ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN INVESTASI PORTOFOLIO ASING DI INDONESIA OLEH DAME SIREGAR H14070009 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN DAME SIREGAR. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing di Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI). Investasi portofolio asing merupakan salah satu sumber permodalan yang diperlukan untuk meningkatkan likuiditas pasar modal dan sebagai sumber pembiayaan pembangunan domestik. Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa nilai kapitalisasi IHSG di pasar global hanya sebesar 0,68 persen hingga kuartal III-2010 dari total kapitalisasi pasar modal di seluruh dunia. Indonesia tergolong dalam emerging country stock market karena rendahnya nilai Foreign Purchase atas aset-aset finansial di Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini, perlu mengidentifikasi dan menganalisis dinamika serta faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu, akan dirumuskan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dan otoritas moneter dalam upaya perbaikan sektor permodalan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder triwulan I:2000-II:2010. Data yang digunakan meliputi investasi portofolio dalam bentuk nilai pembelian saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia (Foreign Purchase), Produk Domestik Bruto, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, London Interbank Offered Rate, jumlah uang beredar, tingkat inflasi, net ekspor dan Penanaman Modal Dalam Negeri. Data penelitian diperoleh dari berbagai sumber diantaranya: Bursa Efek Indonesia, Bapepam-LK, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Metode analisis data bersifat deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan Error Correction Model. Dinamika investasi portofolio asing di Indonesia menunjukkan bahwa nilai kumulatif investasi portofolio asing di pasar modal Indonesia meningkat dan pertumbuhan nilai riil kuartal rata-rata mengalami peningkatan sebesar 57,33 persen selama periode penelitian. Pertumbuhan investasi portofolio asing terbesar berada pada sektor jasa keuangan. Negara yang paling banyak berinvestasi pada pasar modal Indonesia adalah Amerika Serikat (9,05%), Inggris (2,69 %), Luxemburg (2,50%), Jepang (2,05%) dan Kanada (1,96%). Hasil analisis kuantitatif Error Correction Model untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (+), nilai tukar Rp-USD (-), jumlah uang beredar (+), net ekspor (-), inflasi (-), Penanaman Modal Dalam Negeri (+) dan dummy krisis minyak dunia tahun 2005 (+) dalam memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek investasi portofolio asing hanya dipengaruhi oleh London Interbank Offered Rate (+), inflasi (+) dan net ekspor (-). Beberapa hasil penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. London Interbank Offered Rate signifikan positif terhadap perubahan investasi portofolio asing. Hal ini karena penetapan suku bunga di Indonesia dipengaruhi oleh fluktuasi premi resiko serta cenderung mengikuti tren pergerakan suku bunga internasional LIBOR. Hal tersebut menjadi apresiasi positif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, jumlah uang beredar signifikan positif dan net ekspor signifikan negatif terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Adanya pertumbuhan besar pada pasar barang yang diikuti peningkatan jumlah uang beredar mendorong peningkatan suku bunga, sehingga aliran investasi portofolio asing meningkat. Di sisi lain, pendapatan negara dari hasil ekspor yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai penarikan dana asing dari pasar modal mendorong penurunan cadangan internasional Indonesia, sehingga rupiah cenderung mengalami depresiasi dan mengarah pada penurunan investasi portofolio asing. Upaya peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia dapat dilakukan melalui kebijakan Bank Indonesia yang harus mampu menjaga kestabilan kurs dan tingkat suku bunga. Pemerintah perlu mengadakan promosi realisasi PMDN secara luas di Indonesia untuk mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto sehingga investor confidence terhadap pasar modal Indonesia semakin baik. Selanjutnya, peningkatkan pengawasan pasar modal perlu dilakukan dengan memberlakukan perundangan-undangan dan penetapan sanksi secara ketat mengingat adanya ancaman mobilitas modal pada pasar modal Indonesia yang masih tergolong sebagai emerging market. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN INVESTASI PORTOFOLIO ASING DI INDONESIA OLEH DAME SIREGAR H14070009 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, April 2011 Dame Siregar H14070009 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dame Siregar, lahir pada tanggal 10 Februari 1988 di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak dari Mantari Siregar dan Zubaidah Harahap. Penulis menamatkan pendidikannya di SD Negeri 7 Sipirok, SLTP Negeri 1 Sipirok dan SMA Negeri 1 Sipirok. Kemudian pada tahun 2007, penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program USMI pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi intra-ekstra kampus seperti BEM Muda FEM, HIPOTESA dan Omda Imatapsel-Bogor. Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Ekonomi Umum serta pernah memperoleh Beasiswa YKPP Pertamina. Penulis juga turut berpartisipasi dalam beberapa LKTI serta pernah memenangkan Lomba Karya Tulis Ilmiah Bidang Ekonomi se-Indonesia. Penulis terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi II tingkat Departemen Ilmu Ekonomi dan Mahasiswa Berprestasi III tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2010. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing di Indonesia”. Penulisan skripsi ini selain untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB, juga dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih bagi perkembangan pasar modal Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada: 1. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Sri Hartoyo selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad Findi selaku dosen komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan saran untuk perbaikan kualitas skripsi ini. 3. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal atas bantuan pencarian data serta Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB atas bantuan yang diberikan demi kelancaran seminar dan sidang skripsi ini. 4. Teman-teman IE 43 dan IE 44 (terutama Rena, Yesika dan Retni) atas kebersamaan selama kuliah di Departemen Ilmu Ekonomi dan teman-teman di Omda Imatapsel Bogor atas dukungan dan doanya. 5. Ibunda Zubaidah Harahap dan Bapak Mantari Siregar serta saudara-saudaraku atas kasih sayang, doa dan dukungan yang sungguh teramat berharga bagi penulis. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materiil sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bogor, April 2011 Dame Siregar H14070009 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………. … iv DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. v I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………... 1 1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………..…. 8 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 9 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN …………... 11 2.1. Teori Investasi Portofolio Asing …………………………………... 11 2.2. Hubungan Aliran Investasi Portofolio Asing dengan Pasar Modal ... 13 2.3. Ancaman Investasi Portofolio Asing ………………………………. 15 2.4. Hubungan Variabel Makroekonomi dengan Investasi Portofolio Asing ……………………………………………………. 16 2.4.1. Produk Domestik Bruto (PDB) ……………………………. 16 2.4.2. Kurs Mata Uang …………………………………………… 18 2.4.3. LIBOR (London Interbank Offered Rate) ………………… 21 2.4.4. Jumlah Uang Beredar (Money Supply) ……………………. 23 2.4.5. Inflasi ……………………………………………………… 24 2.4.6. Net Ekspor ………………………………………………… 25 2.4.7. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ……………….. 26 2.4.8. Dummy Krisis Minyak Dunia Tahun 2005 ……………….. 27 2.5. Penelitian Terdahulu ………………………………………………. 28 2.6. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 30 2.7. Hipotesis ………………………………………………………….... 33 III. METODE PENELITIAN ………………………………………………. 35 3.1. Jenis dan Sumber Data …………………………………………….. 35 3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………………. 36 3.3. Analisis Time Series ………………………………………………. 37 3.3.1. Uji Stasioner (Unit Root Test) …………………………….. 38 3.3.2. Uji Derajat Integrasi ………………………………………. 39 3.3.3. Uji Kointegrasi …………………………………………….. 39 3.4. Error Correction Model (ECM) …………………………………… 41 3.5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) ………………... 42 3.5.1. Multikolinearitas ………………………………………….. 42 3.5.2. Heteroskedastisitas ………………………………………... 43 3.5.3. Autokorelasi ………………………………………………. 43 3.5.4. Uji Normalitas …………………………………………….. 44 3.6. Uji Statistik ………………………………………………………… 44 3.6.1. Uji Determinasi (R2) ………………………………………. 44 3.6.2. Uji F-Statistik ……………………………………………… 45 3.7. Definisi Operasional Variabel ……………………………………... 45 IV. KEBIJAKAN DAN DINAMIKA INVESTASI PORTOFOLIO ASING 48 4.1. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1912-1989 ………………………………………………… 48 4.2. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1990-2010 ………………………………………………… 52 ii V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………… 59 5.1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing …………………………………………………… 59 5.1.1. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) …. 60 5.1.1.1. Uji Autokorelasi …………………………………. 60 5.1.1.2. Uji Heteroskedastisitas ………………………….. 60 5.1.1.3. Uji Normalitas …………………………………... 61 5.1.1.4. Uji Multikolinearitas …………………………….. 61 5.1.2. Kestasioneran Data ……………………………………….. 63 5.2. Uji Kointegrasi dan Hasil Persamaan Jangka Panjang …………… 65 5.3. Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) ………………... 67 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 80 6.1. Kesimpulan ………………………………………………………... 80 6.2. Saran ………………………………………………………………. 81 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........... 82 LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 85 iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Nilai Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) pada Bursa Efek Indonesia (BEI), 1999-2008 ……………………………………………. 2 1.2. Inflasi Global, Tahun 2004-2009 ………………………………………. 5 3.1. Variabel Penelitian, Sumber Data, Jenis Data dan Satuan Dat…………. 35 4.1. Perkembangan Transaksi Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta Periode 1977-1988 ……………………………………………………... 50 4.2. Komposisi Kepemilikan Asing yang Tercatat di KSEI …………....…... 57 5.1. Hasil Uji Autokorelasi …………………………………………………. 60 5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………… 60 5.3. Hasil Uji Multikolinearitas ……………………………………………... 62 5.4. Hasil Uji Unit Root Pada Level ………………………………………… 64 5.5. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference ……………………………... 64 5.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing dalam Jangka Panjang ………………………………….…..................... 65 5.7. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Regresi …………… 66 5.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing dalam Jangka Pendek …………………………………………………... 67 5.9. Pertumbuhan Ekonomi Dunia (Persen) ………………………………… 68 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Penawaran dan Permintaan dollar ………………………………………. 20 2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Harga Ase...…. 24 2.3. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing di Indonesia………………………………… 32 4.1. Jumlah Emisi Saham di Indonesia Periode 1990-2010 …………………. 52 4.2. Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) Periode 2000-201…… 54 4.3. Pembelian Saham Oleh Asing (Foreign Purchase) Periode I:2000 sampai II:2010 ………………………………………………………….. 55 4.4. Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia …………………………………….. 56 5.1. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………. 61 5.2. BI Rate dan LIBOR Periode Juli 2005-Juli 2010 ………………………. 71 5.3. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Bulanan Periode I:2000 sampai II:2010 …………………………………………. v 73 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapitalisasi pasar modal di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan negara emerging market lainnya. Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa nilai kapitalisasi IHSG di pasar global hanya sebesar 0,68 persen hingga kuartal III-2010 dari total kapitalisasi pasar modal di seluruh dunia. Cina sebagai negara berkembang menyumbang sebesar 5,37 persen, bursa saham India sebesar 3,35 persen dan Brazil mencatatkan besaran 3,04 persen. Kenaikan IHSG dengan menarik investor asing merupakan cara yang dapat menjadi dorongan positif untuk meningkatkan kapitalisasi pasar modal Indonesia. Upaya penarikan investor asing untuk menanamkan investasi pada pasar modal terus digencarkan dengan tujuan membantu dalam pembiayaan pembangunan domestik, membantu pertumbuhan bursa efek lokal dan sebagai penyaring alokasi dana ke berbagai industri atau perusahaan. Nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir ini aliran modal masuk terutama pemodal asing mulai membaik seiring dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia. Tabel 1.1 memperlihatkan adanya kenaikan investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia sebesar Rp.15,3 triliun dalam kurun waktu 2006-2007. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan modal yang pesat dibandingkan dengan era perekonomian Indonesia yang lalu, dimana jumlah tertinggi investasi portofolio asing hanya sebesar Rp.18,8 triliun dari tahun 1999 sampai tahun 2004. Dukungan peringkat ekonomi Indonesia yang tumbuh positif dalam tekanan krisis minyak dunia pada tahun 2005 mendorong investor asing untuk menginvestasikan dananya ke Indonesia walaupun terjadi penurunan sebesar Rp.15,4 triliun. Jumlah ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan investasi portofolio asing di negara maju dan negara berkembang lainnya yang terkena dampak krisis minyak dunia. Proporsi pembelian saham oleh pemodal asing pada tahun 2005 merupakan bagian terbesar jika dibandingkan dengan pembelian saham pada tahun-tahun sebelumnya (Bapepam-LK, 2005). Tabel 1.1. Nilai Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) pada Bursa Efek Indonesia (BEI), 1999-2008 Periode Saham Tercatat Nilai Pembelian Bersih (Lembar) Asing (Triliun Rp) 1999 846.131.138.504 12,1 2000 1.186.306.672.213 0,8 2001 885.240.510.319 4,5 2002 939.544.513.105 7,9 2003 829.359.787.591 9,9 2004 656.447.198.554 18,8 2005 712.985.123.204 -15,4 2006 924.488.804.314 17,3 2007 1.128.173.554.108 32,6 2008 1.374.411.626.346 18,7 Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2009. Keterangan: (-) berarti penarikan dana asing lebih besar daripada nilai pembelian saham Aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas pasar modal, namun mobilitas tersebut berpotensi menyebabkan volatilitas yang tinggi bagi emerging market, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di wilayah Asia. Hal ini menjadi alasan diberlakukannya perundangan-undangan, penetapan sanksi dan pengawasan dalam setiap pasar modal (Bekaert, et al. dalam Bapepam-LK, 2008). Indonesia sebagai negara berkembang dengan tingkat tabungan yang tidak cukup besar untuk melakukan investasi sangat membutuhkan investasi asing sebagai sumber pembiayaan. Pendapatan Domestik Bruto Indonesia yang relatif kecil dibanding dengan pendapatan negara maju menjadi faktor tertentu yang menggambarkan pentingnya pertumbuhan investasi dan 2 menjadi determinan bagi investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Aliran investasi portofolio asing ke negara-negara maju jauh lebih besar dibandingkan dengan aliran investasi portofolio ke negara-negara berkembang. Ralhan (2006) mengatakan bahwa terdapat korelasi antara aliran investasi portofolio asing dengan ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara yang diukur melalui Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product). Negara dengan pendapatan nasional yang lebih tinggi memiliki daya tarik investor yang lebih besar karena terkait dengan growing investor confidence, yakni adanya faktor kepercayaan terhadap gejolak resiko dalam perekonomian jika pertumbuhan ekonomi mapan. Pertumbuhan investasi portofolio asing atau pertumbuhan pasar modal sangat bergantung pada kebijakan moneter, selain adanya pengaruh pendapatan nasional (Bapepam-LK, 2008). Kebijakan moneter yang berlaku dalam suatu negara ekonomi terbuka ditransmisikan melalui nilai tukar. Ekonomi Indonesia dengan ekonomi internasional dihubungkan oleh nilai tukar melalui pasar barang dan pasar aset. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia menyatakan bahwa sejak diberlakukannya nilai tukar mengambang pada pertengahan tahun 1997, nilai tukar rupiah sering mengalami tekanan depresiasi disertai volatilitas yang sangat tinggi (large swing). Depresiasi rupiah tersebut menyebabkan perubahan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing sehingga dapat memengaruhi aliran investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia. Depresiasi rupiah saat krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama karena terjadi 3 penurunan finansial portofolio. Perubahan tersebut terjadi pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami defisit sebesar USD 2,2 miliar (Bank Indonesia, 2009). Salah satu penyebab terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar investasi portofolio asing dari Indonesia khususnya pada pasar saham. Penurunan pembelian oleh pemodal asing (Foreign Purchase) menyebabkan investasi portofolio mengecil sejak kuartal III-2008 sampai kuartal I-2009. Investasi portofolio asing menurun dengan Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) tertinggi hanya sebesar Rp.5,4 triliun pada kuartal III-2009. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit. Apabila pasar modal suatu negara dianggap menarik sehingga banyak pemodal asing ingin menanamkan modalnya, maka akan meningkatkan permintaan uang domestik. Peningkatan permintaan uang akan meningkatkan suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan aliran modal internasional. Dewi (2005) menjelaskan bahwa suku bunga referensi internasional atau LIBOR (London Interbank Offered Rate) menjadi pedoman bagi investor asing terhadap return investasi dari berbagai negara di dunia. LIBOR menjadi patokan bagi pasar modal dunia terhadap perbedaan forward exchange rate dengan nilai tukar spot. Penurunan LIBOR sepanjang tahun 1970-1994 telah meningkatkan aliran investasi portofolio ke negara-negara berkembang, terutama negara-negara di Amerika Latin (Ralhan, 2006). LIBOR terus meningkat dari tahun 2004 sampai 2007, tetapi hal ini justru mendorong peningkatan pembelian pemodal asing di 4 pasar modal Indonesia mengingat suku bunga yang ditawarkan masih relatif lebih besar jika dibandingkan dengan suku bunga internasional. Pembelian asing (Foreign Purchase) pada aset saham tumbuh sebesar 9,4 persen dari tahun 2004 sampai 2007 (Bapepam-LK, 2007). Apabila terdapat kecenderungan penurunan harga saham, maka akan menyebabkan kekayaan riil investor menurun yang akhirnya akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan berdampak pada perubahan investasi portofolio. Perubahan investasi portofolio dan depresiasi menjadi pemicu terjadinya perubahan inflasi dan selanjutnya akan memperkuat pengaruh negatif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya ke dalam negeri (Bapepam-LK, 2008). Tabel 1.2. Inflasi Global, Tahun 2004-2009 Inflasi (persen) Tahun Dunia Negara Industri Maju Negara Berkembang Asia Indonesia 2004 2005 2006 2007 2008 2009 3,6 3,8 3,7 4,0 6,0 2,0 2,0 2,3 2,4 2,2 3,4 0,1 5,9 4,1 6,1 5,9 3,8 10,5 5,6 4,2 13,1 6,4 5,4 6,0 9,3 7,5 9,8 5,5 3,0 5,0 Sumber: Bank Indonesia, 2009 Inflasi domestik dan jumlah uang beredar, selain depresiasi rupiah yang tinggi, juga dapat memengaruhi kepercayaan investor asing dan domestik untuk menanamkan modalnya pada pasar aset di Indonesia. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2004 sampai tahun 2009, inflasi di Indonesia hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding inflasi dunia. Krisis finansial yang terjadi mendorong lonjakan harga minyak dunia yang mengakibatkan dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM di Indonesia. Tekanan inflasi makin tinggi akibat 5 harga komoditi global yang terus meningkat. Inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga subsidi BBM. Inflasi domestik dipicu juga oleh jumlah uang beredar di Indonesia yang terus meningkat dari tahun 1993 sampai 2007 walaupun dengan pertumbuhan yang lebih lambat. Inflasi yang tinggi di Indonesia menunjukkan kerentanan perekonomian dan berpengaruh pada return atas penanaman modal asing. Inflasi yang tinggi pada tahun 2005 menurunkan net investasi portofolio asing sampai Rp.15,4 triliun, tetapi penurunan inflasi pada tahun 2007 dan 2009 telah meningkatkan pembelian bersih investor asing dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya (Bank Indonesia, 2009). Inflasi domestik memengaruhi besarnya nilai devisa yang diperoleh dari hasil ekspor barang dan besarnya kebutuhan dana dalam bentuk valuta asing untuk membiayai impor barang dan defisit neraca jasa. Depresiasi rupiah dan inflasi yang terjadi telah menurunkan pendapatan ekspor Indonesia. Nilai ekspor Indonesia pada Januari 2009 hanya sebesar USD 7,15 miliar. Artinya, turun 17,7 persen dibandingkan nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD 8,69 miliar (BPS, 2009). Hal tersebut jika dibandingkan dengan Januari 2008, nilai penurunannya jauh lebih besar. Sebaliknya, impor Indonesia dari tahun 2004 sampai 2009 mengalami kenaikan positif dan pertumbuhan yang besar. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan karena nilai impor lebih besar dari nilai ekspor. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin kecilnya investasi portofolio asing yang masuk ke dalam pasar modal berdasarkan nilai net ekspor yang mengalami penurunan. 6 Hubungan yang baik antara pasar barang atau ekspor-impor dengan pasar modal atau sebaliknya, merupakan pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi (Dewi, 2005). Perkembangan sistem investasi asing di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1970. Undang-Undang PMA tersebut ditujukan untuk mengembangkan dan memperkuat hubungan ekonomi antara pasar barang dengan pasar modal atau sebaliknya, sehingga mampu mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Foreign Portfolio Investment) tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Penanaman Modal Langsung (Direct Investment), khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Global Forum on International Investment oleh OECD tahun 2002 menjelaskan bahwa investor asing yang aktif dalam pasar saham terkait dengan equity holdings yang merupakan bagian dari investasi langsung. Peningkatan investasi langsung masyarakat domestik dalam berbagai perangkat produksi, mesin dan bangunan gedung akan mendorong peningkatan emisi saham, sehingga perubahan dalam investasi langsung akan memengaruhi keperluan dana perusahaan yang dipenuhi oleh investor portofolio pada pasar modal. The London Summit pada April 2009 menekankan upaya perbaikan Market Crash di berbagai negara dengan meningkatkan iklim investasi langsung domestik dan investasi portofolio dengan baik. Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN tidak mendapat posisi yang baik sebagai lokasi yang paling disukai oleh 100 perusahaan multinasional terbaik di dunia untuk menanamkan 7 modal. Negara asal Asia yang disukai adalah Jepang, China dan Korea Selatan, sedangkan Malaysia mendapat posisi yang baik dari wilayah berkembang. Perubahan penanaman investasi asing pada negara berkembang dipengaruhi oleh perubahan investasi langsung oleh masyarakat domestik (UNCTAD, 2006). 1.2. Perumusan Masalah Keterbukaan ekonomi dan integrasi perekonomian dunia merupakan sarana bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi melalui peningkatan investasi aset finansial. Aliran investasi portofolio asing merupakan salah satu aset permodalan yang diperlukan untuk mempermudah likuiditas pasar domestik, mengingat bahwa Indonesia merupakan emerging market dengan tingkat kapital yang kecil dibanding dengan negara maju atau negara berkembang lainnya (Bapepam-LK, 2008). Aliran investasi portofolio asing ke suatu negara dipengaruhi oleh berbagai variabel makroekonomi yang terkait dengan tingkat resiko finansial di negara tersebut (Ralhan, 2006). Upaya meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal. Undang-Undang tersebut telah membuka kesempatan kepada investor asing untuk berpartisipasi pada pasar modal Indonesia. Kebijakan pemerintah di atas belum sepenuhnya tercapai mengingat investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia tergolong rendah jika dilihat dari nilai kapitalisasi IHSG dalam lingkungan pasar global. Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa nilai investasi portofolio internasional pada pasar modal Indonesia kurang dari satu persen hingga kuartal III-2010. Investasi 8 portofolio internasional mengalir lebih tinggi ke negara maju dan negara berkembang lain seperti Cina, India dan Brazil. Pembelian Bersih oleh Investor Asing (Foreign Net Purchase) dari tahun 1999 sampai 2009 di pasar sekunder Bursa Efek Indonesia tergolong berfluktuasi dengan pertumbuhan yang kecil. Dari latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dimunculkan pada studi ini adalah: 1. Bagaimana dinamika investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia? 2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan dinamika investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang dinamika investasi portofolio asing yang mengalir di Indonesia. 2. Mendapatkan dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. 3. Sebagai referensi bagi pembaca dan informasi bagi peneliti lainnya untuk penelitian lebih lanjut. 9 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan perekonomian untuk meningkatkan aliran investasi portofolio asing ke Indonesia. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Teori Investasi Portofolio Asing Arus sumber-sumber daya keuangan internasional terwujud dalam dua bentuk. Bentuk yang pertama adalah penanaman modal asing langsung yang dilakukan pihak swasta (private foreign direct investment) oleh perusahaanperusahaan raksasa multinasional. Bentuk yang kedua adalah investasi portofolio asing (foreign portfolio investment) yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanamkan pada pasar-pasar modal dalam bentuk instrumen keuangan seperti saham dan obligasi . Bartram dan Dufey (2001) mendefinisikan investasi portofolio sebagai alokasi kekayaan yang tersisa (remaining wealth) untuk aset finansial dan aset riil dengan tujuan untuk memaksimalkan pengembalian yang diinginkan dari kekayaan itu, misalnya untuk memenuhi konsumsi di masa mendatang. Kekayaan yang diinvestasikan dapat berbentuk saham, obligasi dan tabungan. Menurut Dewi (2005), investasi portofolio merupakan bentuk penanaman modal yang sebagian besar terdiri dari penguasaan saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh negara pengimpor modal), terhadap warga negara di beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para pemegang saham hanya memiliki hak atas deviden. Penerbitan saham ditujukan untuk memenuhi atau memperoleh dana bagi kelangsungan bisnis sebuah perusahaan. Perusahaan dapat memperluas skala usaha dengan menyediakan modal yang diperoleh melalui pembelian saham yang dipenuhi oleh pihak investor. Investor perusahaan berada dalam lingkup yang lebih besar bila dibandingkan investor perseorangan, tetapi mereka menjalankan fungsi yang sama. Mereka membeli dan mengelola aset untuk meraih profit (penerimaan setelah dikurangi semua biaya). Markowitz dalam Pudjiastuti (2002) adalah orang yang pertama kali mengembangkan teori portofolio yang kemudian mengalami penyempurnaan dan penyederhanaan yang berdampak pada implementasi teori tersebut dalam dunia keuangan. Markowitz dalam teori portofolionya menyebutkan bahwa pembelian investor asing atas saham dipengaruhi oleh tingkat risiko dalam saham yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga usaha. Investor akan melakukan diversifikasi dalam investasinya untuk mencegah risiko yang lebih besar. Diversifikasi merupakan cara untuk membagi risiko dalam setiap portofolio, sehingga keuntungan investasi yang ingin diperoleh lebih optimal. Keputusan investor untuk menanamkan modalnya dipengaruhi oleh rate of return yang diharapkan. Setiap negara memiliki return yang berbeda pada setiap aktivitas, sehingga perusahaan atau badan perseorangan dapat mengurangi risiko dengan cara mengambil proyek di negara yang berbeda. Penempatan proyek finansial di berbagai negara untuk memperoleh keuntungan optimal merupakan bentuk umum portofolio internasional. Jumlah aliran investasi portofolio dalam bentuk nilai perdagangan saham bersih oleh investor asing yang masuk ke suatu negara dapat dilihat pada indikator bursa bagian statistik pasar modal yang dicatat oleh institusi bursa efek negara. Nilai perdagangan saham investor asing mengalami surplus jika pembelian saham domestik oleh asing lebih besar daripada pembelian saham asing oleh domestik. 12 Artinya, penjualan aset saham ke luar negeri yang lebih besar daripada pembelian aset saham dari luar negeri. Teori diversifikasi portofolio secara simultan mencakup seluruh kegiatan negara yang berkaitan dengan aliran masuk dan aliran keluar modal asing. 2.2. Hubungan Aliran Investasi Portofolio Asing dengan Pasar Modal Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen keuangan lainnya. Secara spesifik, Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995 mendefinisikan bahwa pasar modal merupakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan yang menerbitkan efek dan profesi yang menyangkut efek. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara berdasarkan dua fungsi utamanya, yakni: (1) sebagai sarana pendanaan perusahaan atau pemerintah dari masyarakat pemodal dan; (2) sebagai sarana bagi investor untuk menanamkan modal pada berbagai instrumen keuangan. Terkait dengan tujuan sarana penanaman modal, baik investor domestik atau asing akan menjalankan fungsi yang sama dalam penempatan dana yang dimilikinya, yaitu portofolio atau menyesuaikan investasi dengan karakteristik keuntungan dan risiko setiap instrumen keuangan. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa investasi portofolio asing jika ditinjau dari perspektif negara-negara berkembang berpotensi sebagai wahana untuk meningkatkan modal bagi perusahaan-perusahaan domestik. Berfungsinya bursa efek lokal yang didukung oleh arus investasi portofolio tersebut juga akan 13 membantu para investor domestik mendiversifikasikan aset mereka serta dapat memacu efisiensi sektor moneter, karena arus investasi portofolio tersebut dapat menyaring dan memantau ketepatan alokasi dana ke berbagai sektor industri dan perusahaan. Evans (2002) dalam Global Forum on International Investment menjelaskan bahwa terdapat beberapa manfaat aliran investasi portofolio asing ke suatu negara, yakni: (1) meningkatkan likuiditas pasar modal dan dapat memperbaiki efisiensi pasar domestik; (2) membantu perkembangan pasar modal domestik melalui instrumen-instrumen dan teknologi canggih yang diperkenalkan investor asing dalam pengelolaan masing-masing portofolio dan; (3) investasi portofolio asing dapat meningkatkan fungsi otoritas moneter di negara tersebut. Hubungan aliran investasi portofolio asing dengan pasar modal menurut studi BAPEPAM-LK (2008) dapat ditelaah dengan memperlihatkan bahwa arus modal asing membawa manfaat terhadap sektor riil ekonomi melalui tiga cara. Pertama, aliran portofolio asing dapat meningkatkan tabungan bagi Indonesia yang mengalami kelangkaan modal untuk melakukan investasi. Kedua, kenaikan investasi portofolio asing akan meningkatkan alokasi modal menjadi lebih efisien bagi Indonesia. Arus modal seperti penanaman modal langsung dapat merangsang negara-negara lain yang kelebihan modal untuk mengalirkan dananya kepada Indonesia yang kekurangan modal dimana return yang ditawarkan Indonesia lebih menarik. Ketiga adalah aliran investasi portofolio asing membawa dampak ekonomi melalui pasar modal. Salah satu manfaat aliran investasi portofolio asing adalah mendorong kenaikan harga saham atau efek serta apresiasi rupiah atas nilai tukar dengan mata uang internasional. 14 Di sisi lain, adanya kompetisi diantara pemodal akan mendorong pertumbuhan pasar modal domestik. Kompetisi ini menciptakan teknologi keuangan dan informasi yang lebih canggih, sehingga membawa efisiensi alokasi kapital dan risk sharing. Peningkatan efisiensi tersebut terjadi karena adanya internasionalisasi yang membuat pasar menjadi lebih likuid, selanjutnya cost of capital foreign semakin murah karena portofolio asing menjadi dapat didiversifikasi diantara negara-negara. 2.3. Ancaman Investasi Portofolio Asing Investasi portofolio asing merupakan sumber pendanaan prospektif bagi negara-negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang, tetapi di sisi lain aliran investasi portofolio asing perlu diawasi mengingat bahwa prinsip arus investasi yang akan menurun pada saat risiko usaha meningkat. Investor asing dapat menarik modalnya dengan cepat dari lembaga-lembaga usaha di negara berkembang yang perekonomiannya belum mapan, sehingga dapat menciptakan keterpurukan ekonomi yang lebih besar. Menurut Todaro dan Smith (2004), negara-negara berkembang yang terlalu mengandalkan arus masuk dana-dana investasi portofolio asing untuk menutupi kelemahan-kelemahan dasar struktural dalam bidang ekonominya harus menangggung konsekuensi-konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Para investor asing tidak memiliki kepedulian terhadap kepentingan-kepentingan pembangunan di negara dimana mereka beroperasi. Jika suku bunga yang berlaku di negara maju naik atau tingkat keuntungan dari melakukan investasi di negara-negara berkembang mulai menurun, maka para spekulan dan investor asing akan menarik dananya dengan cepat. Keinginan negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan 15 tergeser dengan pelarian modal yang spekulatif. Keruntuhan sektor moneter di Asia pada tahun 1997, di Rusia pada tahun 1998, ketidakpastian mata uang Brazil pada tahun 1999, dan krisis Argentina pada periode 2000-2001 menjadi sebagian bukti bahwa kebijakan atau pengawasan atas arus modal asing yang masuk perlu ditingkatkan untuk mencegah runtuhnya perekonomian, terutama bagi emerging country stock markets. Selain itu, penetapan nilai tukar mata uang asing yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan defisit besar pada Balance of Payment akan mengarah pada goyahnya stabilitas di pasar uang dan perekonomian negara berkembang secara keseluruhan. 2.4. Hubungan Variabel Makroekonomi dengan Investasi Portofolio Asing 2.4.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Ketertutupan masa pemerintahan Indonesia Orde Lama yang menolak investasi asing yang masuk ke dalam negeri telah memengaruhi pertumbuhan investasi portofolio asing di Indonesia, namun setelah dikeluarkannya UndangUndang Investasi Nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing telah mampu membawa Indonesia dalam integrasi perekonomian internasional. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya paket kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi berupa penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat investasi dan perangsangan investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Dumairy, 1996). Sasaran umum tingkat investasi yang ditargetkan oleh pemerintah terkendala atas tantangan internal dan eksternal yang mengakibatkan peningkatan risk aversion bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tantangan internal 16 seperti ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian yang belum memadai (misalnya barang publik), kepastian hukum bagi investor kurang terjamin, kelangkaan tenaga kerja terampil, rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi produksi. Permasalahan internal tersebut selanjutnya memengaruhi jumlah produksi barang domestik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Bruto. Aggarwal, et al. (2003) menemukan bahwa aliran investasi portofolio dari negara maju (terutama Amerika Serikat) lebih besar tertuju pada negara-negara emerging market dengan Produk Domestik Bruto yang lebih mapan. Bagian investasi portofolio terendah ditujukan bagi negara berkembang dengan kerangka hukum investasi yang kurang jelas, standar akuntansi rendah serta transparansi dan perlindungan investor yang rendah. International Finance Corporation (IFC) mengklasifikasikan pasar modal suatu negara sebagai emerging market jika memenuhi salah satu dari kriteria berikut: 1. Negara tersebut memiliki pendapatan menengah ke bawah dalam perekonomian global, sesuai definisi Bank Dunia yang menargetkan Produk Domestik Bruto per kapita kurang dari 9,656 dollar AS untuk tiga tahun berturut-turut. 2. Kapitalisasi pasar modal relatif rendah terhadap tingkat Produk Domestik Bruto. Produk Domestik Bruto yang lebih mapan menjadi referensi yang baik bagi penilaian investor asing terhadap berbagai faktor penghindaran risiko modal. Produk Domestik Bruto merupakan salah satu ukuran bagi investor asing dalam menempatkan modalnya di negara berkembang, hal ini terkait dengan growing 17 investor confidence, yakni adanya faktor kepercayaan terhadap gejolak resiko dalam perekonomian jika pertumbuhan ekonomi mapan (Ralhan, 2006). Tantangan eksternal melalui perbedaan-perbedaan tingkat Produk Domestik Bruto telah meningkatkan persaingan iklim investasi antara negara berkembang dengan negara maju, dan antara negara berkembang dengan negara berkembang. Indonesia pada masa Orde Lama dan Orde Baru memiliki persaingan yang tinggi atas negara-negara wilayah Asia Pasifik. 2.4.2. Kurs Mata Uang Menurut Mankiw (2000), kurs nominal didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah kurs nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri. Sistem kurs pada dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu: (1) fixed exchange rate, (2) managed floating exchange rate, dan (3) floating exchange rate. Indonesia menerapkan floating exchange rate sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Sistem ini ditempuh sebagai reaksi pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan nilai tukar rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing menarik dananya secara besar-besaran dari Indonesia. Pada sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan domestik, dan nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan domestik di atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Perkembangan nilai tukar dapat memengaruhi perkembangan penawaran dan 18 permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga. Dalam sistem nilai tukar mengambang, kebijakan moneter ekspansif oleh bank sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan harga barang impor, dan pada gilirannya akan menurunkan investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia karena menurunkan return atas modal asing yang ditanamkan. Abdalla dan Murinde dalam Bapepam-LK (2008) menjelaskan bahwa dalam era liberalisasi keuangan internasional, ekonomi negara berkembang saat ini dipengaruhi oleh fluktuasi kurs mata uang baik pada tingkat mikro maupun makro. Negara-negara emerging market telah memberlakukan atau meninggalkan kurs tetap (pegged arrangement towards exchange rate system) seiring dengan negara tersebut sedang meningkatkan peranan pasar modalnya. Indonesia telah mempertegas Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar tersebut melalui Undang-Undang Nomor 24 tahun 1999. Perubahan kebijakan nilai tukar Indonesia ke dalam sistem nilai tukar mengambang bebas (floating exchange rate) mampu memperbaiki kondisi pasar modal Indonesia yang mengalami perkembangan yang luar biasa sejak 1999 dan bahkan tercatat sebagai nomor dua terbaik di dunia pada tahun 2003 (Dewi, 2005). Sistem nilai kurs yang diberlakukan oleh Indonesia sebagai salah satu negara berkembang akan memengaruhi aliran investasi portofolio asing ke Indonesia dan perubahan ini dapat dijelaskan melalui konsep penawaran atau permintaan mata uang asing (khususnya dollar AS). Jumlah dollar yang ditawarkan dipengaruhi oleh nilai tukar antara dollar dengan rupiah. Selain itu, dollar yang masuk juga akan dipengaruhi oleh jumlah ekspor Indonesia dan pemberian piutang oleh asing kepada 19 masyarakat atau pemerintah Indonesia. Sehingga, persamaan penawaran dollar (Q$S) ke Indonesia dapat dituliskan sebagai berikut: (QS$) = f {e, S0) 2.1 Gambar 2.1a menjelaskan perubahan penawaran dollar dan dampaknya terhadap aliran investasi portofolio asing ke Indonesia. S0 menggambarkan jumlah modal asing masuk, ekspor dan piutang oleh asing kepada Indonesia. Jika semua faktor S0 menurun maka kurva S akan bergeser ke kiri atas. Hal ini berarti jumlah dollar yang ditawarkan menurun dari jumlah awal, sehingga harga dollar meningkat karena permintaan dollar yang melebihi penawaran dollar. Peningkatan harga dollar pada gilirannya akan membuat rupiah terdepresiasi (pergerakan meningkat kurs E1 menjadi kurs E2). Depresiasi akan menyebabkan harga aset saham semakin tinggi, sehingga aliran investasi portofolio akan berkurang karena cost of capital meningkat. ERp/$ ERp/$ S1 E2 S S0 E1 E1 D E2 D1 D0 Q$ Q$2 Q$1 Q$ Q$2 Q$1 Sumber: Dewi (2005) a. Penawaran Dollar b. Permintaan Dollar Gambar 2.1. Penawaran dan Permintaan Dollar 20 Gambar 2.1b menggambarkan perubahan permintaan Indonesia terhadap dollar. Permintaan dollar akan dipengaruhi oleh nilai tukar kedua mata uang, impor Indonesia, jumlah utang luar negeri dan capital outflow, sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: (QD$) = f {e, D0) 2.2 Jika D0 menurun maka kurva demand akan bergeser ke kiri, yang berarti jumlah dollar yang diminta menurun. Hal ini akan menyebabkan harga dollar akan menurun sehingga rupiah mengalami apresiasi (pergerakan menurun kurs E1 menjadi kurs E2). Apresiasi akan menyebabkan harga aset saham menurun, sehingga aliran investasi portofolio akan meningkat karena cost of capital berkurang. 2.4.3. LIBOR (London Interbank Offered Rate) London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan LIBOR merupakan kurs referensi harian dari suku bunga yang ditawarkan dalam pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar uang London (atau pasar uang antar bank). Suku bunga LIBOR digunakan secara luas sebagai suatu kurs referensi untuk suatu instrumen keuangan seperti pada swap suku bunga. Swap mengindikasikan perbedaan kurs spot dengan kurs di masa mendatang (forward exchange rate). Jika suku bunga domestik dengan suku bunga luar negeri sama dengan tingkat swap, maka masyarakat tidak akan memperoleh keuntungan dengan melakukan investasi di luar negeri. Dalam teori ekonomi internasional, hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: i-i* = 慲 2.3 21 Dimana: i = suku bunga tabungan domestik (dalam mata uang domestik) i* = suku bunga tabungan internasional (dalam mata uang asing) f = nilai tukar di masa mendatang (forward exchange rate) e = nilai tukar spot Persamaan bagian kiri menggambarkan tingkat kerugian atau keuntungan atas modal yang ditanamkan investor jika menyimpan aset dalam mata uang domestik. Jika i<i*, berarti investor akan mengalami kerugian bila menyimpan aset domestik, demikian sebaliknya. Persamaan bagian kanan memperlihatkan risiko atau laba dalam penanaman modal jika terjadi perubahan nilai tukar. Jika (i>i*) > (f>e), maka akan lebih menguntungkan bila menyimpan aset domestik karena laba dari perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional lebih besar daripada laba dari perbedaan nilai tukar sekarang dengan nilai tukar masa mendatang, demikian pula sebaliknya. Suku bunga berbanding terbalik dengan harga aset finansial seperti saham dan obligasi. Artinya, naiknya suku bunga akan diiringi oleh penurunan harga aset finansial sehingga menurunkan capital gain. Jika seseorang memiliki dana pribadi, maka suku bunga (dikalikan jumlah dana) menjadi opportunity cost yang harus dikorbankan bila dana tersebut digunakan untuk belanja investasi, karena semakin tinggi tingkat bunga maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh bila dana ini ditempatkan dalam bentuk tabungan. 22 2.4.4. Jumlah Uang Beredar (Money Supply) Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter pada awalnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money). Teori ini pada dasarnya menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of Echange”: 2.4 MV = PT Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama dengan volume output atau transaksi ekonomi secara riil (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). Dengan kata lain, dalam keseimbangan jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output yang dihitung dengan harga yang berlaku-ditransaksikan (PT). Berdasarkan mekanisme transmisi ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya memengaruhi perkembangan output riil. Selanjutnya, dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tingkat investasi usaha sehingga perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi dan menurunkan investasi secara proporsional karena kerentanan perekonomian yang besar. 23 Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung (direct monetary channel), hubungan mekanisme transmisi moneter terhadap tingkat investasi pada umumnya juga dapat terjadi melalui jalur harga aset (assets price channel). Mekanisme transmisi melalui harga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset, seperti saham dan obligasi atau kekayaan masyarakat lainnya, yang selanjutnya memengaruhi pengeluaran investasi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada gilirannya akan menekan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan, sehingga mengurangi pengeluaran investasi. Secara keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada penurunan pengeluaran agregat. Kebijakan Moneter Suku Bunga Harga Aset Investasi Jumlah Uang Beredar Sumber: Warjiyo (2004) Gambar 2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Harga Aset 2.4.5. Inflasi Mishkin (2001) mendefinisikan inflasi sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum secara terus-menerus. Penyebab inflasi ada dua, yaitu cost-push inflation dan demand-pull inflation. Cost-push inflation terjadi karena adanya tekanan biaya produksi. Demand-pull inflation terjadi karena permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang terlalu tinggi. Kaum Monetaris berpendapat 24 bahwa inflasi merupakan fenomena moneter karena terjadi akibat money supply yang tinggi. Kaum Keynesian mengatakan bahwa perpaduan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter merupakan cara untuk mengendalikan inflasi yang terjadi. Inflasi menunjukkan kerentanan perekonomian suatu negara sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan pemodal asing akan prospek pendapatan yang akan diperolehnya di negara tersebut. Ketidakpastian inflasi memengaruhi komposisi dari aset-aset finansial. Kenaikan ekspektasi inflasi membuat nilai hutang jangka pendek tetap tetapi menurunkan nilai nominal (dan kemudian riil) dari obligasi dan saham. 2.4.6. Net Ekspor Transaksi berjalan merangkum aliran dana antara satu negara tertentu dengan seluruh negara lain sebagai akibat dari pembelian barang-barang atau jasa. Defisit transaksi berjalan menjelaskan arus dana yang keluar dari suatu negara lebih besar dari dana-dana yang masuk. Komponen transaksi berjalan terdiri dari neraca perdagangan dan neraca barang dan jasa. Mankiw (2000) menjelaskan bahwa neraca perdagangan atau net ekspor secara sederhana merupakan selisih antara ekspor dan impor, dan dapat dituliskan dalam persamaan berikut: 2.5 Nx = X – M Apabila net ekspor surplus, berarti tingkat perdagangan domestik melalui kegiatan ekspor lebih besar daripada kegiatan impor yang mengakibatkan negara menjadi surplus dalam transaksi berjalan (current account balance). Besarnya jumlah ekspor akan memengaruhi penawaran dollar atau investasi portofolio. Sebaliknya, apabila impor suatu negara melebihi ekspornya, maka negara tersebut mengalami 25 defisit transaksi berjalan. Secara sederhana, defisit transaksi berjalan mengindikasikan bahwa semakin kecilnya investasi portofolio asing yang masuk ke dalam pasar modal berdasarkan nilai net ekspor yang mengalami penurunan. Aktifitas impor yang lebih mudah merupakan hasil dari pengurangan tekanan gap kurs mata uang akibat aliran investasi portofolio asing. 2.4.7. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Realisasi investasi masyarakat domestik suatu negara akan mendorong pertumbuhan perekonomian lokal. Pertumbuhan perusahaan lokal akan mengarah pada peningkatan keperluan dana untuk kegiatan ekspansi usaha. Dana investasi dari pihak asing merupakan salah satu sumber pembiayaan melalui aset domestik yang ditawarkan. Peningkatan investasi domestik langsung akan memperbesar equity holdings sehingga meningkatkan keaktifan investor asing dalam pasar saham. Perubahan penanaman investasi asing pada negara berkembang dipengaruhi oleh perubahan investasi langsung oleh masyarakat domestik (UNCTAD, 2006). Menurut Dumairy (1996), penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu cara untuk membentuk modal domestik bruto dan memengaruhi sumbangan investasi terhadap pertumbuhan nasional. Rendahnya realisasi investasi portofolio asing di Indonesia disebabkan oleh dua sifat dasar. Pertama, bersifat subyektifinternal, berkaitan dengan keadaan perekonomian Indonesia termasuk keadaan calon investor domestik yang memiliki kemampuan modal yang kecil untuk membangun perekonomian. Kedua, bersifat obyektif-eksternal, berkaitan dengan keadaan perekonomian internasional yang lebih menarik dan mendukung keinginan asing untuk memindahkan modalnya. 26 2.4.8. Dummy Krisis Minyak Dunia Tahun 2005 Laju pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2005 cenderung melambat sebesar 4,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen berkenaan dengan adanya kecenderungan krisis minyak dunia yang menguat. Harga minyak dunia yang mencapai level di atas USD 70 per barel pada bulan Agustus 2005 dari sekitar USD 42,12 per barel pada awal tahun mempunyai dampak atas peningkatan laju inflasi dunia (Bapepam-LK, 2009). Di samping itu, badai Katrina juga menjadi faktor pendorong melambungnya harga minyak dunia karena menyebabkan terganggunya produksi minyak dan gas di Amerika Serikat. Krisis minyak yang terjadi pada tahun 2005 sangat berpengaruh terhadap perkembangan aliran keuangan dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sisi positif atas krisis minyak dunia yang terjadi adalah adanya tren peningkatan investasi portofolio oleh investor-investor asing ke negara berkembang. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,8 persen pada tahun 2004 menjadi 5,7 persen pada tahun 2005 (Bank Indonesia, 2009). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh peningkatan kapitalisasi pasar modal Indonesia. Nilai kapitalisasi pasar di BEJ meningkat sebesar 17,8 persen dari Rp.679,9 triliun di tahun 2004 menjadi Rp.801,3 triliun di tahun 2005 dan total nilai transaksi di BEJ meningkat sebesar 64,37 persen dari Rp.247 triliun di tahun 2004 menjadi Rp 406 triliun di tahun 2005 (Bapepam-LK, 2005). Selain itu, adanya program-program penanganan krisis secara cepat dari pemerintah juga turut mendorong peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia pada tahun-tahun berikutnya. 27 2.5. Penelitian Terdahulu Harni (2004) dalam penelitiannya tentang Analisis Pengaruh Suku Bunga, Produk Domestik Bruto dan Investasi Asing Langsung terhadap Investasi Swasta Indonesia 1970-2004, menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi swasta. Kenaikan suku bunga sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan investasi sebesar 2.077,440 milyar rupiah. Selain itu, Produk Domestik Bruto dan investasi asing langsung periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap investasi swasta, yang artinya kenaikan Produk Domestik Bruto sebesar satu milyar rupiah akan menyebabkan kenaikan investasi swasta sebesar 6.741 milyar rupiah dan kenaikan investasi asing langsung periode sebelumnya sebesar satu juta rupiah menyebabkan peningkatan investasi swasta sebesar 0.001 milyar rupiah, cateris paribus. Penelitian Ralhan (2006) dengan menggunakan data International Financial Statistics dengan periode waktu 1970-1994 ditujukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang memengaruhi aliran investasi portofolio ke delapan negara: Australia, India, Indonesia, Argentina, Brazil, Chili, Kolumbia dan Meksiko. Adapun hasil penelitiannya bahwa Produk Domestik Bruto signifikan terhadap keinginan investor asing untuk menanamkam modalnya di negara-negara tersebut. Sedangkan LIBOR (London Interbank Offered Rate) tidak signifikan dalam penelitiannya. Tim Studi BAPEPAM-LK (2008) dalam penelitian Analisis Hubungan Kointegrasi dan Hubungan Kausalitas serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia, menggunakan metode Multivariate Johansen Cointegration dan Granger Causality 28 menunjukkan bahwa aliran investasi portofolio asing mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap pergerakan nilai tukar, sedangkan IHSG lebih mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap aliran investasi portofolio asing. Wibisono (2005) menemukan bahwa variabel makroekonomi seperti nilai tukar Rp-USD, suku bunga deposito, jumlah uang beredar, inflasi dan IHSG satu periode sebelumnya secara signifikan memengaruhi kinerja pasar modal dan meningkatkan investasi portofolio karena ekspektasi yang baik dari pihak investor. Hal ini sama seperti Dewi (2005) yang menemukan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap aliran investasi portofolio di Indonesia. Selain itu, dengan menggunakan data triwulan periode 1999.4-2004.4, Dewi (2005) juga memperlihatkan bahwa meningkatnya net ekspor terhadap produk domestik bruto periode sebelumnya berhubungan positif dan mampu meningkatkan aliran masuk investasi portofolio ke Indonesia. Meningkatnya suku bunga internasional LIBOR berhubungan positif dan mampu secara kuat menaikkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan di atas, yaitu penelitian ini lebih menekankan pada keseluruhan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini menggabungkan faktor-faktor parsial dalam penelitian yang telah disebutkan dalam penelitian sebelumnya serta menambahkan faktor Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagai variabel dependen yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing. Data penelitian yang digunakan adalah triwulan I:2000-II:2010 sehingga dapat 29 melihat dampak dummy krisis minyak dunia tahun 2005 yang belum ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan Error Correction Model (ECM). Penentuan penggunaan ECM berdasarkan tujuan penelitian untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini karena perubahan salah satu variabel makroekonomi akan memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 2.6. Kerangka Pemikiran Integrasi perekonomian dunia telah memengaruhi perekonomian setiap negara dan tidak ada negara yang dapat lepas dari pengaruh aliran investasi portofolio asing. Investasi portofolio asing merupakan salah satu sumber terbesar bagi pembangunan domestik di awal sejarah pembangunan ekonomi negara maju, dan melalui konsep yang sama negara-negara berkembang mulai memperbaiki iklim investasi untuk mendorong aliran investasi portofolio asing. Aliran investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia masih tergolong kecil dibanding dengan beberapa negara maju atau negara berkembang lainnya. Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) atas saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia berfluktuasi dengan pertumbuhan yang lambat. Jumlah aliran modal asing yang kecil turut mendorong lemahnya capital inventory pasar modal Indonesia di tingkat global. Indonesia belum mencapai angka di atas satu persen untuk memperlihatkan kekuatan modalnya internasional. 30 dalam integrasi perekonomian Ketertutupan perekonomian Indonesia di masa yang lalu dan krisis moneter 1997-1998 merupakan sebagian faktor yang memengaruhi peningkatan risk aversion oleh investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Ketersediaan modal yang kecil telah memperlambat pembangunan domestik di Indonesia. Tingkat tabungan untuk membiayai investasi dan ekspansi skala usaha terhambat oleh ketersediaan modal yang kecil. Faktor-faktor yang turut menyebabkan perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto, kurs mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, suku bunga internasional London Interbank Offered Rate (LIBOR), jumlah uang beredar (money supply), tingkat inflasi, net ekspor, tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan dummy krisis. Produk Domestik Bruto merupakan salah satu referensi bagi investor asing untuk menanamkan modal di negara berkembang, karena terkait dengan kepercayaan risiko pada negara dengan perekonomian yang lebih mapan (growing investor confidence). Perubahan nilai tukar juga akan memengaruhi aliran investasi portofolio karena menyebabkan pergeseran penawaran dan permintaan dollar atas rupiah sebagai mata uang Indonesia. Teori paritas suku bunga (interest rate parity) menjelaskan bahwa depresiasi nilai tukar (e↑) menyebabkan suku bunga domestik akan menurun sehingga menyebabkan perubahan pada aliran investasi portofolio asing ke Indonesia. Penurunan suku bunga dan inflasi juga dapat terjadi akibat kebijakan moneter yang kontraktif yang pada gilirannya menurunkan harga saham. Selain itu, adanya peningkatan net ekspor mengindikasikan bahwa jumlah dana asing yang masuk lebih 31 besar daripada jumlah dana yang keluar dan net eskpor positif akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan perusahan-perusahaan domestik juga akan meningkatkan equity holdings yang dapat mendorong investor asing untuk aktif dalam pasar saham di Indonesia. Seluruh faktor-faktor yang memengaruhi perubahan aliran investasi portofolio asing di Indonesia yang disebutkan diatas dapat dikembangkan ke dalam suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: Kapitalisasi dan Likuiditas Pasar Modal Sumber Pembiayaan Pembangunan Domestik Investasi Portofolio Asing Dinamika dan Faktor‐Faktor yang Memengaruhi Investasi Portofolio Asing Produk Domestik Bruto Nilai Tukar Rp‐USD London Interbank Offered Rate Jumlah Uang Beredar Inflasi Net Ekspor PMDN Dummy Krisi s 2005 Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Investasi Portofolio Asing Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing Di Indonesia 32 2.7. Hipotesis Dengan mengacu pada rumusan masalah, tinjauan teoritis serta beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) akan memperbesar aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. 2. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (e↑) akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. 3. Peningkatan suku bunga internasional London Interbank Offered Rate (LIBOR) akan memperbesar aliran investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka pendek. 4. Peningkatan jumlah uang beredar (money supply) akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini karena dalam jangka panjang pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi dan menurunkan investasi secara proporsional karena kerentanan perekonomian yang besar. 5. Peningkatan inflasi akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 6. Peningkatan net ekspor akan memperbesar aliran masuk investasi portofolio ke Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 7. Peningkatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) akan memperbesar aliran investasi portofolio asing ke Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini 33 karena terdapat time gap untuk melakukan ekspansi usaha ke pasar modal oleh pemodal domestik. 8. Dummy krisis minyak dunia tahun 2005 akan meningkatkan aliran investasi portofolio asing di Indonesia. 34 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder deret waktu (time series) dalam bentuk kuantitatif triwulan periode I:2000-II:2010. Data yang digunakan meliputi investasi portofolio dalam bentuk nilai pembelian saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia (Foreign Purchase), Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (KURS), London Interbank Offered Rate (LIBOR), jumlah uang beredar (MS), tingkat inflasi (INFLASI), net ekspor (NET) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Data yang diperoleh merupakan data nominal yang kemudian diubah ke dalam bentuk riil dengan membaginya menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar 2000 (2000=100). Harga dianggap tetap sehingga adanya perkembangan terhadap agregat dari triwulan ke triwulan semata-mata karena perkembangan riil dan bukan karena fluktuasi perubahan harga. Secara ringkas data dan sumber penelitian dipaparkan pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1. Variabel Penelitian, Sumber Data, Jenis Data dan Satuan Data Variabel Sumber Data Periode Jenis Data Satuan Data FP BEI, Bapepam-LK QI:2000 - QII:2010 Triwulan Juta Rp PDB BPS QI:2000 - QII:2010 Triwulan Milyar Rp KURS BI QI:2000 - QII:2010 Triwulan Ribuan Rp LIBOR BI QI:2000 - QII:2010 Triwulan Persen MS BI QI:2000 - QII:2010 Triwulan Milyar Rp INFLASI Departemen QI:2000 - QII:2010 Triwulan Persen Perdagangan NET BPS QI:2000 - QII:2010 Triwulan Triliun Rp PMDN BKPM QI:2000 - QII:2010 Triwulan Milyar Rp 3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Secara deskriptif digunakan untuk menganalisis dinamika investasi portofolio asing serta perannya bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Analisis data penelitian adalah menggunakan Error Correction Model (ECM) dengan bantuan Software E-Views 6.1 dan Microsoft Excel 2007. Error Correction Model (ECM) merupakan pendekatan yang diyakini dapat menguji apakah spesifikasi model empirik yang digunakan valid atau berdasarkan Error Correction Term (UT). Metode ECM dapat menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsisten tidaknya model dengan teori ekonomi. Evaluasi model dilakukan untuk tidak melanggar asumsi-asumsi dasar yaitu: autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas serta normalitas. Spesifikasi model faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia sebagai berikut: DFPt = β1 DPDBt + β2 DKURSt + β3 DLIBORt + β4 DMSt + β5 DINFLASIt + β6 DNETt + β7 DPMDNt + β8dK + γUt-1 + et 3.1 Koefisien yang diharapkan: β1>0, β2<0, β3>0, β4<0, β5<0, β6>0, β7>0, β8>0, -1<γ<0 Dimana: DFPt = Pembelian saham oleh investor asing (Foreign Purchase) pada periode t (juta rupiah) DPDBt = Produk Domestik Bruto pada periode t (milyar rupiah) DKURSt = Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada periode t (Rp/USD) 36 DLIBORt = Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate pada periode t (persen) DMSt = Jumlah uang beredar pada periode t (milyar rupiah) DINFLASIt = Inflasi pada periode t (persen) DNETt = Jumlah net ekspor pada periode t (triliun rupiah) DPMDNt = Penanaman Modal Dalam Negeri pada periode t (milyar rupiah) dK = Dummy Krisis 0 : sebelum krisis minyak dunia tahun 2005 1 : setelah krisis minyak dunia tahun 2005 γ = Error Correction Term atau UT Ut = DFPt - β0 - β1 DPDBt + β2 DKURSt + β3 DLIBORt + β4 DMSt + β5 DINFLASIt + β6 DNETt + β7 DPMDNt + β8dK 3.3. Analisis Time Series Data yang digunakan masih stasioner atau tidak dapat diketahui dengan melakukan uji Unit Root Test, yaitu dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller Test (ADF) atau melalui nilai probabilitas (Prob*). Selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi serta uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang di antara variabel-variabel yang digunakan, kemudian diteruskan dengan koreksi kesalahan dengan menggunakan ECM. Langkah-langkah ECM adalah sebagai berikut: 3.3.1. Uji Stasioner (Unit Root Test) Uji stasioneritas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian memiliki pola yang stasioner atau stabil. Apabila 37 ditemukan data yang tidak memiliki sifat tersebut maka hasil analisis model regresi tidak menunjukkan sifat-sifat yang valid. Ada tidaknya unit root dapat diketahui dengan menggunakan ADF (Augmented-Dicky Fuller) pada program E-Views 6.1. Data dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih kecil dari Mackinnon Critical Value. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = data tidak stasioner (mengandung unit root) H1 = data stasioner (tidak mengandung unit root) Penolakan H0 menunjukkan bahwa data yang dianalisis adalah stasioner. Variabel dikatakan tidak stasioner jika terdapat hubungan antara variabel tersebut dengan waktu atau trend sehingga sering menimbulkan masalah regresi lancung (spurious regression), dimana hasil estimasi yang diperoleh dari model secara statistik signifikan tetapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada (Widarjono, 2007). Setelah data diketahui tidak stasioner, langkah selanjutnya adalah menggunakan uji derajat integrasi. Perbedaan antara data time series yang stasioner dengan yang tidak adalah pada data time series yang stasioner, dampak shock atau guncangan yang terjadi pada data hanya bersifat sementara. Sejalan dengan waktu, dampak dari shock tersebut akan berkurang dan data time series akan kembali ke long run mean yang berfluktuasi di sekitar mean tersebut. Selain dengan memperhatikan nilai ADF statistik, pengujian kestasioneran juga dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai probabilitas (Prob*). Jika nilai probabilitas (Prob*) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka data tersebut 38 tidak stasioner, tetapi jika nilainya lebih kecil dari taraf nyata maka data tersebut stasioner. 3.3.2. Uji Derajat Integrasi Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji root test sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau 1(0). Uji derajat integrasi dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner dan berapa kali variabel harus di-difference untuk menghasilkan variabel yang stasioner. Pada uji ini, variabel yang diteliti di-difference pada derajat tertentu sehingga semua variabel stasioner pada derajat yang sama (Widarjono, 2007). Suatu variabel dikatakan stasioner pada first difference jika setelah di-difference satu kali nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon. 3.3.3. Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linear tersebut harus stasioner. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kestabilan jangka panjang dari variabel-variabel yang diamati. Dalam melihat uji kointegrasi ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu uji kointegrasi EngleGranger (Engle-Granger Cointegration Test), Uji Kointegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test) dan uji Kointegrasi Durbin-Watson (Cointegration Regression Durbin-Watson Test). Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger. Hubungan kointegrasi hanya bisa dibentuk oleh variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Uji kointegrasi dapat dianggap sebagai tahap awal untuk menghindari terjadinya regresi palsu. 39 Penggunaan uji Engle-Granger dilakukan pada persamaan tunggal dengan menggunakan metode ADF yang terdiri dari dua tahap. Pertama, meregresikan persamaan variabel dependen dengan variabel independen yang kemudian akan didapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode ADF yang menguji unit root terhadap residual dengan hipotesis uji unit root sebelumnya. Jika H0 ditolak atau signifikan maka variabel residual adalah stasioner. Artinya, meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner pada level, tetapi dalam jangka panjang variabel-variabel cenderung menuju keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linear dari variabel-variabel ini disebut regresi kointegrasi dan parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai cointegrated parameter. Persamaan linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah: FPt = β1 PDBt + β2 KURSt + β3 LIBORt + β4 MSt + β5 INFLASIt + β6 NETt + β7 PMDNt + β8dK + et 3.2 Koefisien yang diharapkan: β1>0, β2<0, β3>0, β4<0, β5<0, β6>0, β7>0, β8>0, -1<γ<0 Dimana: DFPt = Pembelian saham oleh investor asing (Foreign Purchase) pada periode t (juta rupiah) DPDBt = Produk Domestik Bruto pada periode t (milyar rupiah) DKURSt = Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada periode t (Rp/USD) DLIBORt = Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate pada periode t (persen) DMSt = Jumlah uang beredar pada periode t (milyar rupiah) 40 DINFLASIt = Inflasi pada periode t (persen) DNETt = Jumlah net ekspor pada periode t (triliun rupiah) DPMDNt = Penanaman Modal Dalam Negeri pada periode t (milyar rupiah) dK = Dummy Krisis 0 : sebelum krisis minyak dunia tahun 2005 1 : setelah krisis minyak dunia tahun 2005 et = variabel error periode t 3.4. Error Correction Model (ECM) Widarjono (2007) menjelaskan bahwa Error Correction Model (ECM) bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu. Hal ini dikarenakan seluruh komponen pada tingkat variabel telah dimasukkan ke dalam model, kemudian memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya. Munculnya Error Correction Model (ECM) adalah untuk mengatasi perbedaan hasil estimasi antara jangka panjang dan jangka pendek. Persamaan jangka pendek digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang digunakan terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia (persamaan 3.3). Hubungan yang terjadi antar variabel yang diduga dapat diwujudkan dalam sebuah model. Suatu model dikatakan baik jika memenuhi kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria ekonometrik. Kriteria ekonomi ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi, model yang diperoleh akan dievaluasi berdasarkan teori-teori ekonomi yang ada. Kriteria statistik menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya 41 pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan kriteria ekonometrika didasari asumsi-asumsi dari Ordinary Least Square (OLS) seperti pengujian autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas dan normalitas. Jika uji-uji ekonometrika dipenuhi, maka koefisien atau parameter yang diperoleh adalah penduga linear terbaik yang tidak bias (BLUE). 3.5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) 3.5.1. Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut ada, kita katakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna (perfect multicolinearity). Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear di antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi dengan melihat koefisien korelasi antara variabel eksogen dalam suatu matriks korelasi. Jika terdapat multikolinearitas maka tidak mungkin dipertahankan asumsi bahwa semua variabel lain konstan ketika salah satu variabel bebas berubah (Gujarati, 2003). 3.5.2. Heteroskedastisitas Menurut Gujarati (2003), salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (εt) sama atau homogen. Dengan pengertian lain, Var(εi)=E(εi2)=σ2 untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini disebut homoskedastisitas. Jika ragam sisaan tidak sama atau Var(εi)≠ E(εi2) ≠ σ2 untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka kita katakan ada masalah heteroskedastistas. 42 Akibat dari heteroskedastisitas adalah dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias, dan masih konsisten, tetapi standar error-nya bias ke bawah. Selanjutnya, heteroskedastisitas juga dapat mengakibatkan penduga OLS tidak efisien lagi. Pengujian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi heteroskedastisitas yaitu dengan uji White-Heteroskedasticity, Breusch-PaganGodfrey, Harvey. Apabila nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari taraf nyata maka tolak H0 berarti terjadi heteroskedastisitas dalam model, sedangkan jika probabilitas Obs*R-Squred lebih besar dari taraf nyata maka tidak terdapat heteroskedastisitas. Hipotesis: H0 : ρ=0 H1 : ρ≠0 3.5.3. Autokorelasi Autokorelasi terjadi pada serangkaian data time series dimana unsur gangguan pada suatu pengamatan secara sistematik tergantung pada unsur ganggguan pada pengamatan yang lain. Autokorelasi akan memengaruhi efisiensi model dan berdampak pada ketidakkonsistenan dan ketidakbiasan model. Rumusan dari adanya autokorelasi dalam permodelan adalah sebagai berikut: E(εi,εj)≠0 i≠j Dimana: εi = unsur gangguan pengamatan i εj = unsur gangguan pengamatan j Uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah data yang diamati terjadi autokorelasi atau tidak adalah uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang digunakan dalam uji autokorelasi adalah sebagai berikut: 43 H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0 Apabila probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata maka tidak ditemukan autokorelasi pada model. Jika probabilitas Obs*R-Squared lebih kecil dari taraf nyata maka ditemukan autokorelasi pada model (Gujarati, 2003). 3.5.4. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari tarif nyata yang digunakan, maka model ECM tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal (Widarjono, 2007). Berikut ini adalah hipotesis yang digunakan untuk mendeteksi masalah normalitas pada model. Jika terima H0 maka model tidak mengalami masalah normalitas. Hipotesis: H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal 3.6. Uji Statistik 3.6.1. Uji Determinasi (R2) Uji determinasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi dalam memprediksi nilai variabel terikat. Semakin dekat nilai R2 dengan satu maka semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji determinasi dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini: R2 = JKR JKT 44 Dimana: R2 = Koefisien determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Tengah 3.6.2. Uji F-Statistik Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Hipotesis: H0 : β1 = β2 = β3 = … = βi = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 Kriteria uji: Probability f-statistic > taraf nyata (α) maka terima H0 Probability f-statistic < taraf nyata (α) maka tolak H0 Jika tolak H0 minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat sehingga model layak digunakan. 3.7. Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Foreign Purchase merupakan nilai pembelian saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia. 2. Produk Domestik Bruto riil merupakan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan harga tahun dasar (konstan) dan dapat berubah jika kuantitas output nasional berubah. Produk Domestik Bruto dalam penelitian ini merupakan catatan Produk Domestik Bruto menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000. 45 3. Kurs rupiah terhadap dollar AS secara riil diperoleh dari Indeks Harga Konsumen AS tahun dasar 2000 dibagi Indeks Harga Konsumen Indonesia tahun dasar 2000, kemudian dikalikan dengan nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS. Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat diperoleh dari International Financial Statistics (IFS). Dollar Amerika Serikat dipilih karena USD merupakan hard currency yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. 4. London Interbank Offered Rate digunakan secara luas sebagai suatu kurs referensi untuk suatu instrumen keuangan seperti pada swap suku bunga. LIBOR dalam penelitian menggambarkan suku bunga deposito USD triwulan. LIBOR riil diperoleh dengan mengurangkan LIBOR nominal dengan tingkat inflasi domestik. 5. Jumlah uang beredar (money supply) merupakan akumulasi jumlah uang yang beredar di masyarakat Indonesia. Jumlah uang beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar luas (M2). Jumlah uang beredar luas adalah penjumlahan uang beredar sempit (M1), uang kuasi, uang kartal dan uang digital. Uang beredar luas (M2) tersebut telah dicatat dan dipublikasikan oleh Bank Indonesia. 6. Inflasi merupakan keadaan ekonomi yang menunjukkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum serta berlangsung secara terus-menerus di Indonesia, satuannya dalam bentuk persen. 46 7. Net ekspor merupakan selisih nilai ekspor dengan nilai impor. Net ekspor diperoleh dalam bentuk bulanan, namun dikonversi menjadi triwulan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. 8. Data Penanaman Modal Dalam Negeri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri. Berdasarkan UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pananam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Data realisasi investasi PMDN merupakan nilai investasi yang benar-benar dilaksanakan dari jumlah dana yang diajukan penanam modal dan disetujui oleh pemerintah. 9. Dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy krisis, yaitu krisis minyak dunia tahun 2005. Krisis tahun 2005 diduga berpengaruh kuat terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. 47 IV. KEBIJAKAN DAN DINAMIKA INVESTASI PORTOFOLIO ASING 4.1. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1912-1989 Kegiatan investasi portofolio asing dalam pasar modal telah dikenal di Indonesia sejak zaman kolonial. Pasar Modal Indonesia bermula dari “Vereniging voor de Effecten Handel” yang didirikan di Batavia (Jakarta saat ini) tanggal 14 Desember 1912, kemudian diikuti berdirinya bursa efek di Surabaya tanggal 11 Januari 1925 dan di Semarang tanggal 1 Agustus 1925. Efek yang diperdagangkan terdiri dari saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda di Indonesia dan sertifikat saham Amerika yang dikeluarkan Kantor Administrasi di Belanda. Pada tanggal 10 Mei 1940, ketiga pasar modal tersebut terpaksa ditutup karena situasi Negeri Belanda yang sedang kacau akibat serangan Jerman di awal Perang Dunia II. Kebanyakan saham Belanda dan saham Indonesia dimiliki oleh orang-orang Jerman sehingga semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali pada tahun 1952, tetapi aktivitas investasi portofolio asing jika dibandingkan dengan periode sebelumnya semakin menurun mengingat tekanan sistem ekonomi terpimpin yang merusak kekuatan pasar aset di Indonesia waktu itu. Selain itu, suku bunga atau dividen yang diterapkan di bursa efek jauh lebih rendah dibanding suku bunga di pasaran bebas sebesar 15 persen per bulan (Putro, 1978). Adanya gejolak politik dan ekonomi di Indonesia telah menimbulkan peningkatan risiko dalam portofolio saham. Pada awal kemerdekaan, sebagian pialang di kota-kota mendatangi tempat praktek dokter sebagai orang terpercaya untuk menawarkan saham, tetapi baru pada Agustus 1977 penjualan saham mulai dilakukan di Bursa Efek Jakarta oleh perusahaan-perusahaan yang sebagian besar menjual sahamnya untuk mengakomodasi Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) yang mensyaratkan partisipasi nasional dalam perusahaan asing (Sjahrir, 1992). Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 1 tahun 1967 yang kemudian disempurnakan dalam UndangUndang No. 11 Tahun 1970. Undang-undang tersebut dikeluarkan untuk mendorong partisipasi investor asing dalam upaya pembangunan perekonomian Indonesia khususnya dalam pembangunan pasar modal yang ditujukan sebagai sumber pendanaan bagi masyarakat atau perusahaan. Undang-undang tersebut diciptakan untuk membuka kembali ketertutupan pemerintah Indonesia sebelumnya yang melarang campur tangan asing dalam urusan perekonomian nasional. UndangUndang PMA sebagai bentuk deregulasi memberikan keringanan perpajakan bagi investor untuk mengimpor barang-barang modal. Adanya paket Desember 1987 merupakan awal dari aktivitas dan dinamika pasar modal Indonesia. Dalam paket tersebut terbuka peluang bagi investor asing dengan syarat partisipasi maksimum 49 persen dari saham. Paket 27 Oktober 1988 dan Paket Desember 1988 semakin membuka insentif bagi kegiatan di pasar modal dengan memberlakukan equal treatment dividen dengan bunga deposito yang sama-sama dipajak sebagai faktor penting bagi investor asing. Paket Desember memberi kesempatan bagi perusahaan untuk mendaftarkan seluruh saham di bursa saham (Putro, 1978). 49 Deregulasi 1987 dan 1988 telah membuka kesempatan bagi investor asing dalam menentukan harga portofolio saham, dilihat dari sisi permintaan. Tabel 4.1 menunjukkan perkembangan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta periode 1977-1988. Tabel 4.1. Perkembangan Transaksi Perdagangan Saham di Bursa Efek Jakarta Periode 1977-1988 Tahun Hari Penjualan Penjualan Transaksi per Transaksi (Saham) (Juta Rp) Hari (Juta Rp) 1977 98 14.577 153,1 1,6 1978 250 13.451 218,5 0,9 1979 249 119.310 1.333,5 5,4 1980 251 1.656.290 5.733,4 22,8 1981 254 2.891.290 7.651,7 30,1 1982 249 5.018.526 12.624,8 50,7 1983 250 3.505.748 10.107,6 40,4 1984 246 1.218.833 2.139,0 8,7 9185 244 1.610.914 3.206,4 13,1 9186 247 1.428.288 1.816,0 7,3 1987 246 2.523.674 5.184,3 21,4 1988 251 6.944.592 557.020,8 121,9 Sumber: Usman dalam Sjahrir (1992) Tabel 4.1 menunjukkan bahwa transaksi saham yang berlangsung selama tahun 1988 merupakan penjualan saham terbesar sejak pemberlakuan UndangUndang PMA untuk periode 12 tahun. Pada saat itu, terdapat sekitar lusinan Country Funds yang bergerak mencari saham di Indonesia dan tercatat 557,02 milyar rupiah dana-dana asing yang ditanam dalam bentuk saham di pasar modal Indonesia. Menurut Putro (1978), keberhasilan pemerintah untuk menekan inflasi dari 650 persen di tahun 1966 menjadi 24,75 persen di tahun 1969 mampu meningkatkan penjualan saham kepada pemodal asing sehingga dalam Tabel 4.1 terlihat peningkatan pertumbuhan penjualan saham sejak tahun 1977. 50 Iklim ekonomi yang telah membaik serta ditunjang dengan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan pemerintah di bidang PMA telah pula merupakan daya tarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam berbagai sektor kegiatan. Indonesia telah memperoleh kepercayaan dunia yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan sampai September 1988 oleh Institute Investment Guide bahwa dari 112 negara di dunia yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat 43, Malaysia ke-32, Thailand ke-31 dan Singapura ke-16. Sedangkan untuk kalangan Asia Pasifik, Indonesia berada pada peringkat ke-12 (Djamin, 1989). Menurut Sjahrir (1992), persoalan utama dalam perkembangan investasi portofolio saham di Indonesia adalah jumlah perusahaan tetap masih terlalu sedikit untuk dapat diperbandingkan dalam satu jenis industri. Sementara itu, proses masuknya perusahaan yang akan go public ke pasar modal semakin mendapat sorotan yang tajam. Persepsi yang ditampilkan adalah terlalu mudah perusahaan memperoleh clearance untuk go public. Trigger dari pendapat itu adalah kasus PT. Indocement yang mendapat izin khusus untuk go public, kendati ia tidak berhasil mendapat laba dalam dua tahun terakhir sebagaimana disyaratkan oleh Bapepam-LK untuk masuk bursa utama. Investasi portofolio asing semakin dibutuhkan keberadaannya setelah pemerintah Indonesia melihat keberhasilan negara lain dalam pemanfaatan dana-dana asing untuk pembangunan, seperti perkembangan perekonomian Korea Selatan yang awalnya ditopang oleh besarnya aliran investasi asing. Tanggal 16 September 1989, pemerintah mengeluarkan Keputusan 51 Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal. Kebijakan tersebut menandai awal diperbolehkannya investor asing untuk membeli saham yang tercatat di bursa efek, kecuali untuk saham yang diemisikan oleh bank swasta. Pemodal asing dalam peraturan ini didefinisikan sebagai perorangan Warga Negara Asing, Badan Hukum Asing dan Pemerintah Asing serta bagian-bagiannya. 4.2. Perkembangan Investasi Portofolio Asing di Indonesia Periode 1990-2010 Kebijakan investasi portofolio asing di Indonesia telah memasuki dunia liberalisasi sehubungan dengan situasi rendahnya ketersediaan modal untuk membiayai pembangunan domestik. Di sisi lain, aliran investasi portofolio asing memberikan peluang dalam pengembangan perekonomian menuju kondisi yang lebih baik. Oleh karena itu, pemerintah melakukan deregulasi investasi portofolio asing pada tahun 1989 yang memperbolehkan investor asing memiliki 100 persen saham perusahaan. Alasan utama pemerintah melakukan kebijakan ini karena terdapat iklim persaingan investasi dari negara-negara lain, seperti China, India dan Vietnam. 500 450 400 350 300 250 kumulatif 200 per tahun 150 100 50 0 Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah Gambar 4.1. Jumlah Emisi Saham di Indonesia Periode 1990-2010 52 Deregulasi tahun 1989 merupakan awal dari peningkatan emisi saham di Indonesia. Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan emisi saham yang mengalami kenaikan pertumbuhan kumulatif sejak tahun 1990 sampai 2010. Deregulasi yang memperbolehkan pemodal asing membeli saham listed mampu meningkatkan jumlah emiten di Indonesia. Emiten terbesar sebanyak 65 issuer terjadi pada tahun 1990 yang mengindikasikan respon investor terhadap deregulasi pemerintah tahun 1989, sedangkan emiten terkecil sebanyak 3 issuer terjadi pada tahun 1998 yang dipengaruhi oleh terjadinya krisis moneter di wilayah Asia. Pada tanggal 4 September 1997, KMK Nomor 1055/KMK.013/1989 mengenai Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal akhirnya dicabut dengan dikeluarkannya KMK Nomor 455/KMK.01/1997. Undang-Undang terbaru tidak memberikan batasan atas pembelian saham oleh pemodal asing melalui pasar modal dan bursa efek. Deregulasi melalui liberalisasi ini membuat return pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia meningkat dari 200 pada tahun 1989 menjadi 2745,8 pada tahun 2007 (Bapepam-LK, 2008). Undang-undang tahun 1997 tersebut ditujukan untuk mencegah penurunan investasi asing pada pasar modal Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi. Jumlah portofolio asing yang tumbuh sejak deregulasi 1989 mengalami penurunan pada saat terjadi Krisis Asia Timur tahun 1997 yang berdampak negatif pada harga aset-aset finansial di Indonesia. Tingginya hot money dan peningkatan risk aversion telah mengurangi Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purcase) atas aset-aset portofolio. Pasca krisis 1997, investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia mulai tumbuh kembali setelah pemerintah memberikan keyakinan atas masalah risiko melalui 53 manajemen moneter tahun 1998-1999. Aliran investasi portofolio dalam bentuk Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) di pasar modal Indonesia meningkat dan mencapai puncak pada tahun 2004 sebesar 18,8 triliun rupiah sebelum terjadinya krisis investasi portofolio asing di Indonesia pada tahun 2005 (Gambar 4.2). -14.8 -16.4 -20 -15 3.7 2.5 2010:Q1 2009:Q3 2009:Q1 2008:Q3 2008:Q1 2007:Q3 2007:Q1 2006:Q3 2006:Q1 2005:Q3 2005:Q1 2004:Q3 2004:Q1 2003:Q3 2003:Q1 2002:Q3 2002:Q1 2001:Q3 2001:Q1 2000:Q3 -0.4 -10 -5 0.1 5.2 5.4 5.3 11.4 2.3 4.8 6.1 0.2 3.3 5.7 3.7 3.1 4.8 1.5 0.1 0.2 7.7 8.1 7.7 3.2 3.7 11.7 11.6 6.4 5.9 5.1 1.9 0.4 0.5 2.8 0.3 0.8 0.6 0.2 0.2 0.8 0 5 10 15 Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah Gambar 4.2. Pembelian Bersih Asing (Foreign Net Purchase) Periode 2000-2010 Tingginya harga minyak dunia yang mencapai level di atas USD 70 per barel pada bulan Agustus 2005, laju inflasi yang besar mencapai 11 persen, memburuknya perekonomian Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh badai Katrina, serta depresiasi rupiah sejak pertengahan tahun 2005 turut berpengaruh terhadap kinerja pasar modal 54 yang sempat mencapai level terendah sebesar 994,770 pada 29 Agustus 2005 (Bapepam-LK, 2005). Hal tersebut mengakibatkan penurunan pembelian bersih asing ke Indonesia dalam jumlah sebesar Rp.15,4 triliun. Penurunan tersebut diakibatkan oleh besarnya penarikan dana jika dibandingkan dengan jumlah pembelian saham oleh asing, tetapi secara nominal jumlah pembelian saham oleh asing pada tahun 2005 merupakan nilai terbesar daripada tahun-tahun sebelumnya (Gambar 4.3). Krisis minyak dunia tahun 2005 secara relatif justru mendorong peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia, menjelang akhir tahun perkembangan pasar modal kembali menguat sejalan dengan timbulnya sikap optimisme pasar atas perekonomian Indonesia yang kembali membaik berkenaan dengan adanya kebijakan Presiden yang melakukan resuffle kabinetnya. Terbukti bahwa investasi portofolio asing tercatat meningkat sebesar Rp.15,3 triliun dari tahun 2006 sampai tahun 2007. 450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Sumber: Bapepam-LK (2010), diolah Gambar 4.3. Pembelian Saham Oleh Asing (Foreign Purchase) Periode I:2000 sampai II:2010 55 Nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia kembali mengalami penurunan pada tahun 2008 karena krisis finansial global turut menjadi faktor risiko bagi pembelian saham sehingga aliran investasi portofolio asing menurun. Fluktuasi perekonomian nasional dan dunia memengaruhi pertumbuhan investasi portofolio asing di Indonesia, namun secara kumulatif nilainya meningkat dengan pertumbuhan positif nilai riil investasi portofolio asing rata-rata kuartal sebesar 57,33 persen selama periode penelitian. 2500 Rp. triliun 2019.3 1988.3 2000 1500 1249 1076.4 1000 801.2 679.9 500 460.3 259.6 239.2 268.4 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Sumber: Bapepam-LK (2009), diolah Gambar 4.4. Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia Pada tahun 2009 terdapat 13 perusahaan yang melakukan Penawaran Umum perdana saham. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar 24 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang jumlahnya adalah 17 perusahaan. Penurunan nilai emisi saham tahun 2009 antara lain disebabkan oleh dampak krisis ekonomi global yang masih terasa pada kuartal pertama tahun 2009. Setelah berlalunya krisis 56 tersebut, Emiten dan Perusahaan Publik cenderung lebih fokus mempertahankan kelangsungan operasionalnya (Bapepam-LK, 2009). Tabel 4.2. Komposisi Kepemilikan Asing yang Tercatat di KSEI Jenis Pemegang Saham Nilai (Rp miliar) Persentase Corporate 120.409,57 Individual 2.368,17 Mutual Fund 94.567,23 Securities Company 48.449,69 Insurance 1.970,75 Pension Fund 16.286,94 Financial Institution 382.175,14 Fondation 1.064,28 Others 248.092,77 Total 915.092,77 8,73 0,17 6,86 3,51 0,14 1,18 27,72 0,08 18,00 66,40 Sumber: Bapepam-LK, 2010 Tabel 4.2 menjelaskan bahwa secara kuantitatif, pemodal asing yang melakukan investasi portofolio di Indonesia yang mendominasi adalah berbentuk lembaga keuangan sebesar 27,72 persen dan lembaga modal lainnya sebesar 18 persen. Jasa keuangan merupakan sektor utama yang menjadi tujuan penanaman modal investor asing di Indonesia karena terkait dengan aset-aset finansial yang diperdagangkan di pasar modal Bursa Efek Indonesia. Jumlah negara sebagai pemodal asing yang tercatat menanamkan investasi pada pasar modal Indonesia terdiri dari 39 negara dan empat pemerintahan asing. Ke- 39 negara tersebut adalah Australia, Austria, Belgia, Brunei Darussalam, Kanada, China, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Yordania, Kuwait, Luxembourg, Malaysia, Mauritius (termasuk Maurities Hold Min 20%), Mongolia, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Philipina, Polandia, Seychelles, Singapura, Slovakia, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Suriah, Taiwan, Thailand, Arab Emirates, 57 Inggris, Amerika Serikat dan Uzbekistan. Sementara itu, pemerintahan negara asing yang tercatat juga memiliki saham di Indonesia adalah Pemerintah Korea, Pemerintah Singapura, Pemerintah Uni Emirat Arab, dan Pemerintah Kuwait. Asal negara terbanyak pemodal asing di pasar modal Indonesia adalah Amerika Serikat dengan 420 rekening yang tercatat di KSEI atau sekitar 9,05% dari 4.640 total rekening pemodal asing. Negara selanjutnya yang cukup besar jumlah rekening pemodal asingnya adalah Inggris, Luxemberg, Jepang dan Kanada, dengan jumlah pemodal masing-masing sebanyak 125 rekening (2,69%), 116 rekening (2,50%), 95 (2,05%), dan 91 rekening (1,96%). Sementara itu, klasifikasi asal negara yang belum jelas dan dikelompokan menjadi Bank Foreign, Individual-Foreign dan Institution-Foreign masih mendominasi catatan KSEI dengan 3.442 rekening atau sekitar 74,18%. Sebagian pemodal asing tersebut ingin turut mengendalikan perusahaan, dan sebagian besar umumnya hanya ingin mendapatkan keuntungan baik dalam bentuk dividen maupun dalam bentuk capital gain di pasar sekunder. 58 5.1.1. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) 5.1.1.1. Uji Autokorelasi Keberadaan autokorelasi diuji dengan menggunakan Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test. Adanya korelasi dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas Obs*R-Squared pada Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test dengan taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen. Tabel 5.1. Hasil Uji Autokorelasi Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test: F-Statistic 1,830553 Probability Obs*R-Squared 4,436282 Probability 0,1772 0,1088 Sumber: Lampiran 1 Berdasarkan Tabel 5.1, dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Obs*R-Squared pada Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test sebesar 0,1088 yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. 5.1.1.2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah HarveyHeteroscedasticity Test. Jika nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 10 persen, maka persamaan jangka panjang tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Tabel 5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroscedasticity Test: Harvey F-Statistic 0,996330 Obs*R-Squared 8,170895 Sumber: Lampiran 1 60 Probability Probability 0,4571 0,4170 Nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,4170. Nilai ini lebih besar dibandingkan taraf nyata 10 persen. Dari kedua pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model. 5.1.1.3. Uji Normalitas Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan bantuan Histogram-Normality Test. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera adalah sebesar 0,003718. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari taraf nyata sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model yang digunakan belum terdistribusi secara normal. Hal ini mungkin diakibatkan karena observasi time series terhadap data masih memiliki banyak kekurangan dan ketidak-akuratan data. 9 Series: UT Sample 2000Q1 2010Q2 Observations 42 8 7 6 5 4 3 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 11.63462 11.58741 13.05141 9.026029 0.837133 -0.924214 4.725454 Jarque-Bera Probability 11.18929 0.003718 2 1 0 9 10 11 12 13 Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas 5.1.1.4. Uji Multikolinearitas Uji yang terakhir dilakukan pada penelitian ini adalah uji multikolinearitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaaan hubungan yang erat di antara 61 variabel-variabel bebas. Uji Klein menyebutkan bila korelasi antara masing-masing variabel bebas tersebut tidak lebih besar dari R-Squared pada model, maka dalam persamaan tidak terdapat masalah multikolinearitas. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.3, terdapat korelasi antar peubah bebas yang lebih besar daripada nilai R-Squared pada model estimasi persamaan jangka panjang yaitu 0.667081. Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah multikolinearitas pada model. Tabel 5.3. Hasil Uji Multikolinearitas LNFP INFLASI LIBOR LNKURS LNMS LNPDB LNPMDN LNFP -0,00739 INFLASI 1 -0,70955 0,23421 0,23837 LNKURS 1 LNMS 0,43144 -0,23174 -0,24645 -0,552717 LNPDB 0.72390 -0,20870 -0,25303 -0,91425 0,74467 LNPMDN 0,17779 0,13010 0,14322 -0,13292 0,20399 0,09573 DUMMY DUMMY 1 0,01968 -0,06291 LIBOR NET NET 1 -0,51749 0,09430 0,53417 1 1 0,62449 -0,62277 -0,77904 0,66598 -0,02948 0,07364 -0,78907 0,63914 0,87345 1 0,03865 1 0,20320 -0,54744 1 Sumber: Lampiran 1 Masalah multikolinearitas dapat dilihat pada nilai korelasi antara variabel PDB dengan KURS, MS, NET dan DUMMY KMD serta nilai korelasi antara variabel DUMMY KMD dengan KURS yang lebih besar dari 0,667081. Keberadaan multikolinearitas menyebabkan analisis ECM tidak dapat dilanjutkan untuk sementara. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan penggunaan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mencegah multikolinearitas yang terjadi pada data penelitian. Analisis regresi dengan PCA mampu menghilangkan multikolinearitas pada variabel-variabel bebas. 62 Neter dalam Ulpah (2006) menyebutkan bahwa nilai VIF akan semakin besar jika terdapat korelasi yang semakin besar di antara peubah-peubah bebas. VIF yang lebih besar dari 10 dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kolinearitas. Hasil analisis PCA pada data penelitian ini, seperti dalam Lampiran 5, menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang lebih besar dari 10, sehingga dengan demikian metode ECM dapat dilanjutkan dengan menggunakan nilai residual (UT) dari analisis PCA untuk melihat signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek. 5.1.2. Kestasioneran Data Dalam metode analisis Error Correction Model (ECM), langkah pertama yang dilakukan adalah menguji kestasioneran data (unit root test) dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller. Unit Root Test dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kecenderungan data yang dianalisis, apakah data tersebut memiliki pola yang stabil (stasioner) atau tidak. Suatu variabel dikatakan tidak memiliki unit root dan stasioner pada taraf nyata tertentu apabila nilai t-statistik ADF lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon. Selain itu, kestasinoneran ini juga dapat dibuktikan melalui nilai probabilitas (prob*) dari semua variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α=10 persen). Pada Tabel 5.4 diperlihatkan hasil uji unit root pada kesembilan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pada level, terdapat tujuh variabel yang tidak stasioner, yaitu: FP, PDB, KURS, LIBOR, MS, NET, dan DUMMY KMD. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas dari variabel-variabel tersebut yang lebih besar dari taraf nyata (α=10 persen) atau Prob* > 10 persen. Oleh karena terdapat beberapa 63 variabel yang tidak stasioner pada level maka dibutuhkan pengujian kestasioneran pada tingkat first difference. Tabel 5.4. Hasil Uji Unit Root Pada Level Variabel FP Nilai ADF -1,860679 Nilai Kritis McKinnon 1 persen 5 persen 10 persen -3,600987 -2,935001 -2,605836 Probabilitas PDB 2,225658 -3,621023 -2,943427 -2,610263 0,9999 KURS -0,937241 -3,600987 -2,935001 -2,605836 0,7661 LIBOR -1,824696 -3,600987 -2,935001 -2,605836 0,3637 MS 0,874399 -3,600987 -2,935001 -2,605836 0,9941 INFLASI NET -5,748888 -1,892444 -3,600987 -3,600987 -2,935001 -2,935001 -2,605836 -2,605836 0,0000 0,3325 -5,185082 PMDN -0,927700 DUMMY KMD Sumber: Lampiran 2 -3,605593 -3,605593 -3,605593 -2,936942 -2,606857 -2,606857 0,0001 0,7693 0,3470 Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Pada first difference, semua variabel sudah stasioner. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 5.5. Kestasioneran ini tampak dari nilai ADF masing-masing variabel yang lebih kecil dari nilai kritis McKinnon pada taraf nyata 10 persen. Selain itu, kestasioneritasan ini juga dapat ditunjukkan dari nilai probabilitas (prob*) semua variabel lebih kecil dari taraf nyata (α=10 persen). Tabel 5.5. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference Variabel Nilai ADF -6,477035 FP -32,71333 PDB -8,537192 KURS -6,499047 LIBOR -6,927490 MS -5,748888 INFLASI -6,394222 NET -5,185082 PMDN DUMMY KMD -6,324555 Sumber: Lampiran 2 Nilai Kritis McKinnon 1 persen 5 persen 10 persen -3,610453 -2,938987 -2,607932 -3,621023 -2,943427 -2,610263 -3,605593 -2,936942 -2,606857 -3,605593 -2,936942 -2,606857 -3,605593 -2,936942 -2,606857 -3,600987 -2,935001 -2,605836 -3,605593 -2,936942 -2,606857 -3,605593 -3,605593 -2,606857 -3,605593 -2,936942 -2,606857 64 Prob Keterangan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Berdasarkan Tabel 5.5, maka data pada penelitian ini (baik variabel independen maupun variabel dependen) telah memenuhi syarat untuk melanjutkan metode analisis ECM. 5.2. Uji Kointegrasi dan Hasil Persamaan Jangka Panjang Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Jika seluruh variabel lolos dari uji akar unit atau uji derajat integrasi, maka langkah selanjutnya dalam pengujian validasi data deret waktu adalah melakukan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan berkointegrasi bila masingmasing variabel random tersebut merupakan random walk (tidak stasioner), tetapi kombinasi linear antara dua variabel tersebut merupakan time series yang stasioner. Pengujian kointegrasi bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antar variabel yang diamati, seperti yang diharapkan pada teori ekonomi. Tahap awal uji kointegrasi Engle-Granger adalah meregresi persamaan dan mendapatkan nilai residual dari regresi tersebut. Tabel 5.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing dalam Jangka Panjang Peubah Koefisien t-hitung PDB KURS LIBOR MS INFLASI NET PMDN DUMMY KMD Sumber: Lampiran 5, diolah. 1,29850 -0,97999 0,04582 1,95320 -0,05754 -4,91620 0,23687 0,48777 46,90509* -37,89835* 0,70117 83,99646* -7,08350* -129,28375* 4,19175* 12,46383* Tabel 5.6 memperlihatkan hasil estimasi persamaan jangka panjang dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Persamaan yang diregresikan adalah 65 persamaan PCA, karena di awal analisis telah disebutkan bahwa terdapat masalah multikolinearitas dalam data penelitian sehingga regresi persamaan ECM awal tidak dapat dipakai untuk mengestimasi signifikansi jangka panjang dan jangka pendek. Semua variabel penelitian kecuali LIBOR memberi pengaruh signifikan terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari nilai mutlak t-statistik semua peubah bebas yang lebih besar dari nilai t-tabel taraf nyata 10 persen, yakni 1,645 (signifikansi peubah ditandai dengan *). Setelah meregresikan persamaan jangka panjang, langkah selanjutnya adalah menguji akar-akar unit dari variabel residual (UT) persamaan PCA dengan menggunakan metode ADF Statistic. Tabel 5.7. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Regresi Variabel UT Nilai ADF -3,144549 Nilai Kritis McKinnon 1 persen 5 persen 10 persen -3,600987 -2,935001 -2,605836 Probabilitas 0.0310 Keterangan Stasioner Sumber: Lampiran 5 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai residual (UT) persamaan perubahan integrasi portofolio asing di Indonesia sudah stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (prob*) yang lebih kecil dari taraf nyata (α=10 persen). Selain itu, kestasioneritasan ini juga dapat ditunjukkan dari nilai ADF Statistic yang lebih kecil dari nilai McKinnon. Hasil uji stasioneritas terhadap residual semakin menguatkan bahwa di antara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi atau terjadi keseimbangan jangka panjang antar variabel yang diamati sehingga perumusan ECM dapat dilanjutkan. 66 5.3. Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Metode Error Correction Model (ECM) digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika residual (UT). Jika UT signifikan maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi jangka pendek yang diamati bersifat valid. Pada persamaan jangka pendek, variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia adalah DLIBOR, DINFLASI dan DNET. Nilai koefisien Error Correction Term (UT) sebesar -0.439 menunjukkan bahwa disekuilibrium sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 0,439 persen. ECT (UT) menunjukkan seberapa cepat ekuilibrium tercapai kembali ke dalam keseimbangan jangka panjang. Tabel 5.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing dalam Jangka Pendek Variabel Koefisien Probabilitas C PDB KURS LIBOR MS INFLASI NET PMDN DUMMY KMD UT R-Squared Adjusted R-Squared Durbin-Watson Stat Sumber: Lampiran 5 5,130173 -5,061284 -2,723138 0,404112 7,685046 0,504453 -30,03150 -0,034914 0,429553 -0,439356 0,400831 0,226879 1,730097 0,0032 0,2950 0,2367 0,0468 0,1742 0,0370 0,0239 0,7996 0,5453 0,0028 Berdasarkan hasil estimasi jangka pendek (Tabel 5.8) dan jangka panjang (Tabel 5.6), maka dapat dihasilkan analisis sebagai berikut: 67 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) signifikan positif dalam jangka panjang tetapi tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan oleh Harni (2004) dan Ralhan (2006) yang menyatakan bahwa besarnya Produk Domestik Bruto suatu negara akan memengaruhi keinginan investor asing untuk menanamkam modalnya di negara tersebut. Dalam jangka panjang, kenaikan Produk Domestik Bruto sebesar Rp.1,000 milyar akan meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.1,299 juta, cateris paribus. Tabel 5.9. Pertumbuhan Ekonomi Dunia (Persen) Negara 00 01 02 03 04 Negara Industri Maju 3,9 1,2 1,6 2,1 3,6 Amerika Serikat 3,7 0,8 1,9 3,0 4,3 Kawasan Euro 3,5 1,6 0,8 0,5 2,2 Jepang 2,8 0,4 -0,3 2,5 4,4 NIEs 7,9 1,1 5,0 3,0 5,5 Negara Berkembang 5,9 4,0 4,8 6,1 7,7 Afrika 2,9 4,0 3,5 4,3 4,5 Amerika Latin 3,9 0,5 -0,1 1,8 4,6 Asia 6,7 5,5 6,6 7,7 7,6 Indonesia 4,9 3,5 3,7 4,1 4,8 05 2,5 3,1 1,7 1,9 4,7 7,5 5,7 4,7 9,2 5,7 06 2,9 2,7 2,9 2,0 5,6 8,1 6,1 5,6 9,8 5,5 07 2,6 2,1 2,7 2,3 5,7 8,0 6,3 5,7 10,0 6,3 08 1,5 0,4 0,7 -0,7 1,5 6,9 5,2 4,2 8,4 6,1 Sumber: Bank Indonesia (2009) Produk Domestik Bruto yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator positif bagi investor untuk menanamkan modal, khususnya di pasar finansial. Pertumbuhan ekonomi yang baik mengindikasikan aktivitas perekonomian yang aktif, mendorong perputaran uang dan peluang laba yang semakin besar sehingga meningkatkan investor confidence terhadap kondisi pasar modal. 68 Dalam jangka pendek, pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya menggambarkan perubahan total kondisi semua sektor perekonomian. Stabilisasi perekonomian memiliki kepekaan yang besar terhadap kondisi pasar. Pertumbuhan ekonomi belum mencakup perkembangan semua bidang secara progresif, misalkan pertumbuhan sektor keuangan sebesar 9,7 persen pada tahun 2008 lebih rendah daripada pertumbuhan sektor komunikasi sebesar 12,8 persen, tetapi dalam jangka panjang pertumbuhan sektor komunikasi di Indonesia jauh lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan sektor keuangan. Rata-rata pertumbuhan sektor keuangan di Indonesia sejak tahun 2004 sampai 2009 sebesar 79,1 persen, sedangkan sektor komunikasi hanya sebesar 0,28 persen. Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam periode penelitian ini menunjukkan tren yang meningkat. Indonesia merupakan emerging market yang tumbuh positif pada saat terjadi krisis minyak dunia tahun 2005 maupun krisis finansial global tahun 2008. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang mendorong masuknya modal asing ke Indonesia dalam bentuk portofolio asing. 2. Kurs Mata Uang Rp-USD (KURS) Kurs mata uang Rp-USD signifikan negatif dalam jangka panjang tetapi tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menduga bahwa depresiasi rupiah terhadap dollar AS berhubungan negatif terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Dalam jangka panjang, depresiasi nilai rupiah 69 terhadap dollar AS sebesar Rp.1.000 akan menurunkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,980 juta, cateris paribus. Sejak Indonesia melakukan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), nilai tukar rupiah sering mengalami tekanan depresiasi disertai volatilitas yang sangat tinggi (large swing). Teori moneter menyebutkan bahwa pelemahan nilai tukar akan memengaruhi perkembangan permintaan dan penawaran agregat, output dan harga dalam jangka pendek. Depresiasi rupiah yang meningkat akan memengaruhi nilai riil keuntungan investor atas modal yang ditanamkan. Keadaan tersebut mendorong peningkatan keengganan asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena dinilai akan mengurangi tingkat keuntungan dalam jangka panjang. 3. London Interbank Offered Rate (LIBOR) Suku bunga internasional London Interbank Offered Rate (LIBOR) signifikan dalam jangka pendek, namun tidak signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian Dewi (2005) tetapi bertentangan dengan penelitian Ralhan (2006) yang menggunakan data tahun 1970-1994 dan menyatakan bahwa suku bunga LIBOR tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kapitalisasi asing di pasar modal delapan negara: Australia, India, Indonesia, Argentina, Brazil, Chili, Kolumbia dan Meksiko. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan suku bunga internasional LIBOR sebesar satu persen akan meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,404 juta dalam jangka pendek, cateris paribus. Selama periode penelitian, terdapat positive appreciation bagi investor asing untuk 70 menanamkan modal di Indonesia mengingat bahwa tingkat suku bunga domestik selalu berada di atas tingkat suku bunga dunia (Gambar 5.2). Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil, sehingga Bank Indonesia tidak dapat memengaruhi besarnya perubahan tingkat suku bunga dunia. Misalkan, pada saat krisis minyak dunia tahun 2005, upaya menjaga nilai tukar rupiah dan menahan laju inflasi mendorong Bank Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan uang ketat melalui peningkatan tingkat suku bunga yang mencapai 12,75 persen (SBI 1 Bulan), tetapi peningkatan ini jauh lebih besar dibanding dengan peningkatan suku bunga LIBOR, sehingga mendorong investor asing untuk membeli aset-aset finansial di pasar modal Indonesia. 14 12 10 8 6 4 2 0 Juli 2005 Juli 2006 Juli 2007 BI Rate Juli 2008 Juli 2009 Juli 2010 LIBOR Sumber: Bank Indonesia (2010), diolah Gambar 5.2. BI Rate dan LIBOR Periode Juli 2005-Juli 2010 Berdasarkan teori paritas suku bunga, peningkatan suku bunga domestik akan menyebabkan terjadinya capital inflow. Selain itu, faktor risiko bisnis diluar variabel ekonomi juga turut memengaruhi tingginya tingkat suku bunga di Indonesia. Gejolak politik, lingkungan administrasi pemerintahan, kondisi sosial, pertahanan dan 71 keamanan merupakan faktor-faktor lain yang memengaruhi kebijakan penetapan suku bunga. 4. Jumlah Uang Beredar (MS) Jumlah uang beredar (money supply) di Indonesia yang memiliki pola meningkat dari tahun ke tahun berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah uang beredar sebesar Rp.1,000 milyar, akan meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.1,953 juta, cateris paribus. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan hipotesis yang menduga bahwa peningkatan jumlah uang beredar akan menurunkan aliran masuk investasi portofolio asing ke Indonesia karena dapat mendorong inflasi dalam jangka panjang. Perbedaan ini dapat dianalisis melalui deskriptif data riil yang menunjukkan bahwa dalam periode penelitian I:2000 sampai II:2010, jumlah uang beredar di Indonesia dan jumlah nilai pembelian asing terhadap saham (Foreign Purchase) di Bursa Efek Indonesia sama-sama memiliki tren yang meningkat. Peningkatan jumlah uang beredar selama periode penelitian tidak secara kuat mendorong kenaikan inflasi, sehingga investasi portofolio asing tumbuh meningkat. Gambar 5.2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia tidak mendorong kenaikan inflasi secara proporsional. Selama periode penelitian, terdapat korelasi negatif antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan inflasi sebesar -0,23 (Lampiran 1). 72 MS 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 6,000 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 Sumber: Bank Indonesia (2010), diolah a. Jumlah Uang Beredar Riil INFLASI 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 Sumber: Departemen Perdagangan (2010), diolah b. Inflasi Bulanan Gambar 5.3. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Bulanan Periode I:2000 s.d. II:2010 Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan investor asing yang menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia adalah adanya pengumuman dari IMF dalam Public Information Notices (PINs) yang menganggap bahwa kebijakan nilai tukar yang fleksibel sudah cukup efektif di Indonesia. Keefektifan tersebut didukung oleh upaya pemerintah untuk mencegah pengaruh inflasi yang tinggi 73 terhadap stabilitas perekonomian nasional akibat pengaruh situasi global. Selain itu, data Bank Indonesia (2009) memperlihatkan bahwa peningkatan belanja pemerintah, konsumsi nasional dan realisasi FDI di Indonesia mendorong pertumbuhan perekonomian pada pasar barang yang kemudian diimbangi oleh peningkatan jumlah uang beredar sehingga tingkat suku bunga dan pendapatan nasional Indonesia meningkat. Faktor-faktor demikian menjadi stimulus bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. 5. Inflasi Pengaruh fluktuasi inflasi signifikan negatif terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang, tetapi signifikan positif dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, peningkatan inflasi sebesar satu persen akan menurunkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,058 juta, cateris paribus. Dalam jangka pendek, peningkatan inflasi sebesar satu persen akan menaikkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,504 juta. Pertumbuhan inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh ketidakstabilan perekonomian dunia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepekaan yang tinggi terhadap guncangan krisis dunia. Krisis Asia Timur tahun 1997 memengaruhi inflasi di Indonesia karena depresiasi rupiah mendorong kenaikan harga domestik. Krisis minyak dunia tahun 2005 mendorong kenaikan inflasi di Indonesia sebelum adanya kebijakan pemerintah Indonesia atas Bahan Bakar Minyak (BBM). Kemudian, inflasi yang diakibatkan oleh krisis finansial global tahun 2008 memengaruhi aliran investasi portofolio asing karena tingkat profit dari penanaman modal di Indonesia menjadi berkurang oleh lemahnya aktivitas perekonomian yang 74 didukung oleh adanya sentimen negatif atas aset finansial di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan teori pendekatan moneter, peningkatan dalam pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendepresiasikan nilai tukar Rp-USD. Depresiasi menjadinya pemicu terjadinya perubahan inflasi dan selanjutnya akan memperkuat pengaruh negatif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Teori paritas suku bunga menjelaskan bahwa depresiasi nilai tukar akan menyebabkan peningkatan perbedaan suku bunga sehingga dapat mengurangi aliran investasi portofolio karena capital outflow. Pada kenyataannya, inflasi jangka pendek justru mendorong masuknya modal asing selama periode penelitian. Teori portofolio Markowitz dalam Pudjiastuti (2002) menjelaskan bahwa inflasi merupakan bagian dari ketidakpastian lingkungan bisnis sehingga mendorong spekulan untuk mendiversifikasikan asetnya di beberapa negara yang berbeda. Inflasi yang berbeda-beda antar negara memberikan peluang profit atas fluktuasi harga saham, sehingga investor asing dengan mudah dapat menanamkan modal dan menariknya kembali dengan cepat jika terdapat guncangan di negara pengimpor modal tersebut. 6. Net Ekspor (NET) Net ekspor signifikan negatif dalam jangka panjang maupun jangka pendek terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Peningkatan net ekspor sebesar Rp.1,000 triliun akan menurunkan investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.4,916 juta dalam jangka panjang, cateris paribus. Dalam jangka pendek, perubahan net ekspor sebesar Rp.1,000 triliun akan menurunkan investasi portofolio 75 asing sebesar Rp.30,031 juta. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sangat berbeda dengan hipotesis penelitian. Berdasarkan teori, ketika suatu negara mengalami surplus dalam transaksi berjalan, maka akan menambah posisi bersih cadangan internasional negara tersebut. Akibatnya mata uang negara tersebut akan mengalami apresiasi nilai tukar sehingga mengarah pada peningkatan investasi portofolio asing. Selain itu, menurut Ralhan (2006), kegiatan ekspor yang meningkat akan memperbesar ukuran keterbukaan ekonomi suatu negara (degree of openness of the economy) yang dapat memengaruhi peningkatan ketertarikan investor asing dalam memperbesar investasi di pasar modal negara tersebut. Pada kenyataannya, dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek periode penelitian , aliran uang di pasar barang lebih besar dalam pembiayaan eskpor, sedangkan aktivitas di pasar modal berkurang akibat tekanan-tekanan perekonomian dunia yang kurang stabil. Ketidakstabilan perekonomian dunia mengarah pada penurunan pembelian saham, tetapi terjadi peningkatan aliran uang di pasar barang untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat internasional. Penurunan Foreign Purchase yang lebih besar daripada pendapatan ekspor berakibat pada penurunan cadangan internasional atau devisa negara. Hal ini akan berdampak pada penurunan nilai tukar rupiah sehingga investasi portofolio asing semakin menurun. 7. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) signifikan positif dalam jangka panjang tetapi tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian 76 yang menduga bahwa peningkatan realisasi investasi domestik akan mendorong emisi saham dan meningkatkan keaktifan perdagangan saham di pasar modal sehingga dapat meningkatkan investasi portofolio asing di Indonesia. Peningkatan investasi PMDN di Indonesia sebesar Rp.1,000 milyar akan meningkatkan investasi portofolio asing sebesar Rp.0,237 juta , cateris paribus. Pengaruh peningkatan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia memerlukan waktu (time gap). Waktu tersebut menggambarkan kondisi ekspansi usaha ke pasar modal oleh pemodal domestik. Peningkatan investasi domestik juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan indikator yang lebih baik bagi investor asing untuk menanamakan modalnya di Indonesia. Pertumbuhan investasi domestik yang mengarah pada perbaikan perekonomian akan mendorong keaktifan investor asing dalam pasar saham. Pengusaha domestik akan terpenuhi kebutuhan dana usahanya dengan aliran modal asing melalui pembelian saham, sedangkan investor asing akan memperoleh profit dari modal yang ditanamkan di Indonesia. 8. Krisis Minyak Dunia Tahun 2005 (DUMMY KMD) Pengaruh variabel krisis minyak dunia tahun 2005 terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia tidak signifikan dalam jangka pendek tetapi signifikan positif dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Dummy krisis minyak dunia tahun 2005 memengaruhi investasi portofolio asing di Indonesia sebesar Rp.0,488 juta, cateris paribus. Pada kenyataannya, seorang investor memiliki orientasi ekonomi high riskhigh return. Krisis minyak dunia yang berpengaruh negatif bagi perekonomian 77 negara-negara maju mendorong investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang mempunyai pertumbuhan ekonomi positif. Negara Industri Maju (NIM) mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1 persen, sedangkan Indonesia tumbuh sebesar 0,9 persen pada saat krisis minyak dunia terjadi. Hal ini menjadi salah satu pendorong investor asing pindah ke Indonesia dengan orientasi profit penanaman modal yang lebih besar. Orientasi ini akan berlanjut dalam jangka panjang mengingat bahwa tren tingkat keuntungan bisnis di beberapa negara emerging market jauh lebih besar dibanding negara maju, tetapi resiko yang dihadapi investor juga sangat besar. Krisis minyak dunia tahun 2005 serta adanya dorongan negatif badai Katrina di Amerika Serikat telah menaikkan harga minyak hingga mencapai level di atas USD 70 per barel. Akibatnya, dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak tersebut meningkatkan inflasi di Indonesia mencapai 18 persen sampai akhir tahun 2005. Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10 persen dengan dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi pemerintah untuk harga BBM tersebut. Kenaikan inflasi dunia yang terus terjadi tidak menurunkan keinginan investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Adanya sikap tegas dari pemerintah melalui kebijakan BBM dan resuffle kabinet dengan cepat memulihkan krisis yang terjadi, sehingga krisis tahun 2005 tidak membawa dampak negatif yang berkepanjangan di tahun-tahun berikutnya. Harga minyak di luar negeri yang belum turun sampai tahun 2006 juga sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke 78 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Model persamaaan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) pada software E-Views 6.1. Metode ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Error Correction Model (ECM) menganalisis keabsahan model berdasarkan error correction term (UT). Principal Component Analysis (PCA) digunakan dalam penelitian ini karena terdapat pelanggaran asumsi klasik pada data penelitian. PCA akan menghasilkan residual data yang kemudian diregresi kembali sehingga menghasilkan error correction term yang signifikan dan membuat ECM valid untuk penelitian ini. 5.1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Investasi Portofolio Asing Variabel-variabel independen yang digunakan sebagai penduga untuk melihat pengaruhnya terhadap perubahan investasi portofolio asing di Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (PDB), kurs mata uang Rp-USD (KURS), London Interbank Offered Rate (LIBOR), jumlah uang beredar (MS), tingkat inflasi (INFLASI), net ekspor (NET), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan dummy krisis minyak dunia tahun 2005 (DUMMY KMD). Penentuan sebuah model menuju ECM mengharuskan diadakan Diagnostic Test terhadap estimasi OLS. Diagnostic Test dalam penelitian ini dilakukan sebagai syarat terpenuhinya asumsi BLUE sehingga metode ECM dapat diakui keabsahannya. wilayah Libanon Selatan. Sedangkan di Indonesia, penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi aktivitas pasar modal. Kecenderungan ini mendapatkan respon dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus 2006 sehingga membawa dampak positif bagi peningkatan investasi portofolio asing di Indonesia hingga tahun-tahun berikutnya. 79 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi perubahan investasi portofolio asing di Indonesia, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Investasi portofolio asing di Indonesia meningkat secara kumulatif dengan nilai Foreign Purchase yang tumbuh positif. Pertumbuhan nilai riil investasi portofolio asing rata-rata kuartal meningkat sebesar 57,33 persen selama periode I:2000-II:2010. Pertumbuhan investasi portofolio asing terbesar berada pada sektor jasa keuangan. Negara dengan penanaman investasi portofolio terbesar di Indonesia adalah Amerika Serikat (9,05%), Inggris (2,69 %), Luxemburg (2,50%), Jepang (2,05%) dan Kanada (1,96%). 2. Perubahan investasi portofolio asing di Indonesia dalam jangka panjang secara signifikan dipengaruhi oleh Produk Domestik Bruto (+), nilai tukar rupiah-USD (-), jumlah uang beredar (+), inflasi (-), net ekspor (-), Penanaman Modal Dalam Negeri (+) dan dummy krisis minyak dunia tahun 2005 (+). Dalam jangka pendek, perubahan investasi portofolio asing secara signifikan hanya dipengaruhi oleh London Interbank Offered Rate (+), inflasi (+) dan net ekspor (-). 6.2. Saran Adapun implikasi yang merupakan saran alternatif kebijakan bagi otoritas moneter dalam upaya perbaikan sektor permodalan di Indonesia, yaitu: 1. Bank Indonesia harus dapat menjaga kestabilan kurs dan tingkat suku bunga melalui kebijakan moneter dan program Inflation Targetting. 2. Perlu diadakan promosi realisasi PMDN secara luas di Indonesia untuk mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto sehingga investor confidence terhadap pasar modal Indonesia semakin baik. 3. Peningkatkan pengawasan pasar modal harus dilakukan dengan memberlakukan perundangan-undangan dan penetapan sanksi secara ketat mengingat adanya ancaman mobilitas modal bagi pasar modal Indonesia masih tergolong sebagai emerging market. 81 DAFTAR PUSTAKA Aggarwal, L., Klapper, L dan Wysocki, P. 2003.. “Portfolio Preferences of Foreign Institutional Investors”. Georgetown University, Washington. Badan Pusat Statistik. 2009. Laporan Tahunan Badan Pusat Statistik 2009. Jakarta. Bank Indonesia. 2000. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2000. Jakarta. Bank Indonesia. 2002. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2002. Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2004. Jakarta. Bank Indonesia. 2009. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2009. Jakarta. Bank Indonesia. 2010. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2010. Jakarta. Bapepam-LK. 2001. Statistik Mingguan Pasar Modal 2001. Jakarta. Bapepam-LK. 2002. Statistik Mingguan Pasar Modal 2002. Jakarta. Bapepam-LK. 2003. Statistik Mingguan Pasar Modal 2003. Jakarta. Bapepam-LK. 2004. Statistik Mingguan Pasar Modal 2004. Jakarta. Bapepam-LK. 2005. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2005. Jakarta. Bapepam-LK. 2005. Statistik Mingguan Pasar Modal 2005. Jakarta. Bapepam-LK. 2006. Statistik Mingguan Pasar Modal 2006. Jakarta. Bapepam-LK. 2007. Statistik Mingguan Pasar Modal 2007. Jakarta. Bapepam-LK. 2008. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2008. Jakarta. Bapepam-LK. 2008. Statistik Mingguan Pasar Modal 2008. Jakarta. Bapepam-LK. 2009. Laporan Tahunan Bapepam-LK 2009. Jakarta. Bapepam-LK. 2009. Statistik Mingguan Pasar Modal 2009. Jakarta. Bapepam-LK. 2010. Statistik Mingguan Pasar Modal 2010. Jakarta. Bartram, S. M. dan Dufey, G. 2001. “International Portfolio Investment: Theory, Evidence, and Institutional Framework”. Maastricht University, Maastricht. Batiz, FL Rivera. dan Luiz A. 1994. “International Finance and Open Economy Macroeconomics 2nd Edition”. McMillan Publishing Company, New York. Bursa Efek Indonesia. 2009. Laporan Tahunan Bursa Efek Indonesia 2009. Jakarta. Dewi, K. A. 2005. Pengaruh Aliran Investasi Portofolio Di Indonesia Terhadap Perubahan Nilai Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djamin, Z. 1989. “Perekonomian Indonesia”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Dumairy, M. A. 1996. “Perekonomian Indonesia”. Jakarta. Erlangga. Evans, K. 2002. “Foreign portfolio and direct investment: Complementarity, Differences and Integration”. Paper in Global Forum on International Investment OECD, Shanghai. Gujarati, D. N. 2003. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z [penerjemah] Gunawan H [editor]. Terjemahan dari Basic Econometrics 4th Edition. Erlangga, Jakarta. Harni, R. 2004. Analisis Pengaruh Suku Bunga, PDB dan Investasi Asing Langsung Terhadap Investasi Swasta Indonesia 1970-2004 [tesis]. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Nurmawan I [penerjemah] Sumiharti Y [editor]. Terjemahan dari Macroeconomics 4th edition. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. “The Economics of Money, Banking and Financial Markets”. Columbia University, New York. Pudjiastuti, A. 2002. Penentuan Portofolio Optimal Dan Rasionalitas Investor Valuta Asing di Indonesia [tesis]. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Putro, S. S. 1978. “Beberapa Pandangan Pengembangan Pasar Modal”. PT. Danareksa, Jakarta. Ralhan, M. 2006. “Determinants of Capital Flows: A Cross Country Analysis”. University of Victoria, Ottawa. Sjahrir. 1992. “Analisis Ekonomi Indonesia”. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tim, Bapepam-LK. 2008. “Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG Di Pasar Modal Indonesia”. Bapepam-LK, Jakarta. 83 Tim, Bapepam-LK. 2008. “Identifikasi Pemodal Asing di Pasar Modal Indonesia”. Bapepam-LK, Jakarta. Tim, Bapepam-LK. 2008. “Pengaruh Transaksi Asing Terhadap Neraca Pembayaran Indonesia”. Bapepam-LK, Jakarta. Todaro, M. P. dan Smith, S. C. 2004. “Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga”. Erlangga, Jakarta. Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. UNCTAD. 2006. “World Investment Report 2006”. United Nation, New York. Walpole, R. E. 1982. “Pengantar Statistika”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Warjiyo, P. 2004. “Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar”. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Jakarta. Wibisono, H. H. 2005. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Kinerja Pasar Modal pada Bursa Efek Jakarta [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widarjono, A. 2007. “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis”. Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta. 84 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Uji Asumsi Klasik (Diagnostic Test) • Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared • 1.830553 4.436282 Prob. F(2,31) Prob. Chi-Square(2) 0.1772 0.1088 Prob. F(8,33) Prob. Chi-Square(8) Prob. Chi-Square(8) 0.4571 0.4170 0.3337 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: Harvey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS • 0.996330 8.170895 9.102895 Uji Normalitas 9 Series: UT Sample 2000Q1 2010Q2 Observations 42 8 7 6 5 4 3 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 11.63462 11.58741 13.05141 9.026029 0.837133 -0.924214 4.725454 Jarque-Bera Probability 11.18929 0.003718 2 1 0 9 10 11 12 13 • Uji Multikolinearitas Covariance Analysis: Ordinary Date: 02/14/11 Time: 18:37 Sample: 2000Q1 2010Q2 Included observations: 42 Correlation Probability LNFP LNFP 1.000000 ----- INFLASI LIBOR LNKURS INFLASI -0.007391 0.9629 1.000000 ----- LIBOR 0.019683 0.9015 -0.062918 0.6922 1.000000 ----- LNKURS -0.709551 0.0000 0.234219 0.1354 0.238370 0.1285 1.000000 ----- LNMS 0.431448 0.0043 -0.231740 0.1398 -0.246453 0.1156 -0.552717 0.0001 1.000000 ----- LNPDB 0.723904 0.0000 -0.208707 0.1847 -0.253039 0.1059 -0.914252 0.0000 0.744678 0.0000 1.000000 ----- LNPMDN 0.177793 0.2600 0.130104 0.4115 0.143224 0.3655 -0.132925 0.4014 0.203993 0.1950 0.095733 0.5465 1.000000 ----- NET -0.517496 0.0004 0.094307 0.5525 0.534176 0.0003 0.624499 0.0000 -0.622776 0.0000 -0.779043 0.0000 0.038653 0.8080 1.000000 ----- DUMMY 0.665985 0.0000 -0.029482 0.8530 0.073644 0.6430 -0.789070 0.0000 0.639145 0.0000 0.873459 0.0000 0.203207 0.1968 -0.547449 0.0002 86 LNMS LNPDB LNPMDN NET DUMMY 1.000000 ----- Lampiran 2 Hasil Uji Kestasioneran Data (Unit Root Test) Null Hypothesis: LNFP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.860679 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.3470 t-Statistic Prob.* -6.477035 -3.610453 -2.938987 -2.607932 0.0000 t-Statistic Prob.* 2.225658 -3.621023 -2.943427 -2.610263 0.9999 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNFP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 87 Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.636906 -3.621023 -2.943427 -2.610263 0.4541 t-Statistic Prob.* -32.71333 -3.621023 -2.943427 -2.610263 0.0001 t-Statistic Prob.* -0.937241 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.7661 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 88 Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.537192 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0000 t-Statistic Prob.* -1.824696 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.3637 t-Statistic Prob.* -6.499047 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LIBOR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LIBOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 89 Null Hypothesis: MS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 0.874399 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.9941 t-Statistic Prob.* -6.927490 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0000 t-Statistic Prob.* -5.748888 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(MS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 90 Null Hypothesis: NET has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.892444 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.3325 t-Statistic Prob.* -6.394222 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0000 t-Statistic Prob.* -5.185082 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(NET) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: PMDN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 91 Null Hypothesis: DUMMY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -0.927700 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.7693 t-Statistic Prob.* -6.324555 -3.605593 -2.936942 -2.606857 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(DUMMY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 92 Lampiran 3 Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang Dependent Variable: LNFP Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 18:33 Sample: 2000Q1 2010Q2 Included observations: 42 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI LIBOR LNKURS LNMS LNPDB LNPMDN NET DUMMY C 0.612147 0.287048 -2.124859 -1.028768 7.558209 0.112448 -9.495476 -1.336284 -59.13852 0.293861 0.108493 1.872831 2.126045 3.374250 0.153427 10.76991 0.684831 52.91917 2.083115 2.645778 -1.134570 -0.483888 2.239967 0.732908 -0.881667 -1.951262 -1.117525 0.0451 0.0124 0.2647 0.6317 0.0319 0.4688 0.3843 0.0596 0.2718 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) • 0.667081 0.586373 0.768317 19.48026 -43.46180 8.265391 0.000004 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 11.63462 1.194637 2.498181 2.870539 2.634665 1.383898 Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level 93 t-Statistic Prob.* -4.664428 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.0005 Lampiran 4 Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek - Error Correction Model (ECM) Dependent Variable: D(LNFP) Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 18:34 Sample (adjusted): 2000Q2 2010Q2 Included observations: 41 after adjustments White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INFLASI) D(LIBOR) D(LNKURS) D(LNMS) D(LNPDB) D(LNPMDN) D(NET) D(DUMMY) RESID01(-1) C 0.617591 0.361938 -3.146461 5.141916 -3.272444 -0.058964 -26.15133 0.040522 -0.602216 0.014943 0.244102 0.127254 2.214889 7.105007 4.135288 0.089470 12.59956 0.190747 0.341001 0.142092 2.530057 2.844223 -1.420595 0.723703 -0.791346 -0.659037 -2.075574 0.212437 -1.766024 0.105161 0.0167 0.0078 0.1654 0.4747 0.4348 0.5147 0.0463 0.8332 0.0872 0.9169 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.452281 0.293266 0.612057 11.61302 -32.31686 2.844263 0.014512 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 94 0.033867 0.728054 2.064237 2.482182 2.216429 1.642971 Lampiran 5 PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) Regression Analysis: LNFP versus LNPDB, LNKURS, ... The regression equation is LNFP = - 59.1 + 7.56 LNPDB - 2.12 LNKURS + 0.287 LIBOR - 1.03 LNMS + 0.612 INFLASI - 9.5 NET + 0.112 LNPMDN - 1.34 D Predictor Constant LNPDB LNKURS LIBOR LNMS INFLASI NET LNPMDN D Coef -59.14 7.558 -2.125 0.2870 -1.029 0.6121 -9.50 0.1124 -1.3363 S = 0.768317 SE Coef 63.14 4.458 2.012 0.1008 2.563 0.2745 13.85 0.1930 0.7490 R-Sq = 66.7% T -0.94 1.70 -1.06 2.85 -0.40 2.23 -0.69 0.58 -1.78 P 0.356 0.099 0.299 0.007 0.691 0.033 0.498 0.564 0.084 VIF 34.8 11.3 2.7 3.7 1.6 4.8 1.3 10.0 R-Sq(adj) = 58.6% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source LNPDB LNKURS LIBOR LNMS INFLASI NET LNPMDN D DF 1 1 1 1 1 1 1 1 DF 8 33 41 SS 39.0332 19.4803 58.5135 MS 4.8792 0.5903 F 8.27 P 0.000 Seq SS 30.6632 0.8118 2.6256 0.5471 1.7376 0.6347 0.1344 1.8789 Unusual Observations Obs 13 14 24 LNPDB 12.9 12.9 13.0 LNFP 8.210 8.618 12.064 Fit 10.498 10.638 12.436 SE Fit 0.256 0.273 0.658 Residual -2.289 -2.020 -0.372 St Resid -3.16R -2.81R -0.94 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.38390 Data dan standarisasi: 95 LNFP LNPDB LNKURS LIBOR LNMS NET LNPMDN D 11.40641 12.74506 8.944681 5.8 8.819252 0.31 0.078496 4.379591 0 11.19005 12.73924 9.052652 5.99 8.836887 0.63 0.081448 4.025511 0 10.55366 12.78069 9.073355 6.12 8.833501 0.58 0.07356 3.923594 0 10.87142 12.76787 9.124598 5.23 8.842897 1.47 0.053829 3.182296 0 10.33402 12.78301 9.144991 4.67 8.852814 0.7 0.05246 3.468127 0 10.02936 12.79534 9.269765 3.08 8.876248 1.09 0.053775 3.090273 0 10.08327 12.81453 9.037578 2.62 8.818953 0.85 0.064504 2.915107 0 10.47809 12.78336 9.11585 0.79 8.852878 1.34 0.053849 2.723189 0 10.14906 12.8176 9.037682 0.74 8.819975 1.16 0.050276 2.436348 0 9.882226 12.8366 8.922474 1.64 8.808418 0.29 0.058619 2.66246 0 9.940226 12.86855 8.915763 1.29 8.818872 0.54 0.053217 4.016525 0 10.63101 12.82913 8.898649 0.4 8.811146 1.17 0.043224 2.862627 0 8.20979 12.86552 8.869097 1.07 8.794599 0.26 0.050866 2.726624 0 8.618228 12.88568 8.814531 1.08 8.80636 0.15 0.057525 2.82858 0 11.76448 12.91314 8.818464 0.69 8.815744 0.41 0.054344 2.751596 0 11.96743 12.87441 8.800824 0.29 8.834409 0.83 0.049326 3.753038 0 12.23288 12.90569 8.748278 0.8 8.761939 0.3 0.033165 4.037664 0 12.02685 12.92862 8.811646 0.55 8.763782 0.78 0.040599 1.557837 0 11.8153 12.95714 8.818381 1.56 8.784592 0.17 0.046999 1.962926 0 12.36063 12.94355 8.799224 1.47 8.798879 0.83 0.0467 3.56032 0 12.59049 12.96363 8.79462 1.77 8.776549 1.06 0.040088 3.364773 0 12.33777 12.98568 8.82025 2.92 8.796032 0.35 0.037408 3.027168 0 12.48891 13.01388 8.868435 3.1 8.837263 0.67 0.04025 3.231603 1 12.0639 12.99336 8.761408 1.01 8.789683 3.32 0.050721 4.647492 1 11.99826 13.01363 8.667016 4.1 8.782413 0.66 0.049686 3.821514 1 12.30368 13.03383 8.66246 4.92 8.804707 0.29 0.047944 2.665603 1 12.09313 13.07087 8.659947 5.04 8.825804 0.39 0.052691 1.891334 1 12.16262 13.05216 8.62884 4.58 8.866267 0.8 0.062349 3.781237 1 12.19426 13.07242 8.617235 4.72 8.857168 0.63 0.051136 4.249118 1 12.55265 13.09893 8.617955 5.26 8.882448 0.06 0.051856 4.316774 1 12.74243 13.13613 8.632136 4.68 8.922759 0.76 0.045572 3.117798 1 12.90201 13.10894 8.624592 4.28 8.95821 0.69 0.051082 2.286977 1 12.83005 13.13271 8.590687 2.14 8.936054 1.12 0.019112 3.084215 1 12.86048 13.15999 8.58223 1.77 8.931249 0.99 0.005627 2.883833 1 12.57429 13.19673 8.536037 1.95 8.915761 0.95 0.003386 3.337094 1 12.49145 13.16033 8.703607 2.53 8.979505 0.18 0.007694 3.137959 1 11.58722 13.17698 8.720646 1.07 9.001319 0.12 0.0105 3.59309 1 12.7667 13.2 8.621578 0.8 9.023472 ‐0.05 0.020367 3.681033 1 12.64356 13.23748 8.562642 ‐0.28 9.03761 0.69 0.013363 3.778239 1 12.62222 13.2132 8.510501 0.11 9.067059 0.16 0.032661 3.698519 1 12.50862 13.23232 8.480919 ‐0.07 9.059404 0.33 0.023007 3.318128 1 12.79497 13.26007 8.459373 ‐0.03 9.08977 0.47 0.01643 4.090089 1 96 Inflasi LNFP Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 11.41 ‐1.51 0.78 1.72 ‐0.55 ‐0.66 1.84 1.56 ‐0.94 11.19 ‐1.54 1.32 1.82 ‐0.36 ‐0.09 1.99 1.06 ‐0.94 10.55 ‐1.28 1.42 1.88 ‐0.39 ‐0.18 1.58 0.91 ‐0.94 10.87 ‐1.36 1.68 1.43 ‐0.29 1.42 0.54 ‐0.14 ‐0.94 10.33 ‐1.27 1.78 1.14 ‐0.18 0.04 0.47 0.26 ‐0.94 10.03 ‐1.19 2.40 0.33 0.08 0.74 0.54 ‐0.27 ‐0.94 10.08 ‐1.07 1.24 0.09 ‐0.56 0.31 1.10 ‐0.52 ‐0.94 10.48 ‐1.27 1.63 ‐0.84 ‐0.18 1.18 0.54 ‐0.80 ‐0.94 10.15 ‐1.05 1.24 ‐0.87 ‐0.54 0.86 0.35 ‐1.20 ‐0.94 9.88 ‐0.93 0.67 ‐0.41 ‐0.67 ‐0.70 0.79 ‐0.88 ‐0.94 9.94 ‐0.73 0.63 ‐0.58 ‐0.56 ‐0.25 0.51 1.04 ‐0.94 10.63 ‐0.98 0.55 ‐1.04 ‐0.64 0.88 ‐0.02 ‐0.60 ‐0.94 8.21 ‐0.75 0.40 ‐0.70 ‐0.83 ‐0.75 0.38 ‐0.79 ‐0.94 8.62 ‐0.62 0.13 ‐0.69 ‐0.70 ‐0.95 0.73 ‐0.65 ‐0.94 11.76 ‐0.45 0.15 ‐0.89 ‐0.59 ‐0.48 0.57 ‐0.76 ‐0.94 11.97 ‐0.69 0.06 ‐1.09 ‐0.38 0.27 0.30 0.67 ‐0.94 12.23 ‐0.50 ‐0.20 ‐0.83 ‐1.19 ‐0.68 ‐0.55 1.07 ‐0.94 12.03 ‐0.35 0.11 ‐0.96 ‐1.17 0.18 ‐0.16 ‐2.45 ‐0.94 11.82 ‐0.17 0.15 ‐0.45 ‐0.94 ‐0.91 0.18 ‐1.88 ‐0.94 12.36 ‐0.26 0.05 ‐0.49 ‐0.78 0.27 0.16 0.40 ‐0.94 12.59 ‐0.13 0.03 ‐0.34 ‐1.03 0.68 ‐0.18 0.12 ‐0.94 12.34 0.01 0.16 0.25 ‐0.81 ‐0.59 ‐0.32 ‐0.36 ‐0.94 12.49 0.19 0.40 0.34 ‐0.35 ‐0.02 ‐0.17 ‐0.07 1.04 12.06 0.06 ‐0.14 ‐0.73 ‐0.88 4.73 0.38 1.94 1.04 12.00 0.18 ‐0.61 0.85 ‐0.96 ‐0.03 0.32 0.77 1.04 12.30 0.31 ‐0.63 1.27 ‐0.71 ‐0.70 0.23 ‐0.88 1.04 12.09 0.54 ‐0.65 1.33 ‐0.48 ‐0.52 0.48 ‐1.98 1.04 12.16 0.43 ‐0.80 1.10 ‐0.03 0.22 0.99 0.71 1.04 12.19 0.55 ‐0.86 1.17 ‐0.13 ‐0.09 0.40 1.38 1.04 12.55 0.72 ‐0.85 1.44 0.15 ‐1.11 0.44 1.47 1.04 12.74 0.96 ‐0.78 1.15 0.60 0.15 0.11 ‐0.23 1.04 12.90 0.78 ‐0.82 0.94 0.99 0.02 0.40 ‐1.42 1.04 12.83 0.93 ‐0.99 ‐0.15 0.75 0.79 ‐1.29 ‐0.28 1.04 12.86 1.11 ‐1.03 ‐0.34 0.69 0.56 ‐1.99 ‐0.57 1.04 12.57 1.34 ‐1.26 ‐0.25 0.52 0.49 ‐2.11 0.08 1.04 12.49 1.11 ‐0.43 0.05 1.23 ‐0.89 ‐1.89 ‐0.21 1.04 11.59 1.21 ‐0.34 ‐0.70 1.47 ‐1.00 ‐1.74 0.44 1.04 12.77 1.36 ‐0.84 ‐0.83 1.72 ‐1.30 ‐1.22 0.57 1.04 12.64 1.59 ‐1.13 ‐1.39 1.88 0.02 ‐1.59 0.71 1.04 12.62 1.44 ‐1.39 ‐1.19 2.21 ‐0.93 ‐0.57 0.59 1.04 12.51 1.56 ‐1.54 ‐1.28 2.12 ‐0.62 ‐1.08 0.05 1.04 12.80 1.74 ‐1.65 ‐1.26 2.46 ‐0.37 ‐1.43 1.15 1.04 97 Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 4.0059 0.501 0.501 PC1 -0.490 0.446 0.167 -0.406 0.111 0.413 -0.073 -0.423 1.3478 0.168 0.669 PC2 0.035 -0.068 0.669 0.049 0.054 0.312 0.583 0.322 1.1056 0.138 0.807 PC3 0.041 -0.072 0.345 0.016 -0.837 0.136 -0.393 -0.019 0.7593 0.095 0.902 PC4 -0.135 0.125 -0.352 0.276 -0.457 -0.013 0.653 -0.361 0.4419 0.055 0.958 PC5 0.088 -0.567 -0.219 -0.739 -0.132 0.115 0.212 -0.035 0.2403 0.030 0.988 PC6 0.016 -0.254 -0.339 0.357 0.093 0.809 -0.157 0.079 0.0783 0.010 0.997 PC7 0.069 -0.491 0.344 0.248 0.220 -0.087 -0.056 -0.718 0.0209 0.003 1.000 PC8 -0.852 -0.386 0.003 0.144 -0.023 -0.196 -0.041 0.253 Regression Analysis: LNFP versus W1, W2, W3, W4, W5, W6, W7, W8 The regression equation is LNFP = 11.6 - 0.404 W1 + 0.235 W2 – 0.057 W3 – 0.297 W4 + 0.266 W5 – 0.276 W6 + 1.03 W7 – 1.02 W8 Predictor Constant W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 Coef 11.6346 -0.40351 0.2346 -0.0572 -0.2971 0.2664 -0.2763 1.0335 -1.0165 S = 0.768317 SE Coef 0.1324 0.06697 0.1034 0.1141 0.1377 0.1805 0.2448 0.4288 0.8290 R-Sq = 66.7% T 87.85 -6.03 2.27 -0.50 -2.16 1.48 -1.13 2.41 -1.23 P 0.000 0.000 0.030 0.620 0.038 0.149 0.267 0.022 0.229 VIF 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 R-Sq(adj) = 58.6% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 DF 1 1 1 1 1 1 1 1 DF 8 33 41 SS 39.0332 19.4803 58.5135 MS 4.8792 0.5903 F 8.27 P 0.000 Seq SS 26.742 3.042 0.1482 2.7473 1.2859 0.7519 3.4286 0.8875 Transformasi ke Z LNFP = 11.6 - 0.404 W1 + 0.235 W2 LNFP = 11.6 - 0.404(-0.490 Z1 + 0.446 Z2 + 0.167 Z3 -0.406 Z4 + 0.111 Z5 + 0.413 Z6 -0.073 Z7 - 0.423 Z8 ) + 0.235(0.035 Z1 - 0.068 Z2 + 0.669 Z3 + 0.049 Z4 + 0.054 Z5 + 0.312 Z6 + 0.583 Z7 +0.322 Z8 ) LNFP = 11.6 + 0.206 Z1 ‐0.196 Z2 + 0.090 Z3 + 0.176 Z4 ‐0.032 Z5 ‐0.094 Z6 + 0.166 Z7 + 0.247 Z8 98 Transformasi Z menjadi X LNFP = 11.6 + ⎛ X1− X1⎞ ⎛ X2− X2⎞ ⎟ ‐0.196 ⎜ ⎟ ⎟ ⎜ S2 ⎟ S 1 ⎠ ⎠ ⎝ ⎝ 0.206 ⎜⎜ ⎛ X4− X4⎞ ⎛ X5− X5⎞ ⎛ X6− X6 ⎟ ‐0.032 ⎜ ⎟ ‐0.094 ⎜ ⎜ ⎟ ⎜ S ⎜ S5 ⎟ ⎜ S 4 6 ⎠ ⎠ ⎝ ⎝ ⎝ ⎞ ⎟ ⎟ ⎠ ⎛ X3− X3⎞ ⎟ ⎜ S3 ⎟ ⎠ ⎝ + 0.090 ⎜ + 0.176 ⎛ X7 − X7 ⎞ ⎟ ⎜ S 7 ⎟ + 0.247 ⎝ ⎠ + 0.166 ⎜ ⎛ X8− X8⎞ ⎟ ⎜ ⎜ S8 ⎟ ⎠ ⎝ LNFP = -14.838 + 1.30 LNPDB -0.98 LNKURS + 0.05 LIBOR + 1.95 LNMS - 0.06 Inflasi - 4.92 Net + 0.24 LNPMDN + 0.49 D Simpangan Baku dari masing-masing Koefisien Regresi dan Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Peubah Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z5 Z7 Z8 Simpangan Baku 0.02768 0.02586 0.06535 0.02325 0.00812 0.03803 0.05651 0.03913 Koefisien 1.29850 -0.97999 0.04582 1.95320 -0.05754 -4.91620 0.23687 0.48777 99 t-hitung 46.90509 -37.89835 0.70117 83.99646 -7.08350 -129.28375 4.19175 12.46383 Keterangan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan • Uji Kointegrasi Null Hypothesis: UT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.144549 -3.600987 -2.935001 -2.605836 0.0310 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. • Model Error Correction Model (ECM) Dependent Variable: D(LNFP) Method: Least Squares Date: 02/16/11 Time: 13:40 Sample (adjusted): 2000Q2 2010Q2 Included observations: 41 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LNPDB) D(LNKURS) D(LIBOR) D(LNMS) D(INFLASI) D(NET) D(LNPMDN) D(DUMMY) UT(-1) C -5.061284 -2.723138 0.404112 7.685046 0.504453 -30.03150 -0.034914 0.429553 -0.439356 5.130173 4.750958 2.257036 0.195149 5.525204 0.231487 12.64540 0.136346 0.702413 0.135367 1.606147 -1.065319 -1.206511 2.070785 1.390907 2.179184 -2.374895 -0.256066 0.611539 -3.245669 3.194087 0.2950 0.2367 0.0468 0.1742 0.0370 0.0239 0.7996 0.5453 0.0028 0.0032 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.400831 0.226879 0.640158 12.70388 -34.15736 2.304262 0.040804 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 100 0.033867 0.728054 2.154018 2.571962 2.306210 1.730097