tinjauan pustaka

advertisement
2
4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Peraturan Pemerintah No. 40
Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Muladno et al.
2008). Menurut Fadilah (2004), pemeliharaan ayam broiler komersial di daerah
beriklim tropis seperti Indonesia banyak menghadapi kendala pemeliharaan.
Selain pada musim panas, pemeliharaan ayam broiler komersial juga sering
menghadapi berbagai kendala pada musim hujan, termasuk di dalamnya musim
pancaroba (peralihan dari musim kemarau ke musim hujan).
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk penanggulangan penyakit
seperti vaksinasi, biosecurity, pemberian vitamin hingga cara yang belum lazim
dilakukan adalah pemberian herbal. Sudah sejak lama pengobatan secara herbal
digunakan pada manusia, manfaatnya pun sudah tidak diragukan lagi, sedangkan
pemberian herbal pada hewan belum banyak digunakan dan manfaatnya pun
belum diketahui. Jintan hitam termasuk herbal yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh serta mempunyai kandungan etanol di dalam biji jintan hitam
dapat meningkatkan jumlah sel limfosit dan monosit. Jintan hitam dapat
meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supressor sebesar 72%, yang
berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan tubuh (El-Dakhakhny et
al. 2002). Alasan tersebut yang mendorong untuk dilakukan penelitian pemberian
jintan hitam pada ayam broiler.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak minyak jintan
hitam (Nigella sativa) terhadap organ pertahanan (limfoid) ayam broiler.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi pengaruh ekstrak
minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap peningkatan status kekebalan pada
ayam broiler dengan melihat respon organ limfoid sesuai dengan dosis yang
diberikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Pedaging (Broiler)
Ayam pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan
hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini
baru populer di Indonesia tahun 1980-an, dimana pemegang kekuasaan
mencanangkan penggalakkan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu
semakin sulit keberadaannya (Rasyaf 2008). Masyarakat Indonesia telah
mengenal ayam broiler dengan berbagai kelebihannya. Waktu pemeliharaan yang
relatif singkat dan menguntungkan, hanya 3-4 minggu sudah dapat dipanen,
menyebabkan banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di
berbagai wilayah Indonesia (Bappenas 2000). Menurut Amarullah (2004),
pertumbuhan ayam yang cepat ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan
3
yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan
dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan.
Menurut Fadilah (2004) klasifikasi ayam adalah:
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Kelas
: Aves
Subkelas
: Neornithes
Superorder
: Carinatae
Genus
: Galus
Spesies
: Galus domesticus
Pertumbuhan Ayam Broiler
Keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan
karena sifat genetisnya saja tidak menjamin keunggulan itu akan terlihat. Ada
bibit ayam broiler yang pada masa awalnya tumbuh dengan cepat, sedangkan
dimasa akhir pertumbuhan menjadi normal ataupun sebaliknya. Hal ini tentunya
tergantung pada orang atau lembaga yang beternak ayam itu (Rasyaf 2008). Pola
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pertambahan bobot badan beberapa strain ayam broiler pada
akhir minggu
Strain Ayam
1
Bobot Badan Rata-rata (Gram) Tiap
Minggu
2
3
4
5
Isa Vedette
120
380
753
1.237
1.784
Hybro
150
410
783
1.267
1.814
Ross
162
422
795
1.279
1.826
Cobb
190
405
778
1.262
1.809
NewLohman
165
433
823
1.336
1.789
Hubbad
150
410
783
1.267
1.814
Sumber: Permana (2008)
4
Organ-Organ Limfoid
Respon imun yang sebenarnya adalah sel limfosit, meskipun antigen yang
terperangkap juga diproses oleh sel dendritik, makrofag dan sel B. Limfosit adalah
sel berbentuk bulat kecil yang utama di dalam organ antara lain limpa, limfonodus
dan timus yang disebut organ limfoid. Organ yang mengatur pematangan limfosit
disebut organ limfoid primer, limfosit dibagi menjadi dua yang biasa disebut
limfosit T dan limfosit B berdasarkan organ tempat mereka berkembang. Semua
sel T berkembang di timus, sedangkan sel B berkembang di organ yang berbeda
tergantung dari spesies hewan tersebut (Tizard 2004).
Organ limfoid primer akan menghasilkan sel-sel limfoit yang akan
dimatangkan di organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus
dan sumsum tulang. Sel-sel limfosit ini disebut limfosit B dan T, karena berturutturut mengalami proses pemasakan pada bone marrow (sumsum tulang) dan
thymus (timus). Sel-sel limfosit yang telah mengalami pematangan akan segera
memasuki peredaran darah untuk menuju organ limfoid sekunder (Stewart 2004).
Organ limfoid sekunder (organ limfoid periferal) yang terdiri atas organ
limfonodus, limpa, serta jaringan limfoid mukosa merupakan tempat terjadinya
penangkapan antigen oleh sel-sel immunokompeten (Rao 2010). Organ limfoid
sekunder menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain serta
menyediakan tempat untuk pematangan sel yang akan digunakan dalam melawan
benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan (Stewart 2004).
Bursa Fabricius
Menurut Tizard (2004), bursa Fabricius adalah organ yang hanya terdapat
pada unggas. Sama seperti timus, bursa Fabricius mempunyai ukuran maksimal
pada ayam sekitar 1-2 minggu setelah menetas dan
berkurang seiring
pertambahan usia sehingga sulit diidentifikasi pada burung yang berumur tua.
Bursa Fabricius mempunyai fungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi
sel limfosit B, kemudian sel limfosit akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk
menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Folikel limfoid pada bursa Fabricius dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu
folikel limfoid besar yang mempunyai batas antara korteks dan medula dan
folikel- limfoid kecil yang tidak mempunyai batas antara korteks dan medula yang
jelas, merupakan prekusor folikel limfoid yang lebih besar. Sel B secara cepat
berproliferasi dengan struktur yang normal di dalam folikel limfoid yang lebih
besar, yang berkorelasi dengan pemulihan respon antibodi secara parsial. Folikel
limfoid yang lebih kecil tidak mampu memproduksi sel B yang responsif terhadap
antigen (Withers et al. 2006). Folikel limfoid terdiri atas limfosit B 85-95%,
limfosit T < 4%, sisanya adalah sel lainnya seperti makrofag atau sel dendritik
atau RES (Khan & Hashimoto 1996 diacu dalam Kim et al. 2000).
5
Gambar 1 Histologi bursa Fabricius. (1) Lumen. (2) Epitel pseudostratified. (3)
Folikel limfoid. (4) Muskularis. (Sumber: Bacha LM & Bacha WJ
2000)
Limpa
Limpa merupakan salah satu organ sistem pertahanan yang memegang
peranan penting pada unggas. Limpa diklasifikasikan sebagai organ pertahanan
berdasarkan struktur dan sel-sel darah yang disimpan dan dimiliki organ ini.
Limpa terletak pada sebelah kanan proventrikulus dan ventrikulus (Pope 1995).
Limpa merupakan organ kompleks dengan banyak fungsi. Salah satu fungsi limpa
adalah sebagai penyaring (filter) darah dan menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesa hemoglobin (Tizard 2004).
Kapsula limpa akan terhubung langsung dengan sel-sel parenkimnya. Sel
parenkim limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah yang merupakan
komponen utama dari limpa. Pulpa putih membentuk nodul (folikel) yang di
dalamnya terdapat germinal center. Gambaran histopatologi pulpa merah banyak
berisi eritrosit, makrofag, dan sinusoid. Pulpa merah merupakan tempat eritrosit
dihancurkan (Ward et al. 1999). Limpa secara histologis tampak tersusun dari
beberapa bagian, yaitu: stroma (terdiri dari kapsul dan trabekula), parenkim
(terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih) dan daerah marginal (Hartono 1995).
Kapsula terdiri atas kapsula serosa dan kapsula fibrosa. Kapsula serosa merupakan
bagian yang menutupi seluruh permukaan limpa kecuali daerah hilus tempat
pembuluh darah masuk. Kapsula fibrosa terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang
mengandung otot polos, pembuluh darah dan limfe (Hartono 1995). Pada
trabekula terdapat sekat-sekat tidak sempurna dengan unsur-unsur yang sama,
membentuk rongga-rongga yang saling berhubungan berisi jaringan lunak yang
disebut pulpa limpa (Hartono 1995).
6
Gambar 2 Histologi limpa. (1) Pulpa putih. (2) Pulpa merah. (3)
Trabekula. (4) Epitel penutup (Sumber: Eroschenko
2001)
Timus
Timus adalah organ limfoid primer pada ayam, terletak pada sisi kanan dan
kiri saluran pernafasan (trakea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan,
bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Setiap
lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berjalan
dekat dengan vena jugularis (Getty 1975).
Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat
pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu
pubertas. Sesudah dewasa timus mengalami atrofi pada parenkhimnya dan korteks
diganti oleh jaringan lemak (Fawcett 2002). Timus dikelilingi oleh jaringan ikat
yang berupa kapsula yang berhubungan dengan septa tipis yang membaginya
secara tidak sempurna menjadi lobules. Bagian tengahnya tiap lobules disebut
eticul sedangkan bagian tepinya disebut koreks. Korteks timus paling utama
terdiri dari eticulum epitel dan limfosit. Sel epitel stelata memiliki inti lonjong,
besar dan pucat dengan penjuluran bercabang panjang yang banyak mengandung
filament mikro dan saling berhubungan kuat dengan desmosom. Sel epitel
membentuk balutan berkesinambungan pada tepi lobules sekitar ruang
perivaskula, yang merupakan bagian penting antara darah dan timus (Dellman
1989).
Gambar 3
Histologi timus. (1) Kapsula. (2) Korteks. (3) Medula. (Sumber:
Aughey dan Frey 2001)
7
Mekanisme Pertahanan
Antigen yang masuk ke dalam tubuh pertama kali akan dijerat sehingga
dapat diketahui sebagai bahan asing. Materi yang telah diketahui sebagai bahan
asing, kemudian oleh makrofag disampaikan ke sel limfosit melalui pembentukan
berbagai sitokin ke sistem pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara
sel. Sistem kebal ini harus menyimpan ingatan tentang kejadian ini sehingga pada
paparan berikutnya dengan antigen yang sama, tanggapannya akan jauh lebih
efisien (Tizard 2004). Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk
mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit yaitu: (1) dengan cara
langsung menginaktivasi agen penyebab penyakit, (2) dengan mengaktifkan
sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut
(Hartati 2005).
Tubuh makhluk hidup setiap hari akan terpapar berbagai jenis
mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. Untuk menghadapi hal
tersebut tubuh memiliki sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Tubuh
makhluk hidup memiliki dua sistem dasar pertahanan imun, yakni pertahanan
imun spesifik dan pertahanan imun non spesifik. Pertahanan imun spesifik adalah
pertahanan yang melibatkan reaksi antigen dan antibodi dan berlaku spesifik
untuk jenis antigen tertentu, sedangkan pertahanan non spesifik diperantarai oleh
produk-produk limfosit dan bertanggung jawab terhadap reaksi alergi terlambat,
penolakan jaringan asing dan penolakan sel tumor (Tizard 2004).
Kekebalan spesifik melibatkan limfosit B yang mempunyai reseptor pada
permukaan terhadap antigen tertentu. Bila ada antigen yang menempel pada
reseptor, maka sel limfosit B akan terangsang untuk membelah dan sel-selnya
akan diubah menjadi sel plasma. Sel plasma ini akan mensekresikan antibodi ke
dalam sirkulasi umum. Antibodi yang beredar berupa fraksi gama-globulin
sehingga seringkali antibodi disebut dengan imunoglobulin (Tizard 2004).
Program Vaksinasi pada Ayam Broiler
Salah satu cara untuk mencegah penyakit pada peternakan ayam yaitu
dilakukannya program vaksinasi. Vaksinasi atau pemberian vaksin adalah infeksi
buatan yang terkontrol. Vaksinasi akan berhasil jika ditunjang oleh penggunaan
vaksin yang berkualitas tinggi dengan dasar prinsip antigen vaksin harus diberikan
terlebih dahulu pada ayam sebelum terjadinya proses infeksi oleh virus lapang.
Cara pemberian vaksin juga mempengaruhi hasil vaksinasi. Selain itu, program
vaksinasi, vaksinator, dan peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan
ayam, termasuk variasi umur dan status kesehatan ayam, kesemuanya memegang
peranan dalam keberhasilan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh virus
(Machdum 2009). Program vaksinasi tidak ada yang baku antara satu peternakan
dengan peternakan yang lainnya. Tidak hanya jenis vaksin yang digunakan, tetapi
program vaksinasinya pun beragam. Semua program vaksinasi sebaiknya
disesuaikan dengan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau di wilayahnya
(Fadilah 2004).
Vaksin dapat merangsang sistem imun bawaan (nonspesifik) dan adaptif
(spesifik). Protein antigen yang biasanya disuntikkan bersama-sama dengan
adjuvant seperti garam aluminium. Adjuvant mempertahankan antigen di lokasi
8
suntikan atau merangsang respon kekebalan lokal dan bawaan seperti produksi
proinflammatory sitokin oleh makrofag. Hal ini memberikan sinyal bahaya yang
mendukung sel dendritik kemudian antigen diambil oleh makrofag dan sel
dendritik. Sel dendritik yang kemudian diaktifkan dan bermigrasi ke limfonodulus
regional, dimana terdapat akumulasi antigen yang telah diproses di permukaan.
Hal yang kurang diperhatikan dalam program vaksinasi adalah keberadaan
antibodi yang berasal dari induk. Baik embrio unggas maupun unggas muda
mendapatkan imunitas pasif melalui transfer antibodi induk dari serum ke kuning
telur (Camenisch et al. 1999). Antibodi asal induk dihasilkan dari sekresi kelenjar
di saluran telur (oviduct), titernya rendah pada embrio dan akan meningkat drastis
pada beberapa hari sebelum menetas. Transfer antibodi asal induk melawan
patogen tertentu mempunyai peranan penting dalam melindungi anak ayam
sebelum kekebalan aktifnya berkembang. Anak ayam boleh divaksinasi setelah
titer antibodi asal induknya menurun karena hal ini akan menentukan respon
ayam terhadap awal vaksinasi. Antibodi asal induk secara normal akan
melindungi anak ayam selama 1-3 minggu, tetapi melalui pengulangan vaksinasi
menggunakan vaksin adjuvant minyak, kekebalan dapat diperpanjang selama 4-5
minggu (Lukert dan Saif 1997).
Program vaksinasi disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek
manajemen, khususnya pengamanan biologis yang ketat dan faktor stres
lingkungan. Aspek manajemen yang dimaksud dalam pertimbangan program
vaksinasi adalah pemenuhan kebutuhan pokok ayam. Kebutuhan pokok ayam
mencakup udara yang kaya akan oksigen, air yang berkualitas (bebas pencemaran
logam berat, dan mikroorganisme patogen) serta lingkungan dengan pH normal
(6,5-7,2) dan pakan yang berkualitas dengan nilai gizi seimbang sesuai kebutuhan
masing-masing tipe dan umur ayam. Pengamanan biologis yang perlu
dipertimbangkan yaitu program sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi
dan keganasan virus (Wiryawan 2009).
Jintan Hitam (Nigella sativa)
Tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk
keperluan obat-obatan, dalam hal ini obat tradisional yang khasiatnya secara
phytoterapi juga masih harus diteliti. Sebagian besar tanaman mengandung
ratusan jenis khasiat, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang
belum diketahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan
dasar dalam pembuatan obat dari berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa
tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
sebagai obat (Raharja dan Tan 2007).
9
Menurut Hutapea (1994), tanaman jintan hitam diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ranunculales
Suku
: Ranunculaceae
Marga
: Nigella
Jenis
: Nigella sativa
Semak semusim dengan tinggi mencapai kurang lebih 30 cm. Batang tegak,
lunak, beralur, berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang dan disertai bulu-bulu yang
berkelenjar serta berwarna hijau kemerahan. Daun hijau, tunggal, lanset berbentuk
garis, daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk, ujung dan pangkal
runcing, tepi beringgit, dan pertulangan menyirip. Bunga berwarna putih
kekuningan, majemuk, berbentuk karang, benang sari banyak dengan tangkai dan
kepala sari berwarna kuning; mahkota berbentuk corong, umumnya berjumlah 8,
agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek;
kelopak bunga 5, bulat telur, ujung agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal
mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Buah polong, bulat panjang,
dan berwarna coklat kehitaman. Biji kecil, bulat, jorong berukuran 3mm,
berkelenjar, dan berwarna hitam juga memiliki akar tunggang berwarna coklat.
Jintan hitam diduga didatangkan dari India dan wilayah-wilayah sekitarnya. Jenis
ini tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudera Indonesia sebagai gulma
musiman. Penyebarannya meliputi Jawa, Sumatera dan daerah sekitarnya.
Budidaya dalam rangka perbanyakannya dengan menggunakan biji. Di Indonesia,
tumbuhan ini pada umumnya belum dibudidayakan. Jenis ini terasa pahit, berbau
wangi, dan berkhasiat sebagai galaktogogum, diuretik, karminatif, diaforetik,
purgatif, dan astringen. Biji dan daunnya mengandung saponin (melantin), minyak
atsiri, minyak lemak, nigelan (zat pahit), zat samak, saponin melantin, nigelon,
thymoquinone dan polifenol B (Hutapea 1994).
Menurut Rouhou (2006), studi yang dilakukan mengungkapkan bahwa biji
dari Nigella sativa kaya akan sumber nutrisi penting dan memberikan efek positif
bagi kesehatan manusia. Nigella sativa juga merupakan alternatif untuk sumber
asam lemak essensial.
Manfaat Nigella sativa
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh El-Dakhakhny et al. (2002)
Nigella sativa memiliki khasiat, antara lain:
 Antibakteri
Karena kandungan minyak atsiri dan volatil pada Nigella sativa efektif melawan
bakteri seperti Vibrio cholera dan Shigella sp.
 Antiradang
Minyak Nigella sativa berguna untuk mengurangi efek radang sendi. Turunan dari
fixed oil, Nigella sativa yaitu thymoquinone merupakan agen anti peradangan.
10
 Antitumor
Karena Nigella sativa mengandung asam lemak berantai panjang yang dapat
mencegah pembentukan Erlich Ascites Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s
Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan jenis sel kanker yang umum
ditemukan.
 Memperkuat sistem kekebalan tubuh
Kandungan etanol di dalam biji Nigella sativa dapat meningkatkan jumlah sel
limfosit dan monosit. Nigella sativa dapat meningkatkan rasio antara sel-T helper
dengan sel-T supresor sebesar 72% yang berarti meningkatkan aktivitas
fungsional sel kekebalan.
METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai Juni 2012. Bertempat di
Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium
Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC (Day Old Chick)
sebanyak 45 ekor, larutan gula, pakan, air minum, sekam sebagai alas kandang,
dan Vitachick® (mengandung multivitamin dan antibiotik). Proses pembuatan
preparat histopatologi dan pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) dibutuhkan Buffer
Neutral Formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis, aquadest, etanol konsentrasi
bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), etanol absolut, xylol, HE, lithium karbonat,
mounting medium, dan parafin. Bahan untuk perlakuan berupa minyak ekstrak
jintan hitam (sediaan komersil), vaksin IBD, vaksin ND, dan vaksin AI.
Alat yang digunakan selama penelitian yaitu kandang pemeliharaan ayam
dengan pemisah untuk tiga kelompok, peralatan nekropsi, object glass, cover
glass, sakura®automatic tissue processor, refrigerator, mikrotom, mikroskop
cahaya, dan electronic eyepiece® camera beserta seperangkat komputer untuk
pengambilan gambar jaringan. Perangkat lunak imageJ® untuk Microsoft®
Windows® untuk mengukur parameter setiap organ.
Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan kandang
Kandang terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan deterjen dan
desinfektan sebelum digunakan. Selain proses desinfeksi dilakukan juga
proses pengapuran dan fumigasi menggunakan larutan formalin 10% v/v.
Download