 0,4 -0,3 2,5 4,4
NIEs
7,9 1,1 5,0 3,0 5,5
Negara Berkembang
5,9 4,0 4,8 6,1 7,7
Afrika
2,9 4,0 3,5 4,3 4,5
Amerika Latin
3,9 0,5 -0,1 1,8 4,6
Asia
6,7 5,5 6,6 7,7 7,6
Indonesia
4,9 3,5 3,7 4,1 4,8
05
2,5
3,1
1,7
1,9
4,7
7,5
5,7
4,7
9,2
5,7
06
2,9
2,7
2,9
2,0
5,6
8,1
6,1
5,6
9,8
5,5
07
2,6
2,1
2,7
2,3
5,7
8,0
6,3
5,7
10,0
6,3
08
1,5
0,4
0,7
-0,7
1,5
6,9
5,2
4,2
8,4
6,1
Sumber: Bank Indonesia (2009)
Produk Domestik Bruto yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu indikator positif bagi investor untuk menanamkan modal,
khususnya di pasar finansial. Pertumbuhan ekonomi yang baik mengindikasikan
aktivitas perekonomian yang aktif, mendorong perputaran uang dan peluang laba
yang semakin besar sehingga meningkatkan investor confidence terhadap kondisi
pasar modal.
68 Dalam
jangka
pendek,
pertumbuhan
ekonomi
tidak
sepenuhnya
menggambarkan perubahan total kondisi semua sektor perekonomian. Stabilisasi
perekonomian memiliki kepekaan yang besar terhadap kondisi pasar. Pertumbuhan
ekonomi belum mencakup perkembangan semua bidang secara progresif, misalkan
pertumbuhan sektor keuangan sebesar 9,7 persen pada tahun 2008 lebih rendah
daripada pertumbuhan sektor komunikasi sebesar 12,8 persen, tetapi dalam jangka
panjang pertumbuhan sektor komunikasi di Indonesia jauh lebih rendah dibanding
dengan pertumbuhan sektor keuangan. Rata-rata pertumbuhan sektor keuangan di
Indonesia sejak tahun 2004 sampai 2009 sebesar 79,1 persen, sedangkan sektor
komunikasi hanya sebesar 0,28 persen.
Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam periode penelitian ini menunjukkan tren yang meningkat. Indonesia
merupakan emerging market yang tumbuh positif pada saat terjadi krisis minyak
dunia tahun 2005 maupun krisis finansial global tahun 2008. Hal inilah yang menjadi
salah satu faktor yang mendorong masuknya modal asing ke Indonesia dalam bentuk
portofolio asing.
2.
Kurs Mata Uang Rp-USD (KURS)
Kurs mata uang Rp-USD signifikan negatif dalam jangka panjang tetapi tidak
berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan investasi portofolio
asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menduga bahwa
depresiasi rupiah terhadap dollar AS berhubungan negatif terhadap perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia. Dalam jangka panjang, depresiasi nilai rupiah
69 terhadap dollar AS sebesar Rp.1.000 akan menurunkan investasi portofolio asing di
Indonesia sebesar Rp.0,980 juta, cateris paribus.
Sejak Indonesia melakukan sistem nilai tukar mengambang (floating
exchange rate), nilai tukar rupiah sering mengalami tekanan depresiasi disertai
volatilitas yang sangat tinggi (large swing). Teori moneter menyebutkan bahwa
pelemahan nilai tukar akan memengaruhi perkembangan permintaan dan penawaran
agregat, output dan harga dalam jangka pendek. Depresiasi rupiah yang meningkat
akan memengaruhi nilai riil keuntungan investor atas modal yang ditanamkan.
Keadaan tersebut mendorong peningkatan keengganan asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia karena dinilai akan mengurangi tingkat keuntungan dalam
jangka panjang.
3.
London Interbank Offered Rate (LIBOR)
Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate (LIBOR) signifikan
dalam jangka pendek, namun tidak signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai
dengan hipotesis dan penelitian Dewi (2005) tetapi bertentangan dengan penelitian
Ralhan (2006) yang menggunakan data tahun 1970-1994 dan menyatakan bahwa
suku bunga LIBOR tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kapitalisasi
asing di pasar modal delapan negara: Australia, India, Indonesia, Argentina, Brazil,
Chili, Kolumbia dan Meksiko.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan suku bunga
internasional LIBOR sebesar satu persen akan meningkatkan investasi portofolio
asing di Indonesia sebesar Rp.0,404 juta dalam jangka pendek, cateris paribus.
Selama periode penelitian, terdapat positive appreciation bagi investor asing untuk
70 menanamkan modal di Indonesia mengingat bahwa tingkat suku bunga domestik
selalu berada di atas tingkat suku bunga dunia (Gambar 5.2). Indonesia merupakan
negara dengan perekonomian terbuka kecil, sehingga Bank Indonesia tidak dapat
memengaruhi besarnya perubahan tingkat suku bunga dunia. Misalkan, pada saat
krisis minyak dunia tahun 2005, upaya menjaga nilai tukar rupiah dan menahan laju
inflasi mendorong Bank Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan uang ketat melalui
peningkatan tingkat suku bunga yang mencapai 12,75 persen (SBI 1 Bulan), tetapi
peningkatan ini jauh lebih besar dibanding dengan peningkatan suku bunga LIBOR,
sehingga mendorong investor asing untuk membeli aset-aset finansial di pasar modal
Indonesia.
14
12
10
8
6
4
2
0
Juli 2005
Juli 2006
Juli 2007
BI Rate
Juli 2008
Juli 2009
Juli 2010
LIBOR
Sumber: Bank Indonesia (2010), diolah
Gambar 5.2. BI Rate dan LIBOR Periode Juli 2005-Juli 2010
Berdasarkan teori paritas suku bunga, peningkatan suku bunga domestik akan
menyebabkan terjadinya capital inflow. Selain itu, faktor risiko bisnis diluar variabel
ekonomi juga turut memengaruhi tingginya tingkat suku bunga di Indonesia. Gejolak
politik, lingkungan administrasi pemerintahan, kondisi sosial, pertahanan dan
71 keamanan merupakan faktor-faktor lain yang memengaruhi kebijakan penetapan suku
bunga.
4.
Jumlah Uang Beredar (MS)
Jumlah uang beredar (money supply) di Indonesia yang memiliki pola
meningkat dari tahun ke tahun berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan
investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah
uang beredar sebesar Rp.1,000 milyar, akan meningkatkan investasi portofolio asing
di Indonesia sebesar Rp.1,953 juta, cateris paribus. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini berbeda dengan hipotesis yang menduga bahwa peningkatan jumlah
uang beredar akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia
karena dapat mendorong inflasi dalam jangka panjang.
Perbedaan ini dapat dianalisis melalui deskriptif data riil yang menunjukkan
bahwa dalam periode penelitian I:2000 sampai II:2010, jumlah uang beredar di
Indonesia dan jumlah nilai pembelian asing terhadap saham (Foreign Purchase) di
Bursa Efek Indonesia sama-sama memiliki tren yang meningkat. Peningkatan jumlah
uang beredar selama periode penelitian tidak secara kuat mendorong kenaikan inflasi,
sehingga investasi portofolio asing tumbuh meningkat. Gambar 5.2 memperlihatkan
bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia tidak mendorong kenaikan
inflasi secara proporsional. Selama periode penelitian, terdapat korelasi negatif antara
pertumbuhan jumlah uang beredar dengan inflasi sebesar -0,23 (Lampiran 1).
72 MS
9,000
8,500
8,000
7,500
7,000
6,500
6,000
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
Sumber: Bank Indonesia (2010), diolah
a. Jumlah Uang Beredar Riil
INFLASI
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
Sumber: Departemen Perdagangan (2010), diolah
b. Inflasi Bulanan
Gambar 5.3. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Bulanan Periode
I:2000 s.d. II:2010
Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan investor asing yang
menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia adalah adanya pengumuman dari
IMF dalam Public Information Notices (PINs) yang menganggap bahwa kebijakan
nilai tukar yang fleksibel sudah cukup efektif di Indonesia. Keefektifan tersebut
didukung oleh upaya pemerintah untuk mencegah pengaruh inflasi yang tinggi
73 terhadap stabilitas perekonomian nasional akibat pengaruh situasi global. Selain itu,
data Bank Indonesia (2009) memperlihatkan bahwa peningkatan belanja pemerintah,
konsumsi nasional dan realisasi FDI di Indonesia mendorong pertumbuhan
perekonomian pada pasar barang yang kemudian diimbangi oleh peningkatan jumlah
uang beredar sehingga tingkat suku bunga dan pendapatan nasional Indonesia
meningkat. Faktor-faktor demikian menjadi stimulus bagi investor asing untuk
berinvestasi di Indonesia.
5.
Inflasi
Pengaruh fluktuasi inflasi signifikan negatif terhadap perubahan investasi
portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang, tetapi signifikan positif dalam
jangka pendek. Dalam jangka panjang, peningkatan inflasi sebesar satu persen akan
menurunkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,058 juta, cateris
paribus. Dalam jangka pendek, peningkatan inflasi sebesar satu persen akan
menaikkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,504 juta.
Pertumbuhan inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh ketidakstabilan
perekonomian dunia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepekaan yang
tinggi terhadap guncangan krisis dunia. Krisis Asia Timur tahun 1997 memengaruhi
inflasi di Indonesia karena depresiasi rupiah mendorong kenaikan harga domestik.
Krisis minyak dunia tahun 2005 mendorong kenaikan inflasi di Indonesia sebelum
adanya kebijakan pemerintah Indonesia atas Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kemudian, inflasi yang diakibatkan oleh krisis finansial global tahun 2008
memengaruhi aliran investasi portofolio asing karena tingkat profit dari penanaman
modal di Indonesia menjadi berkurang oleh lemahnya aktivitas perekonomian yang
74 didukung oleh adanya sentimen negatif atas aset finansial di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Berdasarkan teori pendekatan moneter, peningkatan dalam pertumbuhan
jumlah uang beredar akan mendepresiasikan nilai tukar Rp-USD. Depresiasi
menjadinya pemicu terjadinya perubahan inflasi dan selanjutnya akan memperkuat
pengaruh negatif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia.
Teori paritas suku bunga menjelaskan bahwa depresiasi nilai tukar akan
menyebabkan peningkatan perbedaan suku bunga sehingga dapat mengurangi aliran
investasi portofolio karena capital outflow.
Pada kenyataannya, inflasi jangka pendek justru mendorong masuknya modal
asing selama periode penelitian. Teori portofolio Markowitz dalam Pudjiastuti (2002)
menjelaskan bahwa inflasi merupakan bagian dari ketidakpastian lingkungan bisnis
sehingga mendorong spekulan untuk mendiversifikasikan asetnya di beberapa negara
yang berbeda. Inflasi yang berbeda-beda antar negara memberikan peluang profit atas
fluktuasi harga saham, sehingga investor asing dengan mudah dapat menanamkan
modal dan menariknya kembali dengan cepat jika terdapat guncangan di negara
pengimpor modal tersebut.
6.
Net Ekspor (NET)
Net ekspor signifikan negatif dalam jangka panjang maupun jangka pendek
terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Peningkatan net ekspor
sebesar Rp.1,000 triliun akan menurunkan investasi portofolio asing di Indonesia
sebesar Rp.4,916 juta dalam jangka panjang, cateris paribus. Dalam jangka pendek,
perubahan net ekspor sebesar Rp.1,000 triliun akan menurunkan investasi portofolio
75 asing sebesar Rp.30,031 juta. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sangat
berbeda dengan hipotesis penelitian.
Berdasarkan teori, ketika suatu negara mengalami surplus dalam transaksi
berjalan, maka akan menambah posisi bersih cadangan internasional negara tersebut.
Akibatnya mata uang negara tersebut akan mengalami apresiasi nilai tukar sehingga
mengarah pada peningkatan investasi portofolio asing. Selain itu, menurut Ralhan
(2006), kegiatan ekspor yang meningkat akan memperbesar ukuran keterbukaan
ekonomi suatu negara (degree of openness of the economy) yang dapat memengaruhi
peningkatan ketertarikan investor asing dalam memperbesar investasi di pasar modal
negara tersebut.
Pada kenyataannya, dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek
periode penelitian , aliran uang di pasar barang lebih besar dalam pembiayaan eskpor,
sedangkan aktivitas di pasar modal berkurang akibat tekanan-tekanan perekonomian
dunia yang kurang stabil. Ketidakstabilan perekonomian dunia mengarah pada
penurunan pembelian saham, tetapi terjadi peningkatan aliran uang di pasar barang
untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat internasional. Penurunan Foreign
Purchase yang lebih besar daripada pendapatan ekspor berakibat pada penurunan
cadangan internasional atau devisa negara. Hal ini akan berdampak pada penurunan
nilai tukar rupiah sehingga investasi portofolio asing semakin menurun.
7.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) signifikan positif dalam jangka
panjang tetapi tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian
76 yang menduga bahwa peningkatan realisasi investasi domestik akan mendorong emisi
saham dan meningkatkan keaktifan perdagangan saham di pasar modal sehingga
dapat meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia. Peningkatan investasi
PMDN di Indonesia sebesar Rp.1,000 milyar akan meningkatkan investasi portofolio
asing sebesar Rp.0,237 juta , cateris paribus.
Pengaruh peningkatan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
terhadap peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia memerlukan waktu (time
gap). Waktu tersebut menggambarkan kondisi ekspansi usaha ke pasar modal oleh
pemodal domestik. Peningkatan investasi domestik juga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan indikator yang lebih baik bagi investor
asing untuk menanamakan modalnya di Indonesia. Pertumbuhan investasi domestik
yang mengarah pada perbaikan perekonomian akan mendorong keaktifan investor
asing dalam pasar saham. Pengusaha domestik akan terpenuhi kebutuhan dana
usahanya dengan aliran modal asing melalui pembelian saham, sedangkan investor
asing akan memperoleh profit dari modal yang ditanamkan di Indonesia.
8.
Krisis Minyak Dunia Tahun 2005 (DUMMY KMD)
Pengaruh variabel krisis minyak dunia tahun 2005 terhadap perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia tidak signifikan dalam jangka pendek tetapi
signifikan positif dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian.
Dummy krisis minyak dunia tahun 2005 memengaruhi investasi portofolio asing di
Indonesia sebesar Rp.0,488 juta, cateris paribus.
Pada kenyataannya, seorang investor memiliki orientasi ekonomi high riskhigh return. Krisis minyak dunia yang berpengaruh negatif bagi perekonomian
77 negara-negara maju mendorong investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia yang mempunyai pertumbuhan ekonomi positif. Negara Industri Maju
(NIM) mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1 persen, sedangkan
Indonesia tumbuh sebesar 0,9 persen pada saat krisis minyak dunia terjadi. Hal ini
menjadi salah satu pendorong investor asing pindah ke Indonesia dengan orientasi
profit penanaman modal yang lebih besar. Orientasi ini akan berlanjut dalam jangka
panjang mengingat bahwa tren tingkat keuntungan bisnis di beberapa negara
emerging market jauh lebih besar dibanding negara maju, tetapi resiko yang dihadapi
investor juga sangat besar.
Krisis minyak dunia tahun 2005 serta adanya dorongan negatif badai Katrina
di Amerika Serikat telah menaikkan harga minyak hingga mencapai level di atas
USD 70 per barel. Akibatnya, dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan
harga minyak tersebut meningkatkan inflasi di Indonesia mencapai 18 persen sampai
akhir tahun 2005. Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di
bawah angka 10 persen dengan dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi pemerintah untuk
harga BBM tersebut. Kenaikan inflasi dunia yang terus terjadi tidak menurunkan
keinginan investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Adanya sikap tegas
dari pemerintah melalui kebijakan BBM dan resuffle kabinet dengan cepat
memulihkan krisis yang terjadi, sehingga krisis tahun 2005 tidak membawa dampak
negatif yang berkepanjangan di tahun-tahun berikutnya.
Harga minyak di luar negeri yang belum turun sampai tahun 2006 juga
sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke
78 V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Model persamaaan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam penelitian ini
diolah dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) pada software
E-Views 6.1. Metode ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Error Correction Model (ECM) menganalisis keabsahan model
berdasarkan error correction term (UT). Principal Component Analysis (PCA)
digunakan dalam penelitian ini karena terdapat pelanggaran asumsi klasik pada data
penelitian. PCA akan menghasilkan residual data yang kemudian diregresi kembali
sehingga menghasilkan error correction term yang signifikan dan membuat ECM
valid untuk penelitian ini.
5.1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing
Variabel-variabel independen yang digunakan sebagai penduga untuk melihat
pengaruhnya terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia adalah
Produk Domestik Bruto (PDB), kurs mata uang Rp-USD (KURS), London Interbank
Offered Rate (LIBOR), jumlah uang beredar (MS), tingkat inflasi (INFLASI), net
ekspor (NET), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan dummy krisis minyak
dunia tahun 2005 (DUMMY KMD).
Penentuan sebuah model menuju ECM mengharuskan diadakan Diagnostic
Test terhadap estimasi OLS. Diagnostic Test dalam penelitian ini dilakukan sebagai
syarat terpenuhinya asumsi BLUE sehingga metode ECM dapat diakui keabsahannya.
wilayah Libanon Selatan. Sedangkan di Indonesia, penurunan tingkat inflasi pada
pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi aktivitas pasar
modal. Kecenderungan ini mendapatkan respon dari kalangan dunia usaha dan
masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus
2006 sehingga membawa dampak positif bagi peningkatan investasi portofolio asing
di Indonesia hingga tahun-tahun berikutnya.
79 VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi perubahan
investasi portofolio asing di Indonesia, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Investasi portofolio asing di Indonesia meningkat secara kumulatif dengan
nilai Foreign Purchase yang tumbuh positif. Pertumbuhan nilai riil
investasi portofolio asing rata-rata kuartal meningkat sebesar 57,33 persen
selama periode I:2000-II:2010. Pertumbuhan investasi portofolio asing
terbesar berada pada sektor jasa keuangan. Negara dengan penanaman
investasi portofolio terbesar di Indonesia adalah Amerika Serikat (9,05%),
Inggris (2,69 %), Luxemburg (2,50%), Jepang (2,05%) dan Kanada
(1,96%).
2.
Perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang
secara signifikan dipengaruhi oleh Produk Domestik Bruto (+), nilai tukar
rupiah-USD (-),
jumlah uang beredar (+), inflasi (-), net ekspor (-),
Penanaman Modal Dalam Negeri (+) dan dummy krisis minyak dunia
tahun 2005 (+). Dalam jangka pendek, perubahan investasi portofolio
asing secara signifikan hanya dipengaruhi oleh London Interbank Offered
Rate (+), inflasi (+) dan net ekspor (-).
6.2. Saran
Adapun implikasi yang merupakan saran alternatif kebijakan bagi otoritas
moneter dalam upaya perbaikan sektor permodalan di Indonesia, yaitu:
1.
Bank Indonesia harus dapat menjaga kestabilan kurs dan tingkat suku
bunga melalui kebijakan moneter dan program Inflation Targetting.
2.
Perlu diadakan promosi realisasi PMDN secara luas di Indonesia untuk
mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto sehingga investor
confidence terhadap pasar modal Indonesia semakin baik.
3.
Peningkatkan
pengawasan
pasar
modal
harus
dilakukan
dengan
memberlakukan perundangan-undangan dan penetapan sanksi secara ketat
mengingat adanya ancaman mobilitas modal bagi pasar modal Indonesia
masih tergolong sebagai emerging market.
81 DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, L., Klapper, L dan Wysocki, P. 2003.. “Portfolio Preferences of Foreign
Institutional Investors”. Georgetown University, Washington.
Badan Pusat Statistik. 2009. Laporan Tahunan Badan Pusat Statistik 2009. Jakarta.
Bank Indonesia. 2000. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2000. Jakarta.
Bank Indonesia. 2002. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2002. Jakarta.
Bank Indonesia. 2004. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2004. Jakarta.
Bank Indonesia. 2009. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2009. Jakarta.
Bank Indonesia. 2010. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2010. Jakarta.
Bapepam-LK. 2001. Statistik Mingguan Pasar Modal 2001. Jakarta.
Bapepam-LK. 2002. Statistik Mingguan Pasar Modal 2002. Jakarta.
Bapepam-LK. 2003. Statistik Mingguan Pasar Modal 2003. Jakarta.
Bapepam-LK. 2004. Statistik Mingguan Pasar Modal 2004. Jakarta.
Bapepam-LK. 2005. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2005. Jakarta.
Bapepam-LK. 2005. Statistik Mingguan Pasar Modal 2005. Jakarta.
Bapepam-LK. 2006. Statistik Mingguan Pasar Modal 2006. Jakarta.
Bapepam-LK. 2007. Statistik Mingguan Pasar Modal 2007. Jakarta.
Bapepam-LK. 2008. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2008. Jakarta.
Bapepam-LK. 2008. Statistik Mingguan Pasar Modal 2008. Jakarta.
Bapepam-LK. 2009. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2009. Jakarta.
Bapepam-LK. 2009. Statistik Mingguan Pasar Modal 2009. Jakarta.
Bapepam-LK. 2010. Statistik Mingguan Pasar Modal 2010. Jakarta.
Bartram, S. M. dan Dufey, G. 2001. “International Portfolio Investment: Theory,
Evidence, and Institutional Framework”. Maastricht University, Maastricht.
Batiz, FL Rivera. dan Luiz A. 1994. “International Finance and Open Economy
Macroeconomics 2nd Edition”. McMillan Publishing Company, New York.
Bursa Efek Indonesia. 2009. Laporan Tahunan Bursa Efek Indonesia 2009. Jakarta.
Dewi, K. A. 2005. Pengaruh Aliran Investasi Portofolio Di Indonesia Terhadap
Perubahan Nilai Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djamin, Z. 1989. “Perekonomian Indonesia”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Dumairy, M. A. 1996. “Perekonomian Indonesia”. Jakarta. Erlangga.
Evans, K. 2002. “Foreign portfolio and direct investment: Complementarity,
Differences and Integration”. Paper in Global Forum on International
Investment OECD, Shanghai.
Gujarati, D. N. 2003. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z [penerjemah] Gunawan H
[editor]. Terjemahan dari Basic Econometrics 4th Edition. Erlangga, Jakarta.
Harni, R. 2004. Analisis Pengaruh Suku Bunga, PDB dan Investasi Asing Langsung
Terhadap Investasi Swasta Indonesia 1970-2004 [tesis]. Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Nurmawan I [penerjemah] Sumiharti Y
[editor]. Terjemahan dari Macroeconomics 4th edition. Erlangga, Jakarta.
Mishkin, F. S. 2001. “The Economics of Money, Banking and Financial Markets”.
Columbia University, New York.
Pudjiastuti, A. 2002. Penentuan Portofolio Optimal Dan Rasionalitas Investor Valuta
Asing di Indonesia [tesis]. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Putro, S. S. 1978. “Beberapa Pandangan Pengembangan Pasar Modal”. PT.
Danareksa, Jakarta.
Ralhan, M. 2006. “Determinants of Capital Flows: A Cross Country Analysis”.
University of Victoria, Ottawa.
Sjahrir. 1992. “Analisis Ekonomi Indonesia”. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tim, Bapepam-LK. 2008. “Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Serta
Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan
Pergerakan IHSG Di Pasar Modal Indonesia”. Bapepam-LK, Jakarta.
83 Tim, Bapepam-LK. 2008. “Identifikasi Pemodal Asing di Pasar Modal Indonesia”.
Bapepam-LK, Jakarta.
Tim, Bapepam-LK. 2008. “Pengaruh Transaksi Asing Terhadap Neraca Pembayaran
Indonesia”. Bapepam-LK, Jakarta.
Todaro, M. P. dan Smith, S. C. 2004. “Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga”.
Erlangga, Jakarta.
Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression).
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
UNCTAD. 2006. “World Investment Report 2006”. United Nation, New York.
Walpole, R. E. 1982. “Pengantar Statistika”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Warjiyo, P. 2004. “Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar”. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Jakarta.
Wibisono, H. H. 2005. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Kinerja
Pasar Modal pada Bursa Efek Jakarta [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widarjono, A. 2007. “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis”.
Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.
84 LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Uji Asumsi Klasik (Diagnostic Test)
•
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
•
1.830553
4.436282
Prob. F(2,31)
Prob. Chi-Square(2)
0.1772
0.1088
Prob. F(8,33)
Prob. Chi-Square(8)
Prob. Chi-Square(8)
0.4571
0.4170
0.3337
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Harvey
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
•
0.996330
8.170895
9.102895
Uji Normalitas
9
Series: UT
Sample 2000Q1 2010Q2
Observations 42
8
7
6
5
4
3
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
11.63462
11.58741
13.05141
9.026029
0.837133
-0.924214
4.725454
Jarque-Bera
Probability
11.18929
0.003718
2
1
0
9
10
11
12
13
•
Uji Multikolinearitas
Covariance Analysis: Ordinary
Date: 02/14/11 Time: 18:37
Sample: 2000Q1 2010Q2
Included observations: 42
Correlation
Probability
LNFP
LNFP
1.000000
-----
INFLASI
LIBOR
LNKURS
INFLASI
-0.007391
0.9629
1.000000
-----
LIBOR
0.019683
0.9015
-0.062918
0.6922
1.000000
-----
LNKURS
-0.709551
0.0000
0.234219
0.1354
0.238370
0.1285
1.000000
-----
LNMS
0.431448
0.0043
-0.231740
0.1398
-0.246453
0.1156
-0.552717
0.0001
1.000000
-----
LNPDB
0.723904
0.0000
-0.208707
0.1847
-0.253039
0.1059
-0.914252
0.0000
0.744678
0.0000
1.000000
-----
LNPMDN
0.177793
0.2600
0.130104
0.4115
0.143224
0.3655
-0.132925
0.4014
0.203993
0.1950
0.095733
0.5465
1.000000
-----
NET
-0.517496
0.0004
0.094307
0.5525
0.534176
0.0003
0.624499
0.0000
-0.622776
0.0000
-0.779043
0.0000
0.038653
0.8080
1.000000
-----
DUMMY
0.665985
0.0000
-0.029482
0.8530
0.073644
0.6430
-0.789070
0.0000
0.639145
0.0000
0.873459
0.0000
0.203207
0.1968
-0.547449
0.0002
86 LNMS
LNPDB
LNPMDN
NET
DUMMY
1.000000
-----
Lampiran 2
Hasil Uji Kestasioneran Data (Unit Root Test)
Null Hypothesis: LNFP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.860679
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.3470
t-Statistic
Prob.*
-6.477035
-3.610453
-2.938987
-2.607932
0.0000
t-Statistic
Prob.*
2.225658
-3.621023
-2.943427
-2.610263
0.9999
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNFP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PDB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
87 Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.636906
-3.621023
-2.943427
-2.610263
0.4541
t-Statistic
Prob.*
-32.71333
-3.621023
-2.943427
-2.610263
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-0.937241
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.7661
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: KURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
88 Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.537192
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.824696
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.3637
t-Statistic
Prob.*
-6.499047
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LIBOR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LIBOR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
89 Null Hypothesis: MS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
0.874399
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.9941
t-Statistic
Prob.*
-6.927490
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-5.748888
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(MS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
90 Null Hypothesis: NET has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.892444
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.3325
t-Statistic
Prob.*
-6.394222
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-5.185082
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NET) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PMDN has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
91 Null Hypothesis: DUMMY has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.927700
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.7693
t-Statistic
Prob.*
-6.324555
-3.605593
-2.936942
-2.606857
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(DUMMY) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
92 Lampiran 3
Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang
Dependent Variable: LNFP
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 18:33
Sample: 2000Q1 2010Q2
Included observations: 42
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI
LIBOR
LNKURS
LNMS
LNPDB
LNPMDN
NET
DUMMY
C
0.612147
0.287048
-2.124859
-1.028768
7.558209
0.112448
-9.495476
-1.336284
-59.13852
0.293861
0.108493
1.872831
2.126045
3.374250
0.153427
10.76991
0.684831
52.91917
2.083115
2.645778
-1.134570
-0.483888
2.239967
0.732908
-0.881667
-1.951262
-1.117525
0.0451
0.0124
0.2647
0.6317
0.0319
0.4688
0.3843
0.0596
0.2718
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
•
0.667081
0.586373
0.768317
19.48026
-43.46180
8.265391
0.000004
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
11.63462
1.194637
2.498181
2.870539
2.634665
1.383898
Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
93 t-Statistic
Prob.*
-4.664428
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.0005
Lampiran 4
Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek - Error Correction Model (ECM)
Dependent Variable: D(LNFP)
Method: Least Squares
Date: 02/14/11 Time: 18:34
Sample (adjusted): 2000Q2 2010Q2
Included observations: 41 after adjustments
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INFLASI)
D(LIBOR)
D(LNKURS)
D(LNMS)
D(LNPDB)
D(LNPMDN)
D(NET)
D(DUMMY)
RESID01(-1)
C
0.617591
0.361938
-3.146461
5.141916
-3.272444
-0.058964
-26.15133
0.040522
-0.602216
0.014943
0.244102
0.127254
2.214889
7.105007
4.135288
0.089470
12.59956
0.190747
0.341001
0.142092
2.530057
2.844223
-1.420595
0.723703
-0.791346
-0.659037
-2.075574
0.212437
-1.766024
0.105161
0.0167
0.0078
0.1654
0.4747
0.4348
0.5147
0.0463
0.8332
0.0872
0.9169
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.452281
0.293266
0.612057
11.61302
-32.31686
2.844263
0.014512
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
94 0.033867
0.728054
2.064237
2.482182
2.216429
1.642971
Lampiran 5
PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)
Regression Analysis: LNFP versus LNPDB, LNKURS, ...
The regression equation is
LNFP = - 59.1 + 7.56 LNPDB - 2.12 LNKURS + 0.287 LIBOR - 1.03 LNMS
+ 0.612 INFLASI - 9.5 NET + 0.112 LNPMDN - 1.34 D
Predictor
Constant
LNPDB
LNKURS
LIBOR
LNMS
INFLASI
NET
LNPMDN
D
Coef
-59.14
7.558
-2.125
0.2870
-1.029
0.6121
-9.50
0.1124
-1.3363
S = 0.768317
SE Coef
63.14
4.458
2.012
0.1008
2.563
0.2745
13.85
0.1930
0.7490
R-Sq = 66.7%
T
-0.94
1.70
-1.06
2.85
-0.40
2.23
-0.69
0.58
-1.78
P
0.356
0.099
0.299
0.007
0.691
0.033
0.498
0.564
0.084
VIF
34.8
11.3
2.7
3.7
1.6
4.8
1.3
10.0
R-Sq(adj) = 58.6%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
LNPDB
LNKURS
LIBOR
LNMS
INFLASI
NET
LNPMDN
D
DF
1
1
1
1
1
1
1
1
DF
8
33
41
SS
39.0332
19.4803
58.5135
MS
4.8792
0.5903
F
8.27
P
0.000
Seq SS
30.6632
0.8118
2.6256
0.5471
1.7376
0.6347
0.1344
1.8789
Unusual Observations
Obs
13
14
24
LNPDB
12.9
12.9
13.0
LNFP
8.210
8.618
12.064
Fit
10.498
10.638
12.436
SE Fit
0.256
0.273
0.658
Residual
-2.289
-2.020
-0.372
St Resid
-3.16R
-2.81R
-0.94 X
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.38390
Data dan standarisasi:
95 LNFP LNPDB LNKURS LIBOR LNMS NET LNPMDN D 11.40641 12.74506 8.944681 5.8 8.819252 0.31 0.078496 4.379591 0 11.19005 12.73924 9.052652 5.99 8.836887 0.63 0.081448 4.025511 0 10.55366 12.78069 9.073355 6.12 8.833501 0.58 0.07356 3.923594 0 10.87142 12.76787 9.124598 5.23 8.842897 1.47 0.053829 3.182296 0 10.33402 12.78301 9.144991 4.67 8.852814 0.7 0.05246 3.468127 0 10.02936 12.79534 9.269765 3.08 8.876248 1.09 0.053775 3.090273 0 10.08327 12.81453 9.037578 2.62 8.818953 0.85 0.064504 2.915107 0 10.47809 12.78336 9.11585 0.79 8.852878 1.34 0.053849 2.723189 0 10.14906 12.8176 9.037682 0.74 8.819975 1.16 0.050276 2.436348 0 9.882226 12.8366 8.922474 1.64 8.808418 0.29 0.058619 2.66246 0 9.940226 12.86855 8.915763 1.29 8.818872 0.54 0.053217 4.016525 0 10.63101 12.82913 8.898649 0.4 8.811146 1.17 0.043224 2.862627 0 8.20979 12.86552 8.869097 1.07 8.794599 0.26 0.050866 2.726624 0 8.618228 12.88568 8.814531 1.08 8.80636 0.15 0.057525 2.82858 0 11.76448 12.91314 8.818464 0.69 8.815744 0.41 0.054344 2.751596 0 11.96743 12.87441 8.800824 0.29 8.834409 0.83 0.049326 3.753038 0 12.23288 12.90569 8.748278 0.8 8.761939 0.3 0.033165 4.037664 0 12.02685 12.92862 8.811646 0.55 8.763782 0.78 0.040599 1.557837 0 11.8153 12.95714 8.818381 1.56 8.784592 0.17 0.046999 1.962926 0 12.36063 12.94355 8.799224 1.47 8.798879 0.83 0.0467 3.56032 0 12.59049 12.96363 8.79462 1.77 8.776549 1.06 0.040088 3.364773 0 12.33777 12.98568 8.82025 2.92 8.796032 0.35 0.037408 3.027168 0 12.48891 13.01388 8.868435 3.1 8.837263 0.67 0.04025 3.231603 1 12.0639 12.99336 8.761408 1.01 8.789683 3.32 0.050721 4.647492 1 11.99826 13.01363 8.667016 4.1 8.782413 0.66 0.049686 3.821514 1 12.30368 13.03383 8.66246 4.92 8.804707 0.29 0.047944 2.665603 1 12.09313 13.07087 8.659947 5.04 8.825804 0.39 0.052691 1.891334 1 12.16262 13.05216 8.62884 4.58 8.866267 0.8 0.062349 3.781237 1 12.19426 13.07242 8.617235 4.72 8.857168 0.63 0.051136 4.249118 1 12.55265 13.09893 8.617955 5.26 8.882448 0.06 0.051856 4.316774 1 12.74243 13.13613 8.632136 4.68 8.922759 0.76 0.045572 3.117798 1 12.90201 13.10894 8.624592 4.28 8.95821 0.69 0.051082 2.286977 1 12.83005 13.13271 8.590687 2.14 8.936054 1.12 0.019112 3.084215 1 12.86048 13.15999 8.58223 1.77 8.931249 0.99 0.005627 2.883833 1 12.57429 13.19673 8.536037 1.95 8.915761 0.95 0.003386 3.337094 1 12.49145 13.16033 8.703607 2.53 8.979505 0.18 0.007694 3.137959 1 11.58722 13.17698 8.720646 1.07 9.001319 0.12 0.0105 3.59309 1 12.7667 13.2 8.621578 0.8 9.023472 ‐0.05 0.020367 3.681033 1 12.64356 13.23748 8.562642 ‐0.28 9.03761 0.69 0.013363 3.778239 1 12.62222 13.2132 8.510501 0.11 9.067059 0.16 0.032661 3.698519 1 12.50862 13.23232 8.480919 ‐0.07 9.059404 0.33 0.023007 3.318128 1 12.79497 13.26007 8.459373 ‐0.03 9.08977 0.47 0.01643 4.090089 1 96 Inflasi LNFP Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 11.41 ‐1.51 0.78 1.72 ‐0.55 ‐0.66 1.84 1.56 ‐0.94 11.19 ‐1.54 1.32 1.82 ‐0.36 ‐0.09 1.99 1.06 ‐0.94 10.55 ‐1.28 1.42 1.88 ‐0.39 ‐0.18 1.58 0.91 ‐0.94 10.87 ‐1.36 1.68 1.43 ‐0.29 1.42 0.54 ‐0.14 ‐0.94 10.33 ‐1.27 1.78 1.14 ‐0.18 0.04 0.47 0.26 ‐0.94 10.03 ‐1.19 2.40 0.33 0.08 0.74 0.54 ‐0.27 ‐0.94 10.08 ‐1.07 1.24 0.09 ‐0.56 0.31 1.10 ‐0.52 ‐0.94 10.48 ‐1.27 1.63 ‐0.84 ‐0.18 1.18 0.54 ‐0.80 ‐0.94 10.15 ‐1.05 1.24 ‐0.87 ‐0.54 0.86 0.35 ‐1.20 ‐0.94 9.88 ‐0.93 0.67 ‐0.41 ‐0.67 ‐0.70 0.79 ‐0.88 ‐0.94 9.94 ‐0.73 0.63 ‐0.58 ‐0.56 ‐0.25 0.51 1.04 ‐0.94 10.63 ‐0.98 0.55 ‐1.04 ‐0.64 0.88 ‐0.02 ‐0.60 ‐0.94 8.21 ‐0.75 0.40 ‐0.70 ‐0.83 ‐0.75 0.38 ‐0.79 ‐0.94 8.62 ‐0.62 0.13 ‐0.69 ‐0.70 ‐0.95 0.73 ‐0.65 ‐0.94 11.76 ‐0.45 0.15 ‐0.89 ‐0.59 ‐0.48 0.57 ‐0.76 ‐0.94 11.97 ‐0.69 0.06 ‐1.09 ‐0.38 0.27 0.30 0.67 ‐0.94 12.23 ‐0.50 ‐0.20 ‐0.83 ‐1.19 ‐0.68 ‐0.55 1.07 ‐0.94 12.03 ‐0.35 0.11 ‐0.96 ‐1.17 0.18 ‐0.16 ‐2.45 ‐0.94 11.82 ‐0.17 0.15 ‐0.45 ‐0.94 ‐0.91 0.18 ‐1.88 ‐0.94 12.36 ‐0.26 0.05 ‐0.49 ‐0.78 0.27 0.16 0.40 ‐0.94 12.59 ‐0.13 0.03 ‐0.34 ‐1.03 0.68 ‐0.18 0.12 ‐0.94 12.34 0.01 0.16 0.25 ‐0.81 ‐0.59 ‐0.32 ‐0.36 ‐0.94 12.49 0.19 0.40 0.34 ‐0.35 ‐0.02 ‐0.17 ‐0.07 1.04 12.06 0.06 ‐0.14 ‐0.73 ‐0.88 4.73 0.38 1.94 1.04 12.00 0.18 ‐0.61 0.85 ‐0.96 ‐0.03 0.32 0.77 1.04 12.30 0.31 ‐0.63 1.27 ‐0.71 ‐0.70 0.23 ‐0.88 1.04 12.09 0.54 ‐0.65 1.33 ‐0.48 ‐0.52 0.48 ‐1.98 1.04 12.16 0.43 ‐0.80 1.10 ‐0.03 0.22 0.99 0.71 1.04 12.19 0.55 ‐0.86 1.17 ‐0.13 ‐0.09 0.40 1.38 1.04 12.55 0.72 ‐0.85 1.44 0.15 ‐1.11 0.44 1.47 1.04 12.74 0.96 ‐0.78 1.15 0.60 0.15 0.11 ‐0.23 1.04 12.90 0.78 ‐0.82 0.94 0.99 0.02 0.40 ‐1.42 1.04 12.83 0.93 ‐0.99 ‐0.15 0.75 0.79 ‐1.29 ‐0.28 1.04 12.86 1.11 ‐1.03 ‐0.34 0.69 0.56 ‐1.99 ‐0.57 1.04 12.57 1.34 ‐1.26 ‐0.25 0.52 0.49 ‐2.11 0.08 1.04 12.49 1.11 ‐0.43 0.05 1.23 ‐0.89 ‐1.89 ‐0.21 1.04 11.59 1.21 ‐0.34 ‐0.70 1.47 ‐1.00 ‐1.74 0.44 1.04 12.77 1.36 ‐0.84 ‐0.83 1.72 ‐1.30 ‐1.22 0.57 1.04 12.64 1.59 ‐1.13 ‐1.39 1.88 0.02 ‐1.59 0.71 1.04 12.62 1.44 ‐1.39 ‐1.19 2.21 ‐0.93 ‐0.57 0.59 1.04 12.51 1.56 ‐1.54 ‐1.28 2.12 ‐0.62 ‐1.08 0.05 1.04 12.80 1.74 ‐1.65 ‐1.26 2.46 ‐0.37 ‐1.43 1.15 1.04 97 Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8
Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue
Proportion
Cumulative
Variable
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
4.0059
0.501
0.501
PC1
-0.490
0.446
0.167
-0.406
0.111
0.413
-0.073
-0.423
1.3478
0.168
0.669
PC2
0.035
-0.068
0.669
0.049
0.054
0.312
0.583
0.322
1.1056
0.138
0.807
PC3
0.041
-0.072
0.345
0.016
-0.837
0.136
-0.393
-0.019
0.7593
0.095
0.902
PC4
-0.135
0.125
-0.352
0.276
-0.457
-0.013
0.653
-0.361
0.4419
0.055
0.958
PC5
0.088
-0.567
-0.219
-0.739
-0.132
0.115
0.212
-0.035
0.2403
0.030
0.988
PC6
0.016
-0.254
-0.339
0.357
0.093
0.809
-0.157
0.079
0.0783
0.010
0.997
PC7
0.069
-0.491
0.344
0.248
0.220
-0.087
-0.056
-0.718
0.0209
0.003
1.000
PC8
-0.852
-0.386
0.003
0.144
-0.023
-0.196
-0.041
0.253
Regression Analysis: LNFP versus W1, W2, W3, W4, W5, W6, W7, W8
The regression equation is
LNFP = 11.6 - 0.404 W1 + 0.235 W2 – 0.057 W3 – 0.297 W4 + 0.266 W5 – 0.276 W6
+ 1.03 W7 – 1.02 W8
Predictor
Constant
W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
Coef
11.6346
-0.40351
0.2346
-0.0572
-0.2971
0.2664
-0.2763
1.0335
-1.0165
S = 0.768317
SE Coef
0.1324
0.06697
0.1034
0.1141
0.1377
0.1805
0.2448
0.4288
0.8290
R-Sq = 66.7%
T
87.85
-6.03
2.27
-0.50
-2.16
1.48
-1.13
2.41
-1.23
P
0.000
0.000
0.030
0.620
0.038
0.149
0.267
0.022
0.229
VIF
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
R-Sq(adj) = 58.6%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
DF
1
1
1
1
1
1
1
1
DF
8
33
41
SS
39.0332
19.4803
58.5135
MS
4.8792
0.5903
F
8.27
P
0.000
Seq SS
26.742
3.042
0.1482
2.7473
1.2859
0.7519
3.4286
0.8875
Transformasi ke Z
LNFP = 11.6 - 0.404 W1 + 0.235 W2
LNFP = 11.6 - 0.404(-0.490 Z1 + 0.446 Z2 + 0.167 Z3 -0.406 Z4 + 0.111 Z5 + 0.413
Z6 -0.073 Z7 - 0.423 Z8 )
+ 0.235(0.035 Z1 - 0.068 Z2 + 0.669 Z3 + 0.049 Z4 + 0.054 Z5 + 0.312 Z6
+ 0.583 Z7 +0.322 Z8 )
LNFP = 11.6 + 0.206 Z1 ‐0.196 Z2 + 0.090 Z3 + 0.176 Z4 ‐0.032 Z5 ‐0.094 Z6 + 0.166 Z7 + 0.247 Z8
98 Transformasi Z menjadi X
LNFP = 11.6 +
⎛ X1− X1⎞
⎛ X2− X2⎞
⎟ ‐0.196 ⎜
⎟
⎟
⎜ S2 ⎟
S
1
⎠
⎠
⎝
⎝
0.206 ⎜⎜
⎛ X4− X4⎞
⎛ X5− X5⎞
⎛ X6− X6
⎟ ‐0.032 ⎜
⎟ ‐0.094 ⎜
⎜
⎟
⎜ S
⎜ S5 ⎟
⎜ S
4
6
⎠
⎠
⎝
⎝
⎝
⎞
⎟
⎟
⎠
⎛ X3− X3⎞
⎟
⎜ S3 ⎟
⎠
⎝
+ 0.090 ⎜
+ 0.176 ⎛ X7 − X7 ⎞
⎟
⎜ S 7 ⎟ + 0.247 ⎝
⎠
+ 0.166 ⎜
⎛ X8− X8⎞
⎟
⎜
⎜ S8 ⎟
⎠
⎝
LNFP = -14.838 + 1.30 LNPDB -0.98 LNKURS + 0.05 LIBOR + 1.95 LNMS - 0.06
Inflasi - 4.92 Net + 0.24 LNPMDN + 0.49 D
Simpangan Baku dari masing-masing Koefisien Regresi dan Analisis Signifikansi
Koefisien Regresi Parsial
Peubah
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z5
Z7
Z8
Simpangan Baku
0.02768
0.02586
0.06535
0.02325
0.00812
0.03803
0.05651
0.03913
Koefisien
1.29850
-0.97999
0.04582
1.95320
-0.05754
-4.91620
0.23687
0.48777
99 t-hitung
46.90509
-37.89835
0.70117
83.99646
-7.08350
-129.28375
4.19175
12.46383
Keterangan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
• Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: UT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.144549
-3.600987
-2.935001
-2.605836
0.0310
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
• Model Error Correction Model (ECM)
Dependent Variable: D(LNFP)
Method: Least Squares
Date: 02/16/11 Time: 13:40
Sample (adjusted): 2000Q2 2010Q2
Included observations: 41 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPDB)
D(LNKURS)
D(LIBOR)
D(LNMS)
D(INFLASI)
D(NET)
D(LNPMDN)
D(DUMMY)
UT(-1)
C
-5.061284
-2.723138
0.404112
7.685046
0.504453
-30.03150
-0.034914
0.429553
-0.439356
5.130173
4.750958
2.257036
0.195149
5.525204
0.231487
12.64540
0.136346
0.702413
0.135367
1.606147
-1.065319
-1.206511
2.070785
1.390907
2.179184
-2.374895
-0.256066
0.611539
-3.245669
3.194087
0.2950
0.2367
0.0468
0.1742
0.0370
0.0239
0.7996
0.5453
0.0028
0.0032
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.400831
0.226879
0.640158
12.70388
-34.15736
2.304262
0.040804
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
100 0.033867
0.728054
2.154018
2.571962
2.306210
1.730097
Download